• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit paling umum tersebar dan mengjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dengan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit cacing masih tetap merupakan masalah disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara.

Pada umumnya, cacing jarang menimbulkan penyakit yang parah, tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang merupakan suatu faktor ekonomis yang penting. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum yang sama pentingnya dengan misalnya malaria dan TBC. Infeksinya dapat terjadi secara simultan oleh beberapa jenis cacing. Dip Diperkirakan bahwa lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing.

Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita kecacingan. Penyakit kecacingan dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya tumbuh kembang anak, karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, misalnya protein, karbihidrat, dan zat besi yang dapat menyebabkan anemia. Beberapa jenis cacing yang banyak menimbulkan penyakit kecacingan adalah cacing kremi, cacing gelang, cacing tambang, dan

cacing pita.

Berdasarkan hal di atas, kami mencoba menyusun sebuah makalah yang berjudul “Infeksi Cacing”. Hal tersebut menurut kami sangat penting untuk dibahas dalam rangka agar dapat menciptakan dan mewujudkan suatu motivasi ke depan bagi kita semua untuk menuju kehidupan yang sehat dan bahagia.

(2)

Di samping itu, dalam perkembangan ilmu kedokteran yang sangat dinamis sehingga menuntut mahasiswa untuk terus belajar dan menggali ilmu tanpa mengenal waktu, hal itu sangat diperlukan terhadap mahasiswa yang menjadi calon dokter masa depan di negara Indonesia, jadi dengan konsep keilmuan yang baik maka lahirlah seorang dokter yang kompeten dan dipercaya oleh masyarakat, itulah yang merupakan salah satu latar belakang kami dalam penyusunan makalah ini.

1.2 TUJUAN PEMBAHASAN

Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah wawasan mahasiswa/i dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/i fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut:

1. Agar membuka wawasan terhadap infeksi yang disebabkan oleh cacing yang terdiri dari 3 golongan yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.

3. Sebagai bahan referensi mahasiswa/i Fakultas Kedokteran UISU semester lima dalam menghadapi ujian akhir modul.

4. Melengkapi tugas small group discussion Modul 25 (Perilaku dan Jiwa) Skenario-4.

Itulah yang merupakan tujuan kami dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan dapat berguna bagi setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.

(3)

1.3 METODE dan TEKNIK

Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami menggunakan metode dan teknik secara deskriftif, dimana tim penyusun mencari sumber data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulkan sesuai dengan pembahasan yang akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.

Itulah sekilas tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penyusunan makalah ini. Dengan tujuan untuk memudahkan penulis di dalam penyusunan makalah ini.

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan pada makalah ini awalnya kami mulai dari sebuah skenario yang diberikan yaitu :

Modul XXV (PENYAKIT TROPIS) Skenario – 4

ANEMIA KRONIS

NY. Sembiring umur 54 tahun adalah seorang petani sayur di Brastagi, dibawa keluarganya ke Rumah Sakit karena keluhan merasa lemah, penglihatan berkunang-kunang. Sewaktu tiba di Rumah Sakit penderita terlihat sangat pucat, napas pendek dan lemah. Dari anamnesis diketahui keluhan ini telah dialami pasien sejak 3 bulan terakhir tetapi kejadian hari ini adalah yang paling berat. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda anemia berat dan tidak ada perdarahan spontan, hasil pemeriksaan Hb 5,5 gr/dl, eosinofil 5%. Oleh dokter dilakukan pemeriksaan lanjut nerupa pemeriksaan tinja dan ternyata dijumpai telur cacing berbentuk oval dengan dinding tipis isi morula dan telur cacing bentuk oval dengan dinding tebal terdiri dari tiga lapis isi ovum.

Dari skenario diataslah kami menuju kepada suatu proses pembelajaran, dimana awalnya dimulai dari penentuan keyword, dimana keyword ini berguna bagi kami dalam menentukan dari permasalahan yang ada dalam skenario tersebut untuk dibahas secara tepat.

Berikut akan dijelaskan beberapa Keyword, ini sangat penting karena dengan memahami kata-kata kunci ini maka, penyusunan pada makalah akan sistematis.

(5)

Keyword

1. Seorang petani sayur di Brastagi

2. Keluhan merasa lemah, penglihatan berkunang-kunang.

3. Sewaktu tiba di Rumah Sakit penderita terlihat sangat pucat, napas pendek dan lemah.

4. Anamnesis : keluhan dialami pasien sejak 3 bulan terakhir 5. Hasil pemeriksaan : Hb 5,5 gr/dl, eosinofil 5%.

6. Pemeriksaan tinja dan ternyata dijumpai telur cacing berbentuk oval dengan dinding tipis isi morula dan telur cacing bentuk oval dengan dinding tebal terdiri dari tiga lapis isi ovum.

Dari kata kunci diatas maka kami akan membahas berbagai hal mengenai permasalahan yang harus diterjemahkan ke dalam bentuk pembahasan secara tepat.

2.1 Learning Objektive

Selanjutnya kami akan menuju kepada suatu proses pembelajaran, dimana dengan mencari Learning Objective, yang berguna bagi kami dalam menentukan dari permasalahan yang ada dalam skenario tersebut untuk dibahas secara tepat.

Setelah kami melakukan diskusi selama satu minggu dalam dua kali pertemuan kami dapat menyimpulkan Learning Objectivenya adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana infeksi cacing yang terjadi pada manusia. 2. Mengetahui tentang golongan cacing yang menyebakan infeksi tersebut.

(6)

A. NEMATODA USUS

Ascaris Lumbricoides

Nama Latin : Ascaris lumbricoides Phylum : Nematoda

Ordo : Ascaridida Family : Ascarididae Klas : Secernentea

Species : Ascaris lumbricoides Genus : Ascaris

Morfologi

Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Cacing dewasa bentuknya silindris, dengan ujung bagian depan meruncing. Merupakan cacing nematode terbesar yang menginfeksi manusia. Cacing ini berwarna putih kemerah-merahan. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada bagian depan dan mempunyai gigi-gigi kecil pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup dan dipanjangkan untuk memasukkan makanan.

(7)

Gambar 1; Ascaris lumbricoides

Telur yang dibuahi berbentuk oval melebar dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi oleh suatu membran (lapisan) vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Disekitar lapisan ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan albuminoid (protein dalam darah) yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, mempunyai dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.

(8)

Gambar 2: telur cacing A. lumbricoides

Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. Bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris. Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea,kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.

Siklus Hidup

Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah

(9)

tempat tinja tadi dikeluarkan (2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang disebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan (4). Telur yang tertelan akan menetas di usus halus (5). Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan (lihat gambar dibawah ini )

Gambar 3: siklus hidup A. lumbricoides

(10)

Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia, lebih banyak ditemukan di daerah yang beriklim panas dan lembab. Survey yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970-1980 menunjukkan pada umumnya merata hingga 70% atau lebih. Angka pemerataan tinggi sebesar 78.5% dan 72.6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-sekolah dasar. Angka pemerataan Ascaris sebesar 16.8% dibeberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4.9% pada tahun 2000.

