• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI II"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI II

PROGRAM STUDI

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK

PAKAM

(2)

SURAT KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS FARMASI

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM Nomor : 063.B/03.3/INKES-MLP/V/2018

TENTANG

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2018 – 2019 FAKULTAS FARMASI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

DEKAN FAKULTAS FARMASI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

MENIMBANG : 1. Bahwa Untuk Melaksanakan Tugas Pendidikan dan Pengajaran Perlu Ditetapkan Dosen Pengampu Mata Kuliah Pada Semester Ganjil Tahun Akademik 2018 - 2019 di Lingkungan Program Studi Teknologi Laboratorium Medik Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam;

2.

3.

Bahwa berdasarkan Kalender Akademik Semester Ganjil Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam Tahun Akademik 2018-2019 maka perkuliahan akan dimulai pada Agustus 2019 dan berakhir pada Februari 2019;

Bahwa untuk keperluan dimaksud diatas maka perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam sebagai pengesahannya.

MENGINGAT : 1. Undang – Undang RI Nomor : 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional;

2. Surat Keputusan Dirjend DIKTI Nomor : 297/KPT/I/2017, Tentang izin Institut Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam dan 161/D/O/2001 tentang izin penyelenggaraan Program Studi ;

3. Undang-Undang RI Nomor : 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen;

4. Undang-Undang RI Nomor : 12 Tahun 2012, Tentang Pendidikan Tinggi;

5. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 42 Tahun 2007, Tentang Sertifikasi Dosen;

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 37 Tahun 2009, Tentang Dosen;

6. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 23 Tahun 2013, Tentang Perubahan Atas Standar Nasional Pendidikan;

7. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 4 Tahun 2014, Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tingggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi;

8. Kalender Akademik Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam T.A 2018 - 2019.

FAKULTAS FARMASI

Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang – Sumatera Utara (20512) Telp. (061) 7952234 – 7952262 Faximile : (061) 7952234

Email : farmasimedistra@gmail.com, Website: www.medistra.ac.id

(3)

2.

YAY-M/VI/2016, tentang penetapan honorarium mengajar dan pemberian insentif bagi setiap kegiatan akademik yang termasuk dalam lingkup pendidikan dan pengajaran;

Hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran dengan Sistem Penjaminan Mutu Internal Fakultas Farmasi Semester Genap T.A 2018-2019.

MEMUTUSKAN MENETAPKAN

Pertama : Menugaskan Dosen untuk Menjadi pengampu Mata Kuliah bagi mahasiswa di lingkungan Program Studi Teknologi Laboratorium Medik Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam (roster dan daftar nama terlampir).

Kedua : Kepada para dosen sebagaimana dimaksud diwajibkan untuk menaati Kode Etik Dosen dan Standar Pembelajaran yang telah ditetapkan serta berhak mendapatkan honorarium mengajar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Yayasan Medistra Lubuk Pakam.

Ketiga

Keempat

:

:

Pada setiap akhir semester, akan dilakukan penilaian Indeks Kinerja Dosen (IKD) pengampu mata kuliah berdasarkan survei tingkat kepuasan mahasiswa.

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Lubuk Pakam Pada Tanggal : 1 Mei 2018

Dekan,

Romauli Anna Teresia Marbun, S.Farm., M.Si NPP. 06.15.12.08.1991

(4)

Nomor : 063.B/03.3/INKES-MLP/V/2018

Tentang : Penetapan Dosen Pengampu Mata Kuliah Pada Program Studi Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam

Pakam Semester Ganjil T.A. 2018/2019.

No. MATA KULIAH YANG DI AMPU KODE MATA

KULIAH SKS NAMA DOSEN PENGAMPU 1. Parasitologi II PST 232 2 Rimayani Sidabutar, S.Ked.,M.Kes

Ditetapkan di : Lubuk Pakam Pada Tanggal : 1 Mei 2018

Dekan,

Reni Aprinawaty Sirait, S.K.M., M.Kes NIK. 01.96.26.02.1972

(5)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

VISI

Menghasilkan laboran yang unggul dan profesional dalam bidang mikrobiologi molekuler menuju tingkat Asia tahun 2028.

MISI

1) Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan sistem yang mendukung pada FF sehingga pembelajaran tersebut menghasilkan prodi yang dapat menghasilkan alumni berkarakter unggul dan profesional.

