• Tidak ada hasil yang ditemukan

52 Media Bina Ilmiah ISSN No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "52 Media Bina Ilmiah ISSN No"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

_______________________________________________

Volume 7, No. 1, Januari 2013 http://www.lpsdimataram.com PENDEKATAN KEBERMAKNAAN PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

DI SEKOLAH DASAR

oleh: Sri Sukarni

Dosen PNS dpk pada Universitas Nusa Tenggara Barat

Abstrak: Proses belajar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu rote learning dan meaningful learning. Dalam

rote learning materi yang dipelajari diserap sebagai butir-butir lepas yang tidak dikaitkan secara terpadu dengan butir-butir informasi lain yang relevan yang telah membentuk struktur yang rapi dalam pikiran si pembelajar. Pada meaningful learning butir-butir informasi yang masuk ke medan kognitif segera dikaitkan dan dipadukan dengan bangunan kognitif yang sudah terbentuk sebelumnya. Butir-butir informasi yang diserap dengan cara demikian akan lestari menjadi milik si pembelajar. Selain itu, apabila sewaktu-waktu diperlukan butir-butir informasi itu juga mudah dimunculkan kembali (retrieved, recalled) karena letak dan fungsinya dalam bangunan kognitif cukup jelas. Dengan demikian bahasa Inggris di Sekolah Dasar dapat diajarkan dengan menggunakan meaningful learning (pendekatan kebermaknaan). Konsep penting yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan melalui tata bahasa dan kosakata. Dengan kata lain kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran memiliki peranan penting dalam keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Katakunci: pendekatan kebermaknaan, pembelajaran bahasa Inggris

PENDAHULUAN

Orang dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bukanlah karena dia telah mencapai kematangan tertentu, melainkan lebih disebabkan oleh proses belajar. Para ahli ilmu jiwa menggunakan istilah maturation (kematangan) untuk hal-hal yang bisa dikerjakan setelah mencapai tingkat kematangan tertentu, dan learning (belajar) untuk hal-hal yang bisa dikerjakan setelah mendapat latihan atau pendidikan.

Belajar bahasa perlu dibedakan dengan belajar tentang bahasa. Dalam belajar bahasa, orang belajar untuk dapat menggunakan bahasa, sedangkan dalam belajar tentang bahasa, orang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bahasa, misalnya tentang kaidah-kaidah kebahasaan. Pandangan yang pertama adalah pandangan pendekatan komunikatif. Sedangkan pandangan ke dua adalah pandangan pendekatan tradisional. Nunan (1988:78) mengatakan,"In the communicative view of language ..., language learning was characterized as a process of developing the ability to do things with language (as opposed to learning about language),"

Pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar dimaksudkkan untuk mengenalkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama bagi anak didik dengan tujuan mendorong/memotivasi siswa agar siap dan percaya diri dalam mempelajari bahasa Inggris pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dilihat dari tujuan tersebut maka pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya menekankan pada formal

learning tetapi lebih mengarah kepada penggunaan bahasa secara komunikatif dan alami.

Karena penerapannya tergolong relatif masih baru , maka banyak unsur atau faktor yang harus diperhatikan dalam pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar, sehingga dapat menunjang keefektifan pengajarannya. Oleh karena itu diperlukan kiat-kiat khusus berupa penerapan pendekatan dan metode pembelajaran yang inovatif. KAJIAN PUSTAKA

a. Proses Belajar Bahasa

Seperti dirangkum oleh Clark (Allen & Corder,eds 1975:300-317) maupun oleh Brown (1987:16-24), terdapat tiga aliran utama dalam teori-teori yang berusaha menjelaskan proses-proses belajar bahasa. Ketiga aliran itu adalah aliran behavioristik, nativistik, dan kognitivistik (yang oleh Brown disebut aliran fungsional). Meskipun acuan dari ketiga aliran itu adalah proses belajar bahasa ibu, implikasi dari teori-teori ketiga aliran itu dapat diberlakukan pada proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing.

