• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding BPTP Karangploso No. 02

ISSN: 1410-9905

PROSIDING

SEMINAR HASIL

PENELITIAN/PENGKAJIAN

BPTP KARANGPLOSO

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO

2000

(2)

PENGKAJIAN SISTEM USAHA PERTANIAN JERUK BEBAS PENYAKIT MENDUKUNG REHABILITASI SENTRA PRODUKSI

A. Supriyanto, O. Endarto, Sutopo, M. Sugiyarto, A. Triwiratno, Suhardi, Siti Nurbana, P. Santoso, Benny Victor Lotulung, Suhariyono, A. Sugiyatno, Setiono,.Dyah Prita S dan D.A. Susanto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso ABSTRAK

Sentra-sentra produksi jeruk di Jawa Timur hingga kini masih belum terbebas dari penyakit CVPD sehingga hanya mampu bertahan hingga umur 4-5 tahun. Hal ini disebabkan oleh paket teknologi anjuran belum diterapkan secara utuh dan serentak. Tujuan dari pengkajian SUP jeruk ini adalah (1) memperoleh model dan pola pengembangan yang sesuai dengan kondisi target wilayah pengembangan, dan (2) membentuk dan memberdayakan simpul-simpul agribisnis jeruk di wilayah pengembangan. Pengkajian SUP Pamelo di Kabupaten Magetan telah dimulai pada tahun anggaran 1997/1998 dengan kegiatan utama penerapan perbaikan pengelolaan kebun Pamelo yang menekankan pada kegiatan pengendalian lalat buah, penggerek buah, penyakit Diplodia sp. dan pembinaan petani berbasis hamparan usahan dengan Kelompok Tani Jeruk (KTJ) sebagai unit terkecil penyuluhan. Pada tahun 1999/2000 ini kegiatan ditekankan pada pembinaan kelembagaan Asosiasi Pamelo Magetan (APM), simpul-simpul agribisnis Pamelo dan akselerasi adopsi teknologi anjuran. Pengkajian SUP jeruk keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo dimulai pada tahun anggaran 1999/2000 dalam mendukung pemerintah daerah setempat yang bekerjasama dengan Proyek Pengembangan Agribisnis Hortikultura akan mengembangkan tanaman jeruk keprok Pulung hingga secara bertahap mencapai 500 ha pada musim tanam 1999/2000. Kegiatan utamanya adalah pengkajian penerapan Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) yang terdiri dari penggunaan bibit bebas penyakit, pengendalian vektor CVPD, sanitasi kebun yang baik, pemeliharaan secara optimal dan penerapan teknologi yang terkoordinasi. Di lokasi pengembangan yang ditentukan, petani akan dibina secara intensif tentang penerapan PTKJS. Contoh penerapan PTKJS secara utuh didemonstrasikan di kebun milik petani seluas 1-2,5 ha. Kegiatan pendukung meliputi karakterisasi lahan pengembangan, pemetaan serangan CVPD, pemahaman sosial ekonomi petani, penyuluhan dan pelatihan serta penelitian pendukung ("super imposed") seseuai permasalahan di lapang. Pengkajian SUP Pamelo jeruk nipis di Kabupaten Jombang menekankan pada pembinaan kelompok penangkar bibit jeruk dalam memproduksi jeruk nipis bebas penyakit dan penerapan PTKJS pasca tanam. Evaluasi kemajuan SUP jeruk dilakukan dengan membandingkan kondisi sebelum, awal dan setelah kegiatan berlangsung berikut tahapan dalam mewujudkan pusat-pusat produksi Pamelo, keprok Pulung dan nipis Perak yang berorientasi agribisnis yang terlanjutkan. Pengkajian SUP Pamelo membentuk mempercepat kolonisasi kantong-kantong produksi menjadi kawasan skala ekonomis, meningkatkan kesehatan kebun, produktivitas dan pendapatan petani serta menggerakkan aktivitas simpul-simpul agribisnis lainnya termasuk pembangunan industri rumah tangga manisan kulit buah Pamelo, yang secara nyata sangat mempengaruhi akselerasi adopsi teknologi anjuran. Berdasarkan model pengembangan Pamelo di Kabupaten Magetan yang telah berhasil diformulasikan, diharapkan pendekatan yang dilakukan dapat diterapkan di Kabupaten Ponorogo maupun Jombang dengan beberapa modifikasi kondisi yang dihadapi.

(3)

ABSTRACT

Central production areas of citrus in East Java have not yet freed from endemic disease of greening or Huang Lung Bin (HLB) due to the recommended technology has not been applied properly. The goal of this assessment were, 1) to find a model and pattern for citrus development, which suitable to spesific condition, and (2) to support agrobusiness sub systems formation in order to accelerate the establishment of citrus agrobusiness. The asssessment of pummelo farming system in Kabupaten Magetan began in 1997/1998 foccused on improving of farmer's orchard management by farmer's guidance based on cconomical scale farm belonged to citrus farmer groups. In 1999/2000, the activities have been stressed on the guidance of linkage institution such Magetan Pummelo Association and acceleration of farmer's adoption for recommended technology. The first year activities of farming system assessment of mandarin cv Pulung in Kabupaten Ponorogo was the application of Intergrated Management for Citrus Healthy Orchard (IMCHO) supported by 2,5 ha of citrus demo plot for farmers training. The first year activities of lime farming system assessment in Kabupaten Jombang was supported recommended technology for citrus nurserymen group in order to produce 10.000 viruses free plants for plantation season of December 1998 and beginning of 2000 following by application of IMCHO. Progress evaluation of this assessment were conducted by compairing the condition before and after this assessment done. This assessment induced the acceleration of colonizing the small farmer orchard to the economical areal of pummelo plantation, increasing the healthy of farmer orchards, productivity, farmer's income, and trigered the others agrobusiness sub systems that influenced the adoption rate of recommended technology. Based on the formulated model of farming system for development of pummelo agrobusiness in Kabupaten Magetan, with some modifications, might be adopted by Kabupaten Ponorogo and Jombang in order to establish the citrus agrobusiness in those area..

Key words : citrus farming system, Huang Lung Bin control, intergrated management for citrus healthy orchard, agrobusiness..

PENDAHULUAN

Jawa Timur pernah dikenal sebagai daerah sentra produksi berbagai macam jeruk diantaranya Pamelo atau jeruk besar/Bali di Kabupaten Madiun dan Magetan, keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo, manis Pacitan di Kabupaten Pacitan, keprok Madura di Kabupaten Pamekasan, nipis perak di Kabupaten Jombang dan keprok siem di Kabupaten Tulungagung. Pada tahun 1983-1985 sentra produksi jeruk tersebut mengalami kehancuran karena penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration), yang disebabkan oleh Liberobacter asiaticum dan dapat ditularkan oleh serangga

Diaphorina citri dan bibit sakit, kecuali Pamelo yang selanjutnya diketahui toleran terhadap penyakit CVPD (Dwiastuti et al., 1996). Kemunduran sentra Pamelo justru disebabkan oleh serangan penyakit Diplodia sp. sebagai akibat pemeliharaan

yang dilakukan petani belum optimal.

Hingga kini pusat-pusat produksi jeruk di Jawa Timur masih belum terbebas dari penyakit CVPD sehingga tanaman yang ada hanya mampu bertahan hingga 4-5 tahun. Kondisi ini, disebabkan oleh teknologi anjuran yang tidak diterapkan secara utuh dan serentak di wilayah pengembangan. Selain itu, tingkat pemahaman petani jeruk dan petugas lapang tentang penyakit CVPD dan cara pengendaliannya relatif terbatas.

Pemda Jawa Timur kini berupaya merehabilitasi daerah sentra produksi jeruk melalui beberapa kegiatan proyek SPAKU, PRT maupun OECF dengan skala usaha komersial. Sasaran akhirnya adalah terwujudnya sentra-sentra produksi jeruk yang berorientasi agribisnis yang terlanjutkan. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut telah dirakit teknologi pengendalian CVPD yang berupa Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) yang akan diterapkan dan dievaluasi pada skala luas di lahan petani sehingga dapat dengan mudah diadopsi oleh petani.