ASKARIASIS

Askariasis adalah suatu infeksi di usus halus yang disebabkan oleh parasit cacing gelang"Ascaris Lumbricoides". Kecacingan ini terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia. Apalagi di daerah pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh mudah sekali untuk terkena infeksi cacing.

Penyebab

Kira-kira dua bulan setelah terkena askariasis, cacing dewasa mulai bertelur di dalam usus, kemudian tetur-telur mikroskopik ini berjalan di sepanjang saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui tinja. Telur-telur tadi membutuhkan waktu 10-14 hari di dalam tanah dengan temperature yang hangat untuk dapat menginfeksi tuan rumah baru (hospes baru), dan telur-telur tadi juga dapat hidup di tanah sampai jangka waktu 6 tahun. Ketika telur-telur tadi dicerna, maka daur hidupnya akan dimulai kembali. Cacing dewasa dapat hidup hingga 2 tahun dan cacing betina dapat bertelur 200.000 tiap harinya. Parasit dapat dipindahkan ketika tinja manusia yang terinfeksi bercampur dengan tanah. Di Negara-negara berkembang, tinja manusia digunakan sebagai pupuk atau fasilitas-fasilitas yang mempunyai sanitasi yang rendah mengijinkan barang-barang sisa untuk bercampur dengan tanah disekitar parit atau lading mereka. Telur-telur cacing dapat bertahan hidup di dalam tanah bertahun-tahun lamanya karena untuk

(11)

menginfeksi manusia kembali. Dan manusia dapat terinfeksi oleh telur-telur cacing melalui buah dan sayuran yang mereka makan tumbuh di lahan yang tercemar tadi.

Patologi dan gejala klinis

Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akanmenyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Gejala bisa timbul sebagai akibat berpindahnya larva melalui paru-paru dan akibat adanyacacing dewasa di dalam usus. Perpindahan larva melalui paru-paru bisa menyebabkan demam, batuk dan bunyi nafas mengi (bengek). Infeksi usus yang berat bisa menyebabkan kram perut dan kadang penyumbatan usus. Penyerapan zat makanan yang buruk bisa terjadi akibat banyaknya cacing di dalam usus. Cacing dewasa kadang menyumbat usus buntu, saluran empedu atau saluran pankreas.

Diagnosis

Infeksi oleh cacing dewasa biasanya didiagnosis berdasarkan adanya telur di dalam contoh tinja. Kadang di dalam tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa dan di dalam dahak ditemukan larva. Jumlah eosinofil di dalam darah bisa meningkat. Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bisa terlihat pada foto rontgen dada.

(12)

1) Pengobatan tradisional

Beberapa hasil studi terbaru dalam literature medis yang mengusulkan benihsemangka dan papaya yang dijemur dibawah terik matahari dapat mengurangi infeksi cacing. Pada orang dewasa diberikan dosis satu sendok makan benih yang dicampur dengan gula dalam satu gelas air satu kali seminggu selama dua minggu.

2) Pengobatan dengan farmasi

Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat, mebendazol, albendazol, piperasin.

1) Mebendazole (Vermox). Memperlambat pergerakan/perpindahan

dan kematian cacing dengan memilih secara selektif serta menghalangi pengambilan glukosa dan bahan gizi lainnya dalam usus orang dewasa dimana cacing tersebut tinggal. Dosis 100 mg tiap 12 jam untuk 3 hari. Mebendazol tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya dan anak-anak balita.

Hal yang diperhatikan:

a. Ibu yang menyusui agar menghentikan pemberian ASI kepada anaknya selama pemberian obat ini.

b. Mebendazol kadang-kadang dapat meningkatkan sekresi insulin dalam tubuh, sehingga hati-hati penggunaan bersama-sama dengan insulin atau obat-obat antidiabetik oral pada penderita diabetes mellitus.

c. Pada pemakaian jangka lama dan dosis besar akan timbul kemungkinan neutrofenia yang akan kembali normal bila pengobatan dihentikan.

2) Piperazine. Efek melumpuhkan cacing, jika digunakan membuat

cacing dengan sendirinya pingsan di dalam tinja. Merupakan obat pilihan utama diberikan dengan dosis sebagai berikut:

(13)

b. Berat badan 15-25 kg: 2 g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut.

c. Berat badan 25-50 kg : 3 g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut.

d. Berat badan > 50 kg : 3 ½ g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut.

1 tablet obat ini mengandung 250 dan 500 mg piperazin. Efek samping penggunaan obat ini adalah pusing, rasa melayang dan gangguan penglihatan.

3) Pyrantel pamoate (Antiminth, Pin-Rid, Pin-X), menyebabkan kelumpuhan, kejang pada cacing. Dengan dosis 10 mg/kgBB dan tidak melebihi 1 g.

4) Albendazole, menyebabkan penghabisan energi, penghentian, dan akhirnya kematian pada cacing. Dosis 400 mg. dan tidak diberikan pada wanita hamil dan anak-anak dibawah 2 tahun.

5) Levamisol. Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 150 mg.

6) Heksilresorsinol. Obat ini ini diberikan setelah pasien dipuasakan terlebih dahulu, baru kemudian diberikan 1 g heksilresorsinol sekaligus disusul dengan pemberian laksans sebanyak 30 g MgSO4 yang diulangi lagi 3 jam kemudian untuk tujuan mengeluarkan cacing. Bila diperlukan pengobtan ini dapat diulang 3 hari kemudian.

7) Thiabendazole. menyebabkan migrasi cacing ke dalam kerongkongan, pada umumnya dikombinasikan dengan piperazine juga, obat golongan corticosteroids dapat mengobati gejala seperti peradangan yang dapat ditimbulkan oleh cacing ini.

Prognosis

Kebanyakan penderita ascariasis dapat sembuh dengan spontan walaupun tanpa pengobatan. Namun, komplikasi dapat disebabkan oleh cacing dewasa yang bergerak ke organ tertentu atau berkembang biak berlebihan sehingga dapat

(14)

menyumbat usus. Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai70 hingga 99%.

Pencegahan

Pencegahan dan upaya penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telurcacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah sebagai berikut :

Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :

a. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.

b. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.

c. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.

Khusus pada daerah endemik atau rentan, Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :

a. Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali di daerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.

b. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

c. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidupcacing misalnyamemakai jamban/WC.

d. Makan makanan yang dimasak saja.

e. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.

(15)

Enterobius vermicularis dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Nematoda

Kelas : Plasmidia Ordo : Rabtidia

Super famili : Oxyuroidea Family : Oxyuridea Genus : Enterobius

Species : Enterobius vermicularis

Morfologi

Ukuran telur E. vermicularis yaitu 50-60 mikron x 20-30 mikron (rata-rata 55 x 26 mikron). Telur berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar dan salah satu sisinya datar. Telur ini mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu : lapisan luar berupa lapisan albuminous, translucent, bersifat mechanical protection. Di dalam telur terdapat bentuk larvanya. Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 butir setiap harinya selama 2 samapi 3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati.

