SOSIALISASI PEDOMAN
NASIONAL PENGENDALIAN TB
BAGI TIM DOTS RS
SE PROVINSI JAWA TIMUR
SUBDIT TB , DITJEN PP&PL
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Disampaikan
SURABAYA, 21 APRIL 2015
BAB I Pendahuluan
BAB II Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
BAB III Tatalaksana Pasien Tuberkulosis BAB IV Tatalaksana TB Pada Anak
BAB V Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat (MTPTRO)
BAB VI Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
BAB VII Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis
BAB VIII Public - Private Mix DOTS Dalam Pengendalian TB BAB IX Manajemen Laboratorium Tuberkulosis
BAB X Pengelolaan Logistik Program Pengendalian TB
BAB XI Pengembangan Sumber Daya Manusia Program Pengendalian Tuberkulosis
BAB XII Keterlibatan Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pengendalian TB
BAB XIII Sistim Informasi Strategis Program Pengendalian TB
3 Pilar Strategi Utama
1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya
pencegahan TB
a.Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT secara sistematis.
b.Pengobatan untuk semua pasien TB, resistan obat dengan disertai dukungan kepada pasien
c.Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang lain.
d.pengobatan
pencegahan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi
2. Kebijakan dan sistem
pendukung yang berani dan jelas.
a.Komitmen politis dalam pemenuhan kebutuhan layanan dan pencegahan TB.
b.Keterlibatan aktif
masyarakat organisasi
sosial kemasyarakatan dan pemberi layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
c.Penerapan layanan
kesehatan semesta dan aturan yang mendukung pengendalian TB mis: wajib lapor, registrasi vital
penggunaan obat dengan rasional, PPI TB.
d.Jaminan sosial,
pemberantasan kemiskinan untuk mengurangi dampak TB.
3. Intensifikasi
riset dan inovasi
a. Penemuan,
pengembangan dan penerapan secara cepat alat metode intervensi dan strategi baru pengendalian TB b. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang inovasiinovasi baru untuk mempercepat pengembangan program pengendalian TB.
Tujuan
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Target tahun 2015-2019
disesuaikan target RPJMN II, disinkronkan dengan END TB Strategy. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019
penurunan insidensi TB yang lebih cepat menjadi 3-4% per tahun dan penurunan angka mortalitas > dari 4-5% pertahun.
Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan insidensi sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidensi tahun 2015.
Kegiatan P2TB
3. Pengendalian TB Komprehensif
a. Penguatan layanan Laboratorium TB; b. Public-Private Mix TB;
c. Kelompok rentan: pasien Diabetes Melitus (DM), ibu hamil, gizi buruk; d. Kolaborasi TB-HIV;
e. TB Anak;
f. Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB; g. Pendekatan praktis kesehatan paru
h. MTPTRO i. Penelitian TB. 1. Tatalaksana TB Paripurna a. Promosi TB b. Pencegahan TB c. Penemuan pasien TB d. Pengobatan pasien TB e. Rehabilitasi pasien TB 2. Manajemen Program TB
a. Perencanaan program pengendalian TB
b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian TB c. Pengelolaan logistik program pengendalian TB
d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian TB e. Promosi program pengendalian TB.
BAB III Tatalaksana Pasien
Tuberkulosis
TUBERKULOSIS (TB)
• Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
• Identifikasi terhadap M.tuberculosis dengan
pemeriksaan bakteriologis sarana diagnosis ideal
untuk TB.
• Pemeriksaan bakteriologis : mikroskopis langsung,
Biakan dan Uji Kepekaan atau tes diagnostik cepat
(Xpert),
Penemuan Pasien TB
• Strategi penemuan secara intensif terutama pada kelompok populasi terdampak TB dan populasi rentan dengan promosi yang aktif.
• Terduga TB Paru: seseorang dengan gejala/klinis batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih,
TB Paru
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan bakteriologis yaitu
• pemeriksaan mikroskopis langsung, • biakan dan
• tes cepat TB
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan: pemeriksaan serologis, atau
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja atau
hanya dengan pemeriksaan uji tuberkulin..