1. Aliran Behavioristik

Aliran psikologi behavioristik dilandasi oleh konsepsi bahwa iimu pengetahuan dapat disebut ilmiah bila sepenuhnya bersifat empirik, yaitu hanya menyangkut hal-hal yang dapat diamati oleh pancaindera. Oleh karena itu, para

penganut aliran ini tidak mau mengakui adanya proses-proses kejiwaan. Sesuai dengan sikap ini,

(2)

_______________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 1, Januari 2013 mereka mengkonsepsikan bahasa itu sebagai suatu

jenis baku, yang pada dasamya tidak berbeda dengan bentuk-bentuk perilaku yang lain, seperti berjalan, berenang, bermain sepak bola, dan lain-lain. Skinner (Allen & Corder, 1973:22) menggunakan istilah verbal behavior sebagai padanan bahasa.

Seperti bentuk-bentuk perilaku yang lain, bahasa adalah seperangkat hubungan antara stimulus-stimulus dan respons-respons. Ujaran-ujaran yang kita ucapkan sewaktu kita berbicara adalah respons-respons terhadap stimulus-stimulus tertentu yang dapat berupa situasi tertentu atau ujaran orang lain. Kemampuan kita untuk memberi respons-respons yang tepat-baik berupa ujaran atau bentuk perilaku lain-terhadap situasi-situasi tertentu atau terhadap ujaran-ujaran orang lain merupakan hasil belajar yang lama, yang pada hakekatnya adalah proses pembentukan kebiasaan, yang lazim disebut proses conditioning.

Proses belajar bahasa adalah proses pembentukan seperangkat kebiasaan, yaitu kaitan-kaitan yang kokoh antara stimulus tertentu dengan respons tertentu. Kaitan antara suatu stimulus dengan respons akan menjadi kokoh, yakni menjadi suatu kebiasaan, bila setiap kali seorang pembelajar mampu memberikan respons yang tepat terhadap suatu stimulus, ia diberi reinforcement. Mengajar bahasa pada hakekatnya adalah melakukan conditioning terhadap perilaku verbal si pembelajar, yaitu memancing respons yang tepat terhadap stimulus yang disajikan dan memberikan reinforcement bila si pembelajar mampu memberikan respons yang benar.

2. Aliran Nativistik

Berbeda sekali dengan aliran behavioristik, aliran nativistik bertolak dari asumsi dasar bahwa bahasa pertama-tama adalah sebuah fenomena mental. Chomsky (1965), yang merupakan penganut aliran nativistik, mendefinisikan bahasa sebagai sebuah sistem kaidah. Sistem kaidah ini, yang menurut Chomsky yang mutakhir terdiri dari kaidah-kaidah sintaktik, kaidah-kaidah-kaidah-kaidah semantik, dan kaidah-kaidah fonologi, membentuk sistem setiap bahasa dan diketahui meskipun hanya secara implisit oleh setiap penutur bahasa yang bersangkutan. Pengetahuan tentang sistem kaidah ini disebut linguistic competence. Linguistic competence ini memungkinkan seorang penutur menciptakan kalimat-kalimat yang tak terhitung banyaknya serta kemungkinkan untuk menggunakan dan memahami kalimat-kalimat baru yang belum pernah dikenalnya. Dalam kaitan inilah Chomsky merumuskan ciri bahasa sebagai rule governed creativity. Linguistic competence merupakan landasan bagi linguistic performances, yaitu penggunaan kalimat-kalimat

secara fisik dalam situasi-situasi komunikasi yang konkret.

Dikemukakan pula oleh Chomsky (1965) bahwa kompetensi linguistik yang berupa sistem kaidah yang sangat rumit dan abstrak tersebut anehnya dapat diinternalisasikan oleh anak-anak dalam waktu yang relatif sangat pendek sekitar empat atau lima tahun dan sewaktu perkembangan intelektual anak-anak masih pada taraf pra operasional. Lebih menarik lagi fenomena ini ternyata bersifat universal. Bahkan taraf-taraf perkembangan kompetensi itu pun bersifat universal, padahal latar belakang intelegensi, sosial ekonomi, bahasa, dan kebudayaan anak-anak itu berbeda-beda. Dari fenomena ini Chomsky menarik kesimpulan bahwa kemampuan anak-anak untuk menguasai bahasa dalam waktu yang begitu pendek tidak mungkin merupakan hasil dari proses conditioning sebagaimana yang dipostulasikan oleh kaum behavioristik. Proses conditioning yang dialami anakanak berbeda-beda, tetapi hasil belajar yang diperoleh, dan bahkan tahap-tahap yang dilalui secara umum seragam. Chomsky berkesimpulan bahwa proses belajar bahasa anak-anak diatur oleh sesuatu yang ada di dalam diri anak-anak. Untuk mempertegas kesimpulan ini Chomsky mengajukan teori bahwa sewaktu dilahirkan setiap anak sudah dibekali dengan kemampuan bawaan untuk belajar bahasa. Kemampuan bawaan ini digambarkannya sebagai semacam piranti yang dinamakannya Language Acquisition Device (LAD).