(16)

Cacing dewasa E. vermicularis berukuran kecil, berwarna putih, yang betina jauh lebih besar dari pada yang jantan. Ukuran cacing jantan adalah 2-5 mm, cacing jantan mempunyai sayap yang dan ekornya melingkar seperti tanda tanya. Sedangkan ukuran cacing betina adalah 8-13 mm x 0,4 mm, cacing betina mempunyai sayap , bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing betina berbentuk gravid melebar dan penuh dengan telur. Bentuk khas dari cacing dewasa ini adalah tidak terdapat rongga mulut tetapi dijumpai adanya 3 buah bibir, bentuk esofagus bulbus ganda (double bulb oesophagus), di daerah anterior sekitar leher kutikulum cacing melebar, pelebaran yang khas disebut sayap leher (cervical alae).

Gambar 5: cacing dewasa Enterobius vermicularis

Siklus hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes E. vermicularis dan tidak diperlukan hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke daerah perianal dan rectum. Migrasi ini disebut Nocturnal migration. Di daerah rectum tersebut cacing-cacing ini bertelur dengan cara kontraksi uterus, kemudian telur

(17)

melekat didaerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif pada tempat tersebut, terutama pada temperature optimal 23-26 ºC dalam waktu 6 jam. Cacing dewasa betina menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam 17ectum dan usus bagian bawah.

(18)

Cara penularan Enterobius vermicularis dapat melalui tiga jalan :

1. Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection) atau pada orang lain sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya alas tempat tidur atau pakaian dalam penderita.

2. Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang infektif.

3. Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa.

(19)

Infeksi cacing kremi

Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembang biak di dalam usus.

Gejala klinis

1. Rasa gatal hebat di sekitar anus

2. Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)

3. Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya disana)

4. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada infeksi yang berat)

5. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke dalam vagina)

6. Kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).

Komplikasi

1. Salpingitis (peradangan saluran indung telur) 2. Vaginitis (peradangan vagina)

3. Infeksi ulang.

Diagnosa

Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidu pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.

(20)

Pengobatan

1. Perawatan umum

a. Pengobatan sebaiknya dilakukan juga terhadap keluarga serumah atau yang sering berhubungan dengan pasien.

b. Kesehatan peribadi perlu diperhatikan terutama kuku jari-jari dan pakaian tidur.

c. Toilet sebaiknya dibersihkan dan disiram dengan desinfektan bila mungkin setiap hari.

2. Pengobatan spesifik

a. Mebendazol. Diberikan dosis tunggal 500 mg, diulang setelah 2 minggu b. Albendazol. Diberikan dosis tunggal 400 mg, diulang setelah 2 minggu. c. Piperazin sitrat. Diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 7 hari

berturut-turut dapat diulang dengan interval 7 hari.

d. Pirvium pamoat. Obat ini diberikan dengan dosis 5 mg/kgBB (maksimal 0,25 mg) dan diulangi 2 minggu kemudian. Obat ini dapat menyebabkan rasa mual, muntah, dan warna tinja menjadi merah. Bersamam mebendazol efektif terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi. e. Pirantel pamoat. Diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB sebagai dosis

tunggal dan maksimum 1 g.

Cara pencegahan dan pemberantasan Enterobiasis.

Mengingat bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarga maka lingkungan hidup keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan perorangan merupakan hal yang sangat penting dijaga.

1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar 2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku

3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu 4. Mencuci jamban setiap hari

5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya

(21)

6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.

Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar tubuh manusia, yang kemudian masuk kembali ke tubuh korban menembus kulit telapak kaki yang berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan jalan di dalam tubuh melalui peredaran darah yang akhirnya tiba di paru paru lalu dibatukan dan ditelan kembali. Gejala meliputi reaksi alergi 21ocal atau seluruh tubuh, anemia dan nyeri abdomen.

Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi.

(22)

Gambar 8: telur Ancylostoma duadenale

Ganbar 9: cacing dewasa cacing tambang

Siklus hidup

Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan.

(23)

Gambar 10: siklus hidup A. duadenale

Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. Ancylostoma duodenale ditemukan di daerah Mediterenian, India, Cina dan Jepang. Necator americanus ditemukan di daerah tropis Afrika, Asia dan Amerika.

Infeksi cacing tambang (ankilostomiasis) Penyebab

Penyebabnya adalah cacing gelang usus, yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Telur dari kedua cacing tersebut ditemukan di dalam

(24)

tinja dan menetas di dalam tanah setelah mengeram selama 1-2 hari. Dalam beberapa hari, larva dilepaskan dan hidup di dalam tanah. Manusia bisa terinfeksi jika berjalan tanpa alas kaki diatas tanah yang terkontaminasi oleh tinja manusia, karena larva bisa menembus kulit. Larva sampai ke paru-paru melalui pembuluh getah bening dan aliran darah. Lalu larva naik ke saluran pernafasan dan tertelan. Sekitar 1 minggu setelah masuk melalui kulit, larva akan sampai di usus. Larva menancapkan dirinya dengan kait di dalam mulut mereka ke lapisan usus halus bagian atas dan mengisap darah.

Cara penularan

Cara penularan penyakit cacing tambang adalah melalui larva cacing yang terdapat di tanah yang menembus kulit (biasanya diantara jari-jari kaki), cacing ini akan berpindah ke paru kemudian ke tenggorokan dan akan tertelan masuk saluran

cerna.

Gejala klinis

Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Jumlah darah yang hiIang setiap hari tergantung pada (1) jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri; (2) species cacing : seekor A. duodenaleyang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5x lebih banyak darah; (3) lamanya infeksi. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada beberapa faktor, antaza lain umur,"wormload," lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita. Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan :

1. Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.

(25)

2. Infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mentaI kurang baik.

3. Infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan segala akibatnya.

Gejala lainnya adalah Ruam yang menonjol dan terasa gatal (ground itch) bisa muncul di tempat masuknya larva pada kulit. Demam, batuk dan bunyi nafas mengi (bengek) bisa terjadi akbiat berpindahnya larva melalui paru-paru. Cacing dewasa seringkali menyebabkan nyeri di perut bagian atas. Anemia karena kekurangan zat besi dan rendahnya kadar protein di dalam darah bisa terjadi akibat perdarahan usus. Kehilangan darah yang berat dan berlangsung lama, bisa menyebabkan pertumbuhan yang lambat, gagal jantung dan pembengkakan jaringan yang meluas pada anak-anak.

Patofisiologi

Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab.

Diagnosa

Jika timbul gejala, maka pada pemeriksaan tinja penderita akan ditemukan telur cacing tambang. Jika dalam beberapa jam tinja dibiarkan dahulu, maka telur akan mengeram dan menetaskan larva.

