• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA DOKTER INTERNSIP

(STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN UNIVERSITAS

JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI PUSKESMAS)

SKRIPSI

Oleh

Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA DOKTER INTERNSIP

(STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN

UNIVERSITAS JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI

PUSKESMAS)

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran (S1)

dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

2013 SKRIPSI

(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA DOKTER INTERNSIP

STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN UNIVERSITAS JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI PUSKESMAS)

Oleh

Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059

Pembimbing :

Dosen Pembimbing Utama : dr. Cholis Abrori, M. Kes, M. Pd. Ked. Dosen Pembimbing Anggota : dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc.

(4)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Allah SWT, atas ridho dan amanah-Nya sehingga dapat mendapat kesempatan untuk belajar semua ilmu yang luar biasa ini. Semoga barokah atas semua yang saya kerjakan selama ini.

2. Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa pencerahan sehingga dapat sampai pada saya saat ini.

3. Kepada orang tuaku tercinta, Ayahanda Erie Trijono dan Ibunda Noenoeng Isnantijowati atas semua doa yang selalu menyertai di setiap waktunya, serta telah mendidik saya menjadi manusia yang lebih bermanfaat.

4. Kepada kakakku tersayang, Pradipto Natrio Nugroho atas semua dukungan yang tiada henti.

5. Guru-guruku tercinta, yang telah susah menempa dan mendidik saya untuk menjadi manusia yang berilmu dan bertakwa.

6. Lambda 2010, atas kebersamaan yang telah kita lalui selama ini.

7. Almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember atas seluruh kesempatan menimba ilmu yang berharga ini.

(5)

MOTTO

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan

kami

janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.

Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatillah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir”

(terjemahan QS: Al-Baqarah ayat: 286)

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir”

(terjemahan QS: Yusuf ayat 87)

(6)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Kartika Tya Rachmani NIM : 102010101059

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah saya yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas)” adalah benar-benar hasil karya sendiri, Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentu rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 18 Oktober 2013 Yang menyatakan,

Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059

(7)

PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas)” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada :

Hari, tanggal : Jumat, 18 Oktober 2013

tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Penguji I, Penguji II,

dr. Alif Mardijana, Sp. KJ dr. Enny Suswati, M. Kes

NIP 195811051987022001 NIP 197002141999032001

Penguji III, Penguji IV,

dr. Cholis Abrori, M.Kes, M.Pd., Ked. dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc.

NIP 196904122001121007 NIP 198103032006041003

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember

dr. Enny Suswati, M.Kes NIP 197002141999032001

(8)

RINGKASAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas); Kartika Tya Rachmani; 102010101059; 2013; 95 halaman; Fakultas

Kedokteran Universitas Jember.

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) adalah program magang bagi dokter baru dengan tujuan menyelaraskan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan dengan praktik di lapangan (Sedyaningsih, 2009). Program ini muncul dari hasil studi orientasi proyek Health Worksforce and Service (HWS) yang dijalankan oleh Dikti pada Inggris, Belanda, Australia, dan Singapura yang mewajibkan internsip bagi lulusan dokter yang semasa pendidikannya menggunakan strategi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Program ini dipelopori oleh dokter lulusan Universitas Andalas sejak tahun 2010 dan saat ini sudah diikuti oleh hampir seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia (Depkes, 2009). Fakultas Kedokteran Universitas Jember mengawali keikutsertaannya pada tahun 2012.

Mengacu pada hasil survey pelaksanaan internsip yang dilakukan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) pada berbagai Fakultas Kedokteran di Indonesia pada tahun 2013, 43% responden mendukung, 14% responden tidak mendukung, dan 43% responden mendukung dengan perbaikan program. Beberapa responden tidak mendukung program ini karena distribusi dokter internsip tidak merata, anggapan bahwa dokter internsip masih co-ass, supervisi dokter pendamping yang kurang tepat, dan tunjangan hidup yang minimal. Hal ini dapat menyebabkan kinerja dokter internsip kurang optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Hal ini didukung dari hasil survey yang dilakukan peneliti pada salah satu dokter pendamping di Puskesmas Srengat, Kabupaten Kediri, pada bulan Juni 2013, bahwa proporsi kinerja dokter internsip cukup bervariasi, yaitu sangat baik, baik dan buruk.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya dan

(9)

mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner HPEQ Project yang telah dimodifikasi oleh Rachmani (2013) pada 52 dokter internsip dan 6 dokter pendamping di Puskesmas di kabupaten Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Pamekasan, dan Kediri. Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional dan menggunakan tehnik pengambilan sampel berupa consecutive sampling. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%. Selanjutnya, faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi kinerja dokter internsip dianalisis dengan analisis multivariat regresi logistik.

Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa waktu kelulusan, persepsi tunjangan hidup, penerimaan internsip, adaptasi, jumlah dan jenis kasus, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember. Hasil tersebut dapat diketahui dari nilai p < 0,05. Setelah dilakukan analisis multivariat, variabel yang bermakna terhadap kinerja dokter internsip hanya peran dokter pendamping dan waktu kelulusan. Selain itu, hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa nilai koefisien dan Rasio Odds peran dokter pendamping mempunyai angka yang paling besar, yaitu 2,524 dan 12,843. Artinya, faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip yaitu peran dokter pendamping.

(10)

PRAKATA

Puji Syukur diucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai dengan selesai. Skripsi ini berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. dr. Enny Suswati, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember dan dosen penguji atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Jember dan kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini;

2. dr. Cholis Abrori, M.Kes., M.Pd., Ked. selaku Dosen Pembimbing Utama dan dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan perhatiannya dalam penulisan tugas akhir ini;

3. dr. Alif Mardijana, Sp. KJ sebagai dosen penguji yang banyak memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini; 4. dr. Moch. Hasan, Sp. OT selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjadi mahasiswa;

5. Ayahanda Erie Trijono dan Ibunda Noenoeng Isnantijowati tercinta atas dukungan moril, materi, doa, dan semua curahan kasih sayang yang tak akan pernah putus;

6. Kakakku, Pradipto Natryo Nugroho yang selalu bijaksana dan memberiku banyak motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini;

(11)

7. Rekan kerjaku, Satrio Tri Hadmoko, Berliana Kurniawati Nur Huda, dan Teddy Arga Saputra, yang selalu bersama-sama menghadapi kesusahan dan kesenangan di balada skripsi ini;

8. Novita Fauziyah Rahmawati, dan Ika Niswatul Chamidah, yang telah membantu dan selalu memberikan dorongan semangat;

9. Teman kontrakan, Dita Suci Permata Sari dan Aisyah Adawiyyah Mufidzotuldini yang rempong tapi selalu memberikan motivasinya dan menemaniku jalan-jalan di saat suntuk dalam mengerjakan skripsi ini;

10. Arik, Kiki, Vania, terima kasih atas bantuannya selama ini;

11. Melia, Resi, Tia, Ajeng, Cica, Silvia, Meta, Fajar, Toro, terima kasih karena telah setia mendengarkan curhatan skripsiku;

12. Lambda 2010 yang telah berjuang bersama-sama demi sebuah gelar Sarjana Kedokteran;

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PEMBIMBINGAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv HALAMAN PERNYATAAN ... v HALAMAN PENGESAHAN ... vi RINGKASAN ... vii PRAKATA ... ix DAFTAR ISI ... xi DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Program Internsip Dokter ... 5

