• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah sistem ekonomi alternatif dari sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah sistem ekonomi alternatif dari sistem"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran Ekonomi Syariah telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah sistem ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak usainya Perang Dunia II yang memunculkan banyak negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini, keberadaan Ekonomi Syariah sebagai sebuah model ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non-muslim untuk melakukan banyak penggalian kembali berbagai ajaran Islam, khususnya yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan antarmanusia melalui aktivitas perekonomian maupun aktivitas lainnya.

Ekonomi Syariah dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam.1 Ekonomi Syariah merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.2 Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah SWT memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat

      

1

An-Nabhaniy,T. An-Nizham Al-lqtishadi Fil Islam, (Beirut: Darul Ummah, 1990).

2

Ahmad, Khursid, Studies in Islamic Economics, (United Kingdom: The Islamic Foundation, 1981) hal. 3

(2)

105: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.3

       

Secara garis besar Ekonomi Syariah memiliki beberapa prinsip dasar: 4

a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.

b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. c. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.

d. Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.

e. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

f. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.

g. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab) h. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

Pada awal abad ke-20, bank Islam hanya merupakan obsesi dan diskusi teoritis para akademisi baik dari bidang hukum (fiqh) maupun bidang ekonomi. Kesadaran bahwa bank Islam adalah solusi masalah ekonomi untuk mencapai kesejahteraan sosial telah muncul, namun upaya nyata yang memungkinkan

 

3

Al Qur’an dan Terjemahnya hadiah dari Khadim al Haramain asy Syarifain, Fahd ibn ‘Abd al ‘Aziz Al Sa’ud, (Saudi Arabia: Madinah, 1990).

4

Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Syariah: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: EKONSIA, 2002), hal. 105.

(3)

implementasi praktis gagasan tersebut nyaris tenggelam dalam lautan sistem ekonomi dunia yang tidak bisa melepaskan diri dari bunga. Walaupun demikian, gagasan tersebut terus berkembang meski secara perlahan. Beberapa uji coba terus dilakukan mulai dari bentuk proyek yang sederhana hingga kerjasama yang berskala besar. Dari upaya ini para pemrakarsa bank Islam dapat memikirkan untuk membuat infrastrukstur sistem perbankan yang bebas bunga.5

Bank Islam atau yang lazim disebut dengan bank syariah, keberadaannya relatif baru di Indonesia. Menurut catatan, bank syariah yang pertama kali memperoleh ijin usaha sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah BPRS Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991, BPRS Amanah Rabbaniah pada tanggal 24 Oktober 1991, ketiganya beroperasi di Bandung dan BPRS Hareukat pada tanggal 10 Nopember 1991, beroperasi di Aceh.6

Pada tanggal 17 Juni 2008, perbankan syariah memasuki babak baru dalam industri perbankan di Indonesia. Pada tanggal tersebut DPR secara resmi mengesahkan RUU Perbankan Syariah menjadi Undang-Undang. Pengesahan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan salah satu jawaban atas makin pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah di tanah air. Kehadiran Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama pada tahun 1992 berkat

      

5

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah: Konsep,

Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2001), hal 21.

6

Karnaen A. Perwataatmadja, Upaya Memurnikan Pelayanan Bank Syariah, Khusus

(4)

dukungan UU No. 7/1992 tentang Perbankan yang pertama kali memperkenalkan prinsip bagi hasil. Meski demikian dalam kurun waktu 6 tahun perkembangan bank syariah tidak sepesat bank-bank yang beroperasi secara konvensional. Dengan diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, perbankan syariah pun berkembang lebih baik karena jika pada UU sebelumnya istilah bank syariah masih disebutkan secara implisit dengan istilah bagi hasil maka pada UU No. 10 tahun 1998 istilah perbankan syariah telah disebutkan secara jelas.