Pengobatan

(26)

Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik. Suplemen preparat besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan bersama-sama dengan anemia.

2. Pengobatan spesifik

a. Albendazol. Diberikan dengan dosis tunggal 400 mg

b. Mebendazol. Diberikan dengan dosis 100 mg 2 x sehari selama 3 hari. c. Tetrakloretilen. Merupakan obat pilihan utama terutama untuk pasien

ansilostosmiasis. Dosis yang diberikan 0,12 ml/kgBB, dosis tunggal tidak boleh lebih dari 5 ml. pengobatan dapat diulang 2 minggu kemudian bila pemeriksaan telur dalam tinja tetap positif. Pemberian obat ini sebaiknya dalam keadaan perut kosong disertai pemberian 30 g MgSO4. kontraindikasi pemberian obat ini pada pasien alkoholisme, kelainan pencernaan, konstipasi.

d. Befanium hidroksinaftat. Obat pilihan utama terutama untuk pasien ansilostosmiasis dan baik untuk pengobatan missal pada anak. Obat ini relative tidak toksin. Dosis yang diberikan 5 g 2x sehari, dan dapat diulang bilamana diperlukan. Untuk pengobatan necator americanus, dosis diberikan untuk 3 hari.

e. Pirantel pamoat. Obat ini cukup efektif dengan toksisitas yang rendah dan dosis yang diberikan 10 mg/kgBB per hari sebagai dosis tunggal. f. Heksilresorsinal. Diberikan sebagai obat alternative yang cukup efektif

dan dosis pemberian obat ini sama seperti pada pengobatan askariasis.

Komplikasi

Kerusakan pada kulit akan menyebabkan dermatitis yang berat terlebih bila pasien sensitive. Anemia berat yang terjadi sering menyebabkan gangguan, pertumbuhan, perkemabangan metal dan payah jantung.

(27)

Cara pencegahan

1. Hati-hati bila maka makanan mentah atau setengah matang terutama pada tempat-tempat dimana sanitasi masih kurang

2. Masak bahan makanan sampai matang

3. Selalu mencuci tangan setelah dari kamar mandi/WC atau sebelum memegang makanan

4. Infeksi cacing tambang bisa dihindari dengan selalu mengenakan alas kaki.

5. Gunakan desinfektan setiap hari di tempat mandi dan tempat buang air besar.

Trichuris trichiura (cacing cambuk) Morfologi dan siklus hidup

Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan jantan 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan cacing jantan melingkar dan terdapat suatu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.

(28)

Gambar 11: cacing dewasa Trichuris trichiura

Gambar 12: telur T. trichiura

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing tidak mempunyai siklus

(29)

paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.

Gambar 13: siklus hidup T. trichiura

Gejala klinis Trichuriasis

Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis ynag khas. Pada infeksi berat dan menahun menyebabkan disentri, prolapsus rekti, apendisitis, anemia

(30)

berat, mual, muntah. Disentri yang terjadi dapat menyerupai amoebiasis.infeksi pada umumnya ringan samapai sedang dengan sedikit/tanpa gejala. Perkembangan larva Trichuris di dalam usus biasanya tidak memberikan gejala klinik yang berarti walaupun dalam sebagian masa perkembangan larvanya memasuki mukosa intestinum tonue. Proses yang berperan dalam menimbulkan gejala adalah trauma oleh cacing dan dampak toksik. Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenamkan kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap pada sekum. Pada infeksi yang ringan kerusakan dinding mukosa usus hanya sedikit.

Pemeriksaan laboratorium

Terjadi anemia hipokromik yang disebabkan karena perdarahan kronis. Pada tiap-tiap infeksi didapatkan eosinofilia sebesar 5-10%. Di dalam tinja pasien didapatkan telur atau cacing dewasa.

Pengobatan

1. Perawatan umum

Higiene pasien diperbaiki dan diberikan diet tinggi kalori, sedangkan anemia dapat diatasi dengan pemberian prefarat besi.

2. Pengobatan spesifik

Bila keadaan ringan dan tak menimbulkan gejala, penyakit ini tidak diobati. Tetapi bila menimbulkan gejala, dapat diberikan obat-obat:

1) Diltiasiamin jodida, diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB per hari selama 3-5 hari

2) Stibazium yodida. Diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB per hari, 2 x sehari, selama 3 hari dan bila diperlukan dapat diberikan dalam waktu yang lebih lama. Efek samping obat ini adalah rasa mual, nyeri pada perut, dan warna tinja menjadi merah.

3) Heksiresorsinol 0,2%, dapat diberikan 500 ml dalam bentuk enema, dalam waktu 1 jam.

(31)

4) Mebendazol. Diberikan dengan dosis 100 mg, 2 x sehari selama 3 hari, atau dosis tunggal 600 mg

Komplikasi

Bila infeksi berat dapat terjadi perforasi usus atau prolapsus rekti.

B. NEMATODA JARINGAN

Loa-loa (cacing loa, cacing mata)

Penyakit ini hanya ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut loaiasis. Loaiasis terutama terdapat di Afrika barat, Afrika tengah, dan Sudan.

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50- 75 x 0,5 mm dan ynag jantan berukuran 30-34 x 0,35-0,43 mm. cacing betina mengeluarkan microfilaria ynag beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari microfilaria berada dalam pembuluh darah paru.

(32)

Microfilaria mempunyai sarung berukuran 250-300 mikron x 6-8,5 mikron, dapat ditemukan dalam urine, dahak, dan kadang-kadang dalam cairan sumsum tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Microfilaria ynag beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, microfilaria tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1-4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengelurkan microfilaria.

(33)

Patologi dan gejala klinis

Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan subkutan dan microfilaria yang beredar dalam darah seringkalli tidak menimbulkan gejala. Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan hidung dengan menimbulkan iritasi pada mata, mata, sembab, sakit, pelupuk mata menjadi bengkak, sehingga menganggu penglihatan. Secara psikis pasien menderita. Pada saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif terhadaop zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer. Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dapat menjadi sebesat telur ayam. Lebih sering terdapat di tangan atau lengan dan sekitarnya. Timbulnya secara sepontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi supersensitive hospes terhadap parasit.

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan microfilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa dari kongjungtiva mata atau dalam jaringan subkutan.

Pengobatan

Dietilkarbamasin merupakan obat utama untuk pengobatan loaiasis. Dosisnya adalah 2 mg/kgBB/hari, diberikan 3 kali sehari sesudah makan selama 14 hari. DEC membunuh microfilaria dan cacing dewasa. Pada pemberian DEC harus diperhatikan efek sampingnya. Disamping sebagai terapi, obat ini bersifat profilaksis terhadap infeksi parasit.

Cacing dewasa di dalam mata harus dikeluarkan dengan pembedahan yang dilakukan oleh seorang ahli.

