• Tidak ada hasil yang ditemukan

Protein dan Karbohidrat: Isolasi Kasein dan Laktosa dari Susu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Protein dan Karbohidrat: Isolasi Kasein dan Laktosa dari Susu"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Protein dan Karbohidrat: Isolasi Kasein dan Laktosa dari Susu

Tri Wibowo Budhi

10512071;K-01;Kelompok 5 tri_wibowo@students.itb.ac.id

Abstrak

Susu mengandung beberapa spesi bioorganik penting di dalamnya, yaitu protein dalam bentuk kasein, laktoglobulin, dan laktoalbumin; karbohidrat dalam bentuk alfa-laktosa; lemak dalam bentuk trigliserida; serta ion-ion anorganik. Dalam percobaan ini, kasein dipisahkan melalui penambahan asam, sementara alfa-laktosa dipisahkan melalui penambahan etanol 95% pada larutan susu yang protein dan lemaknya dipisahkan melalui reaksi-reaksi lain. Diperoleh 19.18 gram kasein dari 25.00 gram sampel susu bubuk rendah lemak, namun alfa-laktosa gagal diperoleh karena terhidrolisis oleh asam. Terhadap sampel kasein yang diperoleh dilakukan serangkaian uji untuk menentukan gugus-gugus yang terdapat didalamnya. Diperoleh bahwa pada kasein terdapat gugus-gugus-gugus-gugus fenolik, amina primer, belerang, ikatan peptida, dan cincin benzena. Selain itu, dilakukan juga serangkaian uji karbohidrat terhadap beragam larutan standar gula untuk menentukan jenis gula (pereduksi atau bukan; monosakarida, disakarida, atau polisakarida).

Kata kunci: kasein, alfa-laktosa, protein, karbohidrat Abstract

There are several bioorganic molecules in milk, namely proteins in forms of casein, lactoglobulin, and lactoalbumin; carbohydrates in form of alpha-lactose; lipids in form of triglycerids; and anorganic ions. In this experiment, casein is separated from milk solution by addition of acetic acid, while alpha-lactose is separated by addition of 95% ethanol to milk solution which has its contents of proteins and lipids separated from other reactions. As much as 19.18 grams of casein is obtained from 25.00 grams of low fat milk powders, but alpha-lactose couldn't be obtained because it was hydrolyzed by acid. Further analysis of caseine using several reagent tests were done to determine functional groups in casein. There were some functional groups detected such as phenol, primary amine, sulphur, peptide bonds, and benzene ring. Aside from that, further analysis of carbohydrates were also done to several standard solutions of sugars to determine the type (reducing or nonreducing; monosaccharide, disaccharide, or polysaccharide).

Keywords: casein, alpha-lactose, protein, carbohydrate

1. PENDAHULUAN

Kasein adalah salah satu kelompok protein yang umumnya terdapat dalam susu yang diproduksi oleh mamalia. Kasein berupa polipeptida karena terdiri atas lebih dari 150 unit asam amino yang terpolimerisasi membentuk rantai protein. Terdapat empat macam kasein yaitu alfa-s1-, alfa-s2-, beta-, dan kappa-kasein[1]. Dalam susu, kasein terdapat dalam bentuk garam kalsium-kasein. Garam ini terselubungi oleh kappa-kasein yang mudah larut dalam air sehingga membentuk misel yang terlarut dalam air.

Terdapat dua cara pemisahan kasein dari susu, yaitu dengan cara penurunan pH dan penambahan enzim rennin (chymosin). Penambahan asam pada kasein berpengaruh pada struktur misel kasein dengan pembungkus kappa-kasein. Struktur misel memiliki lapisan polar yang bermuatan negatif sehingga dengan adanya penambahan asam akan terjadi penetralan.