(4)

TUJUAN

Tujuan Pengkajian SUP jeruk ini adalah (1) memperoleh model dan pola pengembangan SUP jeruk yang sesuai dengan kondisi target wilayah pengembangan, dan (2) membentuk dan memberdayakan simpul-simpul agribisnis jeruk di wilayah pengembangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) disebabkan oleh Liberobacter asiaticum dan dapat ditularkan oleh serangga Diaphorina citri Kuw. dan bibit yang terinfeksi CVPD. Masalah utama yang dihadapi dalam upaya penanggulangan penyakit CVPD ini adalah skala usahatani yang sempit dan terpencar dengan latar belakang ketrampilan petani yang bervariasi sehingga strategi pengendalian penyakit CVPD menjadi lebih sulit diterapkan (Supriyanto, 1996a). Berdasarkan pengalaman sebelumnya telah disusun paket teknologi yang disebut Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) (Supriyanto, 1996a; 1996b) yang memungkinkan penerapan strategi pengendalian CVPD menjadi lebih utuh dan terpadu. PTKJS terdiri dari, (1) penggunaan bibit jeruk bebas penyakit (Supriyanto and Whittle, 1992; Supriyanto et al., 1998a), (2) pengendalian vektor CVPD secara cermat (Istianto et al., 1992, Nurhadi dan Whittle, 1987; Setyobudi et al., 1995), (3) sanitasi kebun yang baik, (4) pemeliharaan yang optimal (Djoema'ijah dan Nurhadi, 1991; Nurhadi dan Whittle, 1989) dan (5) koordinasi yang mantap dalam penerapannya (Supriyanto, 1996b).

Penerapan PTJKS harus dilakukan secara utuh tidak bisa dipisahkan antara satu komponen penyusunan dengan yang lainnya (Supriyanto, 1996b) dan harus serempak sehingga menuntut kedisiplinan dan kekompakan petani dalam implementasinya. Oleh karena itu, penyuluhan yang dilakukan kepada petani harus berbasis hamparan usaha dengan Kelompok Tani Jeruk sebagai unit terkecil pembinaan. Kunci keberhasilan dari penerapan PTJKS ini adalah kedisiplinan petani dalam menerapkan PTKJS secara utuh dan serempak.

Pamelo dikenal toleran terhadap penyakit CVPD yang endemis di Indonesia (Dwiastuti et al., 1996) tetapi peka terhadap penyakit blendok yang disebabkan oleh cendawan Betryodiplodia theobromae yang menyerang batang dan ranting. Sanitasi kebun yang baik dan penyaputan batang jeruk secara berkala dengan bubur California berbahan aktif belerang terbukti efektif mengendalikan serangan penyakit blendok (Sugiyarto et al., 1998; Supriyanto et al., 1998c; 1999). Penggerek buah selain dapat dikendalikan dengan memetik buah-buah yang telah terinfeksi kemudian dibenamkan dalam tanah juga dapat disemprot dengan insektisida tertentu (Nurhadi dan Whittle, 1989; Supriyanto et al., 1998c; 1999). Pembrongsongan buah umur 2 bulan dengan plastik PP sangat disarankan. Pengendalian lalat buah dengan alat pemantau perangkap lalat buah dengan Methyl Eugenol akan menjadi lebih efektif bila dilakukan tepat pada saat generasi lalat buah muncul serentak (Klashoen, 1981) dan dilaksanakan secara serentak dan berkelanjutan (Sonda dan Khinohe, 1984).

MATERI DAN METODOLOGI

Lokasi dan Luas

SUP Pamelo : Kecamatan Sukomoro Kab. Magetan, luas pengkajian ±300 ha.

SUP Keprok Pulung : Kecamatan Soko Kabupaten Ponorogo, luas pengkajian ± 50 ha, sebagian dari Proyek Pengembangan Agribisnis Hortikultura (OECF).

SUP Nipis Perak : Kecamatan Bandar Kedungmulyo Kabupaten Jombang dengan ±10.000 bibit dan ± 15 ha.

(5)

Metode Pelaksanaan

Pengkajian dan pengembangan SUP jeruk bebas penyakit mendukung rehabilitasi daerah sentra ini merupakan pengkajian partisipatif, direncanakan, dilaksanakan dan dilaporkan bersama peneliti, penyuluh, petani dan pemda setempat serta instansi terkait lainnya dalam mewujudkan sentra-sentra agribisnis jeruk di Jawa Timur.

Pengkajian Pengembangan SUP Pamelo di Kabupaten Magetan

Kegiatan pengkajian tahun 1999/2000 ini merupakan tahun ketiga dengan menekankan pada pembinaan kelembagaan yang telah terbentuk dan atau telah diberdayakan tahun sebelumnya seperti Kelompok Tani Jeruk (KTJ), kelompok penangkar bibit, Asosiasi Pamelo Magetan (APM) dan pelaku pemasaran sedemikian rupa sehingga agribisnis Pamelo di Kabupaten Magetan dapat berjalan lebih efisien. Pembinaan dapat meliputi penyuluhan, pelatihan, diskusi dan gelar teknologi serta evaluasi tingkat adopsi petani dan dampaknya. Tingkat adopsi teknologi anjuran oleh petani dievaluasi berdasarkan metode survei dengan peubah kunci cara pemeliharaan, kondisi pohon berdasarkan keragaan pohon dan tingkat serangan hama penyakit penting, produksi dan peningkatan pendapatan petani. Evaluasi dampak pengkajian dan pengembangan SUP Pamelo dilakukan dengan metode survei deskriptif dengan peubah kunci terbentuknya simpul-simpul agribisnis, peningkatan jumlah KTJ aktif, penanaman swadana petani dan peningkatan dukungan modal untuk kegiatan usahatani di lokasi pengkajian.

Pengkajian dan Pengembangan SUP jeruk Nipis Perak di Kabupaten Jombang dan Keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo

Kegiatan tahun I pengkajian dan pengembangan jeruk keprok Pulung dan nipis Perak ini meliputi tahapan sebagai berikut :

a. Karakterisasi lahan dan pemetaan lokasi pengkajian, dilakukan dengan metode "desk study" dan survei lapang untuk mengumpulkan data bio fisik lahan lokasi pengkajian.

b. Karakterisasi kondisi sosial ekonomi dilakukan dengan metode "Participatory Rural Appraisal" (PRA) dan survei. c. Identifikasi status serangan penyakit CVPD di lokasi pengkajian dan pengembangan serta epidemiloginya. Luas

dan intensitas serangan CVPD diamati pada awal dan akhir pengkajian dengan metode Aubert (1987). d. Dinamika populasi serangan penular CVPD D. citri di lokasi pengkajian dan pengembangan.

e. Pembangunan demo plot sebagai contoh penerapan teknologi PTKJS yang meliputi penggunaan bibit berlabel bebas penyakit, pengendalian serangga vektor CVPD, sanitasi kebun, pemeliharaan kebun secara optimal dan koordinasi penerapan teknologi. Teknologi PTKJS diterapkan secara utuh di demo plot di lahan beberapa petani seluas ± 1 ha (± 400 pohon).

f. Penentuan petani kooperator didasarkan pada kelompok tani yang sudah ada atau dengan membentuk Kelompok Tani Jeruk (KTJ) baru. Setiap KTJ sebaiknya beranggotakan antara 25-30 orang dengan pemilikan lahan yang saling berdekatan membentuk kawasan.

g. Penyuluhan penerapan teknologi PTKJS, dilakukan secara terjadwal sesuai kondisi perkembangan di lapang oleh penyuluh, petugas detasiring dan atau peneliti secara bersama-sama atau bergantian. Kelompok tani yang ada digunakan sebagai unit terkecil dalam pembinaan/penyuluhan.

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengkajian Pengembangan SUP Pamelo di Kabupaten Magetan Kesesuaian Lahan Pamelo

Kabupaten Magetan terdiri dari 13 kecamatan yang terbagi menjadi 235 desa/kelurahan dengan luas wilayah ± 688.847,36 km2, sebagian besar berupa sawah, tegal dan pekarangan. Lokasi pengkajan terletak di bagian tengah wilayah Kabupaten Magetan yang meliputi Kecamatan Sukomoro, Bendo, Kawedanan dan Takeran dengan luas wilayah sekitar 17.576 ha. Bentuk wilayah Kabupaten Magetan bervariasi mulai dari relatif datar sampai bergunung (kelerengan 0->40%). Lokasi pengkajian sebagian besar (± 60,33%) berbentuk relatif datar (tingkat kemiringan 0-2%) yaitu seluruh wilayah Kecamatan Bendo, Takeran dan sebagian Kawedanan sedangkan sisanya (± 39,67%) berbentuk landai (tingkat kelerengan 2-15%). Kecamatan Sukomoro, Bendo, Kawedanan dan Takeran terletak pada ketinggian 80-393 meter dari permukaan laut dan berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk beriklim B, C dan D.