2.1.2 TREMATODA A. TREMATODA PARU

(34)

Paragonimus westermani merupakan cacing paru yang berasal dari kelas Trematoda, dimana bagian tubuh yang paling utama diserang adalah bagian paru. Paragonimus westermani ini pertama kali ditemukan terdapat pada tubuh dua harimau yang mati, yang berada di benua Eropa pada tahun 1878, dan pada beberapa tahun kemudian barulah cacing paru ini terinfeksi pada manusia yang ditemukan di Formosa, banyak cara bagaimana cacing paru tersebut dapat menular pada manusia,dan penyebarannya pun yang sangat beranekaragam.

Morfologi

Ukuran telur: 80 –120 x 50 – 60 mikron bentuk oval cenderung asimetris, terdapat operkulum pada kutub yang mengecil. Ukuran operkulum relatif besar, sehingga kadang tampak telurnya seperti terpotong berisi embrio.

Gambar 16: telur Paragonimus westermani

Cacing dewasa:Bersifat hermaprodit, sistem reproduksinya ovivar. Bentuknya seperti daun berukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya antara 3 – 5 mm.Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut. Uterus pendek

(35)

berkelok-kelok. Testis bercabang, berjumlah 2 buah. Ovarium berlobus terletak di atas testis. Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan.

Gambar 17: Paragonimus westermani

Siklus hidup

Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing

Hospes perantara I : Keong air / siput (Melania/Semisulcospira spp) Hospes perantara II : Ketam / kepiting.

Telur keluar bersama tinja atau sputum, dan berisi sel terlur. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 16 hari lalu menetas. Mirasidium lalu mencari keong air dan dalam keong air terjadi perkembangan. Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II, lalu membnetuk metaserkaria di dalam tubuhnya. Infeksi terjadi dengan memakan hospes perantara ke II yang tidak dimasak sampai matang.

(36)

Dalam hospes definitive, metaserkaria menjadi dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.

Gambar 18: Paragonimus westermani

Paragonimiasis

Adalah penyakit dimana bagian tubuh yang diserang adalah paru-paru. Penyakit yang disebabkan oleh cacing Paragonimus westermani ini biasa disebut paragonimiasis, paragonimiasis adalah infeksi parasit makanan terdapat pada paru-paru yang bisa menyebabkan sub-akut untuk penyakit radang paru-paru

(37)

kronis dapat juga melalui udara. Lebih dari 30 spesies trematoda (cacing) dari genus Paragonimus telah dilaporkan menginfeksi hewan dan manusia. Di antara lebih 10 spesies dilaporkan menginfeksi manusia, yang paling umum adalah Paragonimus westermani yang menyerang bagian paru-paru.

Patologi dan gejala klinis

Gejala pertama di mulai dengan adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah cacing dewasa dapat pula bermigrasi ke alat–alat lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut misalnya pada hati dan empedu. Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati yang disertai oedema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan tergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi. Gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :

a. Stadium ringan : tidak ditemukan gejala.

b. Stadium progresif : terjadi penurunan nafsu makan, perut terasa penuh, diare.

c. Stadium lanjut : didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, oedema dan sirosis hepatic.

Dagnosa

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-kadang telur juga ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.

Pengobatan

Praziquentel dan bitionol merupakan obat pilihan.

(38)

Tidak memakan ikan / kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga bisa dihindari terinfeksi oleh metaserkaria dalam ikan/kepiting tersebut.

B. TREMATODA DARAH

Schistosoma japanicum

Hospes 38aponica38e : Manusia dan berbagai binatang (anjing, kucing, rusa, babi, sapi,kuda, kerbau, tikus sawah,)

Hospes perantara : Keong Oncomelania Habitat : Vena mesenterica superior

Penyakit :Skistosomiasis 38aponica, oriental schistosomiasis, penyakit demam keong.

Morfologi dan siklus hidup

Cacing dewasa berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, kutikula halus (tidak ada tonjolan pada kulit), mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut. Cacing jantan panjang 0.9 – 2,2 cm (rata-rata 1,5 cm) bentuk seperti daun yang terlipat, mempunyai canalis gynaecoporus, mempunyai 6 – 8 testes (rata-rata 7). Cacing betina panjang 1,3 – 2,6 cm ((rata-rata-(rata-rata 1,9 cm) bentuk filariform, ovarium terletak pada pertengahan badan, uterus berisi 50 – 100 butir telur

(39)

Gambar 19: cacing dewasa dan telur S. japanicum

Telur berbentuk oval (55 – 85) x (45 – 75) µm tidak mempunyai operculum, terdapat benjolan kecil pada bagian lateral, berisi mirasidium. Cacing ini hidup di vena mesentrika superior. Telur ditemuka didinding usus halus dan juga di alat-alat dalam seperti hati, paru, dan otak

Gambar 20: Siklus hidup S. japanicum

(40)

Kelainan dan gejala kilnis dapat disebabkan oleh serkaria, cacing dewasa dan telur. Serkaria pada saat menembus kulit menyebabkan kemerahan kulit dan rasa gatal (urtikaria), di hati terjadi peradangan akut (stadium I). Cacing dewasa yang meletaktan telurnya menyebabkan trauma dan perdarahan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya (stadium II). Telur yang terdapat di dalam jaringan/hati menyebabkan terjadinya abses disusul dengan pembentukan pseudo-tuberkel dan jaringan ikat (stadium III).

Gejala klinis

1. Stadium I : Urtikaria, demam, pembesaran hati dan eosinofilia 2. Stadium II ( Stadium akut) :Sindroma disentri (diare, sakit perut) 3. Stadium III (stadium menahun): Sirosis hepatis, splenomegali

Diagnosis

Menemukan telur dalan tinja atau jaringan biopsi dari rektum atau hati. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi ynag biasa dipakai adalah Circumoval precipitin test, complement

fixation test, fluorescent antibody test, dan enzyme linked immuno sorbent assay. Pengobatan

Praziquantel merupakan obat pilihan.

Scistosoma mansoni

Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih. Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.

Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang paling menyebabkan kasus pada schistosomiasis pada orang :

(41)

1. Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung kemih)

2. Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan Schistosoma intercalatum menginfeksi usus dan hati.

3. Schistosoma mansoni menyebar luas di Afrika dan satu-satunya schistosome di daerah barat.

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1 cm dan betina kira-kira 1,4 cm. pada badan cacing jantan S. mansoni terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S. japanikum dan S. hematobium. Tempat hidupnya di vena, kolon dan rectum. Telur juga tersebar kea lat-alat lain seperti hati, paru, dan otak. Cacing dewasa selalu berpasangan.

(42)

Gambar 21: cacing dewasa dan telur S. mansoni

Penyebab

Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomes berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat terakhir di dalam

(43)

pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal untuk beberapa tahun. Cacing dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam jumlah besar pada dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan pembentukan jaringan luka parut.