2.1.1 Definisi Program Internsip Dokter ... 5

2.1.2 Pelaksanaan Program Internsip Dokter ... 6

2.1.3 Tujuan Internsip ... 7

2.1.4 Sasaran Akhir Program Internsip Dokter ... 8

2.1.5 Waktu Pelaksanaan Program Internsip Dokter ... 10

2.1.6 Wahana Program Internsip Dokter... 11

2.1.7 Pendamping Program Internsip Dokter ... 13

2.1.8 Kriteria Pencapaian Sasaran Program Internsip Dokter Indonesia ... 15

(13)

2.1.10 Sanksi ... 18 2.2 Dokter Internsip ... 19 2.2.1 Tugas ... 19 2.2.2 Penetapan ... 20 2.2.3 Pembekalan ... 21 2.2.4 Kegiatan di Wahana ... 22

2.2.5 Kewajiban dan Hak ... 24

2.3 Teori dan Konsep Kinerja ... 24

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 25

2.3.2 Aspek-askpek Kinerja ... 26

2.4 Kerangka Konsep ... 27

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 29

3.4 Variabel Penelitian ... 30

3.5 Definisi Operasional ... 30

3.6 Teknik dan Alat Perolehan Data ... 31

3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data ... 31

3.8 Alur Penelitian ... 33

3.9 Kelayakan Etik ... 33

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Data Hasil Penelitian ... 35

4.2 Analisis Hasil ... 38

4.2.1 Uji Chi-Square ... 38

4.2.1 Uji Regresi Logistik ... 47

4.3 Pembahasan ... 48

4.4 Keterbatasan Penelitian ... 59

(14)

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Kerangka konsep ... 27 3.1 Alur penelitian. ... 33 4.1 Diagram skor kinerja dokter internsip ... 35

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel penilaian kinerja dokter internsip ... 17

Tabel 2.2 Tabel kegiatan peserta internsip di wahana ... 22

Tabel 4.1 Sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip ... 36

Tabel 4.2 Hubungan antara prestasi belajar dan kinerja dokter internsip ... 39

Tabel 4.3 Hubungan antara jenis kelamin dan kinerja dokter internsip ... 39

Tabel 4.4 Hubungan antara taraf kecerdasan dan kinerja dokter internsip ... 39

Tabel 4.5 Hubungan antara waktu kelulusan dan kinerja dokter internsip ... 40

Tabel 4.6 Hubungan antara penempatan internsip dan kinerja dokter internsip ... 40

Tabel 4.7 Hubungan antara durasi internsip dan kinerja dokter internsip ... 40

Tabel 4.8 Hubungan antara persepsi tunjangan hidup dan kinerja dokter internsip .. 41

Tabel 4.9 Hubungan antara sistem birokrasi internsip dan kinerja dokter internsip . 41 Tabel 4.10 Hubungan antara pembekalan internsip dan kinerja dokter internsip ... 41

Tabel 4.11 Hubungan antara penerimaan internsip dan kinerja dokter internsip ... 42

Tabel 4.12 Hubungan antara penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana dan kinerja dokter internsip ... 42

Tabel 4.13 Hubungan antara fasilitas Puskesmas dan kinerja dokter internsip ... 42

Tabel 4.14 Hubungan antara adaptasi dan kinerja dokter internsip ... 43

Tabel 4.15 Hubungan antara beban kerja dan kinerja dokter internsip... 43

Tabel 4.16 Hubungan antara jumlah serta jenis kasus dan kinerja dokter internsip .. 43

Tabel 4.17 Hubungan antara hak cuti dan kinerja dokter internsip ... 44

(17)

Tabel 4.19 Hubungan antara persepsi pengetahuan medis dan kinerja dokter internsip ... 44 Tabel 4.20 Hubungan antara upaya kesehatan masyarakat dan kinerja dokter

internsip ... 45 Tabel 4.21 Hubungan antara peran dokter pendamping dan kinerja dokter

internsip ... 45 Tabel 4.22 Hubungan antara minat menjadi dokter Puskesmas dan kinerja dokter

internsip ... 45 Tabel 4.23 Hubungan antara kedisiplinan dan kinerja dokter internsip... 46 Tabel 4.24 Hubungan antara kemampuan komunikasi dan kinerja dokter internsip . 46 Tabel 4.25 Hubungan antara pilihan tindakan dan kinerja dokter internsip ... 46 Tabel 4.26 Hasil analisis multivariat regresi logistik ... 47

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. Formulir Persetujuan ...65

B. Kuesioner Penelitian Dokter Internsip. ...66

C. Kuesioner Penelitian Dokter Pendamping ...69

D. Sebaran Karakteristik menurut Kinerja Dokter Internsip ...71

E. Hasil Analisis Bivariat ...77

F. Hasil Analisis Multivariat ...91

G. Definisi Operasional...93

(19)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) adalah program magang bagi dokter baru dengan tujuan menyelaraskan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan dengan praktik di lapangan serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga (Sedyaningsih, 2009). Program ini muncul dari hasil studi orientasi proyek Health Worksforce and Service (HWS) yang dijalankan oleh Dikti pada Inggris, Belanda, Australia, dan Singapura yang mewajibkan lulusan dokter yang semasa pendidikannya menggunakan strategi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini mengacu pada SK Mendiknas RI No. 045/SK/2002 serta SK Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 1386/D/T/2004.

Sebelumnya, kurikulum yang dipakai oleh Fakultas Kedokteran yaitu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) yang masa studinya ditempuh selama enam tahun. Sedangkan, kurikulum saat ini, yaitu KBK, hanya mewajibkan dokter menempuh masa studi selama 5,5 tahun. Setelah lulus, mereka mendapatkan Surat Tanda Registrasi Internsip dan Surat Izin Praktek Internsip (SIPI) untuk melaksanakan program internsip di wahana internsip yang telah ditentukan. Selama menempuh internsip, peserta dibimbing oleh dokter pendamping yang berperan dalam menjembatani proses pemahiran peserta dan supervisi kinerja peserta (Depkes, 2009). Setelah satu tahun menempuh internsip, mereka mendapatkan Surat Izin Praktek (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR).

Program ini dipelopori oleh lulusan dokter dari Universitas Andalas sejak tahun 2010 dan saat ini sudah diikuti oleh hampir seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia (Depkes, 2009). Sedangkan, Fakultas Kedokteran Universitas Jember mengawali keikutsertaannya pada tahun 2012.

Program internsip dinilai sangat bermanfaat sebab dapat mendistribusikan dokter di sarana pelayanan kesehatan yang tidak memiliki sumber daya manusia. Salah satunya yaitu di Puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan

(20)

kesehatan primer di Indonesia sebelum pasien dirujuk ke Rumah Sakit (Rasmin, 2010).

Mengacu pada hasil survey pelaksanaan internsip yang dilakukan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) pada berbagai Fakultas Kedokteran di Indonesia pada tahun 2013, 43% responden mendukung secara umum, 14% responden tidak mendukung, dan 43% responden mendukung dengan perbaikan program internsip. Beberapa responden tidak mendukung program ini karena anggapan bahwa dokter internsip masih co-ass, supervisi dokter pendamping yang kurang tepat, dan tunjangan hidup yang minimal. Hal ini dapat menyebabkan kinerja dokter internsip kurang optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Pendapat tersebut didukung oleh hasil survey yang dilakukan peneliti pada beberapa dokter internsip pada bulan Februari tahun 2013, didapatkan bahwa supervisi yang dilakukan oleh dokter pendamping di Puskesmas kurang mencapai sasaran, bahkan sebanyak 5% mengatakan bahwa supervisi yang dilakukan sangat tidak baik. Jika supervisi yang dilakukan tidak benar, hal ini akan memberi dampak negatif terhadap kinerja dokter internsip.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada salah satu dokter internsip pada bulan Mei tahun 2013 bahwa terdapat pendiskriminasian terhadap dokter internsip sehingga mereka mendapatkan kewenangan medis yang minimal. Hal demikian tidak jauh berbeda dengan masa studi selama menjadi co-ass dan tidak bekorelasi dengan konsep pematangan kompetensi dokter. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja dokter internsip sehingga pernah dijumpai dokter internsip hanya sebagai asisten dokter umum PNS, sekedar menyalin resep, dan sekedar membantu pemeriksaan fisik di Puskesmas.