TB ekstra paru
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena.
Dilakukan pemeriksaan bakteriologis
apabila juga ditemukan keluhan dan gejala yang sesuai, untuk menemukan
kemungkinan adanya TB paru.
Alur
diagnosi
s dan
tindak
lanjut TB
Paru
pada
pasien
dewasa
Klasifikasi pasien TB
Klasifikasi pasien TB menurut :
a. Pemeriksaan bakteriologis
b. Lokasi anatomi dari penyakit
c. Riwayat pengobatan sebelumnya
d. Status HIV
a. Berdasarkan pemeriksaan bakteriologis
1. TB yang terkonfirmasi bateriologis:
Adalah pasien TB dengan hasil pemeriksaan bakteriologis ditemukan kuman TB a.l mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
Kelompok ini terdiri:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
2. Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
Pasien yang tidak memenuhi kriteria terkonfirmasi bakteriologis
Kelompok adalah:
Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
b. Berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
1. Tuberkulosis paru :
• Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
• Milier TB TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dll Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis.
Bila menyerang beberapa organ diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
c. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1) Pasien baru TB
2) Pasien yang pernah diobati TB:
pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan
berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu: • Pasien kambuh:
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal:
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): • Lain-lain
d. berdasarkan status HIV
1. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV):
•. adalah pasien TB dengan: Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau
•. Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
2. Pasien TB dengan HIV negatif:
•. adalah pasien TB dengan: Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau •. Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.
3. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui:
•. adalah pasien TB tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosisTB ditetapkan
Pengobatan TB
Tujuan adalah:
a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup
b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
d. Menurunkan penularan TB
e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat
Prinsipnya adalah:
Diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat
Diberikan dalam dosis yang tepat
Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat)
Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan
Pengobatan TB
Tahap Pengobatan: Tahap Awal : Setiap hari
Tahap Lanjutan: 3 kali seminggu
Paduan OAT yang digunakan Indonesia
adalah:
• Kategori 1 : awal 2(HRZE) / 4(HR)3
• Kategori 2 : awal 2(HRZE)S S/5(HR)3E3
• Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau
2HRZA(S)/4-10HR
Pemantauan kemajuan pengobatan Dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis 2x (sewaktu danpagi)
negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif.
• Diperuntukkan:
1. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
2. Pasien TB paru terdiagnosis klinis
3. Pasien TB ekstra paru
Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(400) Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu 30-37 kg 2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. 2 tab 4KDT + 2 tab Etambutol2 tab 2KDT 38-54 kg 3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. 3 tab 4KDT + 3 tab Etambutol3 tab 2KDT 55-70 kg 4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. 4 tab 4KDT + 4 tab Etambutol4 tab 2KDT ≥71 kg 5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj. ( > do maks )5 tab 4KDT + 5 tab Etambutol5 tab 2KDT
Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Diberikan Pada Pasien yang pernah di obati TB: 1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya 3. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
Pemeriksaan dahak ulang untuk pemantauan hasil pengobatan