Kecamatan Sukomoro dan Bendo merupakan sentra produksi Pamelo dimana sekitar 85% dari pendapatan total petani berasal dari usahatani Pamelo. Luas pemilikan lahan 0,35-0,40 ha sedangkan tingkat pendidikan petani rata-rata 9-12 tahun dan umumnya telah berusahatani Pamelo selama 9-12 tahun. Kecamatan Kawedanan dan Takeran telah ditetapkan oleh Diperta setempat sebagai wilayah pengembangan baru Pamelo. Rerata luas lahan yang dimiliki petani di Kawedanan relatif sempit yaitu 0,35 ha terdiri dari sawah 0,25 ha dengan pola tanam padi-padi-kacang tanah, dan 0,7 ha berupa lahan tegal yang ditanami jagung-kacang tanah. Di Kecamatan Takeran luas pemilikan lahannya hampir sama dengan yang di Kawedanan dengan pla tanam di lahan sawah adalah padi-jagung-kacang tanah.

Peta kesesuaian lahan untuk Pamelo di Kabupaten Magetan dapat dijadikan acuan pemda setempat dalam mengembangkan Pamelo di target wilayah pengembangan. Luas lahan yang sesuai untuk Pamelo mencapai 12.367 hektar, tersebar di beberapa kecamatan yaitu Bendo, kawasan Sukomoro selatan, kawasan timur laut Magetan, Maospati, kawasan timur Karangrejo, kawasan timur laut Kawedanan dan kawasan barat Takeran. Lahan di daerah ini didominasi oleh tanah regosol yang terletak pada ketinggian antara 54-393 m dpl., temperatur 22-2600C, rata-rata curah hujan antara 1.711-2.051

mm/tahun dengan bulan kering antara 3-4 bulan berturut-turut yang biasanya mulai bulan Juli sampai dengan Oktober. Berdasarkan pengamatan petugas dinas setempat, lahan yang potensial dikembangkan untuk Pamelo seluas 1.743 ha, sedangkan yang baru dimanfaatkan baru 607 ha (Tabel 1).

Tabel 1. Potensi Lahan Pengembangan Pamelo di Kabupaten Magetan. 1999

Kecamatan Potensi Yang Telah Dimanfaatkan Yang Belum Dimanfaatkan ………….ha…………. Sukomoro (4 desa) Bendo (8 desa) Kawedanan (9 desa) Takeran (11 desa) 400 500 443 400 177 200 94 136 223 300 349 264 1743 607 1136

Kolonisasi Kantong-Kantong Produksi

Penambahan tanaman baru selama 3 musim tanam, yaitu tahun 1997/1998, 1998/1999 dan 1999/2000 disajikan pada Tabel 2. Selama 3 kali musim tanam, telah terjadi penambahan tanaman baru sebanyak 141.020 pohon dimana lebih dari 50% nya berasal dari swadana petani. Walaupun jumlah kematian di lapang relatif tinggi, yaitu berkisar 10-25%, penambahan tanaman yang hampir mencapai 100% dari kondisi sebelumnya tersebut bisa digunakan sebagai indikasi respon petani dan dinas setempat terhadap kegiatan SUP Pamelo di lokasi pengkajian.

(7)

Tabel 2. Penambahan tanaman Pamelo selama musim tanam 1997/1998-1999/2000 di Kecamatan Sukomoro, Bendo, Kawedanan dan Takeran Kabupaten Magetan

Asal Bibit Jumlah Pohon 1997

Penambahan Tanaman Baru 97/98 98/99 99/00 Total Bantuan Dinas 20.000 20.020 28.500 68.520 Swadana petani 19.000 40.000 13.500 72.500 Jumlah 141.472 39.000 60.020 42.000 141.020

Bibit Pamelo yang sebagian besar ditanam di Kecamatan Sukomoro, Bendo, Kawedanan dan Takeran secara bertahap diharapkan dapat merapatkan kantong-kantong produksi yang telah ada menuju kawasan usaha berskala komersial (Gambar 2). Jumlah tanaman yang ada di empat kecamatan kini telah mencapai ± 250.000 pohon atau setara dengan 625-1000 ha (populasi 250-400 pohon/ha).

Ledakan permintaan bibit pada musim tanam 1998/1999 yang mecapai sekitar 60.000 sebagai dampak penyuluhan yang intensif dan panen raya yang baik pada tahun 1998, ternyata belum terantisipasi sebelumnya oleh para penangkar bibit lokal. Akibatnya, banyak bibit yang ditanam petani berasal dari luar Kabupaten Magetan; bahkan dari Jawa Tengah sehingga mengganggu upaya rasionalisasi jumlah varietas yang telah ditetapkan yaitu Pamelo Nambangan, Sri Nyonya dan Magetan (Bali Merah) (Supriyanto et al., 1998b). Bibit untuk musim tanam 1999/2000 dipersiapkan lebih baik, karena beberapa penangkar bibit yang sudah dilatih mulai menghasilkan; bahkan penyiapan untuk kebutuhan musim tanam 2000/2001 sebanyak ± 60.000 bibit diperkirakan tidak menghadapi masalah karena Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) tiga varietas bibit anjuran yang dikelola di Kebun Bibit Hortikultura Jiwan, Madiun telah mulai dapat dipanen.

Peningkatan Respon Petani

Pembinaan terhadap petani/Kelompok Tani Kooperator pada tahun pertama pelaksanaan Pengkajian SUP Pamelo dilakukan sangat intensif. Pembinaan meliputi pelatihan petugas lapang, penyuluhan terhadap kelompok tani yang umumnya dilakukan pada malam hari, temu lapang, dan siaran radio tentang Pamelo yang dilakukan oleh Studio Keliling RKIP Wonocolo yang mengudara langsung di daerah sentra produksi radius ± 15 km. Selama berlangsungnya siaran radio, agroklinik jeruk yang biasanya buka praktek di BPP Sukomoro, mengadakan siaran langsung bersama RKIP Wonocolo. Media konsultasi ini pada awalnya banyak didatangi petani tetapi karena penyuluhan dinilai sudah merata, klinik jeruk ini mulai jarang dimanfaatkan petani. Demo plot yang dibangun di Sukomoro (2,5 ha; 9 petani) dan Bendo (6,7 ha; 4 petani) difungsikan sebagai tempat pelatihan dan percontohan pengelolaan kebun Pamelo produktif, sedangkan di Desa Simbatan Kecamatan Takeran (± 2,5 ha; 25 petani) untuk pohon yang belum produktif.

Pada tahun-tahun selanjutnya, penyuluhan hanya dilakukan kepada kelompok tani yang merasa memerlukan dan ingin mendapatkan informasi tentang pengelolaan kebun Pamelo. Selain dari kelompok tani yang akan menerima bantuan bibit dari dinas pertanian setempat, permintaan penyuluhan juga datang dari kelompok tani penanam baru. Perkembangan respon petani terhadap penyuluhan yang dilakukan oleh TIM SUP Pamelo selama 3 tahun sangat menggembirakan (Tabel 3), yaitu baik jumlah desa maupun kelompok tani meningkat hampir 3 kali dari kondisi awal pengkajian.

(8)

Tabel 3. Jumlah Desa dan Kelompok Tani yang Mendapatkan Penyuluhan Tahun 1997/1998-1999/2000 di Lokasi Pengkajian SUP Pamelo Kabupaten Magetan

Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Kelompok Tani 1997/98 1998/99 1999/00 1997/98 1998/99 1999/00 Sukomoro Bendo Kawedanan Takeran 3 3 2 3 9 8 4 4 9 8 7 4 7 7 2 3 19 12 4 4 23 18 9 11 11 25 28 19 39 61

Peningkatan Kesehatan Kebun Pamelo

Pada awal kegiatan pengkajian dan pengembangan SUP Pamelo, 89-93% pohon Pamelo yang ada telah terinfeksi penyakit blendok dengan tingkat serangan 24-35% (Gambar 1). Dengan mahalnya harga pestisida, adanya alternatif fungisida 'Bubur California' yang dapat dibuat sendiri oleh petani dari bahan belerang dan kapur, terbukti dapat meningkatkan motivasi petani mengendalikan penyakit tersebut.

Pengendalian penyakit blendok dengan insektisida generik Bubur California secara intensif terbukti mampu meningkatkan kesehatan pohon utamanya di petani kooperator. Pola penurunan luas serangan dan intensitas serangan yang terjadi pada kebun petani non kooperator relatif sama walaupun tidak secepat yang terjadi pada kebun Pamelo milik petani kooperator.