Lapisan misel terluar yang tadinya bermuatan negatif akan menjadi netral sehingga menjadi nonpolar dan pecah. Titik isoelektrik kasein adalah 4.6 dan pH susu adalah 6.6 sehingga perlu ditambahkan asam pada susu agar kasein dapat terpisah[2]. Enzim rennin terdapat pada mamalia ruminan atau berperut empat seperti sapi. Enzim ini bereaksi dengan kappa-kasein yang mencegah pemisahan protein, sehingga terpecah menjadi para-kappa-kasein dan makropeptida. Oleh karena itu, protein akan segera memisah dari susu dan membentuk gumpalan[3]. Kedua metode ini sama-sama melibatkan reaksi pemecahan struktur kappa-kasein yang polar sehingga misel pecah. Kasein akan terpisah dari larutannya karena bersifat nonpolar.

Gula dalam susu umumnya terdapat dalam bentuk laktosa. Laktosa adalah disakarida dengan struktur penyusun D-glukosa dan D-galaktosa dan terikat dengan ikatan 1,4'-beta-glikosidik (oleh karena itu, nama IUPAC dari laktosa adalah β-D-galactopyranosyl-(1,4)-D-glucose). Karena laktosa memiliki gugus asetal, laktosa dapat dihidrolisis

(2)

menjadi gula-gula penyusunnya. Hidrolisis laktosa berlangsung dalam kondisi asam atau dengan adanya enzim laktase. Kedua metode ini sama-sama melibatkan reaksi pemecahan laktosa pada gugus asetal yang terdapat pada galaktosa.

Pemisahan molekul laktosa dari susu hanya dapat dilakukan apabila protein dan lemak telah seluruhnya dipisahkan dari campuran. Pemisahan laktosa dilakukan dengan cara menambahkan etanol ke dalam larutan yang mengandung laktosa. Laktosa mudah larut dalam air, namun tidak larut dalam etanol sehingga dengan adanya etanol pada campuran akan terbentuk sistem terner yang mendorong laktosa keluar dari campuran[4].

2. METODE PERCOBAAN

2.1. Isolasi Kasein dari Susu

Sampel susu bubuk tanpa lemak sebanyak 25 gram dilarutkan dalam air hangat sebanyak 100 mL pada suhu tidak lebih dari 55 ºC. Larutan susu kemudian didinginkan pada suhu ruang dan ditambah dengan asam asetat 10% tetes demi tetes sambil diaduk dengan batang pengaduk. Asam asetat terus ditambahkan hingga larutan susu menjadi bening dan terbentuk gumpalan di bagian atas larutan setelah diaduk. Gumpalan kemudian dipisahkan dan disaring menggunakan corong gelas.

Gumpalan yang telah disaring dipindahkan ke gelas kimia 100 mL dan ditambah dengan 5 mL campuran 1:1 dietil eter dan etanol. Campuran yang terbentuk diaduk dan cairannya didekantasi. Padatan yang tersisa kemudian ditambah lagi dengan 5 mL campuran 1:1 dietil eter dan etanol lalu diaduk. Campuran yang terbentuk kemudian disaring vakum sehingga diperoleh padatan yang basah. Padatan tersebut kemudian dikeringkan menggunakan kertas isap dan dibiarkan 10-15 menit. Padatan kering ditimbang dan dilarutkan dalam 35 mL air dan 0.5 mL NaOH 1M untuk diuji lebih lanjut.

2.2. Isolasi Laktosa dari Susu

Larutan yang diperoleh setelah pemisahan kasein segera ditambah dengan kalsium karbonat secukupnya dan diaduk selama beberapa menit. Setelah itu, larutan dipanaskan sambil diaduk hingga berbuih seperti mendidih dan terdapat endapan. Larutan panas disaring biasa sehingga endapan tertahan pada kertas saring. Filtrat yang diperoleh dipekatkan hingga volumenya menjadi 5 mL dengan pemanasan sambil diaduk.