Meskipun tidak diungkapkan secara eksplisist, LAD adalah suatu piranti kognitif, yaitu komponen khusus dari keseluruhan kognitif anak, yang fungsinya adalah mengembangkan kompetensi linguistik si anak. Language Acquisition Device mirip perangkat lunak komputer, yaitu sebuah program khusus yang tidak hanya menyimpan informasi-informasi mengenai hakikat, fungsi, ciri-ciri, dan unsur-unsur bahasa yang bersifat universal, melainkan juga memuat langkah-langkah yang sangat efektif dan efisien untuk menterjemahkan informasi-informasi yang universal itu menjadi seperangkat informasi yang bersifat khusus, yaitu tentang sistem bahasa ibu setiap anak.

3. Aliran Kognitivistik

Seperti para penganut aliran nativistik, para penganut aliran kognitivistik juga berasumsi bahwa mind (jiwa) mempunyai peranan amat penting dalam proses belajar (dan menggunakan) bahasa. Namun, mereka berpendapat bahwa kemampuan belajar bahasa tidak merupakan kemampuan bawaan yang bersifat khusus, melainkan merupakan bagian integral dari kemampuan kognitif anak-anak. Aliran kognitivistik ini banyak dipengaruhi oleh teori-teori Jean Piaget dan David Ausubel.

(3)

_______________________________________________

Volume 7, No. 1, Januari 2013 http://www.lpsdimataram.com Menurut Piaget (Phillips, 1975:8-13)

perkembangan intelektual- yakni proses belajar- melibatkan tiga unsur utama, yaitu fungsi, struktur dan isi. Yang dimaksud dengan fungsi ialah mekanisme kerja yang memungkinkan terjadinya perkembangan intelektual. Fungsi yang utama ialah asimilasi, yaitu penyerapan informasi-informasi yang sudah diasimilasikan tadi. Karena asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai akibat interaksi si subjek dengan lingkungannya, dan karena asimilasi dan akomodasi melibatkan struktur-struktur tertentu yang sudah ada di dalam diri si subyek serta mengakibatkan perubahan-perubahan tertentu pada struktur-struktur tersebut, fungsi asimilasi dan akomodasi disebut fungsi adaptasi. Agar hasil adaptasi tersebut bermanfaat, hasil-hasil tersebut perlu diorganisasikan. Fungsi ketiga ini, yakni organisasi, memungkinkan terbentuknya struktur-struktur baru yang lebih adaptif, yakni yang mampu melakukan asimilasi dan akomodasi lebih lanjut. Asimilasi, akomodasi, dan organisasi mengakibatkan perubahan struktur, yakni jaringan hubungan yang padu diantara berbagai unsur suatu kegiatan atau peristiwa. Struktur yang berupa hubungan sistematik antar unsur ini ada yang besar dan ada yang kecil. Struktur yang kecil lazim disebut skema, dan bentuk jamaknya adalah schemata (skemata). Berbeda dengan fungsi-fungsi, yang tidak pernah mengalami perubahan, struktur-struktur terus, berubah-ubah karena hakikat perkembangan intelektual adalah perubahan-perubahan struktur-struktur kognitif tersebut.

Menurut Piaget, perkembangan intelektual anak dapat terjadi karena si anak terus-menerus melakukan interaksi secara aktif dengan lingkungannya. Interaksi aktif dengan lingkungan ini, yang melibatkan proses asimilasi, akomodasi, dan organisasi menyebabkan struktur kognitif si anak makin lama makin sempurna, sehingga ia akan mampu belajar dan menguasai berbagai keterampilan, termasuk keterampilan berbahasa. Menurut pendapat Piaget (Allen & Corder, 1975:316), untuk belajar bahasa seorang anak tidak memerlukan piranti khusus semacam LAD. Struktur kognitif yang terus-menerus dikembangkannya sejak lahir sudah memadai untuk belajar bahasa.