Beberapa telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan parasit memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali. Schistosoma mansoni dan schistosoma japonicum biasanya menetap di dalam pembuluh darah kecil pada usus. Beberapa telur mengalir dari sana melalui aliran darah menuju ke hati. Akibatnya peradangan hati bisa menyebabkan luka parut dan meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah yang membawa darah antara saluran usus dan hati (pembuluh darah portal). Tekanan darah tinggi di dalam pembuluh darah portal (hipertensi portal) bisa menyebabkan pembesaran pada limpa dan pendarahaan dari pembuluh darah di dalam kerongkongan. Telur-telur pada schistosoma hematobium biasanya menetap di dalam kantung kemih, kadangkala menyebabkan borok, ada darah dalam urin, dan luka parut. Infeksi schistosoma hematobium kronis meningkatkan resiko kanker kantung kemih.

Semua jenis schistosomiasis bisa mempengaruhi organ-organ lain (seperti paru-paru, tulang belakang, dan otak). Telur-telur yang mencapai paru-paru bisa mengakibatkan peradangan dan peningkatan tekanan darah di dalam arteri pada paru-paru (hipertensi pulmonari).

Gejala klinis

Ketika schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena :

(44)

1) Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.

2) Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.

3) Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih. 4) Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa menyumbat saluran kencing.

5) Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.

Diagnosa

Wisatawan dan imigran dari daerah-daerah dimana schistosomiasis adalah sering terjadi harus ditanyakan apakah mereka telah berenang atau menyeberangi air alam. Dokter bisa memastikan diagnosa dengan meneliti contoh kotoran atau urin untuk telur-telur. Biasanya, beberapa contoh diperlukan, tes darah bisa dilakukan untuk memastikan apakah seseorang telah terinfeksi dengan schistosoma mansoni atau spesies lain, tetapi tes tersebut tidak dapat mengindikasikan seberapa berat infeksi atau seberapa lama orang tersebut telah memilikinya. Kadangkala, seorang dokter mengambil contoh pada usus atau jaringan kantung kemih untuk diteliti di bawah mikroskop pada telur-telur. Ultrasonografi bisa digunakan untuk mengukur seberapa berat schistosomiasis pada saluran kemih atau hati.

Pengobatan

(45)

C. TREMATODA HATI

Clonorchis sinensis Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran pancreas. Ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, menyerupai daun. Telur berukuran kira-kira 30 x 16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu.

(46)

Gambar 22: cacing dewasa dan telur C. sinensis

Telur dikeluarkan dengan tinja. Telur menetas bila dimakan keong air (bullinus, semisulcospira). Dalam keong air mirasidium berkembang menjadi sprokista, redia, lalu serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II, yaitu ikan (famili Cyprinidae). Setelah menmbus tubuh ikan, serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista di dalam kulit di bawah sisik. Kista ini disebut metaserkaria.

Infeksi terjadi dengan memakan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang. Ekskistasi terjadai di duodenum. Kemudian larva masuk ke duktus koledekus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil dan menjadi dewasa dalam waktu 1 bulan. Seluruh daur hidup berlangsung selama 3 bulan.

(47)

Gambar 23: siklus hidup C. sinensis

Clonorchiasi

Adalah infeksi saluran empedu oleh clonorchis sinensis yang juga dikenal sebagai Chinese liver fluke atau Oriental liver fluke.

Patologi dan gejala klinis

Sejak larva masuk di saluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selan itu dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya organ ynag mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi.

Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium. Pada stadium ringan tidak ditemukan gejala. Stadium progresif ditandai denga menurunnya nafsu makan, perut rasa penuh, diare, edema, dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri atas pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosis hepatic. Kadang-kadang dapat menimbulkan keganasan dalam hati.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur yang terbentuk khas dalam tinja atau dalam cairan duodenum.

Pengobatan

Obat pilihan adalah praziquantel 25 mg/kgBB tiga kali sehari selama 1 atau 2 hari. Angka kesembuhan dnegan obat ini adalah 85-100%. Obat lain sama dengan opistorchiasis.

(48)

Akibat infeksi kronis komplikasi dapat terjadi antara lain batu empedu dan duktus intrahepatik. Kolengitis piogenik yang berulang, kolesistitis, abses hati, dan kolengiokarsinoma.

Pencengahan

Penyakit ini dapat dicengah dengan memasak ikan yang hendak dimakan dan memasak aiar yang akan diminum. Dengan demikian perlu penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemic untuk mengubah kebiasaan makannya.

Opistorcis viverrini dan Opistorchis felineus Opostorchiasis

Adalah infeksi saluran empedu intrahepatik oleh Opistorcis viverrini dan

Opistorchis felineus yang ditandai dengan rasa sakit atau tidak enak di perut,

hepatomegali, pembesaran kandung empedu, kolangitis, yang berulang, walau sebagian besar penderita adalah asimtomatik.

Etiologi

O. viverrini dan O. felineus berbetuk pipih seperti daun, tranparan.

Reproduksinya adalah dengan self-fertilization. Oleh karena banyak hidup pada kucing sebagai hospes definitifnya, maka cacing ini disebut juga cat liver fluke. Cacing dewasa berukuran 8-11 x 1,5-2 mm, sedang telurnya berukuran 30 x 12 μm, berwarna coklat kekuningan.

(49)

Gambar 24: cacing dewasa dan telur O. viverrini

Gambar 25: cacing dewasa dan telur O. felineus

Siklus hidup

O. viverrini dan O. felineus dewasa hidup di saluran empedu distal dan

kadang-kadang pada duktus pankreatikus dan kandung empedu hospes definitifnya (kucing, anjing, babi, manusia, dan mamalia pemakan ikan lain). Telur-telurnya dieksresikan ke duodenum dan berkumpul di tinja dimana pada saat dikeluarkan pada waktu defekasi telur ini sudah dalam bentuk matang. Telur yang telah mengalami embrionisasi bertebaran di air dan dimakan oleh hospes perantara I (keong air). Di dalam usus keong air, telur menetas menjadi mirasidia, kemudian mengalami perkembagan multiplikasi secara aseksual menjadi sporosirt, redia, dan akhirnya menjadi ribuan serkaria yang mempunyai ekor dan dapat berenang. Serkaria memasuki hosper perantara II yaitu ikan dnegan

(50)

menempel di kulit atau meenmbus ke otot melalui bagian bawah sisik ikan tersebut dan berkemabgna menjadi metaserkaria. Bila manusia atau hewan sebagai hospes definitive memakan ikan mentah yang mengandung metaserkaria maka setelah mencapai duodenum metaserkaria ini bermigrasi ke saluran empedu melalui ampula of vater. Setelah 4 minggu mendiami saluran empedu metaserkaria matang menjadi bentuk dewasa dan menghasilkan telur.

Gambar 26: siklus hidup Opistorchiasis

Pemeriksaan laboratorium

Diagnosa ditegakkan dengan menemukan cacing telur pada tinja. Sangat sulit membedakan telur O. viverrini dan O. felineus dan C. sinensis. Kadang-kadang telur tidak terdapat di tinja, tetapi ditemukan di cairan empedu atau pada

(51)

batu empedu setelah dilakukan kolesistekstomi. Pemeriksaan serologis dapat membantu diagnosa bila tidak didapatkan telur pada pemeriksaan tinja.

Gejala dan tanda

Sebagain besar penderita yang berada di daerah endemic tidak mengalami gejala. Gejala akut dapat berupa demam tinggi, malaise, , anoreksia, diare, atau konstipasi. Sakit di kwadran kanan atas abdomen, artralgia, limfadenopati, dan urtikaria. Rasa sakit pada abdomen sering muncul sore hari, berlangsung selama 1 sampai 3 jam. Keadaan ini akan berulang lagi setelah beberapa hari atau beberapa minggu. Kurangnya nafsu makan mengakibatkan penurunan BB. Pada infeksi kronis dapat terjadi kolangitis supuratif, abses hati, bahkan kolangiokarsinoma.

Pengobatan

Praziquantel sangat efektif untuk pengobatan Opistorchiasis. Dosis pada penderita asimtomatik atau pada kasus ringan sampai sedang adalah 25 mg/kgBB 3 x sehari dengan keberhasilan pengobatan 100% atau 40 mg/kgBB dosis tunggal dengan keberhasilan 90%. Pada infeksi berat dosis yang diberikan 50 mg/kgBB dosis tunggal dengan keberhasilan 97%. Telur akan menghilang dalam 1 minggu tetapi perbaikan klinis dapat hilang setelah beberapa bulan.

Mebendazol merupakan obat alternative. Dengan dosis 30 mg/kgBB/hari selama 3 minggu. Keberhasilan pengobatan adalah 89% sedangkan bila dosis diatas diberikan selama 4 minggu keberhasilannya 94%.

Albendazol 400 mg 2 x sehari selama 3 minggu menyembuhkan 40% penderita sedangkan bila diberikan selama 7 minggu keberhasilannya 65%. Bila terjadi kolangitis berulang diberikan antibiotic.

Komplikasi

Infeksi kronis penyakti ini dapat mengakibatkan kolangiosarkioma. Batu kandung empedu dan saluran empedu sering dijumpai pada penderita opistorchiasis. Jenis batu yang berhubungan dengan infeksi ini adalah batu

(52)

pigmen. Dari semua batu yang didapatkan pada tindakan kolesistomi di daerah endemic terdapat telur cacing di dalam intinya. Pembentukan batu juga dipengaruhi oelh terjadi kolestasis pada penderita opistorchiasis yang diakibatkan oleh sumbatan cacing dewasa maupun karena terjadinya fobrosis.

D. TREMATODA USUS

Fasciolopsis buski

Hospes definitif : Manusia, babi, anjing, kucing

Hospes perantara pertama : Keong air tawar (Segmentina, Hippeutis)

Hospes perantara kedua : Tumbuh-tumbuhan air (Morning glory, Elichoris Eichornia grassipes, Trapa natans, Trapa bicornis, tuberosa, Zizania)

Habitat : Usus halus Penyakit : Fasciolopsiasis

Morfologi

Cacing dewasa berbentuk ovoid berwarna kemerahan. Ukuran (20 – 75) x ( 8 – 20) x (1 – 3) mm. Mempunyai dua batil isap. Batil isap mulut lebih kecil daripada batil isap perut. Testes bercabang-cabang, atas bawah. Ovarium bercabang-cabang di atas testis. Kelenjar vitalaria di bagian lateral. Sekum tidak bercabang. Uterus berkelok kelok dan anus tidak ada.

(53)

Gambar 27: telur dan cacing dewasa F. buski

Telur berbentuk lonjong. Mempunyai operculum, dindinnyag transparent. Telur berkuran (130 – 140) x (80 – 85) µm. Isi sel telur (unembryonated). Setipa seekor cacaing dapat mengeluarkan 15.000-48.000 butir telur sehari. Telur tersebut dalam air bersuhu 27-320, menetas setelah 3-7 minggu. Mirasidium yang

bersilia keluar dari telur yang menetas, berenang bebas dalam air untuk mesuk ke dalam tubuh hosper perantara I (keong air tawar) yang sesuai. Dalam keong mirasidium tumbuh menjadi sporokista yang kemudian berpindah ke daerah jantung dan hati keong. Bila sporokista matang, menjadi koyak dan melepaskan banyak redia induk. Dalam redia induk dibentuk banyak redia ank yang pada gilirannya membentuk serkaria.

(54)

Gambar 28: siklus hidup F. buski

Serkaria seperti mirasidium dapat berenang bebas dalam air, berbentuk seperti kecebong, ekornya lurus dan meruncing pada ujungnya, berukururan kira-kira 500 mikron dengan badan agak bulat berukuran 195 x 145 mikron. Badan serkaria ini mirip cacing dewasa yaitu mempunyai batil isap kepala dan batil isap perut. Mirasidium atau serkaria yang dalam batas waktu tertentu belum menemukan hospes, akan punah sendiri. Serkaria dapat berenang dengan ekornya, atau merayap dengan menggunakan batil isap. Serkaria tidak menunjukkan kecendrungan memilih tumbuh-tumbuhan tertentu untuk tumbuh menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Tumbuh-tumbuhan yang banyak dihinggapi metaserkaria adalah Trapa, Eliocharis, Eichornia, Zizania. Tumbuh-tumbuhan seperti Nymphoea lotus, Ipomoea jiga dihinggapi metaserkaria. Bila seorang memakan tumbuh-tumbuhan air ynag mengandung metaserkaria tanpa dimasak sampai matang, maka dalam waktu 25-30 hari metaserkaria tumbuh menjadi cacing dewasa dan dalam waktu 3 bulan ditemukan dalam tinja.

Patologi dan gejala klinis

Cacing dewasa Fasciolopsis buski melekat dengan perantaraan batil isap perutnya pada mukosa usus halus seperti duodenum dan jejunum. Cacing ini memakan isi usus, maupun permukaan mukosa usus. Pada tempat perlekatan cacing tersebut terdapat peradangan, tukak (ulkus), maupun abses. Apabila terjadi erosi kapiler pda tempat tersebut maka timbul perdarahan. Cacing dalam jumlah besar dapat menyebabkan sumabtan yang menimbulkan gejal ileus akut. Pada infeksi berat, gejala intoksikasi dan sensitisasi oleh karena metabolit cacing lebih menonjol, seperti edema pada muka, dinding perut, dan tungkai bawah. Kematian dapat terjadai karena keadaan merana (exhaustion) atau intoksikasi.

Gejala klnis yang dini pada akhir masa inkubsi adalah diare dan nyeri ulu hati. Diare yang mulanya diselingi konstipasi, kemudian menjadi persisten. Warna

(55)

tinja menjadi hijau kuning, berbau busuk, dan berisi makanan yang tidak dicerna. Pada beberapa pasien, napsu makan cukup baik atau berlebihan, walaupun ada ynag mengalami mual, muntah atau tidak mempunyai selera. Semua ini tergantung berat ringannya penyakit.

Diagnosi

Sering gejala klinis seperti diatas bila didapatkan di suatu daerah endemic, cukup untuk menunjukkan adanya penderita fasiolopsiasis. Namun diagnosis pasti adalh dengan menemukan telur dalam tinja.

Pengobatan

Obat yang efektif untuk cacing in adalah diklorofen, niklosamid, dan prazikuantel.

Prognosis

Penyakit fasiolopsiasis yang berat mungkin menyebabkan kematian, akan tetapai bila dilakukan pengobatan sedini mungkin, masih dapat memberi harapan untuk sembuh. Masalah yang penting adalah reinfeksi, yang serig terjadi padap enderita.

2.1.3 CESTODA

Taenia saginata

Sejarah Taenia saginata

Cacing Pita dari sapi telah dikenal sejak dulu, akan tetapi identifikasi cacing tersebut baru menjadi jelas setelah tahun 1782, karena karya Goeze dan Leuckart. Sejak itu, diketahui adanya hubungan antara infeksi cacing Taenia saginata dengan larva sistisercus bovis, yang ditemukan pada daging sapi. Bila seekor anak sapi diberi makan proglotid gravid cacing Taenia Saginata, maka pada dagingnya akan ditemukan sistiserkus bovis.

(56)

Taenia saginata adalah nama untuk cacing pita dan dalam format binomial nomenklatur. Taenia berasal dari taedium kata yang diterjemahkan menjadi jijik dan kelelahan. Taenia saginata adalah parasit sehingga habitat dan gizi berasal dari organisme lain. Taenia saginata adalah cacing parasit yang datar telah berkembang cukup efisien dari waktu ke waktu untuk beradaptasi cara yang luar biasa menyerap nutrisi dan menyelesaikan siklus hidup yang kompleks.

Berikut Klasifikasi dari cacing Taenia saginata Kerajaan: Animalia Filum: Platyhelminthes Kelas: Cestodes Urutan: Cyclophyllidea Keluarga: Taeniidae Genus: Taenia

Spesies: Taenia saginata

Taenia saginata memiliki dua host yang menginfeksi yaitu: host definitif dan hospes perantara:

1. Host Definitif: Host definitive adalah pada manusia. Cacing dewasa menghabiskan sebagian besar waktu dalam usus kecil manusia. Para scolex terhubung ke lapisan epitel usus dan karena luas permukaan kecil itu menghubungkan ke, respon yang sangat imunologi terjadi dalam tubuh untuk kehadiran cacing pita itu. Taenia saginata akan menghasilkan banyak telur yang akan mengangkut, melalui kotoran manusia dan diteruskan ke host menengah.

2. Host Perantara: Sapi bertindak sebagai hospes perantara dalam reproduksi siklus hidup ketika telur melewati kotoran host definitif terinfeksi dicerna oleh sapi. Enzim pencernaan akan memecah kulit telur tebal dan memungkinkan untuk membentuk zigot. Mereka zigot kemudian menembus lapisan lendir dan memasuki sirkulasi bovid tersebut. Di sinilah tahap larva muda dari T. saginata membentuk kista berisi kacang polong, cairan, juga dikenal sebagai "Cysticercus" dan kista ini tampaknya membentuk huruf s

(57)

dalam otot dan kadang-kadang terlihat pada organ tertentu seperti paru-paru dan hati.

Adaptasi

Cacing pita dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Tubuh datar sangat ideal untuk menyerap jumlah maksimum nutrisi karena itu luas permukaan terhadap volume. Sebuah scolex dibentuk sehingga dapat melekat pada inangnya, terutama ketika ruang hidup utamanya adalah dalam usus. Cacing pita juga mengambil keuntungan dari usus untuk membantu melanjutkan siklus hidup dan bereproduksi, sehingga mengembangkan tersegmentasi proglottids yang akan pecah dan melewati feses. Feses pada inang definitif akan dilepaskan ke lingkungan eksternal dan sapi kemudian akan makan rumput yang terkontaminasi dengan telur memungkinkan larva untuk memiliki hospes perantara untuk tinggal

Morfologi dan Siklus Hidup Taenia saginata Morfologi Taenia saginata

Taenia saginata biasanya memiliki panjang 4 m sampai 10 m, tapi bisa menjadi sangat besar, lebih dari 12 m panjang dalam beberapa situasi. Tubuh adalah keputihan dalam warna, dibagi ke dalam scolex anterior, diikuti dengan leher yang pendek dan tubuh yang sangat tepat disebut strobila diperpanjang. Tidak seperti cacing pita lainnya scolex tidak memiliki armatur rostellum atau scolex. Hal ini terdiri dari 4 pengisap kuat. Para strobila terdiri serangkaian segmen pita seperti disebut proglottids. Segmen yang terdiri dari proglottids matang dan gravid. Taenia saginata adalah yang terbesar dari genus Taenia terdiri antara 1000-2000 proglottids dan juga dapat memiliki umur 25 tahun di usus sebuah host . Para proglottid dewasa berisi rahim (tidak bercabang), ovarium, pori genital, testis, dan vitelline kelenjar. Ia tidak memiliki sistem pencernaan, mulut tidak ada, tidak ada anus, atau saluran pencernaan. Hal ini juga acoelomate suatu, yang berarti bahwa ia tidak memiliki rongga tubuh. Dalam proglottid gravid,

Gambar

Gambar 2: telur cacing A. lumbricoides
Gambar 3: siklus hidup A. lumbricoides
Gambar 4: telur Enterobius vermicularis
Gambar 5: cacing dewasa Enterobius vermicularis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di tanah, A scaris lumbricoides dalam lingkungan yang sesuai telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam.. waktu kurang lebih 3

Pada beberapa spesies Trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong; atau telur dapat

Proglotid yang matang (proglotid gravid) keluar bersama tinja atau bergerak aktif menuju anus → cabang-cabang uterus anterior pecah dan telur keluar melalui

Telur-telur ini dibuahi dengan cara pembuahan sendiri ( self fertilisation ) yaitu sel telur dibuahi oleh sel sperma dalam proglotid yang sama, perkawinan antara

Daur hidup Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh cacing betina di usus halus kemudian dikeluarkan bersama tinja, dengan kondisi yang menguntungkan

%elur lur tersebu tersebut t menja menjadi di matang matang dalam "aktu  sampai 0 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah dalam "aktu  sampai 0 minggu

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa

Ascaris lumbricoides memiliki 4 macam telur yang dapat dijumpai dalam feses yaitu telur fertil (telur yang dibuahi), infertil (telur yang tidak dibuahi),