Filtrat yang telah dipekatkan ditambah dengan 25 mL etanol 95% panas dan 0.01 gram karbon aktif lalu didinginkan. Campuran dingin ditambah dengan 1 mL air dan disaring biasa sehingga diperoleh filtrat jernih

dalam labu erlenmeyer. Labu kemudian ditutup dan dibiarkan hingga terbentuk kristal. Labu didinginkan agar kristal yang terbentuk makin banyak, lalu disaring vakum. Kristal yang terbentuk dicuci dengan etanol 95% dingin, dikeringkan, dan ditimbang. 2.3 Uji Protein

2.3.1. Uji Millon

Uji Millon dilakukan untuk sampel protein berupa kasein dan larutan tirosin 0.1 M.

Sampel protein sebanyak 1 mL dipindahkan ke tabung reaksi lalu ditambah dengan 3 tetes reagen Millon. Tabung reaksi yang mengandung campuran kemudian dicelup ke wadah yang berisi air panas dan didiamkan sesaat.

2.3.2. Uji Ninhidrin

Uji ninhidrin dilakukan untuk sampel protein berupa kasein dan larutan glisin 0.1 M.

Sampel protein sebanyak 1 mL dipindahkan ke tabung reaksi lalu ditambah dengan 4 tetes ninhidrin 0.1%. Tabung reaksi yang mengandung campuran ditambah dengan batu didih kemudian dipanaskan dalam wadah yang berisi air panas dan didiamkan sesaat.

2.3.3. Uji Sulfur

Uji sulfur dilakukan untuk sampel protein berupa kasein dan larutan sistein 0.1 M.

Sampel protein sebanyak 1 mL dipindahkan ke tabung reaksi lalu ditambah dengan 2 mL NaOH 10%. Tabung reaksi yang mengandung campuran ditambah dengan 5 tetes timbal (II) asetat 10%, ditutup, diguncangkan, kemudian dipanaskan dalam wadah yang berisi air panas dan didiamkan 5 menit.

2.3.4. Uji Asam Nitrit

Uji asam nitrit dilakukan untuk sampel protein berupa kasein dan glisin.

Sampel protein sebanyak 1 gram (atau secukupnya) dipindahkan ke tabung reaksi lalu ditambah dengan 5 mL HCl 10%. Tabung reaksi yang mengandung campuran didinginkan dalam penangas es, lalu ditambah dengan 1 mL larutan natrium nitrit 5%. Sebagai kontrol, digunakan 5 mL HCl 10% yang telah didinginkan di penangas es kemudian ditambah 1 mL larutan natrium nitrit 5%.

2.3.5. Uji Biuret

Uji biuret dilakukan untuk sampel berupa kasein dan urea.

Sampel urea sebanyak 0.5 gram dipindahkan ke tabung reaksi lalu dipanaskan hingga meleleh dan terbentuk gas. Sampel tetap dipanaskan hingga gas tidak terbentuk lagi dan gas yang terbentuk diuji dengan menggunakan kertas lakmus basah. Sisa lelehan urea kemudian dilarutkan dalam 3 mL aqua dm panas dan disaring biasa. Filtrat yang diperoleh ditambah dengan 2 mL NaOH 10% dan 2-3 tetes

(3)

tembaga (II) sulfat 2% sambil diaduk. Uji juga dilakukan untuk urea yang tidak dipanaskan (langsung pada tahap penambahan aqua dm panas) dan 2 mL kasein (ditambah 2 mL aqua dm dan 2 tetes tembaga (II) sulfat 2%).

2.3.6. Uji Xanthoproteat

Uji xanthoproteat dilakukan untuk sampel protein berupa kasein.

Sampel protein sebanyak 0.1 gram (atau secukupnya) dipindahkan ke tabung reaksi lalu ditambah dengan 2 mL asam nitrat pekat. Tabung reaksi yang mengandung campuran dipanaskan hingga terdapat perubahan warna, lalu didinginkan dan ditambah dengan NaOH 10% hingga sedikit basa. 2.4. Uji Karbohidrat

2.4.1. Uji Molisch

Uji Molisch dilakukan untuk sampel karbohidrat berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa.

