LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA (BI-2105)
PERSILANGAN Drosophila melanogaster
Tanggal Praktikum: 19 September 2014 Tanggal Pengumpulan: 17 Oktober 2014
Disusun oleh : Prinka Apriati Penesa
16113070 Kelompok 6
Asisten : Aulia Azh Zahra
10611037
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan dalam dunia genetika telah berlangsung dengan pesat. Untuk mendapatkan spesies yang lebih unggul, maka dilakukan persilangan. Aplikasi dari rekayasa genetika telah mempermudah dan menguntungkan kehidupan manusia. Salah satu aplikasinya adalah dengan melakukan persilangan antar mutan yang dilakukan untuk menemukan varietas spesies yang lebih unggul, seperti contohnya tanaman transgenik. Dengan latar belakang seperti itulah pada praktikum kali ini dilakukan persilangan Drosophila melanogaster pada praktikum kali ini maka kita akan mengetahui jumlah mutan hasil perkawinan dari dua jenis mutan. Dengan kata lain, kita dapat menentukan asal gen dari hasil persilangan kedua mutan tersebut.
Aplikasi dari persilangan adalah pembudidayaan hewan atau tumbuhan, dan lain-lain. Segala aplikasi dari persilangan selalu diharapkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan unik. Contoh jelas dari persilangan adalah ras manusia. Begitu banyak ras manusia sehingga sulit dihitung jumlah keanekaragamannya. Ras manusia berasal dari asimilasi dan akulturasi dari spesies-spesies yang berbeda (Aminullah, 2009).
1.2Tujuan
1. Menentukan perbandingan F2 pada persilangan Drosophila melanogaster. 2. Menentukan analisis x2 dari perbandingan F2 hasil persilangan.
3. Menentukan keberhasilan persilangan sesuai Hukum Mendel berdasarkan analisis x2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Sejarah Penemuan Prinsip Pewarisan Sifat
Banyak peneliti yang tertarik untuk meneliti dalam bidang penurunan sifat atau hereditas, dimulai pada tahun 1842 dari seorang ilmuwan sekaligus biarawan asal Cekoslovakia yang menemukan prinsip-prinsip dasar pewarisan melalui percobaan dalam persilangan silang. Mendel melakukan percobaan persilangan pada tanaman ercis (Pisum Sativum). Mendel ternyata berhasil mengamati karakter yang di turunkan dari generasi ke generasi. Mendel juga berhasil membuat perhitungan matematika tentang sifat genetis karakter yang di tampilkan. Faktor genetis ini kemudian disebut faktor determinant. Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun 1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Karena keberhasilan penelitiannya ini maka tak salah jika Mendel disebut sebagai bapak genetika (Peter, 1989).
Lalu, pada tahun 1900 tiga orang ahli botani secara terpisah, yaitu Hugo de Vries di Belanda, Carl Correns di Jerman dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika yang menandai suatu era yang disebut genetika klasik. Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan baru. Pada tahun 1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia materi genetika adalah asam dioksiribonekleat (DNA). Dengan ditemukannya model struktur molekul DNA pada tahun1953 oleh J.D.Watson dan F.H.C. Crick dimulailah era genetika yang baru, yaitu genetika molekuler (Peter, 1989).
Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian pesatnya. Pada tahun 1970-an, dikenalkan teknologi manipulasi molekul DNA atau teknologi DNA rekombinan atau dengan istilah yang lebih populer disebut rekayasa genetika.Saat ini sudah menjadi berita biasa apabila organisme- organisme seperti domba, babi dan kera, didapatkan melalui teknik rekayasa genetika yang disebut kloning. Sementara itu, pada manusia telah di lakukan pemetaan seluruh genom atau dikenal sebagai proyek genom manusia (human genom project), yang diluncurkan pada tahun 1990 dan diharapkan selesai pada tahun 2005. ternyata pelaksaan proyek ini berjalan justru lebih cepat dua tahun dari pada jadwal yang telah ditentukan (Aminullah, 2009).