Selain itu, dokter internsip hanya diberikan tunjangan hidup yang minimal, yakni sebesar 1,2 juta per bulan yang dibayarkan tiap tiga bulan, tidak mendapat jasa pelayanan medis, tidak mendapat insentif daerah dan tidak mendapat asuransi kesehatan. Ini berlaku untuk semua peserta internsip, bahkan bagi dokter internsip yang ditempatkan di luar Pulau Jawa yang biaya kebutuhan hidupnya relatif lebih mahal. Hal ini semakin menyebabkan ketidakoptimalan kinerja dokter internsip.

(21)

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada salah satu dokter pendamping di Puskesmas Srengat, Kabupaten Kediri, pada bulan Juni 2013, dokter pendamping menilai bahwa proporsi kinerja dokter internsip cukup bervariasi, yaitu sangat baik, baik dan buruk. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran terhadap kinerja dokter internsip dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional pada dokter internsip dan dokter pendamping di Puskesmas. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, diharapkan pelaksanaan program internsip dapat dilakukan perbaikan demi peningkatan mutu dokter dan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Sebagian dokter internsip di Puskesmas mempunyai kinerja yang masih belum optimal. Namun, sejauh ini belum diketahui hal-hal yang menyebabkan keoptimalan kinerja dokter internsip. Dari permasalahan tersebut, maka peneliti mengambil rumusan masalah, antara lain:

1. Bagaimanakah kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember?

3. Faktor apakah yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember?

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk, antara lain:

1. Mengetahui kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember.

3. Mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember.

(22)

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Dapat digunakan sebagai data ilmiah baru atau sebagai data tambahan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

b. Memberikan masukan pada institusi kesehatan untuk pengembangan kinerja dokter internsip di Puskesmas.

c. Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk peneltian sejenis yang lebih khusus.

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Internsip Dokter

Dalam rangka pengaplikasian ilmu kedokteran yang telah didapatkan oleh lulusan mahasiswa kedokteran selama pendidikan dokter dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) maka diperlukan suatu program yang dapat mewadahi tujuan tersebut. Hal tersebut diwujudkan dalam program internsip yang telah dilaksanakan di berbagai negara di dunia. Program internsip adalah satu fase pelatihan praktik kedokteran dimana lulusan dokter dapat memahirkan kompetensi yang telah dicapai dengan terjun langsung ke masyakat untuk menerapkan ilmu kedokteran mereka dengan supervisi. Setelah menyelesaikan program internsip selama kurang lebih antara 1-3 tahun, dokter internsip akan memperoleh SIP dan STR yang dapat digunakan untuk menjalankan praktik kedokteran secara penuh.

2.1.1 Definisi Program Internsip Dokter

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) merupakan tahap pelatihan keprofesian praregistrasi berbasis kompetensi pelayanan primer guna memahirkan kompetensi yang telah dicapai setelah memperoleh kualifikasi sebagai dokter melalui pendidikan kedokteran dasar. Di Indonesia PIDI dilaksanakan oleh Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) yang berada di tingkat pusat dan provinsi. Waktu pelaksanaan PIDI adalah satu tahun yang terbagi di wahana rumah sakit dan puskemas. Pembiayaan difasilitasi oleh pemerintah atau swasta (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan di Australia program internsip dokter adalah suatu fase pelatihan klinis bagi lulusan dokter yang disupervisi dan dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun di sebuah rumah sakit terakreditasi. Dokter internsip akan diberikan registrasi sementara oleh Dewan Medis Australia dan akan mendapatkan registrasi penuh di tahun penyelesaian program internsip mereka. Umumnya, doktern internsip diwajibkan untuk memenuhi 47 minggu

(24)

pelatihan klinis yang tidak termasuk waktu yang dibutuhkan untuk cuti sakit atau tahunan (AMSA, 2012). Di Malaysia periode pelatihan yang disupervisi dikenal sebagai program internsip, di mana dokter internsip menjalani pelatihan terstruktur yang memungkinkan mereka mengkonsolidasikan dan memperluas pengetahuan dan keterampilan teknis, klinis, dan teoritis,. Di negara-negara tertentu, sarjana pendidikan kedokteran diakhiri dengan program internsip. Namun, di Malaysia, sesuai dengan UU Kedokteran 1971, program internsip hanya dikenakan pada lulusan dokter (Malaysian Medical Council, 2008).

2.1.2 Pelaksanaan Program Internsip Dokter

Pelaksanaan PIDI mengacu pada prinsip-prinsip praktik kedokteran yang baik di Indonesia (good medical practice) dalam bentuk kegiatan kegiatan:

1. Mempraktikkan standar pelayanan kedokteran Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang baik, dengan menyadari keterbatasan kemampuannya dengan mengutamakan keselamatan pasien, keluarga atau masyarakat.

2. Mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran dan Kesehatan (IPTEKDOKKES) serta selalu meningkatkan keterampilannya dalam UKP dan UKM.

3. Membangun dan meningkatkan komunikasi serta memelihara hubungan baik dengan pasien, kolega, ataupun petugas kesehatan yang lain.

4. Bekerjasama secara efektif dengan sejawat dokter dan tenaga kesehatan profesi dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung atau penunjang kesehatan.

5. Mengembangkan kompetensi sebagai pendidik bagi sejawat, pasien dan keluarga maupun masyarakat.

6. Mengembangkan sikap jujur, berperilaku dan bertindak sesuai sumpah dokter Indonesia, kaidah ilmiah, etika dan humanistik.

7. Memelihara kesehatan pribadinya sehingga tidak membahayakan pasien, sejawat dan orang lain (Kemenkes RI, 2013).

(25)

2.1.3 Tujuan Internsip

Memberikan kesempatan kepada dokter lulusan program studi pendidikan dokter berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk menerapkan serta mempraktikkan kompetensi yang telah diperoleh selama pedidikan dalam rangka penyelarasan antara hasil pendidikan dan praktik di lapangan antara lain dengan membina kolegalitas antara sesama dokter dan membangun kerjasama dengan petugas pelayanan kesehatan yang lain serta mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperoleh selama proses pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan primer. Selain itu, juga untuk mengembangkan keterampilan teknis, klinis, kepribadian dan sikap profesional yang menjadi dasar praktik kedokteran primer dengan tanggung jawab penuh atas pelayanan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Dokter internsip dapat membuat keputusan profesional dalam pelayanan pasien, keluarga, dan masyarakat secara memadai dengan memanfaatkan layanan diganostik dan konsultasi dan tetap bekerja dalam batas kewenangan hukum dan etika. Berperan serta aktif dalam tim pelayanan kesehatan holistik, terpadu dan paripurna, menggali harapan dan mengenali jenjang karir lanjutan, dan memperoleh pengalaman dan mengembangkan strategi dalam menghadapi tuntutan profesi (Kemenkes RI, 2013).

Tujuan utama dari program internsip adalah untuk mengintegrasikan pengetahuan medis yang diterima oleh lulusan mahasiswa kedokteran selama studi perguruan tinggi mereka dengan pekerjaan klinis di rumah sakit atau klinik dengan cara mengkonsolidasikan apa yang telah mereka pelajari dan membantu mereka dalam mengembangkan dan meningkatkan keterampilan klinis yang mereka perlukan untuk praktik kedokteran, dan melayani pasien dengan cara yang aman dan memuaskan. (Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai, 2011).

Internsip menawarkan kesempatan untuk mengkonsolidasikan dan membangun pengetahuan teoritis yang telah diperoleh sebagai sarjana kedokteran dan belajar untuk menerapkannya saat merawat pasien, selain itu juga membantu

(26)

mengembangkan keterampilan klinis, pribadi, dan professional teknis yang membentuk dasar dari praktik medis. Pengalaman dan pemahaman klinis pun semakin bertambah dengan meningkatnya tanggung jawab dalam merawat pasien yang sejalan dengan berkembangnya penilaian profesional dalam perawatan yang tepat dari pasien dan penggunaan layanan diagnostik serta konsultan. Hal yang tak kalah pentingnya adalah dokter internsip dapat bekerja dalam kerangka etika dan hukum kedokteran, berkontribusi pada tim kesehatan multi disipliner, mengeksplorasi tujuan karir pribadi serta menemukan dan mengembangkan strategi untuk berurusan dengan profesional dan pribadi yang berhubungan dengan menjadi seorang praktisi medis. (Postgraduate Medical Council of

Victoria, 2009).

2.1.4 Sasaran Akhir Program Internsip Dokter

Sasaran akhir program internsip disusun berdasarkan prinsip praktik kedokteran dan berlandaskan pada Standar Kompetensi Dokter (KSDKI 2006). Sasaran akhir program internsip adalah menerapkan serta memahirkan kompetensi yang telah diperoleh selama pendidikan dalam rangka penyelarasan antara hasil pendidikan dan praktik di lapangan. Area kompetensi dan komponen kompetensi meliputi:

1. Area Komunikasi Efektif

a. Berkomunikasi dengan pasien serta anggota keluarga. b. Berkomunikasi dengan sejawat.

c. Berkomunikasi dengan masyarakat. d. Berkomunikasi dengan profesi lain. 2. Area Keterampilan Klinis

a. Memperoleh dan mencatat informasi yang akurat serta penting tentang pasien dan keluarganya.

b. Melakukan prosedur klinik dan laboratorium dasar. c. Melakukan prosedur kedaruratan klinis.

(27)

a. menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehtan tingkat primer.

b. Merangkum dari interpretasi anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan prosedur yang sesuai.

c. Menentukan efektifitas suatu tindakan. 4. Area Pengelolaan Masalah Kesehatan

a. Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah pasien sebagai individu yang utuh, bagian dari keluaga dan masyarakat.

b. Melakukan pencegahan penyakit dan keadaan sakit.

c. Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.

d. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan.

e. Mengelola sumber daya manusia serta sarana dan prasarana secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga.

5. Area Pengelolaan informasi

a. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis, pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status kesehatan pasien, kealuarga, dan masyarakat.

b. Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi. c. Memanfaatkan informasi kesehatan.

6. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri a. Menerapkan mawas diri.

b. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat. c. Mengembangkan pengetahuan baru.

7. Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien, Keluarga dan Masyarakat

(28)

b. Berperilaku profesional dan mampu bekerjasama.

c. Bersikap sebagai anggota tim pelayanan kesehatan yang profesional d. Melakukan praktik kedokteran yang baik dalam masyarakat

multikultural di Indonesia.

e. Memenuhi aspek medikolegal dalam praktik kedokteran.

f. Menerapkan keselamatan pasien, keluarga dan masyarakat dalam praktik kedokteran (Kemenkes RI, 2013).

2.1.5 Waktu Pelaksanaan Program Internsip Dokter

Waktu pelaksanaan PIDI adalah satu tahun dengan rincian delapan bulan di rumah sakit dan empat bulan di puskesmas. Penerimaan peserta dilaksanakan empat kali dalam setahun, mengikuti periode pelaksanaan Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Masa internsip yang dilaksankan dalam satu tahun dapat ditambah apabila evaluasi kinerja akhir belum tercapai. Program internsip wajib dilaksanakan oleh dokter yang akan melakukan praktik dokter mandiri. Penundaan pelaksanaan internsip dimungkinkan dalam waktu paling lama dua tahun setelah lulus namun apabila penundaan lebih dari dua tahun harus memperoleh persetujuan KIDI Pusat (Kemenkes RI, 2013).

Sedangkan pelaksanaan program internsip di India adalah 12 bulan dan

selama periode ini dokter internsip menjalani rotasi di berbagai bagian medis dan bedah spesialisasi, termasuk tiga bulan di sebuah pusat kesehatan primer di pedesaan (Jayawickramarajah, 2001). Menurut AMSA (2012) program internsip dokter di Australia dijalankan selama 47 minggu dimana sebagian besar rumah sakit beroperasi dengan lima rotasi blok sepanjang tahun untuk internsip dengan durasi antara 10 dan 12 minggu di setiap blok. Dokter internsip di Australia diminta untuk melengkapi lima hal sepanjang tahun, yang terdiri atas setidaknya satu kedokteran bedah, medis dan darurat medis. Setiap rumah sakit menawarkan pilihan yang berbeda untuk program internsip mereka. Berbeda dengan di Malaysia, program internsip dijalankan selama dua tahun dengan menggabungkan peran layanan dan pelatihan. Hal ini dirumuskan sedemikian rupa untuk memastikan praktisi medis khususnya dokter internsip mendapatkan pengetahuan

(29)

yang tepat, keterampilan dan pengalaman serta sikap yang benar bukan hanya pekerjaan dan penyediaan layanan (Malaysian Medical Council, 2008). Di Oman program pelatihan internsip dibagi menjadi tiga periode yang sama dari empat bulan di masing-masing disiplin ilmu meliputi kedokteran umum, bedah umum, pesidiatri dan obsgyn di lembaga-lembaga atau program disetujui untuk tujuan tersebut (Sultan Qaboos University, 2012).

2.1.6 Wahana Program Internsip Dokter

Pada dasarnya program internsip dilaksanakan di wahana pelayanan kedokteran atau kesehatan primer baik milik ataupun swasta yang telah memenuhi syarat sebagai wahana program internsip sesuai pedoman wahana internsip. Adapun yang dapat menjadi wahana internsip adalah Rumah Sakit tipe C dan D atau yang setara, namu pada keadaan tertentu Rumah Sakit tipe B dapat dijadikan wahana apabila memenuhi prinsip kriteria wahana internsip. Selanjutnya, Puskesmas atau yang setara, dengan atau tanpa rawat inap dan yang terakhir adalah klinik layanan primer lainnya baik milik pemerintah atau swasta (Kemenkes RI, 2013).

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengolola wahana adalah menunjukkan komitmen dalam melaksanakan program internsip. Wahana yang digunakan harus memenuhi syarat agar peserta program dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Syarat tersebut adalah memiliki layanan kedokteran dan kesehatan kepada masyarakat yang dilakukan setiap hari kerja, layanan kedokteran kedaruratan medik, layanan kesehatan masyarakat, layanan dengan jumlah pasien paling sedikit 20 orang atau kasus dalam sehari, dengan jenis yang bervariasi, serta ada pada sebaran umur dan sebaran jenis kelamin yang cukup merata, kemudian sarana laboratorium klinik sederhana dan farmasi harus memadai serta dokter yang bersedia menjadi pendamping (Kemenkes RI, 2013).

Sedangkan di Dubai program internsip dokter dijalankan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk, dengan rincian rotasi klinik meliputi ilmu penyakit dalam, bedah, pediatri, obsgyn, laboratoris, radiologi dan elektif yang ditentukan sendiri oleh peserta program internsip. Namun untuk rotasi klinik

(30)

obsgyn untuk peserta program internsip pria diganti dengan kedaruratan medis atau kedokteran keluarga (Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai, 2011). Menurut Bhutan Medical and Health Council, program internsip hanya dilaksanakan di rumah sakit, lembaga atau pusat kesehatan lainnya yang diberikan izin oleh konsil sebagai lembaga pengajaran dengan rincian rotasi klinik mencakup kedokteran umum, pediatri, kulit, psikiatri, bedah umum, mata, tht, ortopedi, anestesi, obsgyn, kegawatdaruratan, forensik, radiologi, transfusi atau laboratoris dan kedokteran komunitas. Di Australia, rumah sakit yang digunakan sebagai wahana harus memiliki syarat antara lain adalah rumah sakit yang memberikan keamanan, kebersihan dan kemudahan akses bagi dokter internsip untuk akomodasi semalam, selain itu juga menyediakan tempat rekreasional di tempat yang sesuai dan didukung dengan akses ke sistem informasi online untuk dokter intern, menyediakan tempat yang aman untuk penyimpanan barang-barang pribadi untuk doktern internsip selama jam kerja dan menyediakan dokter internsip akses ke fasilitas dan sumber daya pendidikan, termasuk fasilitas keterampilan mengajar klinis, sesuai dengan kebutuhan pendidikan mereka dan kebutuhan klinis rumah sakit (Postgraduate

Medical Council of Victoria, 2009).

Setelah ditunjuk sebagai wahana, KIDI Provinsi akan melakukan sosialisasi PIDI di wahana tersebut kepada direktur atau kepala rumah sakit, komite medik, kepala dinas kesehatan kabupaten atau kota, kepala puskesmas, tenaga kesehatan dan petugas lainnya di rumah sakit atau puskesmas sebelum kegiatan.

Selanjutnya wahana melaksanakan hal-hal sebagai berikut, yang pertama adalah menyatakan kesediaan menjadi wahana internsip, selanjutnya melakukan sosialisasi kepada semua stakeholder di wahana, menyiapkan SDM, sarana prasarana, mekanisme pelaksanaan internsip, dan daya pendukung lainnya. Selain itu menyiapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di wahana tersebut dan menerbitkan Surat Laporan Pelaksanaan Internsip (SLPI) bagi peserta internsip yang telah memenuhi kriteria kinerja akhir yang ditandatangani oleh direktur rumah sakit sebagai koordinator wahana (Kemenkes RI, 2013).

(31)

2.1.7 Pendamping Program Internsip Dokter

Setiap peserta internsip didampingi oleh seorang dokter pendamping yang bertugas untuk melakukan supervisi layanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) khususnya Pelayanan Kesehatan perorangan primer (PKPP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) khusunya Pelayanan Keseatan Masyarakat Primer (PKMP) guna meningkatkan pengalaman dan pemahiran peserta dengan tugas antara lain, mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan peserta, membantu pengembangan profesionalisme peserta, memberi umpan balik positif dan konstruktif kepada peserta untuk memastikan pencapaian dan tujuan internsip, dan memberikan masukan kepada KIDI provinsi.

Seorang pendamping dapat mendampingi maksimum lima peserta internsip pada waktu bersamaan. Pendamping akan memperoleh sertifikat pelatihan pendamping dari pusat pendidikan dan pelatihan aparatur kementrian kesehatan sebesar 40 jam pelajaran yang setara satu sks. Selama pendampingan, peserta internsip bertanggung jawab penuh atas rindakan keprofesian yang dilakukannya (Kemenkes RI, 2013).

Sedangkan Menurut Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai (2011), dokter pendamping memiliki tugas antara lain, mengadakan pertemuan pendahuluan dengan semua magang di awal program internsip di mana dijelaskan mengenai peraturan serta pertanyaan tentang pelatihan ditujukan, mengalokasikan dokter internsip dengan tempat spesifik, memastikan bahwa dokter internsip disediakan dengan dukungan pendidikan yang diperlukan selama seluruh periode pelatihan mereka di departemen, membantu doktern internsip untuk mendapatkan akses ke sumber belajar di rumah sakit seperti catatan medis atau ruang perpustakaan, berkolaborasi dengan direktur rumah sakit dan komite medis secara berkala untuk memastikan kemajuan yang memuaskan dari dokter intern, mengembangkan program pembelajaran yang sesuai dengan pemenuhan tujuan pembelajaran untuk program internsip, memandu dokter internsip dalam realisasi tujuan pembelajaran mereka dimana dokter pendamping harus memberikan perhatian pada setiap dokter intern,

(32)

memastikan bahwa dokter internsip memenuhi persyaratan pelatihan dalam hal kehadiran dan akuisisi kompetensi dimana supervisor harus memantau kemajuan internsip secara berkala dan harus mengalokasikan waktu tersebut untuk membicarakan hal ini dengan dokter intern, mengidentifikasi daerah-daerah di mana dokter internsip belum memperoleh kompetensi yang diperlukan dan menyarankan langkah-langkah perbaikan. Informasi tersebut harus dikomunikasikan kepada intern, kepala departemen dan komite medis sesegera mungkin, memastikan cukup waktu untuk langkah-langkah perbaikan yang harus dimulai, memastikan bahwa keselamatan pasien adalah yang terpenting selama prosedur seperti peresepan obat dan intervensi bedah ketika dilakukan oleh dokter internsip yang harus selalu di bawah pengawasan, memastikan bahwa tindakan pencegahan umum diamati di rumah sakit yang dipelajari dan diikuti dengan magang untuk memastikan keselamatan diri, pasien dan staf hadir dan membantu mereka dalam melakukannya, memvalidasi buku catatan dokter internsip secara berkala dan memastikan dokumentasi kompetensi yang lengkap, memastikan bahwa dokter internsip memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengakses layanan rumah sakit seperti rekam medis, perpustakaan rumah sakit dan departemen teknologi informasi dalam menyelesaikan persyaratan belajar mereka, melakukan investigasi sebagai otoritas baris kedua dengan komite medis jika kepala departemen gagal mencapai keputusan untuk atau terhadap dokter internsip jika ada keluhan kesalahan profesional, dan memfasilitasi proses yang diperlukan.

2.1.8 Kriteria pencapaian sasaran Program Internsip Dokter

Selama mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia, peserta harus mencapai sasaran dan program, yang meliputi pengelolaan kasus Upaya Kesehatan perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Pengelolaan kasus UKP ditargetkan harus memenuhi jumlah dan jenis yang cukup meliputi kasus medik, bedah, kegawatdaruratan, jiwa dan medikolegal. Selama satu tahun, setiap peserta internsip secara keseluruhan telah menangani sekurang-kurangnya 400 kasus yang terbagi menurut jenis kelamin, usia, kelompok dan telah menjalani proses internsip selama paling kurang satu tahun. Pengelolaan

(33)

kasus UKM dilaksanakan di Puskesmas (Kesehatan Masyarakat) ditargetkan harus memenuhi jumlah dan jenis yang cukup meliputi Pelayanan kesehatan Masyarakat Primer (PKMP) antara lain Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KB), Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular, Upaya Pengobatan Dasar, Mini project dengan pendekatan lingkaran pemecahan masalah dengan masing-masing kegiatan sekurang-kurangnya satu kasus. Selanjutnya adalah Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP) dan penelitian sederhana mengenai status kesehatan masyarakat. Semua data tersebut dilaporkan kepada dan ditanda-tangani oleh Dokter Pendamping secara berkala dan berkesinambungan. Tugas peserta selama mengikuti program internsip adalah setiap peserta membuat dan menyajikan sekurang-kurangnya dua laporan kasus dalam pertemuan klinik dengan aspek evaluasi laporan kasus meliputi kognitif, sikap, dan perilaku peserta. Selanjutnya pelaporan kasus menggunakan format portofolio dan melaksanakan kelima prinsip program kedokteran pencegahan dalam mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarkat secara komprehensif, holistik, berkesinambungang, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer setidaknya satu kasus per minggu (Kemenkes RI, 2013).

2.1.9 Monitoring dan Evaluasi

Selama pelaksanaan PIDI dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala oleh tim yang dibentuk KIDI Pusat dan Provinsi. Monitoring dan evaluasi ditujukan antara lain untuk peserta yang dilakukan oleh pendamping dan tim monev meliputi kinerja profesional peserta sesuai pedoman yang telah ditetapkan sedangkan untuk pendamping monitoring dan evaluasi dilakukan oleh tim monev meliputi kinerja pendamping. Untuk wahana dilakukan oleh tim monev meliputi pelaksanaan kegiatan internsip dan masalah atau hambatan-hambatan yang ditemukan (Kemenkes RI, 2013)

(34)

Pada akhir pelaksanaan PIDI, pendamping dan pimpinan wahana melakukan evaluasi sesuai dengan standar kinerja peserta internsip. Penilaian kinerja didapat dari observasi terhadap sikap, perilaku, kompetensi medik, komunikasi, kepribadian dan profesionalisme. Selain itu penilaian juga diperoleh dari buku log, portofolio, laporan kasus dan mini project. Pndamping secara informal dapat memperoleh masukan dari pemangku kepentingan terkait, antara lain sejawat lain, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan pasien. Evaluasi kinerja peserta dilakukan dengan target yang telah ditentukan sesuai kriteria pencapaian sasaran Program Internsip Dokter Indonesia. berikut adalah tabel evaluasi penilaian kinerja dokter internsip yang harus diisi oleh dokter pendamping.

(35)

Bagi peserta program internsip Indonesia yang tidak memenuhi kriteria kinerja akhir, harus memperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Peserta internsip yang telah menyelesaikan seluruh program internsip akan dibuatkan surat rekomendasi untuk penerbitan Surat Laporan Pelaksanaan Internsip (SLPI) oleh KIDI Provinsi. SLPI digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Tanda Selesai Internsip (STSI) yang dikeluarkan oleh Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) Pusat yang selanjutnya diteruskan ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) definitif (Kemenkes RI, 2013).

.

2.1.10 SanksiProgram Internsip Dokter

Apabila terjadi pelanggaran etik dan disiplin selama mengikuti program internsip, peserta akan diberi sanksi sesuai dengan norma etik profesi dan disiplin. Sanksi etik dan disiplin dapat berupa sanksi adminisitratif yang diberikan oleh koordinator wahana kepada peserta yang melakukan pelanggaran ketentuan atau peraturan wahana, sedangkan untuk sanksi etik sebagai dokter mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Sanksi disiplin sebagai dokter mengacu pada Buku Penerapan Disiplin dari MKDKI, sanksi disiplin sebagai peserta internsip mengacu pada Buku Pedoman Peserta Program Internsip Dokter Indonesia Bab III Tata Tertib Peserta Sub Bagian Klasifikasi pelanggaran tata tertib, Pembinaan dan Pemberian sanksi dan sanksi pelanggaran hukum mengacu pada prosedur dan keputusan hukum. Selama proses penyidikan, maka peserta internsip ditunda pelaksanaannya sampai mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Kemenkes RI, 2013).

(36)

2.2 Dokter Internsip

Dokter yang baru menyelesaikan pendidikan kedokteran berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan atau akan menjalani program dokter spesialis sebagai peserta program internsip dokter. Lulusan dokter tersebut mengikuti program pelatihan praregistrasi yang disebut dengan program internsip dokter yang merupakan fase pemahiran dan penyelarasan dari apa yang telah didapat pada saat pendidikan dokter dengan praktik di lapangan (Menkes, 2010).

2.2.1 Tugas

Kegiatan Peserta Program Internsip Dokter Indonesia antara lain melakukan layanan kesehatan primer dengan dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pasien secara profesional yang meliputi kasus medik, kasus bedah, kedaruratan, kejiwaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut, pada keluarga maupun pada masyarakat secara holistik, terpadu dan paripurna. Selain itu, melakukan konsultasi dan rujukan, kegiatan ilmiah medis dan non medis serta melakukan program-program kesehatan sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2013).

Menurut Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai (2011), tugas peserta internsip meliputi, semua dokter internsip diharapkan untuk mengikuti semua aturan dan ketentuan Depkes selama mereka adalah bagian dari program internsip dan mengambil bagian dalam morning

reports dari departemen mereka ditugaskan, mengambil bagian dalam putaran

pagi hari dan diskusi mengenai kasus-kasus medis di departemen itu. Selain itu dokter internsip wajib untuk mengisikan seluruh logbook dengan dokumentasi harian sesuai persyaratan dan setiap dokter internsip harus berada di bawah pengawasan langsung dari dokter staf senior yang bekerja dalam setiap tindakan ke pasien sehingga apabila terdapat suatu kesulitan dapat segera berkonsultasi. Dokter internsip diharapkan untuk menghindari hal-hal atau tindakan yang dilakukan kepada pasien tanpa sepengetahuan dan pesertujuan dokter pendamping

(37)

atau dokter senior yang meliputi pertemuan, pengobatan, pemulangan dan tindakan invasif. Setelah selesai program internsip, dokter internsip harus memberikan permintaan untuk sertifikat internsip kepada supervisor internsip. Apabila ditemukan suatu bentuk pelanggaran terhadap poin di atas, maka akan menjadi dasar penghentian program internsip ini.

2.2.2 Penetapan

Proses penempatan peserta di wahana melalui serangkaian proses yang cukup kompleks dengan urutan sebagai berikut: (1) KIDI Pusat menerima nomor STR untuk kewenangan internsip dari KKI; (2) KIDI Pusat mengirimkan daftar nama calon peserta internsip ke KIDI Provinsi; (3) KIDI Provinsi melakukan pemetaan (mapping) kapasitas dan kondisi rumah sakit dan Puskesmas yang telah ditetapkan sebagai wahana internsip di seluruh kabupaten/kota (RS dan PKM) di provinsi tersebut; (4) KIDI Provinsi mengirimkan daftar lokasi/wahana yang memungkinkan untuk penempatan peserta internsip di satu provinsi ke KIDI pusat; (5) KIDI Pusat menetapkan peserta, wahan, dan pendamping internsip; (6) KIDI Pusat membuat surat pengantar kepada Menteri Kesehatan RI Kepala Badan PPSDMK untuk dapat membuat SK penempatan peserta, SK pendamping, SK penempatan wahana dan SK peserta; (7) Kepala Badan PPSDMK atas nam menteri Kesehatan RI menerbitkan SK penempatan peserta, SK pendamping, SK penetapan wahan dan SK peserta; (8) KIDI Pusat menerima SK penempatan peserta peserta, SK pendamping, SK penetapa wahana dan SK peserta dari Badan PPSDMK, selanjutnya mengirim seluruh dokumen tersebut dengan surat pengatar ke KIDI Provinsi untuk ditindaklanjuti dengan persiapan pemebekalan peserta; (9) KIDI Provinsi melaksanakan pembekalan untuk peserta internsip; (10) KIDI Provinsi menyerahkan dokter peserta internsip kepada wahana sesuai dengan yang tercantum dalam SK wahana, SK peserta dan SK penempatan; (11) wahana menerima peserta dan mngadakan pecan orientasi peserta di wahana dan (12) setiap peserta mendapat 2 wahana (Rumah Sakit dan Puskesmas atau tempat lain).

Setiap peserta internsip wajib mengurus dan memiliki Surat Izin Praktik dokter untuk setiap wahana yang ditempati peserta. Proses penerbitan SIP

(38)

Internsip melalui tahapan sebagai berikut: (1) peserta mengurus pendaftaran keanggotaan IDI ke IDI wilayah dengan melengkapi seluruh persyaratan administrasi pendaftaran anggota IDI, dtambah dengan SK penempatan peserta internsip di wahana yang berada di wilayah kerja IDI tersebut. Keanggotaan penting untuk pengurusan Surat Izin Praktik Dokter; (2) IDI wilayah menerbitkan Kartu Tanda Anggota (KTA) dan surat rekomendasi bagi dokter peserta internsip ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk menerbitkan SIP internsip sesuai wahana internsip bagi peserta tersebut; (3) SIP internsip diproses oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan setelah selesai akan diserahkan melalui KIDI Provinsi; (4) SIP peserta internsip diserahkan kepada coordinator wahana internsip sesuai penempatan peserta dan (5) wahana mengeluarkan SK mengenai status ketenagaan peserta PIDI di wahana tersebut.

2.2.3 Pembekalan

Pembekalan peserta merupakan hal yang sangat penting untuk memberikan pengetahuan dan informasi tentang seluk-beluk kegiatan internsip kepada peserta sebelum kegiatan internsip dimulai. Pembekalan Peserta dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pembekalan oleh KIDI Provinsi, dilakukan sebelum peserta ditempatkan di wahana. Lama pembekalan 1 hari dan isi pembekalan tentang pelaksanaan PIDI, program kesehatan Dinas Kesehata Provinsi setempat, pengenalan profesi IDI dan tata cara pengurusan KTA oleh IDI wilayah. Selama pembekalan juga dilakukan penjelasan dan penandatanganan kontrak internsip dan (2) Pembekalan di wahana, dilakukan pada minggu pertama pelaksanaan PIDI di wahana. Sifat pembekalan adalah orientasi yang dapat dilaksanakan selama 1 minggu untuk memberikan kesempatan kepada peserta mengenal lingkungan wahana yang akan ditempatinya. Materi pecan orientasi antara lain: orientasi profil RS, tata tertib disiplin yang berlaku, standar pelayanan setempat, hambatan atau kendala pelayanan kesehatan di wahanan, kultur atau budaya setempat dan teknik tata cara pengurusan oleh IDI Cab.

(39)

2.2.4 Kegiatan di Wahana

Durasi pelaksanaan internsip adalah 12 bulan yang terbagi atas 2 wahana yatiu 8 bulan di RS dan 4 bulan di Puskemas. Cakupan kegiatan selama 8 bulan meliputi 4 bulan dijalankan di instalasi rawat jalan, rawat inap medic, rawat inap bedah dan kejiwaaan. Sedangkan 4 bulan lainnya dijalankan di instalasi rawat emergensi atau UGD.

Seluruh kegiatan harus tersusun dalam jadwal yang tertata agar setiap peserta dapat dibagi merata keseluruh instalasi sehingga magang berjalan dengan baik. Untuk itu perlu dibuat jadwal kegiatan sebagai acuan bagi peserta, pendamping dan wahana serta KIDI Provinsi yang akan memudahkan pemantauan kegiatan.

Tabel 2.2 Contoh kegiatan peserta di wahana

Lingkup kegiatan peserta internsip di wahana tidak semata melakukan pengobatan, melainkan seluruh kegiatan professional yang terdiri atas: (1) melakukan layanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pasien secara professional yang meliputi kasus medik dan bedah, kedaruratan dan kejiawaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut; (2) melakukan konsultasi dan rujukan untuk kasus-kasus yang ditemukan di wahana; (3) melakukan kegiatan ilmiah medic berupa diskusi kasus, presentasi kasus dan diskusi portofolio tentang masalah atau kasus yang ditemukan selama menjalankan kegiatan internsip; dan

(40)

(4) melakukan kegiatan kesehatan masyarakat baik didalam maupun diluar gedung. Kegiatan ini terutama dilakukan di Puskesmas.

Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh peserta internsip di wahana sangat beragam sebagaimana sebuah aktivitas dokter yang bertugas disebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa praktik kedokteran di bagian/instansi di wahana yang sedang ditempati, pengisian buku log kegiatan sebagai bukti kegiatan yang telah dilaksanakan, pengisian boring portofolio untuk melaporkan kasus menarik atau penting yang ditemukan peserta ketika menjalani praktik kedokteran di wahana dan presentasi laporan kasus.

Setiap peserta akan dievaluasi oleh pendamping, koordinator wahana dan KIDI Provinsi. Evaluasi meliputi sikap dan perilaku professional peserta yang dilakukan melalui observasi oleh pendamping dan pemangku kepentingan yang terkait serta kinerja peserta yang dilakukan melalui evaluasi buku log, portofolio kasus, presentasi kasus, laporan mini project. Evaluasi kinerja dilakukan oleh pendamping di setiap wahana. Bukti kehadiran peserta pada kegiatan di wahana adalah daftar hadir peserta dan pendamping yang ditandatangani oleh Koordinator Wahana. Laporan kegiatan peserta dibagi menjadi dua, yaitu buku log yang berisi catatan kegiatan yang dilaksanakan setiap hari dengan mengisi sesuai kolom yang telah tersedia di format buku log tersebut dan laporan kasus dalam bentuk portofolio adalah laporan kasus menarik atau penting yang ditemukan olrh peserta selama mengikuti kegiatan. Setiap peserta mendapatkan 21 buku log untuk catatan kegiatan di rumah sakit dan puskesmas.

2.2.5 Kewajiban dan Hak

Setiap dokter, peserta internsip mempunyai kewajiban yaitu bekerja sesuai dengan standar kompetensi, standar pelayanan dan standar profesi medik, mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh selama pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan, mengembangkan keterampilan praktik kedokteran pelayanan kesehatan primer, bekerja dalam batas kewenangan hokum dan etika, berperan aktif dalam tim

(41)

pelayanan kesehatan holistic, terpadu, paripurna, dan mematuhi ketentuan perarturan perudang-undangan.

Di samping kewajiban, peserta juga mempunyai hak sebagai berikut mendapat bantuan biaya hidup dan penggantian transportasi bagi dokter yang mengikuti program internsip ikatan dinas, memilih fasilitas pelayanan kesehatan yan telah ditetapkan oleh Menteri bagi dokter yang mengikuti program internsip mandiri, mendapat perlindungan hukum dari Pemerintah selama menjalankan program internsip sesuai dengan standar profesi, mendapatkan cuti selama sepuluh (10) hari kerja yang tidak dilaksanakan secara berturut-turut untuk menjalankan upacara pernikahan, menghadiri upacara kematian orang tua/saudara kandung/kakek/nenek/suami/istri/anak, menjalankan tugas negara, menjalankan tugas negara, menjalani rawat inap karena sakit yang dialami, mendapat izin untuk tidak melaksanakan program internsip, diluar hak cuti sebagaimana dimaksud pada butir 4 dan wajib mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan dan mendapat hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.3 Teori dan Konsep Kinerja

Menurut Bernandin dan Russell (2003), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Stewart (1993) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu kecerdasan, stabilitas emosional, motivasi kerja, situasi keluarga, pengalaman kerja, kelompok kerja serta pengaruh eksternal.