Serangan penggerek buah yang pada tahun 1997 mencapai 34,1% dapat dikendalikan menjadi 0,9% pada tahun 2000. Pola yang sama juga dijumpai pada serangan lalat buah (Gambar 2). Keberhasilan menekan serangan penggerek buah dan lalat buah meningkatkan produktivitas pada panen tahun 1998 secara nyata, disamping karena faktor iklim. Karena adanya penyimpangan iklim, bakal buah untuk panen raya tahun 1999 relatif sedikit, sehingga petani membiarkan buah apitannya yang pada tahun sebelumnya dibuang untuk memutus siklus hidup hama penggerek buah.

Penggerek buah selain dapat dikendalikan dengan memetik buah-buah yang terinfeksi, kemudian dikubur dalam tanah atau dibakar, juga disemprot dengan insektisida tertentu (Nurhadi dan Whittle, 1988). Pengendalian lalat buah dengan perangkap Methyl Eugenol akan menjadi efektif bila dilakukan tepat pada saat generasi lalat buah muncul serentak (Klashoven, 1981) dan dilaksanakan secara serentak dan berkelanjutan.

Pada awal dimulai Pengkajian SUP Pamelo, beberapa petani dijumpai menanam jeruk keprok Siem diantara tanaman Pamelonya. Walaupun hal tersebut sangat tidak disarankan, akhir-akhir ini petani Pamelo justru telah banyak yang menanam keprok Siem secara luas di tegal bercampur dengan tanaman Pamelonya dengan menggunakan bibit yang berasal dari Tulungagung dan Purworejo (Jawa Tengah) yang merupakan daerah endemis CVPD. Selain itu, berdasarkan pengamatan pada tanaman jeruk keprok Siem telah dijumpai vektor CVPD Diaphorina citri Kuw. dalam jumlah banyak. Walaupun Pamelo dikenal sebagai yang toleran terhadap penyakit CVPD, adanya banyak keluhan petani tentang tanaman Pamelonya yang mulai menunjukkan gejala menguning mirip CVPD. Perlu diwaspadai mengingat menurut hasil penelitian di Taiwan menunjukkan adanya beberapa strain CVPD pada Pamelo di Serawak, Malaysia. Oleh karena itu, petani Pamelo diharapkan untuk tidak menanam jeruk keprok Siem.

(9)

Gambar 1. Intensitas serangan penyakit blendok di kebun kelompok tani kooperator dan Non kooperator selama tiga tahun di lokasi pengkajian SUP pamelo Kabupaten Magetan

Gambar 2. Luas serangan penyakit blendok di kebun kelompok petani kooperator selama tiga tahun di lokasi pengkajian SUP pamelo kabupaten Magetan

(10)

Gambar 3. Penurunan tingkat serangan penggerek buah di kebun kelompok tani kooperator dan non kooperator selama tiga tahun di lokasi pengkajian SUP pamelo Kabupaten Magetan

Gambar 4. Penurunan tingkat serangan hama lalat buah selama tiga tahun di lokasi pengkajian SUP pamelo Kabupaten Magetan

(11)

Gambar 5. Penyimpangan pola curah hujan tahun 1998 terhadap pola normal 1988-1997

Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani

Produktivitas buah Pamelo selama berlangsungnya Pengkajian dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Pamelo sangat berfluktuasi sebagai akibat respon tanaman terhadap perubahan iklim terutama yang terjadi pada tahun 1998 dan serangan terutama hama penggerek buah. Pola fluktuasi produktivitas pohon milik petani kooperator dan non kooperator yang diamati masing-masing dari 6-8 petani dengan pemilikan 75-420 pohon relatif sama dan konsisten (Tabel 4). Kondisi ini mencerminkan konsistensi efektivitas teknologi anjuran yang diterapkan oleh petani.

Tabel 4. Fluktuasi produktivitas pohon Pamelo produktif umur 8-12 tahun selama berlangsungya Pengkajian SUP Pamelo, Magetan 1997-2000

Petani Produktivitas (buah/pohon)

1997 1998 1999 2000* Kooperator Non kooperator 17.8 15.5 53.6 32.2 23.4 20.0 99.4 59.4

Keterangan: * = prediksi panenan bulan Mei-Juli 2000

Pada panenan buah tahun 1997, sebelum Pengkajian dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Pamelo di Kabupaten Magetan dimulai, hampir 50% buah Pamelo terinfeksi oleh penggerek dan lalat buah sehingga tidak laku di pasaran (Supriyanto et al., 1998). Kekompakan petani untuk memutus siklus hidup penggerek buah dengan membuang buah apitan, yaitu hasil pembuahan di luar musim, terbukti mampu meningkatkan produksi buah pada panenan tahun 1998. Selanjutnya, musim kemarau yang basah pada tahun 1998 menyebabkan proses pembungaan dan pembuahan tidak berlangsung sempurna. Akibatnya terjadi penurunan produksi pada tahun 1999 (Tabel 4). Buah apitan hasil pembungaan bulan Desember-Maret (pembungaan normal terjadi bulan Oktober-Desember) pada tahun tersebut, bahkan lebih banyak dibandingkan hasil panen raya sehingga mempersulit pengendalian penggerek buah dengan membuang buah apitan secara serempak.

Panenan buah Pamelo bulan Mei-Juli 2000 diprediksikan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Selain sebagian besar petani yang telah menerima penyuluhan menerapkan teknologi anjuran terutama dalam pengendalian hama dan penyakit penting, juga disebabkan iklim yang sudah mulai menuju ke kondisi normal. Hasil analisis usahatani Pamelo yang menerapkan teknologi anjuran disajikan Tabel 5.

Tabel 5. Biaya produksi, nilai produksi dan pendapatan usahatani Pamelo umur 11 tahun per hektar yang menerapkan paket teknologi anjuran tahun 1997-1998

Uraian Nilai (Rp.) Biaya tetap - Sewa tanaman - Penyusutan alat - Bunga modal Biaya variabel - Sarana produksi - Tenaga kerja 10.000.000 36.000 699.694

(12)

Total biaya produksi Nilai produksi Pendapatan 1.196.070 869.446 12.801.210 44.278.860 31.477.650

Keterangan: populasi per ha 240 pohon, biaya modal 30% dan harga Rp. 2.250,- per buah

Untuk mengetahui gambaran prospek usahatani Pamelo, selain masalah teknis budidayanya perlu juga diketahui analisis usahataninya. Analisis ini dilakukan di salah satu daerah sentra produksi Desa Duwet, Kecamatan Benda, Magetan, pada awal tahun 1997 sebelum terjadi krisis moneter.

Biaya produksi tahun pertama cukup besar, karena diperlukan untuk membeli bibit, peralatan dan upah membuat lubang tanaman hingga menanam. Selama 15 tahun, usahatani Pamelo memberikan keuntungan Rp. 205.683.550,-/ha atau rata-rata setahun Rp.l3.712.236,-/ha dengan R/C rasio 5,7. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani Pamelo memberikan keuntungan cukup besar, dengan biaya produksi 1 satuan akan diperoleh produksi senilai 5,7 kali lipat. Titip impas (BEP) dari usahatani Pamelo seluas satu hektar adalah Rp. 13.712.236,-. Jumlah nilai produksi sebesar ini akan dicapai pada tahun ke-7, bahkan pada tahun ini dapat diperoleh keuntungan Rp. 8.466.167,-(Sutopo, 1999). Dengan demikian tahun-tahun selanjutnya tinggal memperoleh keuntungan saja. Jika dikelola dengan baik pohon Pamelo dapat bertahan lebih dari 40 tahun.

Lahan usahatani Pamelo akan memberikan pendapatan tambahan jika diberi tanaman sela. Keuntungan dari satu kali penanaman tanaman sela kacang tanah adalah Rp. 978.500,-/ha, sedangkan jika ditanami padi gogo adalah Rp. 1.320.000,-/ha (Sugiyarto, dkk., 1997). Meskipun keuntungan dari jenis padi gogo lebih besar, tetapi tanaman sela yang dianjurkan adalah dari jenis kacang-kacangan, karena selain lebih pendek, dapat membantu mengikat nutrisi dari udara, dan limbahnya sangat baik untuk bahan kompos pengganti pupuk kandang.

Sistem Usaha Pertanian merupakan usaha komersial di bidang pertanian yang bersifat dinamis berorientasi pada permintaan pasar sesuai kondisi bio-fisik dan sosial-ekonomi serta kebutuhan masyarakat, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh produsen dalam meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian dan laba dari usahanya (Adnyana, 1996).