2.2Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II
Hukum Mendel I atau dikenal sebagai hukum segregasi merupakan hukum tentang pemisahan alel pada waktu pembentukan gamet. Pembentukan gamet terjadi secara meiosis, dimana pasangan – pasangan homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi/ terjadi pemisahan alel – alel suatu gen secara bebas dari diploid menjadi haploid. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya Fenomena ini dapat diamati pada persilangan monohybrid, yaitu persilangan satu karakter dengan dua sifat beda. Persilangan Monohibrid P1 = UU x uu (Ungu) (Putih) G1 = U x u F1 = Uu
Pada waktu pembentukan gamet betina, UU memisah menjadi U dan U, sehingga dalam sel gamet tanaman ungu hanya mengandung satu macam alel yaitu alel U. Sebaliknya tanaman jantan berbunga putih homozigot resesif dan genotipenya uu. Alel ini memisah secara bebas menjadi u dan u, sehingga gamet – gamet jantan tanaman putih hanya mempunyai satu macam alel,
yaitu alel u. Proses pembentukan gamet inilah yang menggambarkan fenomena Hukum Mendel I. Dapat ditarik kesimpulan analisis dari percobaan yang telah dilakukan melalui dua prinsip utama yaitu:
1. Prinsip Dominasi: Dalam heterozigot a, satu alel dapat menyembunyikan kehadiran alel lain. Prinsip ini adalah pernyataan tentang fungsi genetik. Beberapa alel jelas mengendalikan fenotipe bahkan ketika mereka hadir dalam satu salinan.
2. Prinsip Pemisahan: Dalam heterozigot, dua alel yang berbeda berpisah satu sama lain selama pembentukan gamet. Prinsip ini merupakan pernyataan tentang genetik transmisi. Alel ditransmisikan pada setiap generasi berikutnya, bahkan jika itu hadir dengan alel yang berbeda dalam heterozigot a. Dasar biologis untuk fenomena ini adalah pasangan dan pemisahan selanjutnya kromosom homolog selama meiosis (Snustad, 2012).
Hal yang berbeda dengan Hukum Mendel II atau yang dikenal sebagai law of independent assortment menjelaskan bahwa setiap gen dapat berpasangan secara bebas dengan gen lain, namun gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan termasuk alelnya (Campbell, 2008). Persilangan dihibrid dapat menjelaskan lebih lanjut tentang Hukum Mendel II. Hukum Mendel hanya berlaku untuk persilangan dihibrid, bukan monohibrid Contohnya pada kasus gen bentuk biji dan gen warna buah. Pada persilangan antara tanaman biji bulat dan warna kuning pada buahnya dengan biji keriput dan warna hijau pada buahnya. Karena setiap gen dapat berpasangan bebas, maka pada F1 dihasilkan tanaman biji bulat warna kuning, biji keriput warna hijau, biji bulat warna hijau, dan biji keriput warna kuning (Warianto, 2011).
2.3Jenis-Jenis Persilangan
Ada beberapa jenis persilangan, yaitu persilangan monohybrid, persilangan dihibrid, dan persilangan dengan gen terpaut kelamin. Persilangan monohibrid adalah persilangan dua individu dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid dibedakan menjadi dua macam, yaitu
persilangan monohibrid dominan dan monohibrid intermediet. Persilangan monohibrid sangat berkaitan dengan hukum Mendel I (segregasi bebas) (Suryo, 1996). Mendel pertama kali mengetahui sifat monohybrid saat melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis. Sampai saat ini, hokum Mendel I selalu berlaku dalam persilangan monihibrid (Pierce, 2008).