Seorang anak tidak akan mengalami kesulitan untuk belajar bahasa karena kecerdasan simboliknya sudah mulai berkembang pada saat ia lahir. Pada awalnya ia akan menggunakan simbol-simbol motorik, kemudian simbol-simbol motorik itu akan digantikan dengan simbol-simbol konseptual (Phillips, 1975:26). Pada tahap sensori motor tahap ke empat, yaitu pada usia delapan sampai dua belas bulan, seorang anak sudah mampu menggantikan makna motorik dari obyek-obyek di sekelilingnya

dengan makna simbolik (Phillips,1975:36). Bagi Piaget, proses belajar bahasa merupakan bagian tak terpisahkan dari perkembangan kognitif anak, bukannya proses khusus sebagaimana diasumsikan oleh Chomsky.

Mirip dengan Piaget, Ausubel juga menekankan pentingnya peranan struktur kognitif dalam proses belajar. Menurut Ausubel (Brown, 1987:65), proses belajar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu belajar rote learning dan meaningful learning. Dalam rote learning materi yang dipelajari diserap sebagai butir-butir lepas yang tidak dikaitkan secara terpadu dengan butir-butir informasi lain yang relevan yang telah membentuk struktur yang rapi dalam pikiran si pembelajar. Karena tidak terkait secara kokoh dengan struktur kognitif yang sudah ada, butir-butir informasi itu akan mudah lepas lagi, yakni terlupakan.

Pada meaningful learning butir-butir informasi yang masuk ke medan kognitif segera dikaitkan dan dipadukan dengan bangunan kognitif yang sudah terbentuk sebelumnya. Butir-butir informasi baru itu dikaitkan dengan butir-butir informasi lama yang relevan dengan penataan yang sedemikian rupa sehingga terbentuk bangunan kognitif baru yang kokoh dan serasi. Butir-butir informasi yang diserap dengan cara begini akan lestari menjadi milik si pembelajar, yakni tidak mudah terkena proses lupa. Selain dari itu, bila sewaktu-waktu diperlukan butir-butir informasi itu juga mudah dimunculkan kembali (retrieved, recalled) karena letak dan fungsinya dalam bangunan kognitif cukup jelas.

Keterkaitan kajian ini dengan judul artikel ini adalah bahwa mata pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar dapat diajarkan dengan menggunakan meaningful learning (pendekatan kebermaknaan). Konsep penting yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan melalui tata bahasa dan kosakata. Dengan demikian tata bahasa dan kosakata berperan sebagai alat pengungkap makna (gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan). Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan terhadap pengajaran bahasa yang harus didukung oleh pemahaman lintas budaya.

Kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar ditunjang antara lain oleh faktor tujuan pengajaran dan faktor siswa.

b. Tujuan Pengajaran

Tujuan pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar harus dirumuskan secara jelas dan wajar. Tujuan harus ditentukan dengan memperhatikan ciri

(4)

_______________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 1, Januari 2013 umum anak seusia murid Sekolah Dasar. Murid

Sekolah Dasar masih suka menirukan antara lain karena kemampuan menirukan sesuatu memberikan rasa berhasil pada dirinya. Mereka menyukai berbagai kegiatan yang dapat diekspresikansi sendiri secara vokal maupun fisik. Oleh sebab itu tujuan pengaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar harus mengacu dan bertumpu pada sifat-sifat siswa Sekolah Dasar itu pula. Tujuan pengajaran harus juga memperhatikan kebutuhan, situasi, dan lingkungan hidup anak Indonesia.

Dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Sekolah Dasar 1994:1), secara umum tujuan pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar lebih ditekankan untuk memotivasi/mendorong siswa agar lebih siap dan percaya diri dalam mempelajari bahasa Inggris di tingkat selanjutnya. Khususnya pada kelas IV, tujuan pengajaran bahasa Inggris adalah siswa dapat membaca, menyimak, melafalkan dan menulis sejumlah kosa kata yang berhubungan dengan lingkungan rumah, sekolah, dan sekitar siswa dalam kalimat dan ujaran bahasa Inggris yang sangat sederhana (GBPP,1994:4).

Dari kedua tujuan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa bahasa Inggris diajarkan di Sekolah Dasar sebagai muatan lokal dimaksudkan untuk memberikan kemampuan memahami keterangan lisan dan tertulis serta ungkapan sederhana. Tujuan ini mencakup listening, speaking, reading, dan writing. Unsur sederhananya terlihat pada kata simple English, simple written English, dan simple informal written communication.