Larutan karbohidrat sebanyak 2 mL dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah dengan 2 tetes alfa-naftol. Campuran yang terbentuk dipindahkan ke tabung reaksi lain dengan 2 mL asam sulfat pekat dari dinding tabuk reaksi campuran.

2.4.2. Uji Benedict

Uji Benedict dilakukan untuk sampel karbohidrat berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa.

Larutan karbohidrat sebanyak 15 tetes dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah dengan reagen Benedict sebanyak 1 mL dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit.

2.4.3. Uji Barfoed

Uji Barfoed dilakukan untuk sampel karbohidrat berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa.

Larutan karbohidrat sebanyak 15 tetes dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah dengan reagen Barfoed sebanyak 1 mL dan dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit.

2.4.4. Uji Hidrolisis Glukosa

Uji hidrolisis glukosa dilakukan untuk sampel karbohidrat berupa sukrosa, glukosa, maltosa, dan fruktosa.

Larutan karbohidrat sebanyak 5 mL dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah dengan 3 mL asam klorida pekat dan dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Tabung reaksi lalu didinginkan dan dinetralkan dengan natrium hidroksida 10% hingga netral. Larutan netral kemudian diteteskan pada kertas Tes-Tape.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat beberapa macam spesi yang ada pada sampel susu rendah lemak yang digunakan, yaitu

protein dalam bentuk kasein, laktoglobulin, dan laktoalbumin; karbohidrat dalam bentuk alfa-laktosa; lemak dalam bentuk trigliserida; serta ion anorganik seperti ion kalsium. Agar kasein dan alfa-laktosa dapat diperoleh, diperlukan adanya pemisahan dari masing-masing komponen yang dilakukan pada tahap percobaan isolasi senyawa.

Penambahan asam asetat pada larutan susu bertujuan untuk mengubah struktur dari kasein. Proton yang ditambahkan pada larutan akan bereaksi dengan bagian negatif dari kappa-kasein sehingga terjadi reaksi penetralan. Kappa kasein yang netral bersifat nonpolar sehingga sama dengan struktur kasein lainnya. Akibatnya, misel kasein pecah dan seluruh kasein mengendap (membentuk gumpalan) di dalam larutan. Di dalam gumpalan ini, ion kalsium terdorong keluar karena reaksi penetralan sehingga hanya terdapat kasein dan lemak pada gumpalan.

Lemak dipisahkan dari kasein dengan cara penambahan eter. Hal ini karena kelarutan lemak pada eter jauh lebih tinggi dari kelarutan kasein pada eter. Dekantasi gumpalan dengan campuran dietil eter dan etanol bertujuan untuk mencuci gumpalan dari lemak sehingga diperoleh kasein murni.

Larutan susu yang telah diasamkan dan dipisahkan kaseinnya harus segera dinetralkan kembali. Hal ini karena karbohidrat yang terdapat dalam susu, alfa-laktosa, dapat terhidrolisis dalam asam menjadi molekul monosakarida penyusunnya, yaitu galaktosa dan glukosa. Alfa-laktosa memiliki gugus asetal yang stabil dalam kondisi basa namun dapat terhidrolisis dalam kondisi asam. Oleh karena itu, ditambahkan kalsium karbonat sehingga asam yang terdapat dalam larutan bereaksi dengan ion karbonat sehingga menghasilkan air dan karbon dioksida (oleh karena itu, muncul gelembung gas ketika kalsium karbonat ditambahkan ke dalam larutan susu asam).

Setelah kasein dipisahkan dari larutannya, larutan susu masih mengandung laktoalbumin, laktoglobulin, alfa-laktosa, dan ion-ion lain. Untuk menghilangkan komponen pengotor dilakukan reaksi selanjutnya. Pemanasan larutan setelah penambahan kalsium karbonat bertujuan untuk menggumpalkan protein laktoalbumin. Laktoalbumin adalah protein yang mirip dengan protein putih telur sehingga apabila dipanaskan dapat mengalami denaturasi. Denaturasi ini menyebabkan penggumpalan sehingga laktoalbumin terpisah dari campurannya ketika dilakukan penyaringan biasa.