Peningkatan produktivitas dan pendapatan petani memicu ledakan permintaan bibit Pamelo yang walaupun telah diantisipasi sebelumnya tetapi sulit dipenuhi dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu keberhasilan rasionalisasi jumlah varietas sangat ditentukan oleh konsistensi para penangkar bibit binaan dalam memproduksi bibit hanya dari 3 varietas yang telah disepakati yaitu Pamelo Nambangan, Sri Nyonya dan Magetan. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, penyiapan penyediaan bibit Pamelo musim tanam 2000/2001 dinilai lebih siap. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kemampuan para penangkar dalam memproduksi bibit dan ketersediaan mata tempel 3 varietas Pamelo yang memadai. Pada tahun ini, pohon induk Pamelo di Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) yang dibangun di Kebun Bibit Hortikultura Jiwan, Madiun sudah mulai dapat dipanen. Pasar bibit yang prospektif semakin meningkatkan motivasi penangkar untuk menghasilkan bibit Pamelo yang bermutu.

Kulit buah Pamelo dapat dibuat manisan (Nurbana et al., 1999) dan mempunyai prospek untuk dikembangkan mengingat hampir sekitar 15-20% buah Pamelo yang dihasilkan Kabupaten Magetan tidak bisa dipasarkan dalam bentuk segar, diantaranya berasal dari penjarangan buah, serangan hama dan gugur buah. Saat ini justru yang memanfaatkan limbah kulit buah tersebut adalah pengusaha dari Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Asosiasi Pamelo Magetan, pada tahun 2000 akan membangun industri skala rumah tangga manisan kulit buah Pamelo di Kecamatan Sukomoro mendapat dana dari APBD II sebesar Rp. 35.000.000,-

(13)

Tata niaga buah Pamelo mempunyai 3 saluran pemasaran (Irawan, 2000) yaitu (I) petani-tengkulak/pedagang pengumpul-konsumen sekitar Magetan, (II) petani-tengkulak-pedagang menengah-pengecer luar Magetan-konsumen luar negeri, dan (III) petani-tengkulak-pedagang menengah-pedagang besar-pengecer luar Magetan-konsumen luar Magetan. Walaupun hingga kini pemasaran buah Pamelo belum menghadapi masalah berarti, posisi tawar petani kecil dinilai masih lemah sehingga sering dirugikan oleh tengkulak yang memiliki informasi pasar yang lebih akurat. Buah Pamelo berkualitas prima mempunyai harga yang tinggi dan biasanya dijual di pasar swalayan yang ada di kota-kota besar. Kondisi ini sangat menguntungkan dan dapat memacu petani untuk menghasilkan buah Pamelo yang lebih bermutu. Asosiasi Pamelo Magetan diharapkan mampu mengakomodasikan permasalahan pemasaran buah Pamelo dan membuka segmen pasar baru misalnya dengan membangun kios Pamelo di Stasiun kereta api Gubeng, Pasar Turi dan Bandara Udara Juanda guna menjaring konsumen tingkat menengah ke atas.

Akselerasi pengembangan Pamelo pada tiga tahun terakhir, akan meningkatkan produksi jeruk menjadi sekitar ± 30.000 ton pada 3-5 tahun mendatang. Pembangunan rumah pengemasan (‘packing house’) perlu dipertimbangkan untuk mengantisipasi peningkatan produksi Pamelo dan distribusi pemasarannya pada masa yang akan datang.

Pengkajian Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Jeruk Nipis di Kabupaten Jombang Karakterisasi Wilayah

Kabupaten Jombang yang luasnya 1.159,5 km2 terdiri dari 20 kecamatan dengan ketinggian lokasi 11-700 m di

atas permukaan laut, berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten Lamongan, sebelah timur dengan Kabupaten Mojokerto, sebelah selatan dengan Kabupaten Malang dan Kediri dan di sebelah barat dengan Kabupaten Nganjuk. Menurut struktur tanahnya, 42% luas Kabupaten Jombang terdiri dari sawah, 15% diantaranya berupa pekarangan dan 43% sisanya merupakan lahan kering. Curah hujan per tahun 984-2232 mm dengan hari hujan 72-96 hari per tahunnya (Anonim, 1998a).

Lokasi pengkajian terletak di Kecamatan Perak dan Bandar Kedungmulyo sebagai wilayah rehabilitasi jeruk nipis dan Kecamatan Gudo dan Diwek yang ditetapkan pemda setempat sebagai wilayah pengembangan baru. Tanaman jeruk nipis perak yang pernah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani, pada tahun 1985 mati karena terjadinya serangan penyakit CVPD yang endemis di Indonesia. Pada kurang lebih 5 tahun terakhir beberapa petani telah mencoba menanam jeruk nipis lagi dan sebagian telah menunjukkan hasil yang memberikan harapan kepada petani untuk berusahatani kembali komoditas andalannya.

Kecamatan Perak yang berpenduduk 46.914 jiwa (1997) mempunyai luas areal 2.904,3 ha terdiri dari 13 desa dan terletak pada ketinggian ± 11 m di atas permukaan laut. Dengan wilayah yang relatif datar, 61,2% wilayahnya merupakan lahan sawah yang sebagian besar beririgasi teknis; sisanya sekitar 1.127,9 ha merupakan lahan kering yang digunakan sebagai pekarangan sekitar 639,1 ha sedangkan 109,9 ha merupakan lahan tegal. Curah hujan rata-rata per tahun 923-1.504 mm dengan 45-55 hari hujan (Anonim, 1998b). Jenis tanah didominasi aluvial dan berdasarkan zona agroekologinya, Kecamatan Perak termasuk kelompok zona IV axi.

Kecamatan Bandar Kedungmulyo yang berpenduduk 44.162 jiwa (1997) mempunyai luas areal 3.249,7 ha terdiri dari 11 desa yang terletak pada ketinggian ± 13 m di atas permukaan laut. Tujuh puluh persen arealnya berupa sawah yang sebagian besar beririgasi teknis; sedangkan sisanya sekitar 974,7 ha merupakan lahan kering digunakan sebagai pekarangan 738,2 ha, lahan tegal 222,6 ha, sedangkan sisanya untuk lainnya. Rata-rata curah hujan per tahun 933,0-2.507,0 mm dengan 44-96 hari hujan (Anonim, 1998c). Jenis tanah didominasi aluvial dan berdasarkan zona agroekologinya, Kecamatan Bandar Kedungmulyo termasuk kelompok zona IV axi.

(14)

Kondisi Pertanaman Jeruk

Walaupun belum tersedia data yang akurat jumlah pohon jeruk nipis yang ada di Kabupaten Jombang, namun diperkirakan sekitar ± 10.000 pohon tersebar di empat Kecamatan Gudo dan Diwek utamanya di Kecamatan Perak dan Bandar Kedungmulyo. Dari jumlah yang ada, kurang lebih 5.000 pohon baru ditanam petani pada bulan Nopember-Desember 1999 dan Januari-Pebruari 2000 yang merupakan bantuan dari Pemda setempat. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa ± 47,1% tanaman yang ada sudah terinfeksi CVPD dengan tingkat serangan CTV (Citrus Tristeza

Virus) dengan luas serangan ± 43,3% dan tingkat serangan 16,7% (Tabel 6). Kondisi tersebut sangat membahayakan

mengingat dalam tanaman yang sama dijumpai banyak vektor CVPD D. citri dan telurnya dalam jumlah banyak (Tabel 7) dan juga vektor CTV yaitu aphids yang sering muncul pada saat tanaman berpupus.

