• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan TB PKM Kebumen 1 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan TB PKM Kebumen 1 1"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

3.1.5 PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

PEMBERANTASAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PUSKESMAS KEBUMEN I TRIWULAN TAHUN 2016

Disusun Oleh: dr. Nur Jiwo Wicaksono

dr. Louis Hadiyanto

Pembimbing:

dr. Rahmi Asfiyatul Jannah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA UPTD UNIT PUSKESMAS KEBUMEN I

(2)

BAB I

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) pada umumnya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis namun dapat juga disebabkan oleh bakteri-bakteri lain seperti Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum. Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia. Menurut laporan WHO diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif, 450.000 orang menderita Tuberculosis Multi Drugs Resistance (TBMDR) dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia.

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB. Pada tahun 1994 WHO meluncurkan sebuah strategi pengendalian TB yang diimplementasikan secara internasional, yaitu DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Lima elemen strategi DOTS meliputi (1) Komitmen politis yang berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; (4) Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian kinerja keseluruhan program.

Pengobatan TB dilakukan dengan beberapa prinsip, antara lain pemberian OAT harus dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. OAT tunggal (monoterapi) tidak dibenarkan untuk digunakan. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, pengawasan langsung (DOTS) dilakukan oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

(3)

mikroskopis untuk deteksi kasus, kemoterapi standar jangka pendek TB, penguatan sistem kesehatan, pelibatan semua pemberi pelayanan kesehatan, pemberdayaan pasien dan komunitas, mengatasi tantangan TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya. Sedangkan variabel kuantitatif terdiri dari angka penjaringan suspek, Case Detection Rate (CDR), angka konversi, angka kesembuhan (cure rate), angka keberhasilan (Success Rate), dan angka kesalahan laboratorium.

Pada tahun 2012 di Indonesia ditemukan kasus baru TB BTA (+) sebanyak 202.301 kasus. Angka penemuan kasus (Case Detection Rate = CDR) mengalami peningkatan yang signifikan dari 21% menjadi 82,38% pada tahun 2010 hingga 2012. Begitu juga dengan angka keberhasilan (Success Rate = SR) yang menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 yaitu 87% menjadi 90,2% pada tahun 2012. Angka keberhasilan ini telah memenuhi target WHO yaitu minimal 85%.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010, angka kejadian TB Paru di Provinsi Jawa Tengah sebesar 107/100.000 penduduk. CDR per Kabupaten atau Kota yang capaiannya di bawah rata-rata sebanyak 18 kabupaten. Kesadaran penderita untuk minum obat secara teratur mengalami peningkatan dilihat dari capaian kesembuhan melalui program DOTS sebesar 90,57%. Pada tahun 2013, Angka penemuan kasus baru (CDR) di Provinsi Jawa Tengah sebesar 58,46%, di bawah target nasional sebesar 60%.

(4)

BAB II PERMASALAHAN

Tuberkulosis masih menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Target nasional untuk penanggulangan TB memang telah tercapai, namun hal tersebut tidak dapat menggambarkan kondisi penanggulangan TB pada masing-masing daerah-daerah di Indonesia. Berikut merupakan jumlah pasien TB berdasarkan tipe, konversi, dan kesembuhan, dan pengobatan lengkap pada tahun 2016 di triwulan I di wilayah kerja Puskesmas Kebumen I.

No Indikator Triwulan Total

(5)

Berdasarkan data di atas, maka dapat dilakukan penghitungan dan analisis indikator-indikator program TB sebagai berikut.

1. Angka penjaringan suspek

Merupakan jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui akses pelayanan dan upaya penemuan pasien dalam wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungan dari waktu ke waktu (triwulan/ tahunan). Rumus yang digunakan adalah:

Jumlah suspek yang

diperiksa x 100.000

Jumlah penduduk

Angka penjaringan suspek di Puskesmas Kebumen I tahun 2015: 209

x 100.000 = 493,33 42.36

5

2. Proporsi pasien TB BTA positif di antara suspek

Merupakan persentase pasien TB BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Rumus yang dipakai adalah:

Jumlah pasien TB BTA positif yang

ditemukan x 100%

Jumlah seluruh suspek TB yang diperiksa

Proporsi pasien TB TBA (+) di antara suspek di Puskesmas Kebumen I tahun 2015:

17

x 100% = 8,1% 20

9

(6)

Jika > 15%: penjaringan suspek terlalu ketat, atau positif palsu

3. Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat/ sudah diobati

Merupakan persentase pasien TB BTA positif diantara semua pasien TB semua tipe. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien TB paru yang diobati. Rumus yang digunakan adalah:

Jumlah pasien TB BTA (+) baru &

kambuh x 100%

Jumlah seluruh pasien TB (semua Tipe)

Proporsi pasien TB paru BTA (+) di antara semua pasien TB paru tercatat/sudah diobati di Puskesmas Kebumen I tahun 2015:

7

x 100% = 30,4% 2

3

Bila angka ini kurang dari 65%, artinya mutu diagnosis rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif)

4. Angka penemuan kasus (Case detection rate = CDR)

Merupakan persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dibanding jumlah pasien baru TB BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Rumus yang digunakan adalah:

Jumlah pasien baru TB BTA positif yang dilaporkan

x 100% Perkiraan jumlah (insidens) pasien baru TB BTA

Positif

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh dari perhitungan insidens kasus TB paru BTA(+) dikali jumlah penduduk, yaitu 110 per 100.000 penduduk, sehingga didapatkan angka 46.

110

x 42.365 = 46,6 100.00

0

(7)

1 7

x 100% = 36,9%% 4

6

Target CDR dalam Program Nasional TB minimal 70%. 5. Proporsi Pasien TB Anak Diantara Seluruh Pasien TB

Adalah persentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB yang tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Rumus yang dapat digunakan:

Jumlah pasien TB Anak (< 15 tahun) yang

ditemukan x 100%

Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat

Proporsi pasien TB anak di atara seluruh pasien TB di Puskemas

Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.

6. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)

Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Rumus yang digunakan:

Jumlah pasien TB (semua tipe) yg

dilaporkan x 100.000

Jumlah penduduk

Angka notifikasi kasus di Puskesmas Kebumen I tahun 2015: 23

x 100.000 = 54,3 42.36

(8)

Angka ini berguna untuk menunjukkan "trend" atau kecenderungan meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

7. Angka Konversi (Conversion Rate)

Adalah persentase pasien TB paru BTA positif yang mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat kecenderungan keberhasilan pengobatan. Rumus yang dipakai:

Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang

konversi x 100%

Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang diobati

Angka konversi di Puskesmas Kebumen I tahun 2015: 1

4

x 100% = 82,3% 1

7

Angka minimal yang harus dicapai adalah 80 %. Angka konversi yang tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula.

8. Angka Kesembuhan (Cure Rate)

Angka yang menunjukkan persentase pasien TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien TB BTA positif yang tercatat. Rumus yang digunakan:

Jumlah pasien baru TB BTA positif yang

sembuh x 100%

Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati

Angka kesembuhan di Puskemas Kebumen I tahun 2015: 5

x 100% = 50% 1

(9)

Perhitungan di atas berdasarkan data triwulan I dan triwulan II. Angka Kesembuhan minimal untuk pasien baru TB paru : 85% 9. Angka Keberhasilan Pengobatan

Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB baru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang diobati. Rumus

Jumlah pasien baru TB BTA positif (sembuh+

lengkap) x 100%

Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati

Angka keberhasilan pengobatan di Puskemas Kebumen I tahun

Rangkuman hasil dan analisis indikator keberhasilan P2TB di Puskesmas Kebumen I tahun 2015 disajikan dalam tabel berikut.

No Indikator Rujukan 2015 Keterangan

1 Angka penjaringan suspek - 493,33 2 Proporsi pasien TB BTA positif di

antara suspek

5%-15% 8,1 % Penjaringan suspek optimal 3 Proporsi pasien TB paru BTA

positif di antara semua pasien TB paru tercatat/sudah diobati

≥ 65% 30,4% Mutu diagnosis kurang

4 Proporsi Pasien TB Anak Diantara Seluruh Pasien TB

< 15% 4,3% Mencapai target 5 Angka penemuan kasus (Case

detection rate = CDR)

≥ 70% 36,9% Belum mencapai target 6 Angka notifikasi kasus ( Case

Notification Rate = CNR)

- 54,3

(10)

Mencapai target 9 Angka Keberhasilan Pengobatan - 41,17% -10 Angka Kesalahan Laboratorium Data tidak tersedia 11 Angka Keberhasilan Rujukan

12 Angka Default

Tabel 2. Indikator Penanggulangan TB Puskesmas Kebumen 1 tahun 2015

Berdasarkan tabel di atas didapatkan permasalahan P2TB Puskesmas Kebumen I:

1. Angka penemuan kasus (Case detection rate = CDR) belum mencapai target. 2. Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat/

sudah diobati belum mencapai target.

3. Angka kesembuhan (Cure Rate) belum mencapai target.

BAB III

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Dari hasil analisis data dan pencapaian target pada indikator-indikator Penanggulangan TB, didapatkan tiga permasalahan yaitu :

1. Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat/sudah diobati belum mencapai target.

Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat/sudah diobati adalah presentase pasien TB paru BTA positif diantara semua pasien TB paru yang tercatat. Dalam kasus ini prosentase belum memenuhi target, yang artinya prioritas penemuan pasien TB yang menular (BTA positif) diantara seluruh TB paru yang diobati belum maksimal atau dapat disebut mutu diagnosis rendah. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Pengambilan sampel

(11)

b. Pembuatan sediaan

Bisa disebabkan oleh pembuatan sediaan yang jelek dan pengecatan yang jelek.

c. Pembacaan sediaan

Pembacaan tidak cukup atau salah baca. d. Pencatatan dan pelaporan

Terjadinya positif atau negatif palsu (data pasien salah).

2. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) yang di bawah target.

CDR yang rendah mengindikasikan belum optimalnya kinerja puskesmas dalam menemukan kasus-kasus baru TB. Penyebab hal ini :

a. Kurangnya jumlah petugas P2TB Puskemas Kebumen, bahkan merangkap tugas lain (menjadi laborat). Saat kesadaran masyarakat rendah dalam memeriksakan dahaknya, maka petugas P2TB perlu turun ke lapangan melakukan contact tracing. Wilayah kerja puskesmas yang cukup luas dengan jumlah petugas yang terbatas, menjadi kendala yang berarti dalam melakukan contact tracing. Kader-kader pun tidak semua bisa membantu karena kesibukan masing-masing, dan tidak semua kader memiliki pengetahuan tentang penyakit TB yang baik.

b. Jarak yang jauh antara rumah dan puskesmas membuat masyarakat malas untuk memeriksakan dahaknya, terlebih pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu) dan 2 diantara 3 pemeriksaan tersebut harus dilakukan di depan petugas kesehatan.

c. Kesadaran masyarakat yang rendah untuk memeriksakan dahaknya. 3. Angka Kesembuhan (Cure Rate) belum mencapai target

Angka kesembuhan menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah pengobatan, diantara pasien baru TB BTA positif yang tercatat. Namun disini angka kesembuhan masih belum mencapai target hal ini disebabkan oleh beberapa hal:

(12)

Dapat disebabkan oleh panduan obat yang tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur minum obat, jangka waktu pengobatan yang kurang dari semestinya, dan terjadinya resistensi obat.

b. Faktor penyakit

Biasanya disebabkan oleh lesi yang terlalu luas, adanya penyakit lain yang mengikuti, adanya gangguan imunologis.

c. Faktor dari penderita

Kurangnya pengetahuan mengenai TB, kekurangan biaya, malas berobat, dan merasa sembuh.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka alternatif pemecahan masalah yang disarankan :

1. Menaikan mutu diagnosis

a. Pengambilan sampel yang adekuat.

Pasien diberitahu bahwa contoh uji dahak sangat bernilai untuk menentukan status penyakitnya, karena itu anjuran pemeriksaan SPS untuk pasien baru dan SP untuk pasien dalam pemantauan pengobatan harus dipenuhi. Dahak yang baik adalah yang berasal dari saluran nafas bagian bawah, berupa lendir yang berwarna kuning kehijauan (mukopurulen). Pasien berdahak dalam keadaan perut kosong, sebelum makan/minum dan membersihkan rongga mulut terlebih dahulu dengan berkumur air bersih. Bila ada kesulitan berdahak pasien harus diberi obat ekspektoran yang dapat merangsang pengeluaran dahak dan diminum pada malam sebelum mengeluarkan dahak. Olahraga ringan sebelum berdahak juga dapat merangsang dahak keluar. Dahak adalah bahan infeksius sehingga pasien harus berhati-hati saat berdahak dan mencuci tangan. Pasien dianjurkan membaca prosedur tetap pengumpulan dahak yang tersedia di tempat/ lokasi berdahak.

b. Memperbaiki kualitas laboratorium.

(13)

Ruang ini harus memiliki ventilasi yang cukup melalui pengaturan sirkulasi udara yang baik.

 Lokasi pengumpulan dahak

Lokasi harus memiliki ventilasi yang baik dan terkena paparan sinar matahari langsung untuk menghindari infeksi. Sebaiknya tidak berada di dekat kumpulan orang banyak, agar memberikan rasa nyaman kepada pasien untuk berdahak dengan bebas. Prosedur tetap pengumpulan dahak harus dipasang di lokasi pengumpulan dahak agar pasien dapat membacanya terlebih dahulu. Harus tersedia sarana cuci tangan : air mengalir dan sabun cair agar pasien mencuci tangannya setelah pengumpulan dahak.

 Ruang kerja laboratorium

Akses ke ruang ini hanya terbatas untuk petugas laboratorium, pintu harus selalu tertutup untuk mencegah turbulensi udara yang dapat mencemari lingkungan. Pencahayaan harus cukup terang baik bersumber dari sinar matahari maupun aliran listrik. Letak meja kerja harus dipertimbangkan agar aliran udara tidak mengarah kepada petugas. Sebaiknya udara mengalir dari arah belakang petugas laboratorium.

 Ruang administrasi

Dalam keadaan keterbatasan ruang, ruangan administrasi dapat bersatu dengan ruang kerja laboratoium tetapi harus memiliki meja terpisah.

c. Melakukan pelatihan teknis laboratorium secara berkesinambungan dengan Training need assessment yang baik agar pelatihan tepat sasaran. 2. Peningkatan CDR :

a. Penambahan jumlah petugas P2TB.

(14)

pastinya semua kader harus memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang penyakit TB.

c. Bekerja sama dengan bidan desa dan kader-kader dalam penyetoran dahak. Dan yang tidak kalah penting bidan dan kader harus melihat sendiri pasien mengeluarkan dahaknya sehingga dapat memastikan yang dikeluarkan adalah dahak bukan air liur atau lendir.

3. Meningkatkan angka kesembuhan

a. Petugas kesehatan perlu memberikan pengarahan pada penderita TB Paru pada saat pengambilan obat untuk meningkatkan keteraturan berobat. b. Bagi penderita TB paru diharapkan diharapkan penderita agar teratur

berobat. Selain itu, penderita diharapkan mengkonsumsi makanan bergizi, serta istirahat cukup dengan ventilasi yang baik.

c. Bagi keluarga diharapkan berperan aktif dalam mengawasi dan memberikan dukungan kepada penderita agar menyelesaikan pengobatan sampai selesai dan dinyatakan sembuh

BAB IV PELAKSANAAN

A. Contact Tracing

Contact tracing dilaksanakan di Desa Bandung pada tanggal 6 April 2016. Dipilih Desa Bandung karena di desa tersebut terdapat pasien TB yang bermasalah selama pengobataan dan ditakutkan berisiko besar dalam menularkan kuman TB pada masyarakat di sekitarnya. Selama contact tracing terdata 12 sampel dahak dari 2 kepala keluarga, yang terdiri dari 12 sampel dahak biasa.

B. Home visit

Satu pasien yang menderita TB dilakukan kunjungan rumah bersamaan dengan contact tracing di Desa Bandung.

Nama : Ny. R

(15)

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

Masalah : Tetangga Ny. R mengalami batuk-batuk lama yang gejalanya mirip dengan yang dialami Ny. R

Solusi : Edukasi untuk taat dalam pengobatan TB,

menggunakan masker dan tidak membuang dahak sembarangan.

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bandung

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

PMO : Suami Penderita

II. Anamnesis

Anamnesis didapatkan secara autoanamnesis pada tanggal 6 April 2016, pukul 10.00 WIB di rumah pasien.

A. Riwayat penyakit sekarang

(16)

1. Riwayat DM : disangkal 2. Rowayat hipertensi : disangkal 3. Riwayat batuk darah : disangkal 4. Riwayat alergi : disangkal C. Riwayat sosial ekonomi

Pasien merupakan seorang Ibu Rumah tangga yang tinggal satu rumah dengan 4 anggota keluarganya. Pasien berobat dengan menggunakan fasilitas BPJS Jamkesmas

Kesan : ekonomi kurang D. Riwayat Sanitasi

Pasien tinggal di sebuah rumah dengan keadaan sebagai berikut.  Ventilasi dan pencahayaan ruangan masih kurang.  Tampak ruangan penuh dengan barang - barang.  Dapur dan kamar mandi dalam satu ruangan  Lantai yang tidak berkeramik

III. Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis

Keadaan umum : Tampak baik

Kesadaran : Compos mentis GCS : E4M6V5 Vital sign : Tekanan darah :120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit, isi cukup, reguler Respirasi : 23 x/menit

Suhu : 37,5oC

Sebelum Pengobatan Setelah Pengobatan

BB 39 kg 40 kg

TB 161 cm 161 cm

Pemeriksaan Fisik: 1. Kepala:

(17)

Hidung : Nafas cuping hidung (-/-) 2. Leher :

Retraksi supra sterna (-)

Pembesaran kelenjar limfe tidak ditemukan Kelemahan otot leher (-)

3. Toraks

Pulmo : simetris, gerak dada kanan dan kiri sama, retraksi intercostae (-/-), retraksi epigastrik (-), SD bronkovesikuler, Wh : (-/- ), Rh: (-/-) Jantung : Bunyi jantung I-II regular, bising jantung tidak ditemukan. 4. Abdomen :

Datar, BU (+) normal, supel, timpani, pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)

5. Ekstremitas :

Clubbing finger (-), edema (-) Kekuatan : tangan 5/5 kaki 5/5 Tonus otot : Normotonus IV. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan BTA (+) pada tanggal 08 Januari 2016 2. Pemeriksaan BTA (-) pada tanggal 7 April 2016 V. Diagnosis

Pasien TB Paru BTA (+) Kasus baru Dalam Pengobatan OAT (FDC) Kategori I Fase intensif

VI. Penatalaksanaan 1.Fase intensif :

FDC 3 kaplet/hari, masing masing kaplet berisi Rifampicin 150 mg; Isoniazid 75 mg; Pirazinamid 400 mg dan Etambutol 275 mg.

2. Fase lanjutan :

FDC 3 tablet/minggu, masing-masing tablet berisi Rifampicin 150 mg dan Etambutol 275 mg.

(18)

No Permasalahan Konseling 1. Ventilasi dan pencahayaan

ruangan masih kurang.

Dianjurkan untuk membuka jendela tiap hari, agar sirkulasi udara dan pencahyaan cukup masuk ke ruangan yang dihuni pasien.

3. Dapur dan kamar mandi dalam satu ruangan

Menganjurkan untuk memberikan sekat antara dapur dan kamar mandi 4. Konseling mengenai OAT Mengajurkan agar rutin minum OAT

dan menjelaskan efek samping dari masing – masing OAT. Memotivasi pasien agar tidak putus minum OAT. Tabel 3. Permasalahan beserta konseling keadaan rumah pasien TB

BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

I. Penemuan Kasus Tuberkulosis

Penemuan kasus bertujuan untuk mendapakan kasus TB melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap suspek TB, pemeriksaan fisik dan laboratories, menentukan diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

Strategi penemuan

a. Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.

(19)

1. kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan HIV

2. kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB,

3. anak dibawah lima tahun pada keluarga TB 4. Kontak dengan pasien TB resistan obat

c. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala:

1. batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

2. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.

2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.

3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

(20)

Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.

II. Diagnosis Tuberkulosis Diagnosis TB paru

a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

Diagnosis TB ekstra paru

a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

(21)

Bagan 1. Alur diagnosis TB paru

III. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

(22)

a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia:

 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

c. Paket Kombipak, merupakan paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

d. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

(23)

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

o Pasien baru TB paru BTA positif.

o Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

o Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

o Pasien kambuh

o Pasien gagal

o Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) IV. Pengawasan Menelan Obat

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

a. Persyaratan PMO

o Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

o Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

o Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

o Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

b. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

(24)

o Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

o Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

o Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

o Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

o Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya:

o TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

o TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

o Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya

o Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

o Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

o Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke Fasyankes.

V. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan Tb

(25)

pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

(26)
(27)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta.

Depkes RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen 2012. Kebumen.

Kemenkes RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta.

Kemenkes RI. 2014. Pendoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Profil penderita TB Puskesmas Kebumen 1 Triwulan I Tahun 2015 dan
Tabel 2. Indikator Penanggulangan TB Puskesmas Kebumen 1 tahun 2015
Tabel 3. Permasalahan beserta konseling keadaan rumah pasien TB
Tabel 4. Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uji sensori rasa, lama pemasakan yang terpilih adalah pemasakan B1 (5menit) yang mempunyai arah lebih kuat terhadap tidak mempunyai rasa asing,

Hal ini dipandang perlu mengingat begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat lintasdisiplin, sehingga kerjasama penelitian atau

Labeling yang melekat pada remaja perempuan yang mengikuti ekstrakurikuler tari Bali, selanjutnya memunculkan stereotip bahwa kelompok inti adalah kelompok yang

Dengan penelitian ini diharapkan dapat jadi sumber pengetahuan dan referensi mengenai kemitraan pemerintah dengan swasta dalam promosi kunjungan wisata di Dinas Kebudayaan

Meski secara umum semua sektor mengalami penurunan investasi riil, sektor Hotel dan Restoran yang merupakan pendorong peningkatan pertumbuhan Provinsi Jambi dari 5,89 persen

 Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga asupan nutrisi yang bergizi baik dan seimbang dan sesuai dengan diet pada penyakit ginjal. Terapi aktivitas Mobilliasi pasien

Saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan adalah peran penyuluh pertanian dalam pembuatan pupuk organik padat sudah dinilai baik oleh

Pada hari ke 20 bobot tubuh cacing tanah yang meningkat pada tiap media, hal ini karena pada media sayur dan kotoran ayam cacing tanah memperoleh nutrisi,