2) Menyelenggarakan proses praktik laboratorium yang kondusif dan handal di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.

3) Mengoptimalkan dan mengimplementasikan penelitian mikrobiologi molekuler klinis dengan menggunakan pendekatan riset.

4) Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan teknologi laboratorium medik.

5) Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan, pelayanan, organisasi, dan stakeholders baik dalam maupun luar negeri

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas Karunia dan izin-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan Penuntun Praktikum “Parasitologi II”. Pada kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang mendukung dan mengarahkan kami sehingga penuntun praktikum ini dapat diselesaikan dengan baik dan bermanfaat dalam pembelajaran, Kami menyadari bahwa dalam penyusunan penuntun praktikum ini, masih banyak kekurangan yang ditemui. Untuk itu, kami mengharapkan adannya saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penuntun praktikum ini. Akhir kata, semoga penuntun praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama bagi para pembaca dan pelajar dibidang Laboratorium.

Lubuk Pakam,

Tim Penulis

(7)

DAFTAR ISI

COVER ... i

SK DEKAN ... ii

VISI DAN MISI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

IDENTIFIKASI CESTODA ... 1

A.TANIA SOLIUM ... 1

B.TANIA SAGINATA ... 5

IDENTIFIKASI TREMATODA ... 9

A.FASCIOLOPSIS BUSKI ... 9

B.FASCIOLA HEPATICA ... 15

C.PAROGONIMUS WERTERMANI ... 17

IDENTIFIKASI PROTOZOA... 20

A. AMOEBIASIS ... 20

IDENTIFIKASI SPORAZOA ... 22

A.PLASMODIUM SP ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(8)

PERATURAN PRAKTIKUM

1. Mendapat ijin dari kepala Laboratorium untuk bekerja dalam waktu yang telah disepakati dengan mempertimbangkan permohonan pengguna dan ruang lingkup penelitian.

2. Pengguna fasilitas harus memahami biosafety dan menyerahkan rencana kerja proposal penelitian termasuk alat-alat utama yang akan digunakan.

3. Menghubungi Kepala Laboratorium, dimana pengguna akan melakukan kegiatan penelitiannya dan mengisi log book daftar peneliti dan daftar pemakaian alat.

4. Memahami cara kerja alat/instrumen yang akan digunakan dengan mendapat bimbingan Kepala Lab./teknisi atau penuntun kerja (buku petunjuk). Bila dipandang perlu dapat dilakukan pelatihan singkat oleh Lab. Mikrobiologi.

5. Dilarang memindahkan alat dan posisi yang telah ditentukan.

Pemindahan alat kecil dapat diatur sepengetahuan Kepala Laboratonium.

6. Mencatat kehadiran di Laboratorium pada buku presensi.

7. Mencatat pemakaian alat pada masing-masing buku/log book yang telah disediakan.

8. Apabila terjadi kerusakan alat, baik karena kesalahan tata kerja atau karena sebab-sebab lain, pengguna fasilitas harus segera melaporkan kepada Kepala Laboratorium atau yang bertanggungjawab. Biaya Penggantian/perbaikan karena kesalahan pemakaian sepenuhnya dibebankan kepada pengguna.

9. Setiap kali selesai menggunakan alat, pengguna diharuskan meneliti kelengkapan alat dan accessories alat terkait, serta membersihkan dan mengembalikannya ke tempat semula.

(9)

10. Pengguna fasilitas diperbolehkan bekerja dalam pengawasan pengelola/teknisi selama jam kerja 07.30-16.00. Penggunaan di luar ketentuan tersebut harus mendapat ijin persetujuan dari Kepala Laboratorium dan mematuhi ketentuan dan aturan yang telah ditentukan.

11. Pengguna fasilitas tidak diperkenankan membawa makanan, minuman, dan merokok di ruang laboratorium. Tas ditempatkan di rak/loker yang telah disediakan.

12. Selama bekerja di laboratonium pengguna fasilitas diharuskan menggunakan jas laboratorium dan memperhatikan keselamatan kerja di laboratorium.

13. Pengguna fasilitas harus bertanggungjawab atas kebersihan, kerapian dan keselamatan tempat kerja yang digunakan di dalam laboratonium, termasuk mematikan Iistrik, kran air, gas, menutup pintu dan jendela setelah selesai bekerja. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pengguna dilarang menggunakan alat-alat selain yang dibutuhkan.