Tabel 6. Luas dan intensifas serangan penyakit CVPD dan CTV yang terjadi di pertanaman jeruk nipis di daerah sentra produksi di Kabupaten Jombang. Maret 2000

Kecamatan Populasi yang

diamati Umur CVPD CTV Luas Intensitas serangan Luas Intensitas serangan pohon tahun % % Perak Bandar Kedungmulyo Gudo Duwek 320 62 27 83 2-4 2-7 4-7 2-4 37,5 46,6 50,0 54,0 16,1 29,2 16,7 14,3 46,8 63,6 33,3 29,5 42,8 72,9 25,0 26,8 Rata-rata 27-320 2-7 47,0 19,1 43,3 16,7

Tabel 7. Sebaran Diaphorina citri di Empat Kecamatan Pengembangan Jeruk Nipis di Kabupaten Jombang. Maret 2000

Kecamatan Populasi serangga dewasa per tunas

Populasi telur (butir) per tunas Perak Bandar Kedungmulyo Gudo Duwek 4-5 4-5 4-6 3-5 80-150 70-150 40-80 15-60

Keberhasilan penerapan Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) menuntut kedisiplinan petani dalam setiap berusahatani jeruk nipis untuk, (1) menggunakan bibit jeruk bebas penyakit, (2) mengendalikan vektor CVPD, (3) menjaga sanitasi kebun, (4) memelihara secara optimal, dan (5) kekompakan dalam penerapan setiap komponen teknologi PTKJS. Kaitannya dengan mengamankan upaya rehabilitasi jeruk nipis di Kabupaten Jombang, perlu segera dilakukan langkah-langkah strategis yaitu (1) pembongkaran (diganti bibit bebas penyakit) tanaman sakit yang terserang CVPD, (2) koordinasi pengendalian penyakit CVPD dan vektor D. citri yang meningkat aktivitasnya di dataran rendah yang panas

(15)

terutama pada saat tanaman berpupus, dan (3) pengawasan lalu lintas bibit dengan melarang setiap bibit tanpa label diperjual-belikan dan ditanam di Kabupaten Jombang.

Selain serangan penyakit CVPD, penyakit CTV juga telah ditemukan menyerang lebih dari 90% jeruk yang ada di Indonesia. Aphids sebagai vektor penyakit ini, selain bersifat polyphage juga hampir sulit dikendalikan di daerah tropis apalagi jeruk nipis juga merupakan tanaman indikator, yang gejalanya dapat langsung dilihat pada daun, yaitu yang menunjukkan transparansi tulang daun (vein clearing). Penyakit CTV, belum pernah dilaporkan di Indonesia sebagai penyakit yang mematikan sehingga virus yang ada diduga merupakan strain lemah. Walaupun demikian, kewaspadaan perlu ditingkatkan kaitannya dengan adanya informasi bahwa pohon jeruk sakit CVPD yang juga terserang penyakit CTV akan mengalami kemunduran kesehatan yang lebih drastis. Penyebaran bibit jeruk nipis yang telah diimunisasi CTV strain lemah yang protektif perlu dipertimbangkan dikembangkan di masa mendatang.

Penyediaan Bibit

Pemda Kabupaten Jombang melalui Proyek Inpres Dati II, pada tahun anggaran 1998/1999 telah membangun Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) jeruk nipis bebas penyakit dalam rumah kasa berukuran 10 m x 15 m dengan ± 600 pohon induk. Selain itu, juga dibangun rumah naungan seluas 10 m x 20 m. BPMT dan rumah naungan dikelola oleh kelompok penangkar bibit SAMPURNA yang beranggotakan 20 penangkar. Materi BPMT berasal dari IPPTP Tlekung, BPTP Karangploso yang dikirim dua tahap, yaitu 250 berupa bibit pada tahun 1999 dan 250 mata tempel yang diokulasikan pada batang-bawah yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Tabel 8. Produktivitas mata tempel BPMT jeruk nipis bebas penyakit di Desa Pucungsimo, Kecamatan Bandar Kedungmulyo Kabupaten Jombang. Maret 2000

Jumlah bibit/ mata tempel

Produktivitas mata tempel*

1998 1999 2000 Kiriman I (bibit)

Kiriman II (mata tempel)

290 282 15.000 6.000 45.000 40.000 Total 572 21.000 85.000

* Jumlah mata tempel yang bisa dipanen dua kali pada bulan penempelan April-September

Sebagian besar anggota kelompok penangkar bibit adalah petani tanaman pangan dan belum berpengalaman memproduksi bibit jeruk maupun buah-buahan lainnya sehingga memerlukan pembinaan yang intensif. Penyuluhan, pelatihan dan praktek bersama telah dilakukan oleh peneliti dan petugas detasiring. Walaupun proses adopsi dinilai relatif lambat, produktivitas mata tempel pada tahun 1999 relatif tinggi yaitu mencapai 21.000 mata tempel (Tabel 8), dan tidak semua kapasitas mata tempel yang ada dimanfaatkan karena pemda setempat pada musim tanam 1999/2000 hanya memerlukan 3.000 bibit jeruk nipis di luar kebutuhan swadana petani. Pada musim penempelan yaitu pada bulan Mei-September 2000 diperkirakan kapasitas produksi BPMT di Bandar Kedungmulyo dapat mencapai ± 85.000 mata tempel.

Pelatihan Pengelolaan Kebun

Proses alih teknologi anjuran pengelolaan kebun jeruk nipis belum produktif dilaksanakan melalui beberapa kali penyuluhan. Sebuah demo plot seluas ± 0,8 ha dengan populasi ± 500 pohon telah dibangun di Desa Pucungsimo, Kecamatan Bandar Kedungmulyo Kabupaten Jombang. Demo plot yang akan diperluas menjadi ± 1 ha pada musim tanam 2000/2001 ini, dikelola secara optimal berdasarkan teknologi anjuran dan difungsikan sebagai percontohan dan tempat

(16)

pelatihan. Kegiatan yang utama pada tahun I ini adalah pembentukan arsitektur pohon yang jarang dilakukan oleh petani. Pertumbuhan tanaman sangat bagus dan hingga kini belum dijumpai adanya tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi CVPD. Selama pohon belum berproduksi, lahan antar pohon ditanami jagung dan kacang tanah sebagai tanaman sela. Pertumbuhan tanaman hingga kini sangat memuaskan (Tabel 9).

Tabel 9. Pertumbuhan tanaman jeruk nipis di demo plot milik petani kooperator dan non kooperator, Kecamatan Bandar Kedungmulyo. Maret 2000

Komponen Pertumbuhan Demo plot di luar Demo plot Tinggi tananaman (cm)

Diameter batang atas (cm) Diameter batang bawah (cm) Diameter tajuk (cm)

Bentuk pohon

Kondisi visual tanaman

100.3-133.7 1.6-2.0 1.7-2.5 71.9-96.5 baik baik 89.0-107.2 1.5-1.7 1.7-2.1 68.3-86.5 kurang baik cukup Pemasaran

Prospek pembangunan agribisnis jeruk nipis di Kabupaten Jombang nampak pada masih sangat berperannya pedagang besar buah jeruk nipis di Kecamatan Perak dan Bandar Kedungmulyo sebagai distributor wilayah Jatim, Jateng bahkan Jakarta dan Bali. Buah jeruk nipis yang dipasarkan justru berasal dari Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bali, serta sebagian kecil dari daerah Jombang sendiri. Berdasarkan survei, omset perdagangan buah jeruk nipis tersebut setiap tahunnya bisa mencapai ± 17 milyar rupiah. Artinya, peluang pasar buah jeruk nipis sangat besar sebab buah jeruk nipis yang berasal dari daerah Jombang akan dapat menggantikan yang berasal dari luar Jawa, karena mutu buahnya yang lebih baik.

Pengkajian Pengembangan Sitem Usaha Pertanian Jeruk Keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo

Melalui Proyek Pengembangan Agribisnis Hortikultura (P2AH) Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo merencanakan membangun agribisnis jeruk keprok Pulung yang berlokasi di Kecamatan Sooko yang meliputi 6 desa yaitu Desa Suru, Sooko, Pudak Wetan, Pudak Kulon, Krisik dan Ngadirejo. Proyek seluas 500 ha dengan populasi/ha ini bertujuan untuk mengembalikan kejayaan Kabupaten Ponorogo sebagai sentra produksi jeruk keprok Pulung yang rusak akibat serangan penyakit CVPD dan pengelolaannya diserahkan kepada 30 Kelompok Tani Jeruk yang mendapatkan bibit dan sarana produksi secara gratis dan pembinaan dari instansi terkait. Penanaman bibit telah dimulai pada musim tanam 1997/1998 dan hingga tahun 1999/2000 ini telah mencapai luasan 500 ha (Tabel 10).

Tabel 10. Realisasi Penanaman Jeruk Keprok Pulung dan Batu-55 Proyek Pengembangan Agribisnis Hortikultura (P2AH) di Kecamatan Sooko, Kabupaten Ponorogo

Nama Desa Jumlah Kelompok Tani

Luas Tanam (ha) Jumlah 1997/1998 1998/1999 1999/2000 Suru Sooko 4 2 50.0 - 48.8 23.8 - - 98.8 23.8

(17)

Pudak Wetan Pudak Kulon Krisik Ngadirejo 9 6 3 5 - - - - 116.1 59.0 51.0 51.3 27.0 - - 73.0 153.1 59.0 51.0 124.3 Jumlah 30 50.0 350.0 100.0 500

Sumber : Diperta Kabupaten Ponorogo Populasi : 500 pohon/ha

Varietas : keprok Pulung 64% dan sisanya 36% keprok Batu 55.