Menurut Hayadi dan Kristiani (2007) kinerja merupakan gambaran tingkat suatu pelaksanaan kegiatan atau program dalam usaha mencapai tujuan, misi, dan visi organisasi. Istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang mempuyai tujuan strategis organisasi. Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja sebagai dasar bagi pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya.

(42)

2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Darma (2005), faktor-faktor tingkat kinerja meliputi mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja.

Terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja, yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan yang berbeda satu sama lainnya. Uraian dari variabel kinerja dapat dilihat sebagai berikut: (1) tanggungjawab, yaitu kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya (Murlis, 2006); (2) inisiatif, yaitu prakarsa atau kemampuan seorang bidan untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan, (Steers, 2005); dan (3) jumlah pekerjaan, variabel ini berkembang berdasarkan kenyataan bahwa pekerjaan itu berbeda-beda satu sama lain dimana beberapa diantaranya lebih menarik dan menantang dibanding lainnya.

Menurut Muchlas (2006) terdapat 3 macam teori yang mendukung teori karakteristik pekerjaan ini antara lain: (1) persyaratan tugas, yaitu model karakteristik pekerjaan dan ciri persyaratan tugas dalam organisasi itu; (2) jumlah

(43)

produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain; (3) penilaian jumlah pekerjaan yang dilakukan menggunakan indikator-indikator berupa umpan balik dari rekan, atasan, bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan insentip yang sewajarnya (Jain, 2006) dan (4) pemenuhan standar kerja, merupakan proses menghasilkan suatu kegiatan yang berjalan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat (Brocklesby, Cummings, 2006). Indikator yang dapat dipakai untuk menilai pemenuhan standar kerja dapat dinilai dari mutu pekerjaan dengan selalu menganalisis data, mempersiapkan diri dalam bekerja, memotivasi pengembangan diri, mematuhi standar kerja yang ditetapkan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.

2.2.2 Aspek-aspek Kinerja

Malayu S. P. Kasibuan (2006: 25) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai kinerja mencakup sebagai berikut: (1) prestasi kerja. Penilai menilai hasil kerja baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan dari uraian jabatannya; (2) kejujuran. Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain; (3) kedisiplinan. Penilai menilai disiplin kayawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan menaati peraturan yang ada; (4) kreativitas; (5) kepemimpinan; (6) kerjasama; (7) kepribadian; (8) prakarsa; (9) tanggung jawab; (10) kecakapan.

(44)

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja dokter internsip:

 penempatan internsip  persepsi tunjangan hidup  durasi internsip

 pembekalan internsip  sistem birokrasi internsip  persepsi kurikulum Fakultas

Kedokteran Universitas Jember  penerimaan internsip

 kemampuan adaptasi  fasilitas

 jumlah dan jenis penyakit  beban kerja

 penerimaan masyarakat dan jajaran di wahana

 hak cuti

 persepsi pengetahuan medis  upaya kesehatan masyarakat  peran dokter pendamping

 minat menjadi dokter di Puskesmas  kemampuan komunikasi  kedisiplinan  pilihan tindakan  jenis kelamin  prestasi belajar  taraf kecerdasan  waktu kelulusan Kinerja dokter internsip di Puskesmas

(45)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional atau non eksperimental karena tidak memerlukan intervensi dalam pengambilan data. Penelitian menggunakan kuesioner untuk mengetahui kinerja dokter internsip kemudian menganalisis faktor-faktor yang berperan menggunakan studi cross sectional. Penelitian cross

sectional adalah suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko

dengan efek dengan melakukan pengukuran sesaat. Tidak semua subyek penelitian diperiksa pada hari atau saat yang sama, akan tetapi baik faktor resiko maupun efek dinilai hanya satu kali. Faktor resiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan saat dilakukan observasi. Peneliti memakai studi ini karena mudah untuk dilakukan, murah, tidak memerlukan follow-up, cepat memperoleh hasil, variabel bebas yang dipakai cukup banyak, dan dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian perikutnya yang lebih konklusif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan kepada beberapa dokter pendamping dan dokter internsip di Puskesmas di kabupaten Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Pamekasan, dan Kediri pada bulan Juli-September 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Jember dipilih sebagai tempat penelitian karena Fakultas Kedokteran Universitas Jember telah menerapkan program internsip dengan strategi pembelajaran KBK sejak tahun 2012.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah dokter pendamping dan dokter internsip. Sampel dokter internsip yang dipilih adalah dokter internsip alumni Universitas Jember yang sudah atau sedang melaksanakan program internsip di Puskesmas

(46)

karena mereka telah mengetahui mekanisme pelaksanaannya sehingga diharapkan mereka akan memberikan persepsi yang sesuai dan akurat dengan keadaan yang ada, khususnya di Puskesmas. Sedangkan sampel dokter pendamping yang dipilih adalah supervisor dari setiap dokter internsip karena mereka lebih mengetahui kinerja dari masing-masing dokter internsip secara akurat.

3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi sampel penelitian yaitu sebagai berikut:

a. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang sedang melaksanakan program internsip di Puskesmas.

b. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang telah melaksanakan program internsip di Puskesmas.

c. Dokter pendamping dari tiap dokter internsip di Puskesmas.

d. Bersedia mengisi kuisioner yang telah disediakan sebagai tanda persetujuan menjadi sampel penelitian.

Sedangkan, kriteria eksklusi sampel penelitian yaitu sebagai berikut:

a. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang melaksanakan program internsip di Puskesmas kurang dari satu bulan.

b. Dokter pendamping dari tiap dokter internsip di Rumah Sakit. c. Tidak mengisi kuesioner yang telah disediakan secara lengkap.

d. Mengisi kuesioner yang telah disediakan dengan jawaban lebih dari satu.

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, sampel dipilih dengan cara non probability sampling. Prinsip non probability sampling adalah setiap subyek dari populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Non probability sampling biasanya lebih praktis dan mudah dilakukan daripada probability sampling. Selanjutnya, penelitian ini memakai tehnik pengambilan sampel consecutive sampling, yaitu jenis non probability sampling yang terbaik dan seringkali merupakan cara yang paling mudah di mana sampel

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Penilaian Kinerja Dokter Internsip
Tabel 2.2 Contoh kegiatan peserta di wahana
Gambar 2.1 Kerangka konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi
Gambar 3.1 Alur penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Tsukamoto untuk menentukan jumlah latihan bisa dilakukan dengan menghitung derajat keanggotan pada setiap nilai kekuatan, kelincahan, dan taktik, kemudian setelah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh manajemen model asuhan keperawatan professional tim terhadap kualitas pelayanan keperawatan di bangsal

Pembuatan strategi terhadap semua kegiatan yang dilakukan dan peningkatan strategi komunikasi menjadi harapan sebagian besar mahasiswa manajemen agar dapat

stake holders yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Jurusan/PS manajemen memilik kekuatan pada keilmuan manajemen SDM, keuangan dan pemasaran, softskill