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang baru ini, sistem perbankan di Indonesia terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah ( Dual Banking System ). Salah satu prinsip yang dipegang dalam pengaturan tentang Bank Syariah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ini adalah bahwa prinsip syariah merupakan suatu prinsip dalam menjalankan kegiatan usaha bank. Dengan adanya prinsip ini maka perbankan syariah diberikan peluang yang lebih luas untuk menjalankan kegiatan usaha, termasuk pemberian kesempatan kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Dasar pemikiran pengembangan bank syariah adalah untuk memberikan pelayanan jasa perbankan kepada sebagian masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilayani oleh perbankan yang sudah ada, karena bank-bank tersebut menggunakan sistem bunga. Adalah kenyataan bahwa sebagian masyarakat muslim berkeyakinan bahwa kegiatan perbankan yang menggunakan sistem bunga tidak sejalan dengan prinsip syariah, sehingga kebutuhan mereka akan jasa-jasa perbankan tidak dapat

(5)

dilayani oleh bank-bank konvensional. Dengan dikembangkannya perbankan yang dioperasikan berdasarkan prinsip syariah diharapkan mobilisasi dana dan potensi ekonomi masyarakat muslim dapat dioptimalkan, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan peran sektor perbankan secara keseluruhan.7

Perbankan syariah merupakan suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan hukum Islam. Dimana usaha ini didasari oleh larangan Islam untuk memungut maupun meminjam dengan perhitungan bunga (riba) dan larangan berinvestasi dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan media dan barang yang tidak Islami (haram).8

Sebagai lembaga intermediary keuangan, bank syari’ah memiliki kegiatan utama berupa penghimpunan dana dari masyarakat melalui simpanan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang menggunakan prinsip wadi’ah yand dlamanah (titipan), dan mudharabah (investasi bagi hasil). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam berbagai bentuk skim , seperti skim jual beli/al-ba’i (murabahah, salam, dan istishna), sewa (ijarah), dan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), serta produk pelengkap, yakni fee based service, seperti hiwalah (alih utang piutang), rahn (gadai), qard (utang piutang), wakalah (perwakilan, agency), kafalah (garansi bank).9 Dalam hal ini masyarakat menyerahkan dananya pada bank syari’ah pada dasarnya tanpa jaminan yang

      

7

Syahril Sabirin, Sambutan Gubernur Bank Indonesia dalam Muhammad Syafii Antonio,

Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan (Jakarta: 1999) hal x.

8

Pradjoto and Associates, Pembiayaan dalam Perbankan Syariah, Makalah, Desember 2007.

9

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2003), edisi IV, hal.59-61, Tim Bank Syari’ah Mandiri, Apa dan Bagaimana Bank Syari’ah, (Jakarta: BSM Cab. Meruya, 2005), hal. 14-15.

(6)

bersifat kebendaan dan semata-mata hanya dilandasai oleh kepercayaan bahwa pada waktunya dana tersebut akan kembali ditambah dengan sejumlah keuntungan (return). Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan masyarakat tersebut, bank harus melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential principle).

Berdasarkan prinsip tersebut, bank syari’ah menerapkan sistem analisis yang ketat dalam penyaluran dananya melalui pembiayaan, di antaranya dengan mempersyaratkan adanya jaminan atau agunan10 bagi pihak nasabah yang hendak mengajukan pembiayaan.

Definisi jaminan/ agunan menurut Pasal 1 angka (26) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah dan/ atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.

Berbeda dengan perbankan konvensional yang dalam penyaluran dananya menggunakan skim kredit, di perbankan syari’ah penyaluran dana menggunakan skim pembiayaan. Pembiayaan adakalanya dengan mengambil keuntungan berdasarkan margin keuntungan (profit margin), seperti dalam akad jual beli murabahah, salam, istishna dan ijarah, juga dikenal pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil, yaitu melalui akad musyarakah dan mudharabah. Kedua akad

      

10

Jaminan menurut UU. No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah keyakinan atas kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan di sini meliputi watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur. Sedangkan dalam makalah ini jaminan identik dengan agunan yaitu Jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ahal. ( Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998).

(7)

pembiayaan ini dilihat dari ciri khasnya sangat berbeda sekali dengan akad yang lain. Di antara perbedaan menonjol adalah bahwa bank syari’ah dalam penyaluran dananya kepada nasabah penerima pembiayaan tidak dapat dipastikan memperoleh keuntungan tertentu (modal pembiayaan ditambah return) sebagaimana dalam skim pembiayaan yang mengambil keuntungan berdasarkan margin keuntungan. Akan tetapi, justru pihak bank sangat memungkinkan mengalami kerugian bila usaha nasabahnya mengalami kegagalan atau kebangkurutan, inilah konsekwensi dari skim pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Namun, sebaliknya bila usaha nasabah berhasil maka akan memperoleh bagi hasil yang mungkin lebih besar bila dibandingkan penyaluran dana melalui skim pembiayaan berdasarkan margin keuntungan, ini karena di antara kedua pihak (bank dan nasabah) telah ada kesepakatan bagi hasilnya, yang biasanya berkisar 30%:70%, 40%:60%, atau 50%:50%.11