Dalam pelaksanaan, karena alasan belum tersedianya bibit jeruk keprok Pulung, penanaman tahun I dan sebagian dari tahun II menggunakan varietas keprok Batu 55 yang mencapai 36% dari jumlah 225.000 bibit yang telah ditanam hingga tahun 1999/2000. Keprok Batu 55 sebenarnya mirip dengan keprok Pulung, bahkan berdasarkan informasi, keprok Pulung boleh jadi merupakan keprok Batu 55 yang telah beradaptasi di Kabupaten Ponorogo (Mahfudi, komunikasi pribadi). Selain itu, karena alasan tertentu, pembentukan hamparan skala ekonomis 500 ha tidak bisa diwujudkan karena lokasi penanaman terletak pada dua kawasan yang berbeda dan agak berjauhan, yaitu kelompok Desa Sooko, Pudak Wetan, Pudak Kulon dan Krisik yang mempunyai ketinggian sekitar di atas 800 m di atas permukaan laut; sedangkan Desa Suru dan Ngadirejo mempunyai ketinggian sekitar 600 m di atas permukaan laut.

Evaluasi tingkat adopsi teknologi PTKJS oleh petani belum bisa dilaksanakan karena baru berlangsung beberapa bulan. Walaupun demikian, minat petani untuk mengikuti penyuluhan relatif besar dan diharapkan secara bertahap, pemahaman dan penerapan teknologi PTKJS dapat diadopsi oleh petani setempat untuk mewujudkan sentra agribisnis jeruk keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo. Berbeda dengan pengkajian SUP jeruk nipis perak di Kabupaten Jombang, di wilayah pengkajian jeruk keprok Pulung belum ditemukan tanaman yang menunjukkan gejala penyakit CVPD dan serangga penularnya D. citri. Aktivitas vektor CVPD dan CTV, yaitu aphid yang dijumpai di lokasi pengkajian relatif rendah karena berada di dataran tinggi yang suhunya lebih dingin.

Pengkajian dan pengembangan SUP jeruk keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo pada tahun I ini, menekankan pada pengkajian penerapan PTKJS di pertanaman yang ada di Desa Krisik (50 ha) dengan membangun demo plot seluas ± 2 ha di lahan milik Kelompok Tani Jeruk Krisik. Di demo plot, pertanaman dikelola sesuai dengan teknologi anjuran dan difungsikan sebagai materi penyuluhan untuk petani dan percontohan. Selama pengkajian tahun I, penyuluhan telah dilakukan kepada 15 kelompok dari 18 kelompok tani yang memiliki pertanaman jeruk seluas ± 226 ha (Tabel 11). Penyuluhan dilakukan pada malam hari oleh peneliti, tenaga detasiring dan pemandu lapang P2AH.

(18)

Tabel 11. Kelompok tani jeruk di lokasi pengkajian dan pengembangan SUP jeruk keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo. April 2000

Desa Dusun Kelompok Tani

Jeruk Luas Lahan (ha) Pudak Wetan Pandansari

Trembang Ngelo Pudak Kidul Bakalan Gruwo Tritik Pandansari I Pandansari II Trembang Ngelo Pudak Kidul Bakalan Gruwo Tritik I Tritik II 11.1 10.8 12.8 15.1 17.2 18.7 9.3 11.0 10.0 116.0 Pudak Kulon Pudak Kulon KTJ I

KTJ II KTJ III KTJ IV KTJ V KTJ V 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 9.0 59.0 Krisik Ngreco Krisik Surokoyo Ngreco Krisik Surokoyo 17.0 19.0 15.0 51.0 Jumlah 226.0

Keterangan: Sumber : Diperta Kabupaten Ponorogo

Tabel 12. Keragaan Pertumbuhan Pohon Jeruk Keprok Pulung Umur 2 Tahun di Demo Plot vs Luar Demo Plot di Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo. Maret 2000

Komponen Pertumbuhan Demo plot di luar Demo plot Tinggi tananaman (cm)

Diameter batang atas (cm) Diameter batang bawah (cm) Diameter tajuk (cm)

Bentuk pohon

Kondisi visual tanaman

85.6-119.0 0.8-2.4 1.8-2.4 32.7-50.3 baik baik 63.6-89.0 1.0-1.6 1.4-2.2 20.0-34.6 kurang baik cukup baik

(19)

Keragaan pertumbuhan tanaman jeruk di demo plot relatif lebih baik dibandingkan yang di luar demo plot (desa yang berbeda) terutama bentuk arsitektur pohonnya (Tabel 12). Petani di lokasi pengkajian nampak sayang untuk melakukan pemangkasan bentuk sehingga dalam satu pohon memiliki banyak cabang. Pembinaan petani untuk lebih mandiri dalam menerapkan PTKJS agaknya masih perlu terus dilakukan secara intensif terutama dalam kekompakan dalam penerapannya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemahaman, persamaan persepsi dan rasa memiliki program antar peneliti, penyuluh dan petani serta instansi terkait mampu menggerakkan potensi yang dimiliki menuju terwujudnya sentra agribisnis Pamelo di Kabupaten Magetan. Akselerasi adopsi teknologi anjuran sangat dipengaruhi oleh kinerja simpul-simpul agribisnis lainnya termasuk lembaga pendukung terutama perbankan. Pemda setempat melalui Asosiasi Pamelo Magetan diharapkan dapat meneruskan secara konsisten pelaksanaan kegiatan selanjutnya dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Petani Pamelo diharapkan untuk tidak menanam jeruk keprok Siem dari bibit sembarang kaitannya dengan bahaya penyakit CVPD yang bisa jadi menyerang Pamelo yang selama ini dianggap toleran terhadap CVPD.

Pemda dan Asosiasi Pamelo Magetan harus sudah mulai mengantisipasi penggandaan produktivitas hingga mencapai 30.000 ton atau senilai ± Rp. 50 milyar pada 3-5 tahun mendatang dengan mendirikan rumah pengemasan ('packing house') yang sebaiknya sebagian sahamnya dimiliki oleh petani Pamelo. Promosi pengembangan dan pembukaan segmen pasar baru perlu segera dilakukan secara sistematis.

Pola pengembangan yang mirip dengan SUP Pamelo juga dijumpai pada pengkajian SUP jeruk nipis Perak di Kabupaten Jombang dan SUP jeruk keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo yang baru berlangsung satu tahun dan tidak dilanjutkan lagi pada tahun anggaran 2000 ini.

Prakiraan Dampak Hasil Kegiatan

Kolonisasi kantong-kantong produksi yang telah ada, secara bertahap berhasil mewujudkan kawasan usaha berskala ekonomis dengan penanaman baru yang selama 3 tahun berlangsungnya kegiatan pengakajian SUP Pamelo mencapai hampir 100% dari tanaman yang ada. Sebagian besar petani Pamelo yang menerapkan teknologi anjuran mampu meningkatkan kesehatan kebun, produktivitas dan pendapatannya. Asosiasi Pamelo Magetan diharapkan mampu mengakomodasikan pemecahan masalah yang dihadapi para anggotanya sekaligus menghela simpul-simpul agribisnis dalam mewujudkan sentra agribisnis Pamelo dan sumber pertumbuhan ekonomis regional di Kabupaten Magetan. Rencana pembangunan industri skala rumah tangga manisan kulit buah Pamelo perlu ditindak-lanjuti.

Pembinaan intensif simpul-simpul agribisnis sesuai program yang telah disepakati, akan dapat menjadikan Kabupaten Magetan sebagai sentra agribisnis Pamelo terbesar di Indonesia yang mampu bersaing di perdagangan internasional.

Dengan tidak dilanjutkannya pengkajian SUP Pamelo jeruk pada tahun anggaran 2000 mengakibatkan apa yang telah dicapai selama ini, terutama untuk pengkajian SUP jeruk nipis Perak di Kabupaten Jombang dan SUP jeruk keprok Pulung di Kabupaten Ponorogo yang baru berlangsung selama satu tahun sulit dikembangkan. Walaupun demikian, diharapkan Pemda setempat dapat meneruskan hasil-hasil yang selama ini telah dicapai.

PUSTAKA

Adnyana, M.O. 1996. Pengkajian dan Pengembangan SUP Komoditas Unggulan. Lokakarya BPTP/LPTP Se-Indonesia. BPTP Karangploso.