Penghilangan laktoglobulin dan serum susu lainnya dilakukan melalui penambahan karbon aktif. Karbon aktif akan menyerap serum susu sehingga filtrat yang diperoleh dari hasil penyaringan biasa hanya mengandung alfa-laktosa, ion-ion, serta

(4)

sejumlah monosakarida hasil hidrolisis dari alfa-laktosa.

Penambahan etanol pada campuran alfa-laktosa dan ion-ion lain bertujuan untuk mendorong laktosa keluar dari campuran. Hal ini karena laktosa mudah larut dalam air tetapi sukar larut dalam etanol. Apabila etanol ditambahkan ke sistem air-etanol, air akan mensolvasi etanol sehingga lebih sedikit air yang mensolvasi alfa-laktosa. Oleh karena itu, alfa laktosa akan terdorong keluar dari larutannya sehingga membentuk kristal.

Dari pemisahan yang dilakukan, diperoleh 19.18 gram kasein dari 25.00 gram susu bubuk rendah lemak. Nilai ini berarti setara dengan 76.72% massa. Namun, alfa-laktosa yang terdapat dalam sampel tidak dapat diperoleh. Hal ini dapat terjadi karena alfa-laktosa terhidrolisis oleh asam ketika ditambah dengan asam asetat.

Untuk mengkonfirmasi gugus-gugus yang terdapat pada kasein, dilakukan serangkaian uji-uji untuk mendeteksi gugus samping tertentu. Uji Millon dilakukan untuk mendeteksi adanya gugus fenolik pada sampel. Uji ninhidrin digunakan untuk mendeteksi adanya amonia, gugus amina primer, dan gugus amina sekunder. Uji sulfur digunakan untuk mendeteksi adanya belerang pada sampel. Uji asam nitrit dilakukan untuk mendeteksi adanya gugus amina (primer, sekunder, tersier). Uji biuret digunakan untuk mendeteksi adanya ikatan peptida pada sampel. Uji xanthoproteat dilakukan untuk mendeteksi adanya cincin benzena.

Dalam uji Millon, pereaksi yang digunakan adalah raksa (II) nitrat dalam asam nitrat. Asam nitrat dapat bereaksi dengan gugus fenolik sehingga menghasilkan gugus orto-nitrofenol. Senyawa yang terbentuk kemudian dapat membentuk kompleks dengan ion raksa sehingga menghasilkan warna larutan atau endapan yang berwarna merah kecoklatan. Digunakan standar tirosin karena tirosin memiliki gugus fenolik sehingga tirosin akan bereaksi positif terhadap uji ini. Uji Millon terhadap kasein memberikan hasil berupa pembentukan endapan berwarna putih. Warna yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan gugus samping yang terikat pada nitrofenol. Oleh karena itu, kasein mengandung gugus fenolik dalam strukturnya.

Dalam uji ninhidrin, pereaksi yang digunakan adalah ninhidrin. Apabila ninhidrin bereaksi dengan amonia, ninhidrin akan bereaksi membentuk senyawa imina. Senyawa imina ini bereaksi lebih lanjut dengan satu ekivalen ninhidrin sehingga membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru-ungu. Hal yang sama juga terjadi pada amina primer, namun pada amina primer dilepaskan juga gas karbon dioksida sebagai

hasil dari dekarboksilasi ujung C. Apabila uji ninhidrin dilakukan pada sampel amina sekunder, reaksi akan terhenti pada pembentukan senyawa iminium yang berwarna kuning atau jingga. Digunakan standar glisin kkarena glisin memiliki gugus amina primer berupa ujung N dari asam amino. Oleh karena itu, glisin akan beraksi positif terhadap uji ini dan menghasilkan warna biru-ungu. Uji ninhidrin pada sampel kasein menghasilkan warna biru sehingga pada kasein terdapat gugus amina.