Atas dasar tingkat spekulasi yang tinggi dalam skim pembiayaan, maka umumnya bank syari’ah sangat berhati-hati dalam melakukan penyaluran dana melalui skim ini. Sebagai wujud sikap kehati-hatian bank dalam melakukan penyaluran dananya melalui skim pembiayaan melalui bagi hasil ini, sebelum memberikan kredit atau pembiayaan, bank syari’ah harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari

      

11

(8)

Nasabah Debitur. Kelima unsur tersebut yang sering disebut 5C perkreditan (Character, Capital, Capacity, Collateral dan Condition of Economy).12

Memang secara teoritis bahwa yang terpenting pertama-pertama adalah karakter dari nasabah calon penerima pembiayaan (nasabah debitur), karena jika karakternya baik, sekalipun kondisi yang lainnya buruk, nasabah debitur akan tetap berusaha serius dan dengan jujur melaporkan hasil usahanya dengan mengembalikan dana pembiayaan yang disertai bagi hasilnya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Di samping itu, keberadaan agunan menjadi sangat penting, dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank sebagaimana disinggung di atas, yaitu bahwa dana bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya harus dilindungi dan digunakan secara sangat hati-hati.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penelitian ini akan membahas mengenai pentingnya jaminan ini dalam praktek pembiayaan perbankan syariah. Oleh karenanya, penelitian ini diberi judul “Aspek Hukum Jaminan dalam Perbankan Syariah”.

B. Permasalahan

1. Bagaimanakah konsep jaminan menurut Hukum Islam?

      

12

(9)

2. Bagaimanakah urgensi jaminan dalam akad pembiayaan syariah?

3. Bagaimana aplikasi konsep jaminan dalam Hukum Islam dalam perbankan syariah di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep jaminan menurut Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui urgensi jaminan dalam akad pembiayaan syariah

3. Untuk mengetahui aplikasi konsep jaminan dalam Hukum Islam dalam perbankan syariah di Indonesia

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti mendatangkan manfaat sebagai tindak lanjut dari apa yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian. Penulis mengharapkan dengan adanya penelitian ini membawa manfaat positif bagi penulis atau pembaca secara langsung maupun secara tidak langsung. Penelitian ini juga sangat berpengaruh bagi perkembangan individu atau objek dari penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

(10)

Penelitian ini merupakan hasil dari studi ilmiah yang dapat memberikan masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan baru terhadap ilmu hukum pada umumnya dan Ilmu Hukum Lembaga Keuangan Syariah pada khususnya. 2. Manfaat praktis

Sebagai suatu informasi dan referensi bagi individu atau instansi yang menjadi atau yang terkait dari objek yang diteliti.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Aspek Hukum Jaminan Dalam Perbankan Syariah” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Aspek Hukum Jaminan

Dalam Perbankan Syariah”, dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian

yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas sumatera Utara maupun Perguruan Tinggi lainnya.

(11)

Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang memiliki topik yang sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya jelas berbeda dengan isi tesis ini, yakni:

1. Ahmad Fauzi/ 027011002, Jaminan dalam Akad Pembiayaan pada Bank Syariah yang Bernuansa Konflik (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia, tbk Cab. Medan)

2. Intan Harahap/ 077011031, Kedudukan Fidusia sebagai Jaminan Akad Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah (Studi Kasus: Bank Muamalat Cab. Medan)

3. Rina Dahlia/ 037011072, Kedudukan Lembaga Gadai Syariah (Ar-Rahn) dalam Sistem Perekonomian Islam (Studi di Bank Muamalat Indonesia Cab. Medan dan BNI Unit Syariah Cab. Medan

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.13 Teori adalah merupakan suatu prinsip satu ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Kamus umum Bahasa Indonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori ialah:

      

13

(12)

”.... pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”14

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.15 Dalam sebuah penelitian ilmiah, teori digunakan sebagai landasan berfikir dan mengukur sesuatu berdasarkan variabel-variabel yang tersedia.

Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengenai suatu variabel bebas tertentu dimasukan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab.16

”Menurut W.L.Neuman, yang berpendapatnya dikutip oleh Otje Salman dan Anton F. Susanto, menyebutkan, bahwa:

”Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia. Ini adalah cara yang ringkas untuk berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.”17

”Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.”18 Sedangkan

      

14

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesisa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hal. 155.

15

Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya , 1993), hal. 35

16

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 192-193

17

HR. Otje Salman S dan Antón F Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refina Aditama, 2005), hal. 22

18

(13)

“kerangka teori pada penelitian Hukum Sosiologis atau Empiris yaitu kerangka teoritis yang berdasarkan pada kerangka acuan hukum, tanpa acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologis dan kurang relevan bagi ilmu hukum

is ini, kerang

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputu

implementasi jaminan dalam perbankan syariah dapat dipandang sebagai proses

       

.19

Kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan berpikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. Terutama tentang aspek hukum jaminan dalam perbankan syariah. Dalam pembahasan pada tes

ka teori yang digunakan adalah berdasarkan teori implementasi hukum

Kata implementasi berasal dari bahasa Inggris to implement yang berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).20 Van Meter dan Van Horn merumuskan proses implementas sebagai : those actions by public or private individuals or group that are directed at the achievement of\ obyectives set forth in prior policy decitions (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan ada

san kebijaksanaan).21

Dengan demikian berdasarkan pengertian kata implemantasi tersebut, maka

 

19

Ibid, hal. 27

20

Merriam-Webster Online. <http://www.merriam webster. com/ dictionary/implement>. Diakses tanggal 27 Februari 2011

21

Dalam Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan dari Formulas ke mplementasi

(14)

melaksanakan pembiayaan berdasarkan Hukum Islam (prinsip-prinsip syariah) yang dilakukan oleh pegadaian syariah kepada nasabahnya dengan menggunakan akad.

Implementasi hukum sebagaimana pengertian diatas lebih cenderung memandang hukum sebagai jaringan nilai-nilai sebagaimana dikemukakan oleh kalangan ahli filsafat hukum. Hukum dipandang sebagai konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, oleh karena itu dengan sendirinya berkaitan erat dengan persoalan kesadaran hukum. Hal ini disebabkan karena kesadaran hukum itu merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada serta hukum yang dikehendaki.22

Hukum hidup, tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sebagai sarana menciptakan kesejahteraan, ketentraman dan ketertiban bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat. Hukum akan tumbuh dan berkembang bila masyarakat menyadari makna kehidupan hukum dalam kehidupannya. Sedangkan tujuan hukum sendiri ialah untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat.23 Hukum juga dituntut untuk memenuhi nilai-nilai dasar hukum yang meliputi keadilan, kerugian/ kemanfaatan dan kepastian hukum. Hukum jaminan tentu saja di tuntut pula untuk memenuhi nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, walaupun kadang-kadang bila salah satu nilai tersebut tercapai nilai yang lain menjadi terabaikan.

      

22

Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, CV (Jakarta: Rajawali, 1980), hal.207.

23

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 13.

(15)

Kehadiran hukum itu sendiri mempunyai dua fungsi yang saling berdampingan satu sama lain, yaitu: sebagai sarana pengendalian sosial dan sebagai sarana untuk melakukan social engineering.24 Hukum sebagai sarana pengendalian sosial adalah fungsi hukum untuk menjaga agar setiap orang menjalankan perannya sesuai dengan yang telah ditentukan atau diharapkan. Perubahan sosial yang terjadi akan berpengaruh pula terhadap bekerjanya mekanisme pengendalian sosial ini.

Hukum sebagai alat melakukan rekayasa masyarakat adalah hukum dalam fungsinya untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang telah ada dalam masyarakat, untuk mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi serta melakukan pola-pola kelakuan baru.25

Tentang Hukum ekonomi, Satjipto Rahardjo merunut dari esensi ekonomi yang bertujuan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat dan angota-anggotanya berdasarkan asas rasionalitas. Akan tetapi dalam melakukan kegiatan ekonomi tersebut manusia melakukan interaksi dengan yang lainnya supaya mencapai hasil yang maksimal. Dengan demikian muncullah suatu kebutuhan akan aturan, tanpa aturan sulit orang bisa bicara mengenai penyelenggaraan kegiatan ekonomi dalam masyarakat.26 Kalau Hukum ekonomi (konvensional) tumbuh di atas asas rasionalitas seperti paham kapitalisme,

      

24

Satjipto Raharjo, Pemanfaatan Ilmu Sosial bagi Pemanfaatan Ilmu Hukum, (Bandung, Alumni, 1977), hal. 143

25

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 169.