Bila tujuan pengajaran sudah jelas, maka perlu diketahui syarat yang harus dipenuhi dalam proses pengajaran bahasa. Sebagaimana dikemukakan oleh Ellis (1984), bahwa dalam proses belajar-mengajar perlu diperhatikan kuantitas dan kualitas bahasa yang diajarkan kepada siswa. Dalam hal ini kuantitas bahasa lebih penting dan tidak hanya harus dipahami oleh siswa tetapi juga harus menjadi intake. Wood (Brewster, 1991) berpendapat bahwa kegiatan belajar melalui interaksi akan membantu siswa untuk mengingat aspek-aspek bahasa. Latihan yang dilakukan berulang-ulang merupakan cara yang efektif untuk menanamkan pemahaman. Jika aspek bahasa yang diajarkan dengan cara ini mengandung makna komunikasi maka pengajaran bahasa dapat diharapkan membuahkan hasil.

c. Siswa

Pengajaran bahasa Inggris perlu kita tafsirkan sebagai pelatihan berbahasa Inggris. Dengan demikian, yang lebih aktif di kelas bukan lagi guru yang merasa berkewajiban untuk sebanyak mungkin menyampaikan informasi kebahasaan, melainkan

para siswa yang giat berlatih dengan arahan dan pantauan guru

Khusus mengenai pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar tentunya masih ada aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan yang berhubungan dengan siswa yaitu: (1) anak-anak masih dalam tahap mempelajari konsep ruang dan waktu, (2) anak-anak senang belajar rnelalui kegiatan, (3) bila dimotivasi anak-anak belajar dengan baik, (4) bentuk respons siswa berbeda-beda, (5) mereka tidak dapat berkonsentrasi lama. (Alwasilah,1997:39).

Siswa Sekolah Dasar masih belajar mengklasifikasi dan menghubungkan benda-benda nyata yang ada di sekitar. Mereka masih belum mampu berpikir abstrak. Guru disarankan untuk banyak menggunakan media visual, gambar, dan objek nyata agar kelas lebih hidup. Guru bahasa Inggris harus realistis, jangan berharap mereka dapat melakukan sesuatu dalam bahasa Inggris bila mereka masih tidak dapat melakukannya dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah.

Walau demikian, mereka memiliki kemampuan untuk memperoleh melalui eksposur terhadap bahasa, yakni melaiui pandangan, pendengaran, dan juga melalui pengajaran formal. Tugas guru bahasa Inggris adalah memanfaatkan kemampuan alami ini dengan menyajikan materi ajar teknik-teknik yang menarik, tepat, dan edukatif. Guru menciptakan kegiatan yang menyenangkan agar siswa memiliki sikap positif terhadap bahasa Inggris. Mereka akan cepat menguasai bentuk maupun makna sebuah ungkapan secara tepat diucapkan guru dalam konteks alami.

Anak-anak senang belajar melalui kegiatan, misalnya dengan bermain peran. Lebih-lebih dengan pakaian warna-warni yang mendukung peran yang dimainkannya. Dengan bermain peran, mereka belajar bahasa dengan menggunakannya, yakni dengan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa target (Alwasilah,1997:92). Inilah yang dimaksud dengan pengajaran bahasa melalui pendekatan terpadu atau whole language approach, pendekatan mi sejalan dengan pendekatan kebermaknaan. Bahasa diajarkan cara integratif, dengan kriteria kebermaknaan (meaningfulness). Tidak ada keterampilan bahasa yang diajarkan secara mandiri dan terceraikan dari keterampilan lainnya.

Apabila dimotivasi anak-anak akan beIajar dengan baik. Misalnya dengan menyajikan kegiatan yang menarik minat mereka, dengan melihat hasil kerja yang memperlihatkan prestasi mereka; dan dengan melibatkan mereka dalam kegiatan yang relevan bagi mereka. Karena itu tunjukkanlah prestasi mereka. Dan manfaatkanlah minat, pengalaman, latar belakang, dan lingkungan.

(5)

Anak-_______________________________________________

Volume 7, No. 1, Januari 2013 http://www.lpsdimataram.com anak akan kehilangan semangat belajar, bilamana

tugas yang diberikan tidak menarik atau terlalu sulit. Karena itu, upayakan agar tugas-tugas di kelas ada dalam jangkauan kemampuan mereka.