Pada uji sulfur, pereaksi yang digunakan adalah timbal (II) asetat dalam keadaan basa. Belerang pada sampel yang mengandung belerang organik dapat diubah oleh basa menjadi belerang anorganik (ion belerang). Ion belerang yang terbentuk dapat bereaksi dengan ion timbal (II) sehingga membentuk timbal (II) sulfida yang mengendap dan berwarna hitam. Digunakan standar sistein karena sistein mengandung belerang organik. Oleh karena itu, uji belerang terhadap sistein adalah positif. Pada sampel kasein, uji belerang memberikan hasil yang positif karena warna larutan berubah menjadi coklat gelap. Maka, sampel kasein mengandung belerang.

Pada uji asam nitrit, pereaksi yang digunakan adalah asam nitrit yang diproduksi secara in situ dari asam klorida dan natrium nitrit. Asam nitrit digunakan untuk membedakan gugus amina primer, sekunder, dan tersier. Dengan amina primer, reaksi akan menghasilkan larutan bening dan gas nitrogen. Dengan amina sekunder, reaksi akan menghasilkan lapisan kuning N-nitrosamina. Dengan amina tersier, tidak teramati adanya perubahan namun terbentuk garam amonium[5]. Glisin digunakan sebagai standar dan tabung kosong digunakan sebagai kontrol. Glisin mengandung gugus amina primer pada ujung N sehingga reaksi positifnya berupa pembentukan gelembung gas nitrogen. Pada sampel kasein, terbentuk gas setelah uji dilakukan. Oleh karena itu, pada kasein terdapat gugus amina primer.

Pada uji biuret, pereaksi yang digunakan adalah larutan tembaga (II) sulfat dalam basa. Ion tembaga (II) dapat membentuk kompleks dengan ikatan peptida atau amida sehingga menghasilkan warna ungu. Hal ini mungkin karena pada ikatan peptida terdapat pasangan elektron bebas yang dimiliki oleh atom nitrogen. Empat buah pasangan elektron bebas dari empat buah ikatan peptida dapat membentuk kompleks dengan ion tembaga (II). Sebagai standar, digunakan urea yang dipanaskan. Urea yang dipanaskan mengalami kondensasi sehingga membentuk biuret (NH2-CO-NH-CO-NH2) yang mengandung ikatan peptida sehingga akan bereaksi positif terhadap uji ini. Atom nitrogen yang memberikan pasangan elektron bebasnya terhadap ion tembaga (II) adalah atom nitrogen yang berada di

(5)

tengah. Namun, apabila uji dilakukan pada sampel urea yang tidak dipanaskan, kompleks tidak akan terbentuk karena tidak ada domain elektron yang dapat diberikan pada ion logam tembaga (II) yang mampu membentuk spesi ion kompleks. Pada sampel kasein, warna larutan menjadi biru setelah diujikan. Oleh karena itu, dalam sampel kasein terdapat ikatan peptida.

Dalam uji xanthoproteat, pereaksi yang digunakan adalah asam nitrat pekat panas kemudian dibasakan menggunakan basa kuat. Adanya asam nitrat pekat dalam campuran yang mengandung cincin benzena menyebabkan terjadinya nitrasi cincin benzena. Proses nitrasi tersebut menghasilkan senyawa baru yang berwarna pada keadaan netral atau basa, sehingga ditambahkan basa kuat berupa natrium hidroksida. Pada sampel kasein, ketika diujikan menghasilkan larutan yang berwarna kuning. Oleh karena itu, pada sampel kasein terdapat cincin benzena.