14. Pengguna fasilitas tidak diperkenankan menyertakan orang lain yang tidak dimintakan ijin untuk ikut bekerja atau menunggu di ruang laboratonium.

15. Pengguna fasilitas dapat menggunakan bahan kimia di laboratorium atas pengetahuan dari laboran, dan yang bersangkutan mencatat pemakaian bahan di log book. Selanjutnya penentuan jumlah biaya penggantian bahan kimia diselesaikan dengan laboran pada saat penelitian berakhir.

16. Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan laboratorium, semua peralatan yang dipakai dikembalikan ke laboran, dalam keadaan baik dan bersih, membersihkan tempat kerja, mengambil barang- barang yang tidak diperlukan lagi dari tempat-tempat penyimpanan,

(10)

baik itu dari freezer, kulkas, ataupun almari bahan dan menyelesaikannya dengan laboran Lab. Mikrobiologi.

17. Hal-hal lain yang belum tercantum dalam peraturan dan tata tertib di atas dapat diatur dan dipertimbangkan kembali atas persetujuan Kepala Laboratorium. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

(11)

PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI CESTODA Taenia solium

I. Pendahuluan

Cestoda atau cacing pita merupakan cacing dengan morfologi secara makroskopis menyerupai pita, termasuk kelas cestoda fillum Platyhelmintes.

Habitat cacaing dewasa ini biasannya menempati saluran usus vetebarata dan larvanyan hidup di jaringan vetebrata dan invetebrata.

Sifat-sifat umum cacing dewasa dapat digambarkan sebagai berikut : Bentuk badan cacaing dewasa memanjang menyerupai pita ,pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat cerna.bagian badan terbagi menjadi 3 bagian umu, yaitu :

 Bagian kepala (Skoleks), dengan alat pelekat dilengkapi dengan batil isap. Morfologi skoleks dapat digunakan sebagai identifikasi spesies.

 Leher yaitu tempat pertumbuhan badan.

 Strobila, terdiri darai segmen segmen atau proglotid.tiao proglotid dewasa mempunyai susunan alat kelamin jantan dan betina yang lengkap, sehingga Cestoda termasuk cacing yang Hemaprodit.jumlah, ukuran dan bentuk proglotid berbeda berdasarkan spesies dan stadium pertumbuhannya.

Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa Cyclophyllidea, Suku Taeniidae. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerba

Terdapat dua spesies penting cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, dan Taenia saginata, Kedua spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yang dikenal dengan istilah taeniasis dan

(12)

sistiserkosis.Adapun perbedaan antarspesies cacing pita Taenia dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan antara Taenia solium, Dan Taenia saginata No. Keterangan Taenia solium Taenia saginata 1 Inang definitif dan

habitat

Usus halus manusia Usus halus manusia

2 Inang antara Babi dan manusia Sapi (utama), kambing, domba

3 Nama tahap larva Cysticercus cellulosae

Cysticercus bovis

4 Ukuran panjang x lebar

(3-8)x 0,01 meter (4-15) x 0,01 meter

5 Jumlah segmen 700-1000 1000-2000

6 Jumlah telur 30.000-50.000 di setiap segmen

lebih dari 100.000 di setiap segmen

Gambar : Morfologi telur genus Taenia

Taenia solium merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang hidup dalam usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Taeniasis solium dan larvanya menyebabkan penyakit cysticercosis cellulosae. Taenia solium disebut juga dengan the pork tapeworm atau cacing pita babi. Hospes definitifnya adalah

(13)

manusia sedangkan hospes intermediernya adalah babi atau beruang hutan.

Siklus Hidup

Gambar : Siklus hidup Taenia Solium

Proglotid yang matang (proglotid gravid) keluar bersama tinja atau bergerak aktif menuju anus → cabang-cabang uterus anterior pecah dan telur keluar melalui pinggiran anterior → jika telur termakan hospes intermedier (sapi) di dalam usus embriofore terdesintegrasi oleh asam lambung → hexacanth embrio meninggalkan kulit telur dan menembus dinding usus bersama limfe/darah berbagai organ dalam yang paling sering adalah otot lidah, masseter diafragma, jantung, juga hati, ginjal, paru-paru, otak dan mata babi → tumbuh menjadi

(14)

cysticercus cellulosa (cacing gelembung) dengan ukuran 5 mm x 8 – 10 mm dimana didalamnya terdapat scolex yang mengalami invaginasi, scolex ini telah dilengkapi dengan kait-kait dan batil isap → bila cysticercus hidup ditelan manusia maka oleh enzim-enzim pencernaan cysticercus ini dibebaskan → scolex mengadakan evaginasi dan menempel pada mukosa jejunum → tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 3 bulan, cacing dewasa dapat hidup lebih dari 25 tahun.