Anonim. 1998a. Kabupaten Jombang dalam Angka Tahun 1997. Bappeda Kabupaten Dati II Jombang dan BPS Kabupaten Jombang. 228 hal.

______. 1998b. Kecamatan Perak dalam Angka Tahun 1997. BPS Mantri Statistik Kecamatan Perak. 113 hal.

______. 1998c. Kecamatan Bandar Kedungmulyo dalam Angka Tahun 1997. Mantri Statistik Kecamatan Kedungmulyo. 126 hal.

Aubert. 1987. Lee Greening Line Malaide Infectieuse des Agrumes, d'origine Bacterienne Transmise par des Homopterous psyllides

(20)

Djoema'ijah dan Nurhadi. 1991. Budidaya dan Pengelolaan Hama Buah di Tingkat Petani dan Penyakit Tanaman Jeruk Bebas Penyakit di Indonesia. Makalah Seminar Aplikasi Teknologi. Surabaya.

Dwiastuti, M.E., M. Sugiyarto dan Yunawan. 1996. Seleksi Jenis Jeruk Toleran Terhadap Penyakit CVPD Isolat Daun. Makalah Simposium Pemuliaan Tanaman IV. Faperta UPN Veteran Jawa Timur. 12 hal.

Irawan, B. 2000. Efisiensi Pemasaran Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) di Kabupaten Magetan. Skripsi S-1. Universitas Wisnuwardhana, Malang.

Istianto, M., O. Endarto, L. Setyobudi dan S. Andayani. 1992. Evaluasi Potensi Parasitoid Individu Tamarixia radiata terhadap nimfa D. citri Kuw. Jurnal Hort.vol. 2(4) : 35-37.

Kashoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. (terjamahan dan revisi oleh Van der loan, P.A). PT Ichtiar Baru- Van Hoeve, Jakarta 701p.

Nurbana, S., Suhardi dan A. Supriyanto. 1999. Manisan Kulit Buah Pamelo. Brosur. BPTP Karangploso.

Nurhadi and A.M. Whittle. 1987. Parasitas of CVPD vector in East Java with reference to the prospect of biological control. Penelitian Hortikultura 3(3): 65-72.

______ and A.M. Whittle. 1989. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk. Sub Balithorti Tlekung, FAO/UNDP 118 p.

Setyobudi, L., O. Endarto, S. Wuryantini dan S. Andayani. 1995. Status Resistensi Toxoptera citricidus Terhadap Beberapa Jenis Insektisida. Jurnal Hortikultura vol 5(1): 30-34.

Sonda and Ichmoke, F. 1984. Eradication of The Oriental Fruit Fly from Okinawa Island and Its Adjacent Islands. Japan Pesticide Information. 44:3-6.

Sugiyarto, M., Sutopo, A. Supriyanto, O. Endarto dan P. Santoso. 1998. Pengkajian Perbaikan Teknologi Budidaya Tanaman Jeruk Besar cv Nambangan di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Dalam A. Supriyanto, M.C. Mahmud dan Roesmiyanto (penyunting) Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Sistem Usahatani Jawa Timur. p: 317-327.

_______, Sutopo, Djoema'ijah, Soenarso, A. Supriyanto. M.E. Dwiastuti dan B. Victor. 1997. Uji Paket Teknologi Budidaya Jeruk Bebas Penyakit cv. Nambangan di Sentra Produksi. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Komoditas Unggulan. Deptan. Badan Litbang Pertanian. BPTP Karangploso p : 26-42.

Supriyanto, A., E. Legowo, P. Santoso, M. Sugiyarto, Djoema'ijah, Hardiyanto, Suhardi, A. Triwiratno, O. Endarto, D.P. Saraswati, B.V. Lotulung, S. Nurbana, Suhariyono, Setiono, D.A. Susanto dan A. Cahyono. 1999. Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Jeruk Bebas Penyakit Mendukung Rehabilitasi Sentra Produksi; Pengkajian dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Pamelo (Citrus grandis L.) di Kabupaten Magetan Jawa Timur Tahun II. Laporan Teknis 1998/1999. BPTP Karangploso. 29 hal.

______, and A.M. Whittle. 1992. Citrus Rehabilitation in Indonesia. In R.H. Brlansky, R.F. Hee and L.W. Timmer (edts). Proc 11th Conf. of IOCV. p:409-413.

______, 1996a. Restrukturisasi dan Reorientasi Pelaksanaan Rehabilitasi Jeruk Keprok Tejakula di Bali Utara. Makalah disajikan pada Temu Aplikasi Teknologi Pertanian, Denpasar. 13 hal.

______, 1996b. Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat. Trubus no. 324 Tahun XXVII. Yayasan Sosial Tani Membangun. Hal. 32-45.

Supriyanto. A., Setiono, O. Endarto dan A. Triwiratno. 1998a. Rakitan Teknologi Produksi Bibit Jeruk Bebas penyakit

Dalam M. Sugiyarto, E. Widayati, W. Istuti, Yulfah, D. Setyorini dan S. Chanafi (penyunting). Monograf

Rakitan Teknologi. BPTP Karangploso, Malang Hal. 69-79.

______, M. Sugiyarto, Sutopo, Suhardi dan Hardiyanto. 1998b. Diskripsi Beberapa Kultivar Pamelo (Citrus grandis L.) di Kabupaten Magetan Jawa Timur. Laporan Penelitian dan Pengkajian. BPTP Karangploso. 37p.

______, E. Legowo, P. Santoso, M. Sugiyarto, Djoema'ijah, Hardiyanto, Suhardi, A. Triwiratno, O. Endarto, Sutopo, D.P. Saraswati, B.V. Lotulung, S. Nurbana dan Setiono. 1998c. Pengkajian Teknologi Sistem Usaha Pertanian Berbasis Jeruk Bebas Penyakit Mendukung Daerah Sentra Produksi di Jawa Timur. Laporan Penelitian 1997/1998. BPTP Karangploso. 108 p.

Sutopo, A. Supriyanto, M. Sugiyarto, O. Endarto dan A. Triwiratno. 1999. Dalam M. Sugiyarto dan E. Widajati (penyunting). Rakitan Teknologi Pertanian. Monograf BPTP Karangploso. hal : 68-82.

Gambar

Tabel 1.  Potensi Lahan Pengembangan Pamelo di Kabupaten Magetan.  1999
Tabel 2.  Penambahan  tanaman  Pamelo  selama  musim  tanam  1997/1998-1999/2000  di  Kecamatan  Sukomoro,  Bendo, Kawedanan dan Takeran Kabupaten Magetan
Tabel 3.  Jumlah Desa dan Kelompok Tani yang Mendapatkan Penyuluhan Tahun 1997/1998-1999/2000 di Lokasi  Pengkajian SUP Pamelo Kabupaten Magetan
Gambar 2.   Luas  serangan  penyakit  blendok  di  kebun  kelompok  petani  kooperator selama tiga tahun di  lokasi  pengkajian SUP  pamelo kabupaten Magetan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diseminasi media cetak (Liptan dan Brosur) telah diterima oleh penyuluh di tingkat lapangan, walaupun jumlah yang diterima di masing-masing Balai Informasi dan Penyuluhan

Tabel 1 menunjukkan bahwa sifat organoleptik yang terdiri atas kerenyahan, rasa, daya patah dan kesukaan terhadap kerupuk puli rambak yang mendapat penambahan bleng 0,3%

Dengan adanya inovasi teknologi dan dukungan kelembagaan yang dilakukan di laboratorium agribisnis Prima Tani Malang serta respon yang tinggi dari pelaku

Dengan diketahuinya keberhasilan penyambungan dari masing-masing klon batang atas tersebut, maka dapat direncanakan banyaknya penyambungan atau entris untuk

Nangka dapat tumbuh di daerah kering dengan bulan-bulan kering lebih dari 4 bulan (Djaenuddin et al. Pohon nangka berbuah besar mulai berbuah pada umur 5- 10 tahun

Arief (2001) berpendapat bahwa perhutanan sosial merupakan suatu kegiatan kehutanan yang melibatkan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dengan tujuan meningkatkan

Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan perbaikan teknologi budidaya kentang yang dilakukan di wilayah Prima Tani Kabupaten Magetan pada MK I 2007 dapat meningkatan

bassiana 3 kali selama periode pembentukan buah, pengendalian penyakit karat daun dan anrtraknose dengan pemangkasan bagian tanaman yang terserang, aplikasi fungisida