KATEGORI PENGOBATAN BULAN PENGOBATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 Pasien baru BTA positif 2(HRZE) / 4(HR)ӡ (==) (====) X apabila hasilnya BTA pos, periksa kembali pd bulan ke 3 (---) ( X ) apabila hasilnya BTA pos *, lanjutkan R/ dan periksa kembali pd bulan ke 5 (---) (---) X apabila hasilnya BTA pos**, dinyatakan gagal (---) X apabila hasilnya BTA pos **, dinyatakan gagal Pasien baru BTA negatif 2(HRZE) / 4(HR)ӡ (==) (====) X Apbl hasilnya BTA pos, periksa kembali pd bulan ke 3 (---) ( X ) apabila hasilnya BTA pos *, lanjutkan R/ dan periksa kembali pada bulan ke 5 (---) (---) X apabila hasilnya BTA pos **, dinyatakan gagal (---) X apabila hasilnya BTA pos **, dinyatakan gagal Pasien pengobat an ulang BTApos 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR) Eӡ ӡ (==) (====) (====) Xapbl hasilnya BTA pos *, lanjutkan R/ dan periksa kembali pd bln ke5 (---) (---) X apabila hasil nya BTA pos **, dinyata kan gagal (---) (----) (---) X apbl hasilnya BTA pos**, dinyatakan gagal
Tindakan pada pasien yang putus berobat selama kurang dari 1 bulan
Dilakukan pelacakan pasien Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus berobat
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 – 2 bulan
Tindakan pertama Tindakan kedua
Lacak pasien
Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor
penyebab putus berobat
Periksa dahak SPS dan melanjutkan pengobatan sementara menunggu hasilnya
Apabila hasilnya BTA neg atau pd awal pengobatan ad/ pasien TB ekstra paru
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Apabila salah satu atau lebih hasilnya BTA positif
Total dosis pengobatan sebelumnya ≤ 5 bulan
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Total dosis pengobatan sebelumnya ≥ 5 bulan
Kategori 1 :
1. Lakukan pemeriksaan tes cepat 2. Berikan Kategori 2 mulai dr awal ** Kategori 2 :
Lakukan pemeriksaan tes cepat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR ***
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)
Lacak pasien
Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor
penyebab putus berobat
Periksa dahak SPS dan atau tes cepat
Hentikan pengobatan sementara menunggu hasilnya
Apabila hasilnya BTA negatif atau pada awal pengobatan adalah pasien TB ekstra paru
Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh dokter tergantung pada kondisi klinis pasien, apabila:
sudah ada perbaikan nyata: hentikan pengobatan dan pasien tetap diobservasi. klinis mrnurun, periksa kembali atau
belum ada perbaikan nyata: lanjutkan pengobatan seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Apabila salah satu atau lebih hasilnya BTA positif dan tidak ada bukti resistensi
Kategori 1
Dosis pengobatan sebelumnya < 1 bln Berikan pengobatan Kat. 1 mulai dari awal Dosis pengobatan sebelumnya > 1 bln Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari awal
Kategori 2
Dosis pengobatan sebelumnya < 1 bln Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari awal Dosis pengobatan sebelumnya > 1 bln Dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut Apabila salah satu atau lebih
hasilnya BTA positif dan ada bukti resistensi
Kategori 1 maupun Kategori 2 Dirujuk ke RS pusat rujukan TB MDR
Hasil Pengobatan Pasien TB
Hasil pengobatan Definisi
Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan
adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan. Putus berobat
(loss to follow-up)
Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
BAB IV
PENDAHULUAN
• Estimasi WHO 2012: 74.000 anak meninggal/tahun akibat TB; 500.000
kasus baru TB anak setiap tahun. Perkiraan ini hanya pada kasus anak dengan HIV negatif.
• Dari tahun 2007 sd 2013, proporsi kasus TB Anak diantara semua
kasus TB pada tingkat nasional masih berada dalam kisaran normal
• Variasi proporsi penemuan kasus TB Anak di tingkat provinsi
berkisar 2% s.d 17,1% Angka yg diharapkan berkisar 8 – 12% pada wilayah dimana seluruh kasus TB Anak ternotifikasi
PENDAHULUAN (2)
• TB salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang sering pada anak
OK:
Anak sangat rentan terinfeksi TB terutama yang kontak erat dengan
pasien TB BTA pos
Kendala dalam tatalaksana TB pada anak : “Penegakan Diagnosis” Gejala TB pada anak tidak khas
Diagnosis pasti dengan menemukan kuman M. Tuberculosis (MTb)
dalam sputum Jumlah kuman sedikit dan pengambilan spesimen sputum pada anak sulit
Faktor Risiko TB pada anak
• Kontak erat dengan penderita TB BTA positif
• Usia kecil dari 5 tahun • HIV infection
• Malnutrisi berat
Diagnosis TB Anak
Penemuan Kasus TB Anak:
1. Anak kontak erat dengan pasien TB menular
2. Anak dengan tanda dan gejala klinis sesuai TB Anak gejala klinis TB pada anak tidak khas.
Pemeriksaan Dahak pada Anak
Semua Anak (0-14 tahun) dengan keluhan utama batuk atau bisa
mengeluarkan dahak wajib diperiksa dahak mikroskopis SPS untuk diagnosis. Fasyankes dengan fasilitas mendukung pemeriksaan dahak, dapat
menggunakan Induksi Sputum, Bilasan lambung, dll
Diagnosis
• Gejala klinis • Pemeriksaan penunjang uji tuberkulin radiologis histopatologik• Diagnosis pasti : mikrobiologik
30
Perlu kombinasi Gambaran Klinis dan Pemeriksaan
Penunjang yang relevan untuk menegakan diagnosis.
Sumber penularan : riwayat kontak dengan pasien TB
dewasa dengan BTA positif.
Diagnosis TB
pada anak
dengan
menggunakan
Sistim Skoring
Penilaian skoring TB
• Jika skor 6 = kontak + tuberkulin positif -> observasi atau
diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut
• Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada
TB anak
• Usia balita skor 5, gejala ragu
rujuk
• Anak dengan skor 5 : kontak + 2 gejala klinis
terapi dan
pantau 2 bulan
PRINSIP PENGOBATAN
• Lama pengobatan : 6-12 bulan
• Dengan kombinasi beberapa obat anti TB
• Fase intensif minimal 3 macam obat selama 2 bulan
• Fase lanjutan minimal 2 macam obat selama 4-10 bulan.
Ketaatan minum obat sangat penting
Aspek lain yang harus diperhatikan: perbaikan gizi
Paduan Regimen OAT anak
Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT, dan
sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
Dosis/jumlah tablet disesuaikan berat badan saat itu.
Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur). OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus
EVALUASI PENGOBATAN
Yang perlu dimonitor selama pengobatan:
• Ketaatan minum obat • Respon terhadap terapi • Efek samping obat
• Keputusan untuk menghentikan pemberian OAT setelah 6 bulan terutama berdasarkan perbaikan klinis .
• Foto Rontgen dada sebagai alat bantu evaluasi terutama pada : TB milier, efusi pleura dan atelektasis (Gambaran pembesaran KGB hilus dapat
menetap sampai 3 tahun walaupun gejala klinis TB telah membaik)
• Uji tuberkulin tidak diulang!
Hasil Pengobatan
Tatalaksana Pasien TB Anak yang Berobat Tidak Teratur
1.Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase
intensif atau >2 bulan di fase lanjutan dan
menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali
mulai dari awal.
2.Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase
intensif atau <2 bulan di fase lanjutan dan
menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan
sampai selesai.
Pengobatan tidak teratur akan meningkatkan risiko terjadinya
TB resistan obat.
Pencatatan dan Pelaporan
• Pengelompokan umur untuk pencatatan dan pelaporan: • Anak 0-4 tahun (sampai 4 tahun 11 bulan)
• Anak 5-14 tahun
• Formulir yang diperlukan untuk pencatatan kasus TB Anak adalah: • Daftar Tersangka (Suspek) TB (TB 06)
• Kartu Pengobatan Pasien TB (TB 01) • Kartu Identitas Pasien TB (TB 02)
• Register TB 03 UPK
• Formulir Rujukan/ Pindah Pasien TB (TB 09)
PP INH pada
Anak
• Profilaksis diberian pada:
• Balita sehat yang kontak erat dengan pasien TB dewasa dengan BTA pos • Balita sehat dengan tuberkulin positif walaupun sumber TB tidak jelas
• Semua pasien HIV positif dan imunokompromais lain yang kontak erat dengan
pasien TB dewasa baru dengan BTA pos
• Sediaan INH 100 mg, dosis 10 mg/kgBB/hari
PETUNJUK PEMBERIAN PP INH PADA ANAK
1. Dosis PP INH adalah 10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan
2. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, diberikan BCG setelah PP - INH selesai diberikan
3. Semua pasien mendapat PP-INH dibuatkan kartu pengobatan TB 01 pemantauan pengobatan selama 6 bulan, dengan mengisi tabel “TAHAP LANJUTAN (RUMATAN)” pada halaman ke-2 TB 01.