Pada cysticercus cellulosa infeksi terjadi karena manusia makan telur Taenia solium atau karena proglotid masuk ke lambung baik karena regurgitasi (anti peristaltik) maupun sebab ikut bersama makanan. Di dalam usus hexacanth embrio dibebaskan dan bersama aliran darah atau aliran limfe ke organ-organ dan membentuk cysticercus cellulosae.

II. Alat

- Mikroskop - Deck Glass - Objek Glass - Lidi

III. Bahan

- Feses babi

- Proglotid cestoda genus Taenia - Scolex cestoda genus Taenia - Telur cestoda genus Taenia

IV. Cara Kerja

1. Amati preparat awetan proglotid, scolex dan telur genus Taenia bawah mikroskop dengan pembesaran lemah terlebih dahulu ( 10 x 10 )

2. Setelah lapangan padang terliat lalu lihat dengan pembesaran 10x 40 untuk membaca hasil

(15)

3. Gambar hasil pengamatan pada kolom yang telah disediakan serta dengan keterangan gambar yang memperlihatkan ciri khas !

Tania saginata

I. Pendahuluan

Taenia saginata merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang hidup dalam usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Taeniasis saginata.

Cacing ini disebut juga dengan Taeniarhynchus saginata dan cacing pita sapi.

Hospes definitif dari parasit ini adalah manusia sedangkan hospes intermediernya adalah sapi. Siklus Hidup Taenia saginata Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia. Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus.

Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk.

Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taeniasis adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi.

Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat termakan telur cacing Taenia solium (cacing pita babi). Cacing

(16)

pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. Sedangkan kemampuan Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti.

Terdapat dugaan bahwa Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia.

Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia. Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur Taenia solium. Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan.

1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid ) cacing pita.

2. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).

3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.

Siklus Hidup

(17)

Gambar siklus hidup Tania saginata

Proglotid yang matang (proglotid gravid) keluar bersama tinja atau bergerak aktif menuju anus → cabang-cabang uterus anterior pecah dan telur keluar melalui pinggiran anterior → jika telur termakan hospes intermedier (sapi) di dalam usus embriofore terdesintegrasi oleh asam lambung → hexacanth embrio meninggalkan kulit telur dan menembus dinding usus bersama limfe/darah dibawa ke jaringan ikat dialam otot → tumbuh menjadi cysticercus bovis (cacing gelembung) dalam waktu 12 – 15 minggu, cysticercus bovis berupa gelembung dengan ukuran 7,5 – 10 mm x 4 – 6 mm dimana didalamnya terdapat scolex yang mengalami invaginasi → bila cysticercus hidup ditelan manusia maka di dalam usus scolex mengalami evaginasi dan melekatkan diri pada mukosa jejunum dan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu 8 – 10 minggu, cacing dapat hidup lebih dari 25 tahun.

(18)

II.Alat

- Mikroskop - Deck Glass - Objek Glass - Lidi

III.Bahan

- Proglotid cestoda genus Taenia - Scolex cestoda genus Taenia - Telur cestoda genus Taenia

V. Cara Kerja

1. Amati preparat awetan proglotid, scolex dan telur genus Taenia bawah mikroskop dengan pembesaran lemah terlebih dahulu ( 10 x 10 )

2. Setelah lapangan padang terliat lalu lihat dengan pembesaran 10x 40 untuk membaca hasil

3. Gambar hasil pengamatan pada kolom yang telah disediakan serta dengan keterangan gambar yang memperlihatkan ciri khas !

(19)

IDENTIFIKASI TREMATODA Fasciolopsis buski

I. Pendahuluan

Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut:

Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing dewasa.

Dimana fase daur hidup tersebut sedikit berbeda untuk setiap spesies cacing trematoda.

Fasciolopsis buski adalah salah satu trematoda usus yang bersifat hermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit fasciolopsiasis. Hospes definitif parasit ini adalah manusia, babi, kadang-kadang anjing, hospes intermedier 1 nya keong air, sedangkan hospes intermedier 2 nya adalah tumbuhan air

(20)

 METODE NATIF

Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya.

II.Alat

1. Gelas obyek 2. Pipet tetes 3. Lidi

4. Cover glass 5. Mikroskop

III. Bahan

1.Tinja anak kecil 2.Eosin 2%

IV. Cara Kerja

1. Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau eosin 2%

2. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut 3. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan

gelas beda/cover glass.

 Metode Apung (Flotation method)

Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur.

(21)

I.Alat 1. Mikroskop 2. Cover glass 3. Penyaring the 4. Tabung reaksi

5. Pengaduk dan beker glass

II. Bahan 1. Tinja

2. Larutan NaCl jenuh (33%) 3. Aquades

III. Bahan

1. 10 gram tinja di campur dengan 200 ml NaCl jenuh (33%), kemudian di aduk sehingga larut. Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan penyaring teh.

2. Di diamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi di ambil larutan permukaan dan ditaruh di atas gelas obyek, kemudian di tutup dengan cover glass. Di periksa di bawah mikroskop.

3. Di tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan tabung, didiamkan selama 5-10 menit dan di tutup/di letakkan gelas obyek dan segera angkat.

Selanjutnya di letakkan di atas gelas preparat dengan cairan berada di antara gelas preparat dan gelas penutup, kemudian di periksadi bawah mikroskop.

(22)

 Metode Harada Mori

Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Tekni ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.

I. Alat

1. Kantong plastik ukuran 30x200mm 2. Kertas saring ukuran 3x15cm 3. Lidi bamboo

4. Penjepit 5. Mikroskop 6. Deck glass 7. Objek glass

II. Bahan 1. Tinja

2. Aquades steril

III. Cara kerja

1. Plastik di isi aquades steril kurang lebih 5ml.

2. Dengan lidi bambu, tinja di oleskan pada kertas saring sampai mengisi sepertiga bagiannya tengahnya.

3. Kertas saring di masukkan ke dalam plastik tersebut diatas. Cara memasukkan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan aquades dan tinja jangan sampai terkena aquades.

(23)

4. Nama penderita, tangggal penamaan, tempat penderita, dan nama mahasiswa. Tabung ditutup plastik/dijepret.

5. Simpan selama 3-7 hari.

6. Disentrifuge dan dimbil dengan pipet tetes kemudian diamati dibawah mikroskop.

 Metode Kato

Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Metode ini digunakan untuk menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur cacing yang terdapat pada feses. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong

“cellahanetape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah.

Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa. Pada metode ini diadakan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau. Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari.

Jadi, misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.

I. Alat 1. Selophane 2. Gelas preparat 3. Karton berlubang 4. Soket bamboo 5. Kawat saring 6. Kertas minyak

(24)

II. Bahan

Bahan yang di gunakan adalah larutan untuk memulas selophane terdiri dari 100 bagian aquades (6%), 100 bagian gliserin, 1 bagian melachite green 3% dan tinja 30mg.

III. Cara kerja

1. Sebelum pemakaian, pita selophane di masukkan ke dalam larutan melachite green selam kurang lebih 24 jam.

2 . Di atas kertas minyak, di taruh tinja sebesar butir kacang, selanjutnya di atas tinja tersebut ditumpangi dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehingga di dapatkan tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar di atas penyaring.

3. Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di atas kawat penyaring kurang lebih 30mg, dengan menggunakan cetakan karton yang berlubang di taruh gelas preparat yang bersih.

4. Selanjutnya ditutup dengan pita selophane dengan meratakan tinja di seluruh permukaan pita sampai sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain.

5. Di biarkan dengan temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi transparan.

6. Seluruh permukaan di periksa dengan menghitung jumlah semua telur yang ditemukan dengan perbesaran lemah.

(25)

Fasciola hepatica

I. Pendahuluan

Fasciola hepatica adalah salah satu trematoda hati yang bersifat hermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit fascioliasis.

Parasit ini disebut juga dengan Sheep Liver Fluke.

 Hospes definitif : manusia, binatang ternak (domba, kambing, sapi, kelinci) dan rusa

 Hospes intermedier 1: keong air

 Hospes intermedier 2 : tumbuhan air

Siklus Hidup

Telur keluar bersama tinja → menetas di air menjadi mirasidium → masuk ke hospes perantara 1 (keong air) → berkembang menjadi sporokista → redia 1 → redia 2 → serkaria → keluar dari hospes perantara 1 → menempel pada hospes perantara 2 (tumbuhan air) → berkembang menjadi meteserkaria → jika tumbuhan air yang mengandung metaserkaria tertelan hospes definitif → akan terjadi ekskistasi di dalam duodenum → menembus dinding usus → cavum abdominalis → menembus kapsul hepar →parenkim hepar → saluran empedu →

(26)

menetap dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu ± 12 minggu.

Gambar siklus hidup Fasciola hepatica

II. Alat

1. Gelas obyek 2. Pipet tetes 3. Lidi

4. Cover glass 5. Mikroskop

III. Bahan

1.Tinja anak kecil 2.Eosin 2%

(27)

IV. Cara kerja

1. Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau eosin 2%

2. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut 3. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan

gelas beda/cover glass.

Paragonimus westermani

I. Pendahuluan

Paragonimus westermani adalah salah satu trematoda paru-paru yang bersifat hermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit paragonimiasis. Trematoda ini mempunyai nama lain the lung fluke, Distoma westermani, dan Paragonimus ringeri. Hospes definitif : manusia, anjing, kucing Hospes intermedier 1 : keong air tawar (Melania sp.) Hospes intermedier 2 : kepiting (Potamon sp., Paratelphusa sp., Sesarma sp.) udang air tawar (Astacus sp., Cambarus sp.)

Gambar siklus Paragonimus westermani

(28)

Cacing dewasa hidup di jaringan paru-paru → bertelur kemudian telur akan melalui bronkus dan keluar dengan dua cara → 1. dibatukkan bersama sputum yang haemorrhagia, 2. jika sputum tertelan maka telur akan masuk ke dalam saluran pencernaan dan akan keluar bersama tinja → telur yang belum mengalami embrionisasi jika jatuh ke air akan matang (berisi mirasidium) → dalam 3 – 4 minggu menetas dan keluar mirasidium → mirasidium masuk ke hospes perantara 1 (Melania sp.) → berkembang menjadi sporokista → redia 1 → redia 2 → cercaria → cercaria keluar kemudian masuk ke hospes perantara 2 → didalam insang hospes perantara 2 cercaria membungkuskan diri dalam kista buat dan di sebut metaserkaria → metaserkaria dalam hospes perantara 2 tertelan manusia → mengalami enkistasi dalam usus halus → menerobos dinding usus → menembus diafragma dan rongga pleura → menjadi dewasa dalam paru-paru. Kadang- kadang dapat mengembara ke otak dan menjadi dewasa di situ. Cacing ini dapat hidup selama 5 – 6 tahun.

II. Alat :

1. Gelas obyek 2. Pipet tetes 3. Lidi

4. Cover glass 5. Mikroskop

III. Bahan : 1. Feses 2. 2.Eosin 2%

(29)

IV. Cara kerja

1. Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau eosin 2%

2. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut 3. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan

gelas beda/cover glass.

(30)

IDENTIFIKASI PROTOZOA Amoebiasis

I. Pendahuluan

Protozoa adalah : organisme satu sel atau hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni. (Proto (1) = pertama; zoon = hewan). Tiap protozoa merupakan kesatuan lengkap yang sanggup melakukan semua fungsi kehidupan yang pada jasad lebih besar dilakukan oleh sel-sel khusus. Sebagian besar protozoa hidup bebas dialam, tetapi beberapa jenis hidup sebagai parasit pada manusia dan binatang. Pembagian dalam kelas PROTOZOOLOGI berdasarkan alat gerak antara lain :

1. Rizopoda atau Amoeba : contoh E-histolitika, E-coli 2. Ciliophora atau Ciliata : contoh Balantidium coli

3. Mastigopora atau Flagelata : contoh Giardia lamblia, Genus Tricomonas contoh Tricomonas vaginalis .

4. Sporozoa : contoh Genus Plasmodium (Plasmodium malariae, Plasmodium falsifarum, Plasmodium vivax, Plasmodiumovale) dan Toxooplasma gondi.

Gambar protozoa

(31)

Amoebiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut juga sebagai penyakit bawaan makanan (Food Diseases) (Rasmaliah, 2003). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan penyakit dysentry Amoeba. Penyebaran penyakit ini lebih banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis, terutama pada daerah yang tingkat perekonomiannya rendah serta buruknya sistem sanitasi. Penyakit ini sering ditemukan di tempat-tempat pelayanan umum seperti penjara, rumah sosial, dan rumah sakit jiwa (Salah, Hadi, Magdi, Ameer, & Gunnar, 2015).

II. Alat :

1. Mikroskop Monokuler 2. Mikroskop Binokuler

III. Bahan :

1. Cara Kerja : Minyak imersi

2. Preparat Awetan dari golongan (Entamoeba colli, Entamoeba histolitica, Balantidium colli, Toxoplasma gondii

IV. Cara kerja

1. Diambil salah satu preparat awetan dari golongan protozoa.

2. Diletakkan salah satu preparat awetan diatas meja mikroskop monokuler atau mikroskop binokuler.

3. Ditetesi minyak imersi.

4. Dilihat dengan pembesaran lensa obyektif 100 x dengan menggunakan minyak imersi.

5. Diamati dan digambar setiap bentuk preparat yang telah dilihat.

(32)

IDENTIFIKASI SPORAZOA Plasmodium sp

I. Pendahuluan

Sporozoa (Yunani, spore = biji, zoa = hewan) adalah kelompok protista uniseluler atau bersel satu yang pada salah satu tahapan dalam siklus hidupnya dapat membentuk sejenis spora. Sporozoa hidup sebagai parasit pada tubuh hewan dan manusia. Siklus hidup sporozoa agak kompleks karena melibatkan lebih dari satu inang.

Gambar sporozoa

Dalam siklus hidupnya, sporozoa membentuk spora dalam tubuh inang. Selain itu, pada siklus hidup juga terjadi sporulasi, yaitu pembelahan setiap inti sel secara berulang – ulang sehingga dihasilkan banyak inti yang masing – masing dikelilingi oleh sitoplasma dan terbentuklah individu baru.

Genus Plasmodium adalah penyebab penyakit Malaria, yang mempunyai keunikan, karena terdapat 2 macam tuan rumah, yakni Manusia yang dapat disebut “host intermediate” dan Nyamuk Anopheles yang disebut juga “host definitife”.

(33)

Genus Plasmodium mempunyai spesies yang penting dalam kedokteran yaitu :

1. Plasmodium falcifarum, penyebab malaria tropika, yang sering p enyakit malaria yang berat atau malaria otak dengan kematian.

2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertina.

3. Plasmodium malaria, penyebab malaria quartana.

4. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.

II. Alat 1. Deck Glass 2. Objek Glass 3. Pengaduk plastic 4. Pipet Pasteur 5. Mikroskop 6. Tabung darah

7. Spuit, kapas dan torniquet III. Bahan dan Reagensia

1. Darah vena atau Darah kapiler 2. Methanol

3. Buffer pH 7,2 4. Cat giemsa

5. Cat giemsa siap pakai k

(34)

6. Minyak imersi IV. Cara Kerja

 Pembuatan Preparat Tetes Tebal

1. Disediakan darah yang dimungkinkan terdapat parasit.

2. Disiapkan object glass yang bersih dan bebas lemak 3. Ditetesi 1 tetes darah pada bagian tengah object glass

4. Diratakan dengan pengaduk plastik, jangan terlalu tebal atau terlalu tipis, lalu dikeringkan.

5. Dicat giemsa pakai selama 30 – 45 menit sampai kering 6. Dicuci dengan air yang mengalir (aquades).

7. Dikeringkan tanpa menggunakan tissue.

8. Diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa obyektif 100 x dan diberi minyak imersi.

 Pembuatan Preparat Paparan Tipis

1. Diteteskan sedikit darah pada ¾ bagian object glass.

2. Diteteskan sedikit darah pada ¾ bagian object glass

3. Segera sebarkan paparan tipis memakai pemapar yang tepinya halus dan rata. Biarkan kering

4. Dilakukan fiksasi dengan menggenangi paparan dengan methanol selama 1 – 2 menit. Kemudian dicat giemsa siap pakai

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Barwell, J. and Yu, W. 2017. Amebiasis. [Internet]. HealthLine [Cited on 5 May 2018]. Retrieved from https://www.healthline.com/health/amebiasis

Buku Panduan Pratikum Parasitologi Kedokteran. EGC.

CDC. 2017. https://www.cdc.gov/dpdx/amebiasis/index.html. Diakses 4 Mei 2018

Djuhanda, Tatang. (1980). Kehidupan dalam Setetes Air. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Fotedar R, Stark D, and Beebe N. 2007. Laboratory Diagnostic Techniques for Entamoeba Species. Clinical Microbiological Review. 20(3) : 511- 32.

Garcia, Lynne S & David A. Bruckner. 1996. “Diagnostik Parasitologi Kedokteran”. Alih Bahasa: Dr. Robby Makimian, MS. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Gerrald, D. S., & Larry, S. R. (2009). Foundations of Parasitology Eight Edition. New York,: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Global Health. (2017, october 30). Amebiasis : Centers for Desease Control and Prevention. Retrieved from Centers for Desease Control and Prevention:

https://www.cdc.gov/dpdx/amebiasis/index.html

Herbowo, & Firmansyah, A. (2003). Diare Akibat Infeksi Parasit. Sari Pediatri.

Kastawi, Y. dkk. (2005). Zoologi Avertebrata. Malang : Universitas Negeri Malang.

Lubis, C. 2004. Penggunaan Obat Anti Amuba: Pengalaman di Bangsal Anak RS Pirngadi Medan. e-USU Repository.

(36)

Lynne, G. S. & Bruckner, D. A. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Alih Bahasa: Dr. Robby Makimian, MS. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Miljkovic, O. (2006). Image Pre-Processing Tool.

Muhimmah, I., Lusiyana, N., Eka, R., & Agung, R. (2016). Purwarupa Sistem Identifikasi Nyamuk Berdasarkan Citra Mikroskopis.

Munir, R. (2004). Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik.

In R. Munir, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung:

Informatika

Nugroho, A. S., Witarto, A. B., & Handoko, D. (2003). Support Vector Machine -Teori dan Aplikasinya dalam Bioinformatika-.

Praptiwi, A. dan Murniati, S. 1995. Amebiasis pada penderita Rawat Inap RSUD Wamena dalam Tahun 1988-1990. Majalah Medika. No. 11 Tahun XXI,

November. h. 863-867.

Praptiwi, A. dan Murniati, S. 1995. Amebiasis pada penderita Rawat Inap RSUD Wamena dalam Tahun 1988-1990. Majalah Medika. No. 11 Tahun XXI,

November. h. 863-867.

Pritt, B.S. and C.G. Clark. 2008. Amebiasis. Mayo Clinic Proceedings. 83 (10): 1154-1160.

Rafael C., G., & Richard E., W. (n.d.). Digital Image Processing Third Edition. Pearson International Edition prepared by Pearson Education.

Rasmaliah, M. (2003). Epidominologi Amoebiasis dan Upaya Pencegahannya.

(37)

Salah, S., Hadi, A., Magdi, B., Ameer, S., & Gunnar, S. (2015). Prevalence of Protozoa Species in Drinking and Environment Water Source in Sudan

Simbolon, Joesoef. Sp.KJ. Buku Panduan Pratikum Semester 7, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. 2012. Medan . www.scribd.com/parasitologi-trematoda

Supriastuti. 2010. Host-parasite interactions and mechanisms of infection in amebiasis. Universa medicina. 29(2): 104-113.

Referensi

Dokumen terkait

S2 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral dan etika.. 3 | Program Studi Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Farmasi

2) Peritoneum viseral: melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. 3) Ruang yang berada diantara kedua lapisan disebut ruang peritoneal. 4) Didalam

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu caram mekanik, cara fisik, dan cara kimiawi. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang

Mata kuliah ini mempelajari Bahasa Indonesia dalam ilmu teknologi laboratorium medik dengan menekankan penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar

Pembuluh darah adalah bagian dari sistem peredaran darah yang berfungsi untuk mengedarkan darah dari jantung ke berbagai organ dan jaringan tubuh

Mata kuliah Media dan Reagensia membahas tentang konsep dari media dan reagensia, pembuatan reagensia,reagensia yang digunakan untuk pewarnaan pemeriksaan dilaboratorium klinik,

Pada uji Iod, hanya amilum yang menunjukkan hasil positif termasuk polisakarida dengan menunjukkan perubahan warna menjadi biru kehitaman.Dalam tubuh manusia,

baik atau tidak baik, hal itu akan terlihat dan dapat dikenali melalui penggunaan bahasa Indonesianya. Pengembanan fungsi demikian seyogianya mendapat pencermatan agar kita