Murid sekolah dasar tidak bisa berkonsentrasi lama dalam belajar. Kegiatan belajar bahasa harus singkat-singkat dan beragam dari waktu ke waktu, agar mereka tetap tertarik. Bila mereka sudah kehilangan minat, mereka akan berhenti belajar. Karena itu guru harus selalu memantau suasana kelas, kapan setiap kegiatan harus dihentikan dan diganti dengan kegiatan lain. Guru tidak perlu ragu untuk membiarkan mereka bergerak leluasa dan dari waktu ke waktu mengubah posisi tempat duduk siswa. Dalam kelas bahasa, sebaiknya mereka saling berhadapan, dan sering bergantian pasangan bermain peran dengan teman sebangku.

Dalam proses belajar-mengajar di kelas, ada empat syarat yang harus diperhatikan agar terjadi proses pemerolehan bahasa:

1. Kegiatan pemahaman bahasa harus dilaksanakan sebelum kegiatan penggunaan bahasa. Misalnya latihan menyimak dilakukan sebelum latihan berbicara, atau latihan membaca sebelum latihan menulis. Ini berarti bahwa acquisition (pemerolehan bahasa) menjadi dasar untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa dan agar pemerolehan bahasa dapat terwujud, siswa harus terlebih dahulu mengerti pesan yang disampaikan. Implikasi dari pemahaman seperti ini ialah: (a) guru hendaknya selalu memakai bahasa sasaran (bahasa Inggris) dalam mengajar walaupun dalam bentuk yang sederhana, (b) dalam mengajar, harus ada topik yang menarik yang menjadi fokus kegiatan belajar, (c) guru harus selalu berusaha agar siswa dapat mengerti apa yang diucapkan. 2. Latihan menggunakan bahasa harus diusahakan

secara bertahap misalnya, a) menjawab dengan memberikan respons non-verbal, (b) menjawab pertanyaan dengan satu kata (yes,no,here), (c) menjawab pertanyaan dengan menggabungkan dua atau tiga kata (on the table, not me), (d) menjawab dengan menggunakan frasa (Where are you going? To school), e) menjawab dengan kalimat sederhana, (f) menjawab dengan kalimat lebih kompleks. Pada tahap awal, ketepatan gramatikal tidak terlalu penting asalkan makna komunikasi dapat dipahami.

3. Silabus harus disusun berdasarkan topik, bukan butir-butir tata bahasa. Misalnya topik tentang wisata. Fungsi tata bahasa hanya sebagai alat untuk dibicarakan atau mengungkapkan kalimat-kalimat yang diperlukan.

4. Kegiatan belajar-mengajar di kelas harus dibuat menarik dan dalam suasana kondusif. Siswa

harus didorong berani bereksperimen dengan bahasa dan mengunakan bahasa dalam suasana riang, menyatakan pendapat atau perasaan.

Dalam pengajaran di kelas, penggunaan bahasa oleh siswa perlu diusahakan secara optimal agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari, pemakaian bahasa mengandung informasi yang disampaikan oleh pembicara. Inilah sebenarnya yang memberi motivasi bagi pembicara untuk menggunakan bahasa. Dalam pengajaran, perlu diusahakan munculnya keinginan untuk member dan mencari informasi melalui kegiatan di kelas.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengajaran bahasa yang efektif mempersyaratkan adanya keterlibatan guru dan murid secara interaktif. Kelas yang terlalu di dominasi guru, membatasi kemampuan siswa untuk berekpresi dan bereksperimen dengan bahasa. Menurut Corder (1971) dan Richard (1986) pengajaran yang baik harus dapat menggambarkan situasi yang mirip dengan situasi perolehan belajar bahasa dimana proses yang berlangsung lebih memberi perhatian kepada makna yang dikomunikasikan, bukan tata bahasa. Jadi guru bukan penguasa tunggal di kelas, melainkan narasumber dan pembimbing belajar. SIMPULAN

Proses belajar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu rote learning dan meaningful learning. Dalam rote learning materi yang dipelajari diserap sebagai butir-butir lepas yang tidak dikaitkan secara terpadu dengan butir-butir informasi lain yang relevan yang telah membentuk struktur yang rapi dalam pikiran si pembelajar. Karena tidak terkait secara kokoh dengan struktur kognitif yang sudah ada, butir-butir informasi itu akan mudah lepas lagi, yakni terlupakan.