4. Anak yang diberikan PP - INH dan dibuatkan TB 01 di register sebagai pasien PP-INH dalam Formulir Register PP-INH terlampir bukan di TB 03 dan dilaporkan secara rutin oleh faskes ke Program TB
5. Laporan triwulan PP INH pada anak dilaporkan oleh Pengelola Program TB Kabupaten/ Kota kepada Pengelola Program TB Provinsi, selanjutnya laporan triwulan PP INH pada anak dari provinsi dilaporkan ke Subdit TB sesuai dengan periode laporan TB 07.
BAB V
MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
RESISTAN OBAT (MTPTRO)
• Pada tahun 2013 WHO memperkirakan terdapat 6800 kasus baru TB MDR di
Indonesia setiap tahunnya. Diperkirakan 2% dari kasus TB baru dan 12 % dari kasus TB pengobatan ulang merupakan kasus TB MDR.
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no
13/MENKES/PER/II/2013 program MTPTRO merupakan bagian integral dari Program Pengendalian TB Nasional.
• Terdapat 5 kategori resistansi terhadap OAT, yaitu: 1. Monoresistance
2. Polyresistance
3. Multi Drug Resistance (MDR):
4. Extensively Drug Resistance (XDR): 5. TB Resistan Rifampisin (TB RR).
Latar
Kebijakan MTPRO
a. Penerapan MTPTRO menggunakan kerangka kerja yang sama dengan strategi DOTS.
c. Penguatan MTPTRO dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB XDR.
d. Pengembangan wilayah dilakukan secara bertahap sehingga seluruh wilayah Indonesia dapat mempunyai akses terhadap pelayanan TB resistan obat yang bermutu.
e. Menyediakan OAT lini kedua yang berkualitas dan logistik lainnya untuk pasien TB resistan obat. g. Mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
h. Meningkatkan dukungan keluarga dan masyarakat bagi pasien TB MDR.
i. Pencatatan dan pelaporan MTPTRO menggunakan gabungan “paper based” dan“web based” menggunakan eTB manager.
Kriteria Terduga TB Resistan Obat
1. Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan
4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi.
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons terhadap pemberian OAT
Pengobatan TB MDR
Prinsip Pengobatan TB MDR
a. Paduan OAT MDR untuk pasien TB RR/TB MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT lini kedua dan lini pertama.
b. Paduan OAT MDR dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji kepekaan M.
tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK.
c. Penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien TB RR/TB MDR serta perubahan dosis dan frekuensi pemberian OAT MDR diputuskan oleh TAK dengan masukan dari tim terapeutik.
d. Semua pasien TB RR/TB MDR harus mendapatkan pengobatan dengan mempertimbangkan kondisi klinis awal
Persiapan sebelum pengobatan dimulai
a. Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat dan kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit gangguan kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer) dll.
b. Pemeriksaan: penimbangan berat badan, fungsi penglihatan, fungsi pendengaran.
c. Pemeriksaan kondisi kejiwaan.
d. Memastikan data dasar pasien terisi dengan benar dan terekam dalam sistem pencatatan yang digunakan (eTB manager dan pencatatan manual)
e. Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas fasyankes wilayah untu memastikan alamat yang jelas dan kesiapan keluarga untuk mendukung pengobatan melalui kerjasama jejaring eksternal.
Pemeriksaan penunjang sebelum memulai pengobatan
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan kimia darah: Faal ginjal: ureum, kreatinin, Faal hati: SGOT, SGPT, Serum elektrolit (Kalium, Natrium, Chlorida), Asam Urat, Gula
Darah (Sewaktu dan 2 jam sesudah makan)
c. Pemeriksaan Thyroid stimulating hormon (TSH) d. Tes kehamilan untuk perempuan usia subur
e. Foto toraks..
f. Tes pendengaran (pemeriksanaan audiometri) g. Pemeriksaan EKG
Evaluasi Akhir Pengobatan TB MDR
1. Sembuh
a. Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB MDR tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
b. Hasil biakan telah negatif minimal 3 kali berturut-turut dengan jarak pemeriksaan minimal 30 hari selama fase lanjutan.
2. Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedomanpengobatan TB MDR tetapi tidak memenuhi definisi sembuh maupun gagal.
3. Meninggal
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB MDR.
4. Gagal
Pengobatan TB MDR dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan pengobatan TB MDR yaitu ≥ 2 obat TB MDR yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di bawah ini yaitu :
a. Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan b. Terjadi reversi pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi).
c. Terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat TB MDR golongan kuinolon atau obat injeksi lini kedua.
d. Terjadi efek samping obat yang berat.
5. Lost to Follow-up
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih.
6. Tidak di Evaluasi
Pasien yang tidak mempunyai/tidak diketahui hasil akhir pengobatan TB MDR termasuk pasien TB MDR yang pindah ke fasyankes di daerah lain dan hasil akhir pengobatan TB MDR nya tidak diketahui.
Evaluasi Akhir Pengobatan TB
MDR (2)
BAB VI
Kegiatan kolaborasi TB-HIV
A. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV-AIDS
A.1. Penguatan koordinasi bersama program TB dan HIV di semua tingkatan A.2. Melaksanakan surveilans TB-HIV
A.3. Melakukan perencanaan bersama TB-HIV untuk integrasi layanan TBHIV A.4.Monitoring dan evaluasi kegiatan TB-HIV
A.5.Mendorong peran serta komunitas dan LSM dalam kegiatan TB-HIV
B. Menurunkan beban TB pada ODHA dan inisiasi ART secara dini
B.1. Intensifikasi penemuan kasus TB pada ODHA termasuk pada populasi kunci HIV dan memastikan pengobatan TB yang berkualitas
B.2. Inisiasi Pengobatan Pencegahan dengan INH dan inisiasi dini ART
B.3.Penguatan PPI TB di faskes yang memberikan layanan HIV, termasuk tempat Orang Berkumpul (Lapas/Rutan, Panti Rehabilitasi untuk Pengguna NAPZA)
C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB
C.1 Menyediakan tes dan konseling HIV pada pasien TB C.2 Meningkatkan Pencegahan HIV untuk pasien TB C.3 Menyediakan Pemberian PPK pada Pasien TB-HIV
C.4 Memastikan perawatan, dukungan dan pengobatan serta pencegahan HIV pada pasien ko-infeksi TB-HIV
Alur Diagnosis TB Pada ODHA Untuk Faskes Yang Memiliki Layanan/Akses Tes Cepat TB
Alur Diagnosis TB Pada ODHA Untuk Faskes Yang Sulit Menjangkau Layanan Tes Cepat TB
Kriteria pemberian IPT
1. Tidak sakit TB
2. Tidak ada kontraindikasi yaitu :
Gangguan fungsi hati (SGOT/SGPT >3x batas atas
normal/ikterus),
Neuropati perifer berat (mengganggu aktivitas), Riwayat alergi INH,
Riwayat resistensi INH,
Paduan Pengobatan
Isoniazid
(INH)
dosis 300 mg
setiap hari
selama 6
bulan
Total 180
dosis.
Vitamin B6
25mg setiap hari
atau
50mg 2 hari
sekali
&
Efek samping INH:
Gatal – gatal, ruam
Gejala neuropati perifer a.l baal dan kesemutan
BAB VII
Upaya pencegahan pengendalian infeksi TB dengan 4 pilar
1. Pengendalian Manajerial merupakan Komitmen, kepemimipinan dan dukungan
manajemen yang efektif
2. Pengendalian administratif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah/mengurangi pajanan kuman m. tuberkulosis kepada petugas
kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan dengan menyediakan,
mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur
pelayanan Strategi TEMPO (TEMukan pasien secepatnya, Pisahkan
secara aman, Obati secara tepat)
3. Pengendalian lingkungan Adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran
udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan
mengurangi/ menurunkan kadar percik renik di udara.
BAB XIII
PENTING !!
(hal 121)
• TB adalah penyakit menular yang wajib
dilaporkan.
• Setiap faskes yang memberikan pelayanan TB
wajib mencatat dan melaporkan kasus TB yang
ditemukan dan atau diobati sesuai dengan
format pencatatan dan pelaporan yang
ditentukan.
No Indikator Sumber Data Waktu
Pemanfaatan Indikator Faske
s Kab./ Kota Prov. Pusat
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Angka Notifikasi Kasus TB (Case Notification Rate = CNR) Laporan Penemuan (TB.07)Data kependudukan TriwulanTahunan -
2
Angka Keberhasilan
Pengobatan Kartu Pengobatan (TB.01)Register TB Kab/Kota (TB.03)
Laporan Hasil Pengobatan (TB.08)
Triwulan
Tahunan
3
Proporsi Pasien Baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis diantara terduga TB
Daftar terduga TB (TB.06) Register TB Kab/Kota (TB.03)
Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan
4
Proporsi Pasien TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis diantara Semua Pasien TB Paru Tercatat/diobati
Kartu Pengobatan (TB.01) Register TB Kab/Kota (TB.03)
Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan
5 Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB Kartu Pengobatan (TB.01)Register TB Kab/Kota (TB.03)
Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan
6 Angka Penemuan Kasus (CDR) Laporan Penemuan (TB.07)Data perkiraan jumlah pasien baru BTA positif. TriwulanTahunan – – –
7 Proposi pasien TB yang dites HIV Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan
8 Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasil tesnya reaktif Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan
9 Angka Konversi (Conversion Rate) Kartu Pengobatan (TB.01)Register TB Kab/Kota (TB.03)
No Indikator Sumber Data Waktu
Pemanfaatan Indikator Faske
s Kab./ Kota Prov. Pusat
10 Angka Kesembuhan (Cure Rate) Kartu Pengobatan (TB.01)Register TB Kab/Kota (TB.03)
Laporan Hasil Pengobatan (TB.08) Triwulan
11 Angka Keberhasilan Pengobatan TB Anak Laporan Hasil Pengobatan (TB.08) TriwulanTahunan
12 Proporsi Anak yang Menyelesaikan PP INH Diantara Seluruh Anak yang
Mendapatkan PP INH Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan
13 Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan
14 Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan
15 Proporsi Laboratorium yang Mengikuti PME (Pemantapan Mutu Eksternal) Uji
Silang untuk Pemeriksaan Mikroskopis Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan -
16 Proporsi Laboratorium dengan Kinerja Pembacaan Mikroskopis Baik diantara
Peserta PME Uji Silang Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan -
21 Angka keberhasilan pengobatan TB MDR atau Treatment Success Rate Register TB Kab/Kota (TB.03 MDR)Laporan hasil akhir pengobatan (TB.08 MDR) dalam satu periode kohort 3 bulan
Triwulan
No Indikator Sumber Data Waktu
Pemanfaatan Indikator
Faskes Kab./ Kota Prov. Pusat
17 Jumlah Laboratorium dengan Frekuensi Partisipasi 4 kali per Tahun Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan -
18 Proporsi pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dibanding perkiraan kasus TB RR/ MDR yang ada
Daftar Suspek (TB.06 MDR) dalam satu periode kohort 1 tahun
Perkiraan kasus TB RR/MDR yang dihitung berdasarkan estimasi yang ditetapkan oleh Subdit TB
Tahuna
n -
19 Proporsi pasien terbukti TB RR/MDR yang dilakukan konfirmasi pemeriksaan uji kepekaan OAT lini kedua
Daftar Suspek (TB.06 MDR) dalam satu
periode kohort 1 tahun Tahunan
20
Proporsi pengobatan pasien TB MDR diobati diantara pasien TB MDR
ditemukan
atau enrollment rate
Daftar Suspek (TB.06 MDR)
Kartu pengobatan pasien (TB.01 MDR) dalam satu periode kohort 3 bulan
Triwula
skoring TB anak (0-12) Kegiatan kol. TBHIV Kolom 31-34 Dipindah ke TB 03 MDR