Persilangan dihibrid sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi “independent assortment of genes” atau pengelompokan gen secara bebas (Pierce, 2008). Persilangan dihibrid adalah persilangan antara dua individu sejenis yang melibatkan dua sifat beda. Contohnya adalah persilangan antara tanaman ercis berbiji bulat dan berwarna hijau dengan tanaman ercis berbiji kisut dan berwarna cokelat; padi berumur pendek dan berbulir sedikit dengan padi berumur panjang dan berbulir banyak. Mendel juga meneliti persilangan dihibrid pada kacang kapri. Hasil penelitiannya mengehasilkan hukum Mendel II atau hukum asortasi atau hukum pengelompokan gen seceru bebas. Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari kedua induk akan mengumpul dalam zigot, tetapi kemudian akan memisah lagi ke dalam gamet-gamet secara bebas (Suryo, 1996).
Gen terpaut kelamin adalah ekspresi fenotipik dari sebuah alel yang berkaitan dengan kromosom kelamin suatu individu. Pewarisan ini berbeda dengan pewarisan sifat-sifat pada kromosom autosom karena kedua jenis kelamin memiliki probabilitas yang sama dari pewarisan tersebut. Wanita atau betina adalah kelamin homozigot (XX) sedangkan pria atau jantan adalah kelamin heterozigot (XY). Gen pada kromosom X atau Y disebut gen yang terpaut kelamin (Pierce, 2008).
2.4 Analisis x2
Chi-square merupakan metode pengukuran penyimpangan hasil pengamatan dari hasil yang diharapkan secara hipotesis. Misalkan suatu percobaan diulang berkali-kali dan menghasilkan penyimpangan sebesar 5 terjadi lebih sering dari 5% kali dan peyimpangan sebesar 10 terjadi lebih jarang dari 5% kali. Penyimpangan sebesar 5 merupakan kejadian yang
normal (probabilitas > 1/20). Penyimpangan sebesar 10 merupakan kejadian yang jarang terjadi (probabilitas < 1/20) untuk suatu hipotesis yang berlaku. Hipotesis tidak akan ditolak bila nilai x2 adalah 5 dan penyimpangannya > 5%. Hipitesis akan ditolak bisa nilai x2 adalah 10 dan penyimpangannya < 5%. Nilai 5% dinyatakan sebagai tingkat kepercayaan dari percobaan (Strickberger, 1962).
BAB III METODE KERJA
3.1Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan pada praktikum kali terdapat pada Tabel 3.1 dibawah ini
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Persilangan Drosophila melanogaster
3.2Cara Kerja
Persilangan Drosophila melanogaster dibagi menjadi 5 tahap, yaitu tahap pencarian virgin dan persilangan, pengeluaran parental dari botol, persilangan F1, dan pengeluaran F1 serta persilangan F2. Mula-mula lalat buah pada tiap botol dikawinkan dengan cara memasukkan lalat jantan ke dalam botol baru berisikan lalat betina yang masih “virgin”. Setelah itu, lalat buah dikembangkan dan diamati perkembangannya.
Setelah pupa F1 muncul, imago parental dipindahkan ke etherizer, dan beri beberapa tetes ether hingga mati. Setelah mati, imago parental dimasukkan ke dalam botol morgue. Setelah F1 berubah menjadi F1, diamati
Alat Bahan
Botol biakan Drosophila melanogaster no. A
Ether
Botol biakan Drosophila melanogaster no. B
Mutan Drosophila melanogaster A
Etherizer Mutan Drosophila melanogaster B
Reetherizer Botol morgue Kuas
fenotipenya. Setelah itu, imago F1 dipindahkan ke botol media baru. Tahap terakhir dari penelitian ini yaitu pengeluaran F1 serta perhitungan F2. Mula-mula imago F1 dipindahkan ke etherizer ketika pupa F2 muncul. Imago F1 dibius hingga mati dan dimasukkan ke dalam botol morgue. Setelah itu, imago F2 dicatat tanggal pertama kali muncul. Imago F2 kemudian dipindahkan ke dalam etherizer 1-2 hari sekali dan dibius dengan ether tidak sampai mati. Setelah itu, imago diletakkan di cawan petri dan dihitung masing-masing fenotipe jantan dan betina. Setelah itu, imago diletakkan ke dalam botol morgue. Perhitungan terus dilakukan hingga semua F2 terhitung.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Pengamatan
4.1.1 Diagram Persilangan
Data yang digunakan adalah persilangan hasil dari Wiyona Pramono (2014) antara betina ebony dengan jantan miniature
Parental : Mutan♀Ebony><♂Miniature P1 ♀Ebony >< ♂Miniature Gamet Xm+ Xm+e e Xm Y e+e+ Xm+e Xme+ Y e+ F1 ♀ Xm+ Xme+e ♂Xm+ Y e+e
Keturunan / anakanpada F1 100% berfenotip normal
P2 ♀Xm+Xme+e >< ♂Xm+ Y e+e Gamet Xm+e Xm+e+ Xm+e Xm+e Xme+ Y e+ Xme Y e F2 Xm+e+ Xm+e Y e+ Y e Xm+e Xm+Xm+e+e+ Xm+Xm+e+e Xm+ Y e+e+ Xm+Ye+e Xm+e Xm+Xm+e+e Xm+Xm+ee Xm+ Y e+e Xm+ Yee
Xme+ Xm+Xme+e+ Xm+Xme+e Xm Y e+e+ Xm Y e+e Xme Xm+Xme+e Xm+Xmee Xm Y e+e XmYee Fenotip : ♂ Normal = 3 ♂ Ebony = 1 ♂ Miniature = 3 ♂ Ebony miniature = 1 ♀ Normal = 6 ♀ Ebony = 2
4.1.2 Hasil Penyilangan Drosophila
Hasil penyilangan Drosophila melanogaster pada F2 terdapat pada Tabel 4.1 dibawah ini
Tabel 4.1 Hasil Penyilangan Drosophila melanogaster
Fenotip F2 Jumlah Yang
Diamati Jumlah Yang Diharapkan Jantan Normal 72 70 Jantan Ebony 27 23 Jantan Miniature 68 70 Jantan Ebony Miniature 26 23 Betina Normal 132 140 Betina Ebony 48 47 Total 373 373
4.1.3 Analisis x2
Hasil analisis x2 terdapat pada Tabel 4.3 dibawah ini. Derajat Kebebasan = (Jumlah Fenotipe – 1) = (6 – 1) = 5
Tabel 4.2 Analisis x2 Jantan Normal Jantan Ebony Jantan Miniature Jantan Ebony Miniature Betina Normal Betina Ebony Total A 72 27 68 26 132 48 373 H 70 23 70 23 140 47 373 | | 2 4 2 3 8 1 20 | | 4 16 4 9 64 1 98 | | 0.057 0.695 0.057 0.391 0.457 0.021 1.678 4.2Pembahasan
Pada praktikum kali ini dibutuhkan betina virgin karena untuk memastikan bahwa hasil F1 yang diharapkan pasti merupakan keturunan dari yang disilangkan bukan dari parental sebelumnya. Selain itu juga lalat buah betina memiliki spermateka (Geiger 2002).
Untuk menunjukkan apakah hipotesis diterima atau ditolak, hasil perhitungan X2 harus dibandingkan dengan tabel X2 dengan derajat kebebasan satu atau df. Df (degree of freedom) yang didapatkan adalah 5, bila dilihat pada tabel 2.4 dapat diketahui probabilitas hipotesis untuk tingkat kepercayaan hasil percobaan. Pengamatan pada kolom df = 5 dengan nilai x2 yang menunjukkan 1.678 (berdasarkan nilai hasil analisis x2), dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis tidak ditolak karena sesuai dengan Hukum Mendel dengan tanda memenuhi probabilitas kepercayaan hipotesis sebesar 80-90%.
Data yang digunakan merupakan data dari persilangan yang dilakukan Wiyona Pramono (2014) hal ini diakrenakan persilangan mutan betina ebony dengan jantan sephia yang dilakukan pribadi terdapat kegagalan yang
disebabkan karena beberapa faktor. Faktor kegagalan yang terjadi pada penyilangan kali ini seperti penyimpanan botol media pada suhu yang terlalu tinggi atau rendah, penyimpanan botol media yang tertutup rapat pada drosokit menyebabkan lalat tidak dapat bernafas dengan normal, pemberian ether yang berlebihan yang menyebabkan lalat tersebut mati bukan pingsan, ketika pemindahan drosophila dari reetherizer menuju botol media kondisi lalat belum sepenuhnya sadar menyebabkan ketika dimasukan ke dalam botol media lalat belum dapat beradaptasi dengan botol media tersebut, pemisahan drosophila jantan betina ketika baru menetas yang menyebabkan drosophila belum terlalu kuat untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
Botol morgue pada persilangan mutan Drosophila melanogaster berfungsi untuk mematikan Drosophila serta mencegah terjadinya penyilangan di luar botol media atau alam. Mutan lalat pada umumnya akan mengalami kesulitan untuk bertahan hidup, akan tetapi tidak semua mutan kesulitan bertahan hidup apabila terdapat faktor-faktor pendukung yang cukup. Jika kemungkinan itu terjadi, maka mutan dapat berkembang biak dan dapat mengganggu keberlangsungan hidup Drosophila melanogaster di alam. Untuk itu digunakan botol morgue agar mencegah adanya penyebaran mutan lalat (Wolpert 2002).
BAB V KESIMPULAN
1. Bedasarkan pengamatan yang telah dilakukan, persilangan mutan jantan miniatur dengan betina ebony pada Drosophila melanogaster menghasilkan perbandingan F2, yaitu jantan normal : jantan ebony : jantan miniature : jantan ebony miniature : betina normal : betina ebony = 3 : 1 : 3 : 1 : 6 : 2.
2. Bedasarkan perhitungan dari pengamatan yang dilakukan, telah ditemukan nilai analisis x2 sebesar 1.678 dengan derajat kebebasan yaitu 5.
3. Bedasarkan nilai analisis x2 yang ditemukan, hipotesis tidak ditolak karena sesuai dengan Hukum Mendel yang disebabkan oleh probabilitas 80-90% yang menyebabkan penyimpangan sangat kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Aminullah, Erman. 2009. Perkembangan Penerapan Bioteknologi dan Rekayasa Genetika Dalam Kesehatan. www.portalkable/files/cdk/html.diakses pada tanggal 15 Oktober 2014.
Geiger, Pete. 2002. Drosophila melanogaster – Introducing to The Unit.
http://biology.arizona.edu/sciconn/lessons2/lessons.html (Diakses pada 17 Oktober 2014).
Campbell, Reece, Urry, Peterson, Wasserman, Minorsky, Jackson. 2008. Biology Concept and Connection 7th. Pearson International: New York.
Peter J. Bowler, The Mendelian Revolution: The Emergency of Hereditarian Concepts in Modern Science and Society (Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1989): chapters 2 & 3.
Pierce, Benjamin. 2008. Genetics. USA : W. H. Freeman.
Snustad, D. Peter. 2012. Principles of genetics Sixth Edition. USA: John Wiley & Sons Inc.
Strickberger, M.W. 1962. Experiments in Genetics with Drosophila. New York : John Wiley and Sons inc.
Suryo, Ir. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 1990. Wolpert, Lewis. 2002. Principles of Development 2nd Edition. New York: Oxford
University Press.
Warianto, Chaidar. 2011. Mutasi. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/Mutasi_ChaidarWarianto_17.pdf Diakses pada 16 Oktober pukul 19.20 WIB.
LAMPIRAN a. Data Kompilan Satu Kelompok
Nama Fenotip Jumlah yang diamati Jumlah seharusnya Analisis x 2 Athifah Geirda Jonathan Fadila Prinka
b. Probabilitas tingkat kepercayaan hipotesis berdasarkan x2 c.