Untuk mengkonfirmasi jenis karbohidrat yang terdapat dalam sampel, dilakukan serangkaian uji-uji karbohidrat. Uji Mollisch digunakan untuk mendeteksi adanya karbohidrat pada sampel. Uji Benedict digunakan untuk mendeteksi adanya gula pereduksi. Uji Barfoed digunakan untuk membedakan monosakarida pereduksi dengan polisakarida pereduksi. Uji hidrolisis glukosa dilakukan untuk mendeteksi adanya glukosa.

Dalam uji Mollisch, digunakan pereaksi alfa-naftol dan asam sulfat pekat. Penambahan larutan gula ke asam sulfat pekat menyebabkan terjadinya reaksi dehidrasi gula sehingga membentuk senyawa furfural yang tersubstitusi. Senyawa furfural ini kemudian bereaksi dengan alfa-naftol sehingga membentuk senyawa baru yang berwarna ungu. Oleh karena itu, pembentukan cincin berwarna ungu pada lapisan batas menandakan reaksi yang positif. Pemasukan spesi asam sulfat pekat dilakukan dari larutan gula ke asam sulfat pekat, tidak dari asam sulfat pekat ke gula karena reaksi yang timbul akan bersifat eksoterm dan dapat menimbulkan terjadinya letupan. Dari sampel gula yang diujikan, seluruhnya terdapat cincin ungu ketika diujikan. Oleh karena itu, pada seluruh sampel yang diujikan terdapat karbohidrat berupa sakarida.

Dalam uji Benedict, digunakan pereaksi berupa tembaga (II) sulfat dalam keadaan basa. Dalam larutan, molekul gula berada dalam kesetimbangan dalm beragam bentuk. Apabila salah satu bentuk tersebut mengandung gugus aldehid, alfa-hidroksi keton (dapat beresonansi menjadi aldehid), atau hemiasetal, ion tembaga (II) akan tereduksi menjadi ion tembaga (I) dan membentuk spesi oksida yang berwarna merah bata. Oleh karena itu, apabila sampel yang telah dicampur reagen Benedict dan dipanaskan

menjadi berwarna merah bata, maka sampel merupakan gula pereduksi. Dari sampel gula yang diujikan, diperoleh bahwa seluruh sampel merupakan gula pereduksi selain sukrosa. Sukrosa memiliki gugus asetal sehingga stabil dalam keadaan basa. Karena tidak ada gugus lain yang dapat teroksidasi, maka sukrosa memberikan hasil yang negatif dengan pereaksi Benedict.

Uji Barfoed mirip dengan uji Benedict, namun kereaktifannya lebih rendah. Oleh karena itu, uji Barfoed dapat digunakan untuk membedakan monosakarida pereduksi dan polisakarida pereduksi. Adapun pereaksinya berupa tembaga (II) asetat dalam asam asetat. Dari sampel gula yang diujikan, hanya glukosa dan maltosa yang bereaksi positif. Hal ini karena amilum dan sukrosa berupa disakarida sehingga akan bereaksi lebih lama dengan reagen Barfoed.

Uji hidrolisis glukosa dilakukan dengan pereaksi asam klorida pekat kemudian dipanaskan dan dinetralkan dengan natrium hidroksida. Penambahan asam bertujuan untuk menghidrolisis molekul karbohidrat sehingga diperoleh monosakarida penyusun dari sampel. Larutan yang terbentuk diteteskan dalam kertas Tes-Tape sehingga terjadi perubahan warna. Perubahan warna terjadi karena glukosa teroksidasi oleh enzim glukosa oksidase dengan produk samping hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian bereaksi dengan enzim peroksidase sehingga menjadi air dan oksigen. Oksigen yang terbentuk mengoksidasi orto-toluidin yang terdapat dalam kertas sehingga menghasilkan produk berwarna. Warna yang semakin gelap menandakan jumlah glukosa yang semakin banyak. Dari hasil pengujian, diperoleh bahwa glukosa dan sukrosa memberikan warna coklat. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa sukrosa terdiri atas dua molekul glukosa yang bergabung membentuk disakarida. Warna hijau dari pengujian maltosa dan fruktosa menandakan bahwa kedua jenis disakarida mengandung sedikit glukosa, yaitu 50% dari total sakarida yang ada.