26

Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran tentang Ancangan Antar Disiplin dalam

(16)

sosialisme, pasar bebas dan lain-lain, maka ekonomi Syariah (Hukum Ekonomi Islam) tumbuh di atas asas-asas yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Sesungguhnya di antara karakteristik Islam yang paling menonjol adalah ia hadir di dunia ini demi kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Maka, hukum-hukum syariat datang dengan misi ingin menegakkan kemaslahatan tersebut dan senantiasa menjaga eksistensi dari keterpurukan, dan salah satu manifestasinya adalah tertuang dalam bentuk pengelolaan harta yang menjadi penopang kehidupan, baik dalam tataran personal maupun komunal. Sehingga tidak aneh kalau kemudian nash-nash syariat sangat menaruh perhatian terhadap hukum-hukum yang bertalian dengan masalah materi dan kekayaan, baik secara global maupun terperinci. Demikian halnya para ahli fikih, khususnya fikih harta, juga telah menjelaskan syarat-syarat, kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan di balik usaha mencari materi dan kekayaan, dan bagaimana pula memperoleh dan menggunakannya, dengan penjelasan yang detail dan dapat menghapus ruang keragu-raguan tentang perhatian Islam terhadap masalah harta kekayaan dan juga tentang seruannya kepada umatnya untuk mencari dan mengumpulkannya sesuai dengan tujuan-tujuan dan batasan-batasan syariat.27

Perbankan syariah sebagai lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah dan dalam setiap kontrak perdagangan syariah mempunyai prinsip yang jelas dalam menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan syariah. Penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank Syariah haruslah

      

27

(17)

memiliki suatu yang menguatkan kedudukan Bank Syariah dalam memperoleh kembali atas dana yang telah disalurkan, yaitu dengan adanya suatu lembaga jaminan.

Perbankan syariah dalam menerapkan kehati-hatian dan pembiayaan yang sehat diwujudkan dengan adanya jaminan atau agunan dari nasabah penerima pembiayaan. Jaminan atau agunan ini berfungsi untuk mendukung keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan nasabah penerima pembiayaan untuk melunasi pembiayaan yang diterimanya sesuai dengan perjanjian.

Dalam Hukum Islam, istilah jaminan biasanya dikenal dengan istilah kafalah, sedangkan objek/barang yang dijaminkan dengan rahn, akan tetapi mengenai pengikatan objek/barang yang dijaminkan tidak diatur dan dinyatakan secara rinci tetapi yang digunakan dalam muamalat sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat. Objek/ barang yang dijaminkan dalam rahn berada ditangan bank. Rahn merupakan bentuk jaminan bukan pengikatan jaminan barang, oleh karena itu terhadap rahn digunakan gadai sebagai pengikat jaminan barang.

Adanya jaminan dalam pembiayaan syariah didasarkan atas pemahaman dalam surat Al-Baqarah ayat 283 yang menyebutkan bahwa dalam bermuamalah barang yang dijadikan jaminan/pertanggungan dipegang/ dikuasai oleh pemberi utang, sehingga hal ini yang dijadikan dalam rahn, akan tetapi hal tersebut dilakukan apabila satu sama lain tidak percaya mempercayai.28

      

28

Departeman Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya dengan

(18)

Apabila dilihat penjelasan yang diuraikan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 283, maka ayat tersebut dapat dijadikan dasar hukum menurut Al-Quran dalam penggunaan jaminan fidusia dalam pembiayaan syariah, sehingga tidak hanya rahn (gadai) yang dijadikan dasar hukum pada ayat tersebut, tapi ayat itu merupakan ayat yang menjadi dasar hukum bagi adanya jaminan dalam pembiayaan syariah.

