• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita TB MDR (Tuberculosis Multidrug Resistance) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita TB MDR (Tuberculosis Multidrug Resistance) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari (Price, 2002).

2.1.1 Penemuan Pasien

(2)

2.1.2 Resistensi terhadap Obat Anti TB (OAT)

Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan dimana kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. Terdapat 5 kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu:

a. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H)

b. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan ethambutol (HE), rifampicin ethambutol (RE), isoniazid ethambutol dan streptomisin (HES), rifampicin ethambutol dan streptomisin (RES).

c. Multi Drug Resistan (MDR): resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.

d. Ekstensif Drug Resistan (XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).

e. Total Drug Resistan (Total DR): Resistansi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah dipakai saat ini.

2.1.3 Suspek TB Resisten Obat

Suspek TB Resistan Obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang memenuhi satu atau lebih kriteria suspek di bawah ini:

a. Pasien TB kronik

(3)

c. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non DOTS d. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal

e. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan.

f. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2 g. Pasien TB yang kembali setelah lalai berobat/default

h. Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR i. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian OAT

Definisi kasus TB tersebut di atas mengacu kepada Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB (Kemenkes, 2011) :

a. Kasus kronik yaitu pasien TB dengan hasil pemeriksaan masih BTA (Basil Tahan Asam) positif setelah selesai pengobatan ulang dengan paduan OAT kategori-2. Hal ini ditunjang dengan rekam medis sebelumnya dan atau riwayat penyakit dahulu.

b. Kasus gagal pengobatan yaitu pasien baru TB BTA positif dengan pengobatan kategori 1 yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Pengertian lainnya yaitu, pasien baru TB BTA negatif, foto toraks positif dengan pengobatan kategori 1, yang hasil pemeriksaan dahaknya menjadi positif pada akhir tahap awal.

(4)

pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis dan biakan positif.

d. Pasien kembali setelah lalai berobat yaitu pasien yang kembali berobat setelah lalai paling sedikit 2 bulan dengan pengobatan kategori 1 atau kategori 2 serta hasil pemeriksaan dahak menunjukkan BTA positif. Gambar 1. Alur Rujukan Suspek TB Resistan Obat dan Formulir yang Digunakan

2.2 Penegakan Diagnosis

2.2.1 Strategi Diagnosis TB MDR

Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan M.tuberculosis dilakukan dengan metode standar yang tersedia di Indonesia:

a. Metode konvensional

(5)

Menggunakan cara Hain atau Gene Xpert.

Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis yang dilaksanakan adalah pemeriksaan untuk obat lini pertama dan lini kedua.

2.2.2 Prosedur Dasar Diagnostik Untuk Suspek TB MDR

a. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua bersamaan dengan OAT lini pertama:

1. Kasus TB kronis

2. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non DOTS Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan kasus TB XDR konfirmasi. b. Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua setelah terbukti menderita TB MDR :

1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi 2. Pasien pengobatan kategori 1 yang gagal

3. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan

4. Pasien kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2

5. Pasien yang berobat kembali setelah lalai berobat/default, kategori 1 dan kategori 2

(6)

1. Setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada atau setelah bulan ke empat pengobatan menggunakan paduan obat standar yang digunakan pada pengobatan TB MDR.

2. Pasien yang mengalami rekonversi biakan menjadi positif kembali setelah pengobatan TB MDR bulan ke empat.

Sambil menunggu hasil uji kepekaan M.tuberculosis di laboratorium rujukan TB MDR, maka suspek TB MDR akan tetap meneruskan pengobatan sesuai dengan pedoman penanggulangan TB Nasional di tempat asal rujukan, kecuali pada kasus kronik, pengobatan sementara tidak diberikan. Suspek TB MDR tersebut akan diberikan penyuluhan tentang pengendalian infeksi.

2.2.3 Diagnosis TB Resisten Obat

a. Diagnosis TB Resistan Obat dipastikan berdasarkan uji kepekaan M.tuberculosis, baik secara metode konvensional dengan menggunakan media padat atau media cair, maupun metode cepat (rapid test).

b. Untuk keperluan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis, suspek TB Resistan Obat diambil dahaknya dua kali, salah satu harus „dahak pagi hari‟.

2.2.4 Pemeriksaan Laboratorium

Semua fasyankes yang terlibat dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat merujuk semua suspek TB MDR ke laboratorium rujukan DST dengan melalui fasyankes Rujukan TB MDR.

(7)

1. Pemeriksaan mikroskopis: Pemeriksaan mikroskopis kuman tahan asam (BTA) dengan pewarnaan Ziehl Neelsen.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis dilaksanakan untuk:

a. Pemeriksaan pendahuluan pada suspek TB MDR, yang dilanjutkan dengan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.

b. Pemeriksaan dahak lanjutan (follow-up) dalam waktu-waktu tertentu selama masa pengobatan, diikuti dengan pemeriksaan biakan, untuk memastikan bahwa M.tuberculosis sudah tidak ada lagi.

2. Biakan M. tuberculosis

Biakan M. tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Biakan menggunakan media padat relatif lebih murah dibanding media cair, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu 3-8 minggu. Sebaliknya bila menggunakan media cair hasil biakan sudah dapat diketahui dalam waktu 1-2 minggu tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal. Kualitas proses biakan M. tuberculosis yang dilakukan di laboratorium sangat menentukan. Proses yang tidak mengikuti prosedur tetap, termasuk pembuatan media, pelaksanaan biakan, dapat mempengaruhi hasil biakan, misalnya: proses dekontaminasi yang berlebihan atau tidak cukup, kualitas media yang tidak baik, cara inokulasi kuman dan suhu inkubasi yang tidak tepat.

(8)

laboratorium harus selalu dikaitkan dengan kondisi klinis pasien; bilamana perlu pemeriksaan laboratorium dapat diulang.

Hasil pemeriksaan biakan dengan media padat dicatat sesuai dengan pertumbuhan koloni sebagai berikut :

3. Uji kepekaan M.tuberculosis terhadap OAT:

Saat ini uji kepekaan terhadap M.tuberculosis dapat dilakukan dengan cara konvensional dan cara cepat. Cara konvensional Indonesia telah mempunyai 5 laboratorium yang telah disertifikasi dan selalu mengikuti secara aktif PME oleh laboratorium supra nasional Indonesia (IMVS Adelaide, Australia). Ketepatan uji kepekaan M.tuberculosis yang dilakukan dalam kondisi optimum bergantung kepada jenis obat yang diuji. Untuk lini pertama, ketepatan tertinggi untuk rifampisin (R) dan isoniazid (H) disusul untuk streptomisin (S), dan etambutol (E). Sementara itu uji kepekaan M. tuberculosis untuk pirazinamid (Z) tidak dianjurkan karena tingkat kepercayaan dan keterulangannya belum terjamin.

(9)

Saat ini pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis secara cepat (rapid test) sudah direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penapisan. Metode yang tersedia adalah :

a. Line probe assay (LPA):

1. Pemeriksaan molekuler yang didasarkan pada PCR 2. Dikenal sebagai Hain test/ Genotype MDRTB plus

3. Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu kurang lebih 24 jam.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosis yang resistan terhadap rifampisin (R) ternyata juga resistan terhadap isoniazid (H) sehingga tergolong TB-MDR.

b. Gene Xpert.

1. Merupakan tes molekuler berbasis PCR.

2. Merupakan tes amplifikasi asam nukleat secara automatis sebagai sarana deteksi TB dan uji kepekaan untuk rifampisin.

3. Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam.

Pemanfaatan hasil tes cepat untuk penetapan diagnosis dan pengobatan pasien TB MDR disesuaikan dengan fasilitas yang ada dan keputusan dari TAK.

2.2.5 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien TB MDR a. Klasifikasi TB MDR (berdasarkan lokasi) :

1. Paru

Apabila kelainan ada di dalam parenkim paru. 2. Ekstra Paru

(10)

b. Pasien TB MDR diregistrasi sesuai dengan klasifikasi pasien berdasar riwayat pengobatan sebelumnya, sebagai berikut :

2.3 Etiologi

Bakteri penyebab TB Paru ini memiliki ukuran 0,5-4 mikron × 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, tidak mempunyai selubung tetapi memiliki lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (Widoyono, 2005).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam HCL dan alkohol sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA) (Aditama, 2002). Bakteri ini juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama ditempat yang lembab dan gelap, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2005).

2.4 Patogenesis

(11)

droplet yang berukuran kecil akan masuk ke alveoli di lobus manapun; tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet berukuran kecil (Djojodibroto, 2012). 2.5 Gejala Klinis

Gambaran klinik TB Paru dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.

2.5.1 Gejala Sistemik a. Demam

Demam merupakan gejala pertama dari TB Paru, biasanya timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang hilang timbul dan makin panjang masa serangannya, demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40º- 41ºC.

b. Malaise

TB Paru bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid. 2.5.2 Gejala Respiratorik

a. Batuk

(12)

b. Batuk Darah

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah, berat ringannya batuk darah yang timbul tergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah dapat juga terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh, hal ini disebabkan oleh robekan jaringan paru. Pada keadaan ini dahak sering tidak mengandung basil tahan asam (negatif).

c. Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas, pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapat.

d. Nyeri Dada

Gejala ini biasanya ditemukan pada penderita yang mempunyai keluhan batuk kering (non produktif) dan nyeri ini akan bertambah bila penderita batuk, gejala ini timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

2.6 Epidemiologi

2.6.1 Distribusi Penderita TB MDR a. Menurut Orang

(13)

b. Menurut Tempat

Indonesia telah melakukan beberapa survey resistensi OAT untuk mendapatkan data OAT. Survey tersebut diantaranya dilakukan di Kabupaten Timika Papua pada tahun 2004, menunjukkan data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah 2%; di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah 1,9% dan kasus TB MDR pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 17,1%; di Kota Makasar pada tahun 2007, data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah 4,1% dan pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 19,2% (Ditjen PP dan PL, 2013).

c. Menurut Waktu

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (InfoDATIN) tahun 2015, memperlihatkan kasus TB MDR di Indonesia cenderung meningkat sejak tahun 2009 sampai tahun 2014. Tahun 2014 ditemukan kasus TB MDR sebanyak 1.716 kasus. (Kemenkes, 2015).

2.7 Tipe Penderita

2.7.1 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak yang dilakukan kepada pasien, tipe penderita TB Paru terbagi atas:

a. TB Paru BTA Positif, apabila:

(14)

Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat EQA, maka TB paru BTA positif adalah:

1. Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau

2. Satu hasil pemeriksaan pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan oleh klinisi, atau

3. Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.tuberculosis positif.

b. TB Paru BTA Negatif, apabila:

Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif. Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang memenuhi syarat EQA. Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA negatif untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalens HIV > 1% atau pasien TB dengan kehamilan ≥ 5%.

(15)

2.7.2 Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat risiko resistensi obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT.

Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:

1. Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil dahak BTA positif atau negatif engan lokasi anatomi penyakit dimanapun.

2. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun (PDPI, 2011).

2.8 Program Penanggulangan TB MDR

Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi DOTS.

1. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat mengakses pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.

(16)

2.9 Pencegahan

2.9.1 Pencegahan Primordial

Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit TB Paru dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko penyakit TB Paru. Sasaran dari pencegahan ini adalah masyarakat yang sehat secara umum. Upaya pencegahan primordial dapat berupa anjuran kesehatan, peraturan-peraturan atau penyuluhan kesehatan dalam upaya menjaga kondisi dan daya tahan tubuh (Bustan, 1997).

2.9.2 Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan penyakit TB Paru sebelum seseorang menderita TB Paru. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang mempunyai faktor risiko tinggi. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan kelompok berisiko ini dapat mencegah berkembangnya TB Paru secara dini. Pecegahan primer dapat dilakukan dengan cara:

a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara: 1. Mengonsumsi makanan yang bergizi

2. Usahakan setiap hari untuk tidur cukup dan teratur

3. Melakukan olahraga di tempat-tempat yang berudara segar 4. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan imunisasi BCG b. Meningkatkan kesehatan lingkungan

1. Melengkapi rumah dengan ventilasi yang cukup

(17)

2.9.3 Pencegahan sekunder

Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi DOTS.

a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat mengakses pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.

b. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji kepekaan M.tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK.

Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan, maka sebelum memulai pengobatan harus dilakukan persiapan awal. Pada persiapan awal yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk mengetahui data awal berbagai fungsi organ (ginjal, hati, jantung) dan elekrolit. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sama dengan jenis pemeriksaan untuk pemantauan efek samping obat.

Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah: a) Pemeriksaan fisik:

(18)

2) Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi penglihatan, pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai suspek TB MDR. b) Pemeriksaan kejiwaan.

Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai, hal ini berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien selesai.

c) Pemeriksaan penunjang :

1) Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis. 2) Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb), jumlah

lekosit.

3) Pemeriksaan kimia darah: a. Faal ginjal: ureum, kreatinin b. Faal hati: SGOT, SGPT. c. Serum kalium

d. Asam Urat e. Gula Darah

4) Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH) 5) Tes kehamilan.

6) Foto dada/ toraks.

7) Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri) 8) Pemeriksaan EKG

(19)

d) PMO untuk pasien TB MDR haruslah seorang petugas kesehatan terlatih. Pengobatan pasien TB MDR menggunakan paduan OAT yang terdiri dari OAT lini pertama dan lini kedua, yang dibagi dalam 5 kelompok berdasar potensi dan efikasinya, yaitu :

(20)

2.10 Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita TB MDR (Tuberculosis Multi Drug Resistance) 1. Sosiodemografi

a. Umur

b. Jenis Kelamin c. Status Perkawinan d. Pekerjaan

Gambar

Gambar 1. Alur Rujukan Suspek TB Resistan Obat dan Formulir yang
Tabel 1. Pengelompokan OAT

Referensi

Dokumen terkait

Dari seluruh penderita, lebih banyak penderita yang tidak pernah didiagnosa TB paru sebelumnya, yakni sebanyak 8%.. Semua penderita tidak pernah didiagnosa tuberkulosis ekstra paru

Tingginya angka kegagalan pengobatan TB Paru menyebabkan semakin banyak ditemukan penderita TB Paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan standar sehingga penelitian

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai dengan BTA positif. Hasil Pengobatan Pasien TB

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

Mekanisme yang menyebabkan pasien DM rentan terkena infeksi TB juga sudah dipahami, namun belum diketahui apakah DM secara langsung mempengaruhi keberhasilan

Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan obat anti TB (OAT) kurang dari satu bulan,

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan. setelah pemberian antibiotika

Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan obat anti TB (OAT) kurang dari satu bulan,