(6)

Gambar 1. Uji Millon. Sampel kasein pada tabung

kiri sedangkan tirosin pada tabung kanan.

Gambar 2. Uji ninhidrin. Sampel kasein pada tabung

kiri sedangkan glisin pada tabung kanan.

Gambar 3. Uji belerang. Sampel kasein pada tabung

kiri sedangkan sistein pada tabung kanan.

Gambar 4. Uji asam nitrit. Sampel kasein pada

(7)

Gambar 5. Uji biuret. Sampel kasein pada tabung

tengah sedangkan urea pada tabung kanan.

4. KESIMPULAN

Jumlah kasein yang terdapat dalam 25.00 gram sampel susu bubuk rendah lemak adalah 19.18 gram. Kasein yang diperoleh diuji gugus fungsinya dan disimpulkan bahwa terdapat gugus fenolik, gugus amina, belerang anorganik, dan cincin benzena dalam struktur kasein.

Alfa-laktosa yang terdapat dalam susu tidak dapat diperoleh karena terhidrolisis oleh asam. Oleh karena itu, agar didapat alfa-laktosa dari susu perlu dilakukan penambahan asam asetat secara lebih hati-hati dan volum yang lebih terbatas (hingga pH sesuai dengan titik isoelektrik dari kasein).

DAFTAR PUSTAKA

[1] W.N. Eigel, J.E. Butler, C.A. Ernstrom, H.M. Farrell, V.R. Halwarkar, R. Jenness, R.M. Whitney (1984), Nomenclature of proteins of cow’s milk: fifth revision, J. Dairy. Sci. 67 1599–1631.

[2] F. O'Mahony (1988), ILCA Manual No. 4: Rural Dairy Technology. International Livestock Centre for Africa, Ethiopia.

[3] R. Bowen, Chymosin (Rennin) and the

Coagulation of Milk,

http://arbl.cvmbs.colostate.edu/hbooks/pathphys/ digestion/stomach/rennin.html, 1996.

[4] L.T.T. Vu (2009), Effects of solvents on characteristics of crystalline lactose extracted in ternary and quaternary systems, Advanced

Powder Technology, 20(3) 251-256.

[5] W. Reusch, Virtual Textbook of Organic

Chemistry ,

http://www2.chemistry.msu.edu/faculty/reusch/V irtTxtJml/intro1.htm, 1999.

[6] S. Payne-Botha dan E.J. Bigwood (1958), Amino-amino acid content of raw and heat-sterilized cow's milk, Nutr. 13 4 385-389.

Gambar

Gambar 1. Uji Millon. Sampel kasein pada tabung  kiri sedangkan tirosin pada tabung kanan.
Gambar 5. Uji biuret. Sampel kasein pada tabung  tengah  sedangkan urea pada tabung kanan.

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan senyawa larut air pada perbandingan 1:2 ini memiliki nilai kadar yang paling tinggi diantara keduanya, hal ini disebabkan karena laktosa lebih mudah larut

Pemeriksaan senyawa larut air pada perbandingan 1:2 ini memiliki nilai kadar yang paling tinggi diantara keduanya, hal ini disebabkan karena laktosa lebih mudah larut

Adanya gula yang terikat pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan

Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang

Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi protein pakan dengan kandungan protein susu, kadar laktosa susu dan produksi susu di

Pemeriksaan senyawa larut air pada perbandingan 1:2 ini memiliki nilai kadar yang paling tinggi diantara keduanya, hal ini disebabkan karena laktosa lebih mudah larut

Pemeriksaan senyawa larut air pada perbandingan 1:2 ini memiliki nilai kadar yang paling tinggi diantara keduanya, hal ini disebabkan karena laktosa lebih mudah larut