Pada meaningful learning butir-butir informasi yang masuk ke medan kognitif segera dikaitkan dan dipadukan dengan bangunan kognitif yang sudah terbentuk sebelumnya. Butir-butir informasi baru itu dikait-kaitkan dengan butir-butir informasi lama yang relevan dengan penataan yang sedemikian rupa sehingga terbentuk bangunan kognitif baru yang kokoh dan serasi. Butir-butir informasi yang diserap dengan cara demikian akan lestari menjadi milik si pembelajar, yakni tidak mudah terkena proses lupa. Selain itu, apabila sewaktu-waktu diperlukan butir-butir informasi itu juga mudah dimunculkan kembali (retrieved, recalled) karena letak dan fungsinya dalam bangunan kognitif cukup jelas.

Konsep penting yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan melalui tata bahasa dan kosakata. Dengan demikian tata

(6)

_______________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 1, Januari 2013 bahasa dan kosakata berperan sebagai alat

pengungkap makna (gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan). Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan terhadap pengajaran bahasa yang harus didukung oleh pemahaman lintas budaya. Dengan kata lain kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran memiliki peranan penting dalam keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Bahasa diajarkan secara integratif, dengan kriteria kebermaknaan (meaningfulness) karena tidak ada keterampilan bahasa yang diajarkan secara mandiri dan terceraikan dari keterampilan lainnya.

Metode penyampaian pelajaran disesuaikan dengan dunia anak yang suka dengan permainan. Oleh karena itu dengan menggunakan pendekatan kebermaknaan dalam pengajaran bahasa Inggris, guru bahasa Inggris menggunakan metode yang bervariasi sesuai dengan materi. Penyampaian pelajaran melalui benda-benda konkret dan abstrak, menyanyi, games, dan total physical response. DAFTAR PUSTAKA

Allen, J.P.B., & Corder, S.P (Eds). (1975). Paper in Applied Linguistics. London: Oxford University Press

Alwasilah, A. Chaedar. (1997). Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Brewster, J. (1991). What is a Good Primary Practice? London: Harper Collin Publishers

Brown, H.D. (1987). Principles of Language Learning and Teaching: Englewood Cliff: Prentice Hall

Chomsky, N (1965). Aspect Of The Theory Of Syntax. Cambridge: M.I.T. Press

Clark, Hebert H & Clark, Eve (1977). Psychology of Language: An Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcout Brace Jovanovitch, Inc

Corder, S.P. (1971). Introducing Applied Linguistics. Harmondsworth: Penguin Education

Ellis, R. (1988). Classroom Language Development. A Study of Classroom Interaction and Language Acquisition. New York: Prentice Hall, Inc

Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Mata Pelajaran Bahasa Inggris Sekolah Dasar (994). Yogyakarta: Depdikbud Kanwil Yogyakarta

Nunan, David (1988). The Learner-Centered Curriculum. Cambridge: Cambridge University Press

Philips, J.L. (1975). The Origin of Intellect: Piaget’s Theory. San Fransisco: W.H. Freeman & Co

Richard, Jack C., & Rodgers, T.S. (1986). Approach and Methods in Language Teaching: A Descriptive and Analysis. Cambridge: Cambridge University Press

Skinner, B.F. (1957). Verbal Behaviour. New York: Appleton-Century-Crofts

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan Nurul Hidayah (2015) adalah hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwavariable independen yaitu IOS (CAPBVA dan MVBVE) berpengaruh

Hasil akhir yang diperoleh adalah sebuah Sistem Informasi Riwayat Sevis Kendaraan bermotor yang mampu mengolah data pelanggan,data kendaraan,data servis,sparepart,workorder dan

Percobaan pertama yaitu perlakuan berupa pemberian ekstrak segar teripang yang baru diformulasikan pada media pemeliharaan larva udang galah dan percobaan kedua yaitu

Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang

Tambahan pula kajian yang berkaitan dengan tahap kemahiran berfikir secara kreatif dan kemahiran berfikir aras tinggi menggunakan peta minda Buzan telah

Ia telah disahkan menjadi penebus pribadi saya, dalam hal Allah sudah membang- kitkan Dia dari kubur-Nya sesuai dengan isi Kitab Suci.” 10 Berdasarkan penjelasan Heath tersebut

KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 LUBUKPAKAM TERHADAP KANKER SERVIKS?.

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi fungsi sosial dan