Penggunaan ketentuan tersebut karena dalam hukum Islam yang mengatur mengenai syariah yang mana termasuk didalamnya adalah kegiatan muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia. Dalam bidang muamalah diserahkan pada manusia dengan proses ijtihad, seperti sabda nabi Muhammad SAW: “Antum a’lamu bi umuuri dunyakum”, yang artinya kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian dan dalam hukum muamalat menyatakan bahwa “segala sesuatunya boleh dilakukan, kecuali ada larangan dari Al-Quran atau Sunnah”,29 jadi dalam bidang muamalah terdapat lapangan yang luas sehingga boleh saja menambah, menciptakan, mengembangkan dan lainlainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bermuamalah, selama “kreativitas” tersebut tidak bertentangan dengan hal yang dilarang dalam Al-Quran dan Sunnah.

Berdasarkan hal tersebut maka terhadap transaksi perbankan syariah yang tidak diatur oleh ketentuan syariah, maka perbankan syariah tunduk pada ketentuan-ketentuan yang terkait dengan kegiatan perbankan pada umumnya, demikian halnya dengan transaksi-transaksi yang tidak dilarang oleh syariah dan perbankan syariah

      

29

Adiwarman Karim, Bank Islam: Aanalisis Fiqih dan Keuangan, Ed.2. Cet.1. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 9.

(19)

dapat mengadop sistem perbankan konvensional, akan tetapi apabila transaksi tersebut merupakan transaksi yang dilarang dan bertentangan dengan syariah Islam maka perbankan syariah dapat menentukan jalannya sendiri sesuai dengan ketentuan-ketentuan Hukum Syariah.

2. Konsepsi

Perlu di jelaskan bahwa konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realistis.”30

Konsepsi bisa juga diartikan sebagai ”salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.”31

Menurut Tan Kamelo konsepsi adalah untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut, jaminan yang bersifat kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri: hubungan lansung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan.32

Oleh karenanya, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

      

30

Munir Fuadi, Hukum Perkereditan Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 24-26.

31

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal.34

32

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2006), hal. 30-31

(20)

1. Jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang.33

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.34

3. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.35

4. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.36

5. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.37

6. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.38

7. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip

      

33

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hukum Jaminan, (Yogyakarta, 1978), hal. 3

34

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

35

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

36

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

37

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

38

(21)

Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.39

8. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).40

9. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.41

10. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah

      

39

Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

40

Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

41

(22)

dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.42

G. Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala yang satu dengan gejala lainnya.43

Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.44 selain itu, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan.45

Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu di antaranya:46

      

42

Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

43

Koenjtaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1991), hal. 37.

44

Peter Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 35.

45

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), hal. 38.

46

(23)

a. menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap

b. memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui

c. memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner.

Untuk dapat merampungkan penyajian tesis ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan tesis ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatifyang disebut juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)47. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.48

      

47

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 118.

48

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada), 2003, hal. 3.

(24)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.49 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen terkait dan beberapa buku mengenai jaminan dan perbankan khususnya jaminan dalam perbankan syariah

2. Sumber Data

Materi dalam tesis ini diambil dari Al’Quran, Al’hadist dan data sekunder, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.50 Dalam tulisan ini di antaranya Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

b. Bahan Hukum Sekunder

      

49

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.

50

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.

(25)

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan aspek hukum jaminan dalam perbankan syariah, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan Hukum Tertier

Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka untuk memperoleh data sekunder berupa buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

4. Teknik Analisa Data

Data yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik tesis ini,

(26)

sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam undang-undang RI No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan bahwa penyelenggaaan umah sakit betujuan membei pelindungan tehadap keselamatan

Hasil penelitian memberikan bahwa varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter Tinggi Tanaman dan pemberian pupuk NPKMg memberikan pengaruh yang

Paneso yakni daerah yang paling sentral dari Sakai pada tahun

Tahun 1934: Arsip Nasional Amerika Serikat didirikan oleh Kongres Amerika Serikat sesuai amanat Undang-undang Arsip Nasional sebagai lembaga federal independen yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan membaca siswa dari SMA PGRI 1 Pati di tahun akademik

karya mural yang dikerjakan para perupa bersama masyarakat yang merupakan proyek mural Jogja Mural Forum (JMF), baik pelaku seni tradisi (proyek mural “Tanda Mata dari Jogja” tahun

[r]

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan..