LAPORAN AKHIR
PENGKAJIAN KOMPETITIF
PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI
PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN
SEBAGAI PAKAN SAPI DAN
PUPUK ORGANIK
DI BENGKULU
Oleh :
Ir Ruswendi, MP
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANAGN PERTANIAN
Jl. Irian KM. 6,5 Bengkulu 38119 Telp. 0736-23030 Fax. 0736-23030 E-mail: bptp-bengkulu@litbang/deptan.go.id
2011
LAPORAN AKHIR
PENGKAJIAN KOMPETITIF
PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI
PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN
SEBAGAI PAKAN SAPI DAN
PUPUK ORGANIK
DI BENGKULU
Tim Pengkaji : Ir Ruswendi, MP Ir Rachmat Hendayana, MS
Ir Ahmad Damiri, M.Si Ir Siswani Dwi Daliani
Alfayanti, SP
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Pengkajian : Percepatan Adopsi Teknologi Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi dan Pupuk Organik di Bengkulu
2. Unit Kerja
:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : Jln. Irian Km 6,5 PO, Box 1010 Bengkulu 38001
4. Penanggung Jawab Kegiatan :
a. N a m a : Ir Ruswendi, MP b. Pangkat/ Golongan : Pembina Tk. I (IV/b) c. Jabatan
c.1. Struktural : -
c.2. Fungsional : Penyuluh Pertanian Madya 5. Lokasi Kegiatan : Bengkulu
6. Satus Kegiatan : Baru 7. Tahun Kegiatan : 2011
8. Biaya Kegiatan TA. 2011 : Rp. 86.784,- (Delapan Puluh Enam Juta Tujuh Ratus Delapan Puluh Empat Ribu Rupiah)
9. Sumber Dana : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Mengetahui: Penanggung Jawab Kegiatan,
Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP Ir. Ruswendi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga laporan akhir tahun Kegiatan Pengkajian Kompetitif Percepatan Adopsi Teknologi Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi dan Pupuk Organik di Bengkulu dapat diselesaikan. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggungjawaban terhadap hasil pelaksanaan kegiatan pengkajian dan diseminasi teknologi spesifik lokasi Bengkulu sampai dengan akhir tahun 2011.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelenggaraan kegiatan dan penyusunan laporan masih banyak ditemui berbagai kendala dan kekurangan. Kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami jadikan sumber perbaikan, mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Kepada semua pihak yang telah berpatisipasi dan membantu terlaksananya pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sampai berakhirnya kegiatan pengkajian ini, diucapkan terima kasih. Semoga pencapaian hasil kegiatan pengkajian akan dapat memberikan manfaat bagi penerapan dan percepatan adopsi inovasi teknologi limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu.
Bengkulu, Desember 2011 Penanggung Jawab Kegiatan,
Ir. Ruswendi, MP. NIP. 19610320 198903 1 003
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTARA TABEL ... v RINGKASAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. T u j u a n ... 3 1.3. L u a r a n ... 4 1.4. Dasar Pertimbangan ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
III. METODE PENGKAJIAN ... 12
3.1. Lokasi Kegiatan ... 12
3.2. Metode Pelaksanaan ... 12
3.3. Analisis Data ... 13
3.4. Parameter ... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1. Percepatan Adopsi Pemanfaatan Limbah Pertanian Untuk Pakan Ternak Sapi dan Pupuk Organik ... 16
4.2. Percontohan Penerapan Komponen Teknologi dan Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organik Padi Sawah ... 22
4.3. Kelayakan Ekonomi Adopsi Penerapan Komponen Teknologi Padi Sawah ... 23
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 24
5.1. Kesimpulan ... 24
5.2. S a r a n ... 24
VI. KINERJA HASIL PENGKAJIAN ... 26
DAFTAR PUSTAKA ... 27
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Karakteristik responden pada lokasi pengkajian percepatan adopsi
teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk
organik di Bengkulu Tahun 2011 ... 17 2. Indikator aksesibilitas wilayah di lokasi pengkajian percepatan adopsi
teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk
organik di Bengkulu Tahun 2011 ... 19 3. Analisis regresi model logit faktor-faktor peubah variabel yang
mempengaruhi percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun
2011 ... 21 4. Kelayakan ekonomi usahatani padi sawah diberi pupuk kompos limbah
RINGKASAN
Pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu dilakukan pada 4 lokasi terpilih, yaitu di Kabupaten: Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang Lebong dan Kepahiang. Pengkajian ini bersifat kompetitif sesuai kebutuhan daerah, bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis tingkat percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik serta dampaknya kepada khalayak pengguna dengan dua pokok kegiatan: (1) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik, (2) Percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah. Metode kajian dan diseminasi percepatan adopsi limbah pertanian ini dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur, jumlah responden sebanyak 120 orang di 4 kabupaten sebagai sampel responden pengukuran adopsi inovasi teknologi dan 30 orang sebagai sampel responden mengadopsi komponen teknologi hasil percontohan di Desa Rimbo Recap, Rejang Lebong. Hasil terapan dan data terkumpul dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis pola percepatan level adopsi berdasarkan waktu percepatan adopsi, faktor-faktor yang mempengaruhi peluang dalam pemanfaatan limbah petanian dianalisis menggunakan pendekatan fungsi logit,
percepatan adopsi penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan pupuk organik padi sawah menggunakan pendekatan skala linkert untuk melihat percepatan adopsi inovasi teknologi limbah pertanian sebagai acuan pengembangan diseminasi pakan sapi maupun pupuk organik dan meningkatnya pengetahuan petani yang dapat mendorong peningkatan pendapatan dan perekonomian masyarakat. Hasil pengkajian menggambarkan waktu untuk mengadopsi pemanfaatan limbah percepatan berada pada level penerapan 2 - 3 tahun untuk diadopsi sebagai pakan sapi dan untuk diadopsi sebagai pupuk organik pada lahan sawah dibawah < 2 tahun. Faktor-faktor berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian adalah kepemilikan ternak sapi (t hitung 3,168 > t tabel 1,980) dan aksesibilitas sumber informasi (t hitung 1,902 > t tabel 1,658). Produksi padi aplikasi pupuk organik cukup tinggi, yaitu untuk kompos; kotoran ayam, kotoran sapi dan jerami berturut-turut sebesar 7,617 ton; 7,359 ton dan 7,367 ton per hektar (ha) GKP diikuti hasil analisis percepatan adopsi berada pada skala level tertinggi nilai 4,178 (sangat setuju/SS) berada diatas level setuju (S) nilai 4 dan analisis Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) secara ekonomi memberikan nilai kelayakan berturut-turut sebesar 1,553; 2,245 dan 1,801 dalam meningkatkan pendapatan petani.
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendekatan pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri. Hal ini menuntut adanya pengembangan teknologi pertanian secara terpadu guna mendapatkan nilai tambah setiap produk/komoditi pertanian. Penerapan inovasi teknologi diharapkan dapat mendorong laju pembangunan pertanian di daerah, sehingga sektor pertanian akan mampu berfungsi sebagai penggerak perekonomian daerah.
Salah satu upaya untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi potong, adalah dengan inovasi teknologi pakan inkonvensional asal limbah pertanian (kelapa sawit, kopi, kakao, padi, jagung dan sayuran) sebagai alternatif pakan tambahan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sapi potong dan pengganti hijauan. Dilain pihak ternak sapi memberikan peluang yang besar dari limbah kotoran bersama-sama limbah pertanian lainnya dapat diproses menjadi pupuk organik guna perbaikan kondisi lahan sawah sebagai salah satu upaya untuk dapat mengoptimalkan produktivitas padi sawah. Limbah pertanian merupakan salah satu bahan produk sampingan dari suatu proses biologis sistem pertanian yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak (Mariyono dan Endang Romjali, 2007).
Pengembangan teknologi pakan asal limbah pertanian secara aktif telah memberikan sumbangan positif terhadap kebutuhan pakan hijauan ternak sapi potong yang semakin sulit mendapatkannya dan penurunan potensi limbah pertanian yang belum dimanfaatkan, terutama limbah perkebunan sawit, kopi, kakao, jagung dan jerami padi masih terbuang atau dibakar dilahan usahatani.
benih berlabel, penanaman bibit muda, pengurangan jumlah bibit per lubang, penghematan penggunaan pupuk Urea, peningkatan penggunaan pupuk kandang dan makin banyaknya petani yang menerapkan PHT dan sistem pengairan berselang.
Disamping itu setiap tahun Badan Litbang Pertanian menghasilkan sejumlah inovasi teknologi baru pengolahan limbah pertanian, namun demikian berdasarkan evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi tersebut lambat sampai dan diadopsi oleh pengguna. Hal ini berkaitan erat dengan rantai pasok subsistem penyampaian dan penerimaan (delivery and receiving), dimana kedua segmen tersebut merupakan penghambat (
bottleneck)
penyebab lambannya penyampaian informasi dan rendahnya tingkat adopsi inovasi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian (Simatupang, 2004).Proses adopsi inovasi merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses keputusan tersebut terdiri dari beberapa tahapan yang memerlukan waktu yang berbeda-beda untuk setiap orang dan dalam proses tersebut terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Hendayana (2006) dalam tatanan praktis pengalaman empiris menunjukkan, bahwa dinamika proses adopsi inovasi teknologi dalam bidang pertanian tidak terlepas dari bekerjanya faktor-faktor pendorong dan penghambat, seperti halnya; 1) adanya kesenjangan antara teknologi yang diintroduksikan dengan teknologi yang dibutuhkan petani; 2) pendekatan yang digunakan kurang mengakomodasi kondisi petani dan dilakukan secara global, padahal karakteristik petani sasaran sangat beragam sehingga menjadi tidak efektif; 3) berhubungan dengan pelaku diseminasi dan pelibatan penyuluh di lapangan kurang optimal, dimana penyelenggaraan pengembangan inovasi teknologi merupakan ranah penyuluh pertanian lapangan.
Unsur yang mempengaruhi adopsi berhubungan juga dengan persepsi petani dan adanya pandangan terhadap sifat- sifat inovasi seperti keuntungan, kompatibilitas, triabilitas, kompleksitas dan mudah tidaknya dampak inovasi itu diamati (Rogers, 1983). Sedangkan menurut Sukartawi (1988) ada beberapa hal lain yang mempengaruhi adopsi inovasi teknologi,
diantaranya adalah unsur jarak tempat tinggal petani ke sumber informasi dan tingkat pendidikan atau pengetahuan petani yang mengadopsinya.
Implementasi teknologi hasil penelitian akan memberikan manfaat, jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif dan efektif bagi usahataninya. Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relatif cepat (Fawzia, 2002).
Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan pengkajian ini sebagai upaya mengungkapkan sampai sejauh mana dampak percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik dapat diadopsi pengguna, disamping itu pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan akan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas ternak sapi yang dihasilkan dalam mendukung pencapaian swasembada daging sapi dan sebagai pupuk organik akan mendorong peningkatan produksi padi sawah yang berlandaskan kearifan lokal.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
1) Mengkaji percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik
2) Mengkaji adopsi penerapan pupuk organik dan komponen teknologi padi sawah
3) Menganalisis dampak penggunaan pupuk organik dan komponen teknologi padi sawah
1.2.2. Tujuan akhir
Mengetahui kemampuan petani peternak dalam mempercepat adopsi inovasi teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik pada padi sawah.
1.3. Luaran
1) Adopsi petani peternak dalam pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik padi sawah meningkat.
2) Percepatan adopsi inovasi teknologi limbah pertanian sebagai acuan pengembangan diseminasi pakan sapi dan pupuk organik
1.4. Dasar Pertimbangan
Rendahnya adopsi teknologi sampai pada petani berakibat pada usahatani yang tidak efektif dan efisien serta sering terjadinya komunikasi belum efektif, maka fokus pengkajian sudah harus diarahkan bagaimana transfer teknologi dari berbagai sumber sampai pada pengguna dan dapat diadopsi, sejauh mana dampak percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi mempengaruhi tingkat produktivitas ternak sapi dan pupuk organik mendorong peningkatan produksi padi sawah.
Kebutuhan pakan ternak sapi potong masih belum dapat terpenuhi karena semakin sulitnya peternak mendapatkan hijauan, perlu dipikirkan bagaimana pakannya dapat memenuhi kecukupan gizinya. Begitu juga dengan produktivitas lahan sawah yang sebagian besar memiliki kadar bahan organik sangat rendah akibat penanaman padi secara terus menerus tanpa memperhatikan keseimbangan bahan organik dan pemberian pupuk organik.
Sejalan dengan kondisi tersebut salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan peningkatan pemanfaatan dan pengembangan inovasi teknologi limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik. Dimana tingkat adopsi pemanfaatan limbah tersebut masih rendah dan baru termanfaatkan untuk pakan ternak sebesar 15%, dikembalikan kepada lahan sebanyak 25% sebagai bahan organik memperbaiki kesuburan lahan sawah sedangkan sisanya hanya dibakar atau dibuang disekitar lahan usahatani.
Selanjutnya dilakukan pengkajian untuk mengetahui apakah petani dan peternak selaku pengguna telah dapat menerapkan dan mengadopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian ini, serta sejauh mana dampak percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan
sapi dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas ternak sapi dan sebagai pupuk organik dapat mendukung peningkatan kesuburan lahan maupun produksi padi sawah di Bengkulu.
II TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan komoditas pertanian kedepan perlu didukung oleh ketersediaan teknologi tepat guna dan sumberdaya manusia terampil untuk mewujudkan suatu sistem pertanian berorientasikan agribisnis berkelanjutan dan tersedianya informasi teknologi tepat guna spesifik lokasi yang dapat diadopsi petani, seperti halnya pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik pada lahan sawah sekaligus akan menjadikan petani lebih tangguh dalam menghadapi daya saing dan dinamika pasar yang sudah mengacu kepada globalisasi.
Pengembangan teknologi pakan dari limbah pertanian dan sisa hasil industri pertanian sebagai pakan ternak disamping pemberian hijauan, merupakan alternatif pakan lebih murah, mudah didapat dan sudah mulai berkembang di Bengkulu yang secara aktif akan memberikan sumbangan nyata terhadap penurunan potensi limbah pertanian yang terbuang dan belum dimanfaatkan serta dapat meningkatkan income petani peternak sendiri. Melalui pengembangan tersebut, maka akan tercipta sentra pertumbuhan peternakan baru di mana komoditi ternak dapat menjadi unggulan (solely) atau hanya sebagai penunjang saja (mix farming) dan sebaliknya dapat mendorong yang tadinya ternak sebagai sumber penunjang menjadi unsur pokok (Luthan, 2009).
Selain pemberian pakan hijauan yang merupakan pakan utama bagi ternak sapi potong juga perlu diberikan pakan tambahan (konsentrat) agar dapat memacu peningkatan produksi ternak, untuk itu penggunaan limbah pertanian dan sisa hasil industri pertanian sebagai bahan pakan tambahan ternak sapi potong merupakan alternatif yang dapat dimanfaatkan asalkan tidak memberikan dampak negatif bagi ternak itu sendiri (Umiyasih et all., 2004).
Pengelolaan hara K pada tanah sawah tidak dapat dipisahkan dari pengolahan bahan organik, karena bahan organik yang cukup tersedia pada lahan sawah dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah mempersiapkan hara, siklus hara dan pembentukan pori mikro dan makro tanah. Pemberian jerami pada lahan sawah dapat memperbaiki sifat biologi, kimia dan fisika tanah sawah yang sekaligus dapat memasok sebagian kebutuhan hara K dan memperlambat kemiskinan K, sehingga mengurangi takaran pupuk KCl disamping juga mampu meningkatkan kesuburan tanah sawah (Hartatik, 2009).
Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani (Badan Litbang Pertanian, 2009). Oleh karena itu, peningkatan produksi padi diupayakan melalui penerapan teknik budidaya spesifik lokasi, yaitu melalui konsep PTT padi sawah (Purwanto, 2008; Suryatna et al., 2008).
Komponen teknologi PTT tersebut, antara lain adalah: 1) Penggunaan varietas padi unggul atau berdaya hasil tinggi dan atau bernilai ekonomi tinggi, 2) Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi; 3) Penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi; 4) Penggunaan kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah (soil amandement); 5) Pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat melalui: a) Pengaturan tanam, sistem legowo, tegel maupun sistem tebar benih langsung, dengan tetap mempertahankan populasi minimum; b) Penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh melalui pemisahan benih padi bernas (berisi penuh); c) Penanaman bibit umur muda (<21 hari setelah semai) dengan jumlah bibit terbatas antara 1-3 bibit per lubang; d) Pengaturan pengairan dan pengeringan berselang, dan e) Pengendalian gulma; 6) Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan PHT, 7) Penggunaan alat perontok gabah mekanis atau mesin perontok (Abdullah dkk, 2008).
Tingkat adopsi suatu teknologi dapat dipakai sebagai ukuran sampai sejauh mana teknologi yang diintroduksikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat. Disamping itu tingkat adopsi juga dapat digunakan sebagai indikasi komponen teknologi yang harus diperbaiki jika teknologi tersebut akan dikembangkan dalam skala yang lebih luas, sesuai dengan kebutuhan petani pengadopsi (Adnyana dan Kariyasa, 2006). Pendekatan PTT telah mendorong penghematan penggunaan benih, peningkatan penggunaan benih berlabel, penanaman bibit muda, pengurangan jumlah bibit per lubang, penghematan penggunaan pupuk Urea, peningkatan penggunaan pupuk
hasil kegiatan penelitian kepada petani untuk diadopsi dan diterapkan pada usahataninya. Informasi teknologi pertanian yang mudah dan tepat akan diadopsi oleh petani secara cepat, sehingga petani termotivasi menguasai teknologi tersebut dan menjadi lebih tangguh dalam persaingan global.
Manwa dan Oka (1992) menyampaikan, bahwa ada 4 faktor utama yang harus tersedia dalam menujang keberhasilan penyampaian teknologi agar dapat diadopsi petani antara lain; (1) teknologi yang sudah matang sesuai dengan kondisi wilayah, (2) dukungan pemerintah daerah dalam bentuk program dan penyuluhan, (3) ketersediaan sarana produksi dan iklim pemasaran yang kondusif, (4) partisipasi petani dalam menerima teknologi yang disampaikan. Sedangkan motivasi petani merupakan gambaran respon maupun sikap dari keuletan, percaya diri, bersaing minat konsentrasi serta keinginan (Sadirman, 2001)
Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi dan sistem usahatani yang dianjurkan, dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya sehingga pendapatan meningkat.
Selain itu berkembang dan diadopsinya teknologi merupakan sasaran utama yang harus dilakukan, termasuk setiap komponen teknologi mempunyai kontribusi masing-masing dan secara utuh akan memberikan manfaat ganda, seperti; pemanfaatan lahan lebih intensif sehingga indek panen meningkat, produktivitas meningkat, biaya produksi dapat ditekan dan dapat meningkatkan pendapatan usahatani (Taher dan Hosen, 1999).
Senada dengan uraian di atas, menurut Sritua (1993) sedikitnya ada empat faktor yang mempengaruhi pengadopsian teknologi oleh petani yaitu; (1) teknologi tersebut mampu memecahkan masalah yang dihadapi petani, (2) prasarana dan sarana produksi yang diperlukan petani untuk penerapan teknologi tersebut mudah didapat, (3) teknologi tersebut mempunyai efisiensi ekonomi yang lebih tinggi dari pada teknologi sebelumnya dan (4) produksi yang dihasilkan dari teknologi tersebut mempunyai prospek pasar yang baik. Maka secara umum keberhasilan dalam proses adopsi teknologi ditetukan oleh 3 faktor
penentu yaitu (1) keuntungan relatif suatu inovasi, (2) kecocokan inovasi dengan norma kebudayaan setempat, lingkungan yang ada dan (3) kondisi ekonomi petani, tersedianya penunjang inovasi serta konsekuensi jika inovasi diterima.
Terjadinya perubahan-perubahan perilaku petani demi terwujudnya perbaikan tingkat kehidupan dapat diakomodir, melalui adopsi inovasi teknologi berbagai kegiatan dan analisis pesan-pesan pembangunan pertanian. Pesan ini harus mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat pembaharuan disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil usahatani dan berpatisipasi mendorong swasebada pangan dengan cepat.
Adopsi teknologi bisa berlangsung lambat atau cepat tergantung antara lain kepada kompleksitas teknologi dengan kultur budaya, informasi dan tingkat resiko yang harus ditanggung oleh pelaksananya. Untuk mendorong terjadinya percepatan transfer teknologi dari berbagai sumber, dibutuhkan pendekatan strategi komunikasi inovasi dalam penyebaran maupun penerapan berbagai paket teknologi dalam suatu sistem pengelolaan demo dan gelar inovasi teknologi secara partisipatif oleh semua unsur pelaku agribisnis.
Harinta (2009) menggambarkan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi dan hubungan antar faktor-faktor tersebut terhadap kecepatan adopsi inovasi pertanian melalui penelitian survey penjelasan (explanatory/ cormfirmatory), yaitu untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, kuesioner dan ananlisis data menggunakan formulasi analisis korelasi antar variabel yang disesuaikan dengan tujuannya.
Purwoko dan Bambang (2007) mengkaji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi pemeliharaan ternak sapi memanfaatkan limbah
inovasi, saluran komunikasi dan keadaan maupun kualifikasi penyuluhnya sendiri. Adopsi teknologi bisa berlangsung lambat atau cepat tergantung antara lain kepada kompleksitas teknologi dengan kultur budaya, informasi dan tingkat resiko yang harus ditanggung oleh pelaksananya.
Dalam konteks adopsi inovasi rancangan percepatan adopsi berhubungan dengan waktu, berjalannya proses adopsi yang diukur dari mulai mendengar adanya inovasi hingga menerapkan inovasi itu atau dengan kata lain percepatan adopsi ditunjukkan oleh
adoption lag
yang digambarkan secara grafis akan berbentuk sigmoid (Stanley Wood, et all., 2001) seperti nerikut;Grafis proses berjalannya adopsi (Lag Adoption)
Pada grafis tersebut, percepatan adopsi ditunjukkan oleh slope garis level adopsi. Slope landai mencerminkan proses yang lambat, sedangkan slope curam menunjukkan proses yang cepat. Model percepatan diarahkan untuk mendorong
slope yang landai menjadi slope adopsi yang curam. Proses adopsi dikatakan cepat manakala memenuhi dua kondisi. Pertama, terjadinya adopsi oleh adopter dalam kurun waktu yang lebih cepat dari kondisi umum. Kedua, adopter mengadopsi teknologi yang lebih banyak dari adopter lainnya dalam kurun waktu yang sama.
Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan adopsi (adaption lag) yaitu gap antara kesadaran adanya sampai diterapkannya teknologi (Kenneth, 2009). Karena itu adopsi suatu inovasi teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka percepatan adopsi akan berhubungan dengan proses menarik perhatian
(attention), setelah itu akan menumbuhkan minat (interest) dan selanjutnya akan membangkitkan hasrat (desire) untuk mencoba dan akhirnya memutuskan untuk menerapkan atau mengadopsi inovasi. Namun bisa saja adopsi tidak selalu dimulai dari tahap awal, akan tetapi bisa saja tergantung dari kondisi adopter ketika menerima inovasi dan dimulai dari tengah (tahapdesire), karena sebelumnya mungkin sudah tahu ataupun tertarik.
III METODE PENGKAJIAN 4.1. Lokasi Kegiatan
Kegiatan pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu dilaksanakan pada daerah sentra pengembangan ternak sapi potong dan pengembangan PTT padi sawah. Pengkajian ini meliputi dua kegiatan yaitu; (1) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik, (2) Percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah, dimana lokasi untuk kegiatan;
1) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik dilaksanakan di daerah sentra pengembangan ternak sapi potong, perkebunan dan tanaman pangan di Kabupaten; Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang Lebong dan Kepahiang. Pemilihan lokasi ditentukan secara purposive berdasarkan eksistensi adopter yang sudah mengadopsi inovasi teknologi
2) Percontohan adopsi penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah dilaksanakan di Kabupaten Rejang Lebong
4.2. Metode Pelaksanaan
1) Kegiatan percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik dilakukan melalui metode wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur sebagai alat pengumpul data pokok pada 4 (empat) kabupaten (Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang Lebong dan Kepahiang). Setiap kabupaten digunakan 30 kooperator sebagai sampel responden pengukuran adopsi inovasi teknologi berdasarkan strata/penggolongan petani dan peternak yang pernah menjadi pelaksana dan berada disekitar lokasi kegiatan diseminasi gelar teknologi, pendampingan dan diseminasi hasil tahun sebelumnya dipilih berdasarkan kriteria; kepemilikan ternak sapi dan lahan usahatani, memanfaatkan pakan sapi dan pupuk organik dari
limbah pertanian serta mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
2) Kegiatan percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah untuk mengetahui tingkat adopsi dilakukan dengan metode pengukuran waktu dan intensitas petani dalam mengadopsi komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian.
3) Analisis dampak pengunaan pupuk dan komponen teknologi padi sawah dilakukan dengan metode analisis pendekatan skala pilihan secara deskriptif kualitatif menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan dengan membandingkan sebelum dan setelah pelaksanaan melalui pengisian kuesioner pada petani pelaksana percontohan perlakuan pupuk organik berbahan a) limbah kotoran ternak sapi, b) limbah kotoran ternak ayam, c) limbah jerami padi dan dibandingkan dengan d) tanpa pupuk organik (4 ulangan), sehingga dibutuhkan 16 petak perlakuan sesuaikan kondisi petakan sawah dimiliki petani kooperator.
Kegiatan percontohan, menerapkan paket teknologi PTT untuk melihat komponen teknologi padi sawah yang sudah diadopsi dan aplikasi pupuk organik memanfaatkan limbah pertanian.
3.3. Analisis data
1) Untuk mengukur percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik, data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis empat pola percepatan level adopsi berdasarkan waktu dan inovasi yang di adopsi, sbb;
Inovasi Inovasi
Waktu
Pola III Pola IV Waktu
Untuk mengtahui faktor-faktor yang mempengaruhi peluang dalam pemanfaatan limbah petanian untuk pakan sapi dan pupuk organik, maka dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan fungsi logit;
dimana:
Pi = Peluang petani memanfaatkan limbah
(P=1, jika petani mengadopsi < rata-rata th dan P=0, jika mengadopsi > rata-rata th)
1- Pi= Peluang petani mengadopsi suatu teknologi > - rata-rata th α = Intersep
X1 = Pemilikan ternak sapi (ekor) X2 = Pemilikan lahan usaha tani (ha) X3 = Pendidikan formal (tahun)
X4 = Pengalaman berusahatani (tahun) X5 = umur (tahun)
X6 = Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga (orang) X7 = Jarak pemukiman ke sumber informasi terdekat (km) X8 = Jarak pemukiman ke pasar (km)
X9 = Jarak pemukiman ke sumber modal (km) X10 = Sikap petani terhadap resiko (skor) βi = Parameter peubah Xi
Ui = Kesalahan pengganggu
2) Untuk mengetahui adopsi petani terhadap penerapan komponen teknologi PTT (12 komponen seperti diterapkan pada SL-PTT) termasuk pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah dilakukan dengan mengukur tingkat adopsi (TA) yang diperoleh dari lamanya kadar adopsi (KA) dan intensitas adopsi (IA) inovasi yang dilakukan pengguna teknologi, dengan rumus;
Ln (Pi/1- Pi) =α + β1X1 + β2X2 + ... + β10X10+Ui
Pengukuran percepatan adopsi terhadap pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan dengan pendekatan skala linkert menggunakan 4 (empat) skala pilihan (sangat tidak setuju - tidak setuju - setuju - sangat setuju) diterapkan.
3) Untuk mengetahui analisis dampak penggunaan pupuk organik dan kelayakan ekonomi setiap perlakuan, dianalisis dengan menggunakan
Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) dengan rumus sebagai berikut: dimana: Bst : benefit setelah pengkajian
Bsb : benefit sebelum pengkajian
Cst : cost setelah pengkajian Csb : cost sebelum pengkajian
3.4. Parameter
1) Waktu adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik
2) Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi peluang dalam pemanfaatan limbah petanian untuk pakan sapi dan pupuk organik 3) Kelayakan ekonomi adopsi penerapan komponen teknologi padi sawah
ΔB Bst - Bsb MBCR = --- = --- ΔC Cst – Csb
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pelaksanaan kegiatan pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu tahun 2011, telah direalisasikan berdasarkan rancangan tahapan kegiatan yang terangkum melalui dua kegiatan yaitu; (1) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik, (2) Percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah. Termasuk tahapan dalam berkoordinasi dengan stakholder untuk menyampaikan recana kegiatan dan penetapan lokasi kegiatan sesuai dengan tujuan kegiatan dan program daerah setempat. Survey dan identifikasi potensi pengembangan ternak sapi dan pengembangan pola tanaman terpadu (PTT) padi sawah, limbah pertanian dan pengembangan pemanfaatan inovasi pakan sapi maupun pupuk organik sesuai dengan kebutuhan kegiatan yang akan dilaksanakan serta identifikasi kooperator pelaksana percontohan dan kelompok sasaran PTT padi sawah.
4.1. Percepatan Adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik
Berdasarkan hasil kajian terhadap percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik berdasarkan hasil survey dan wawancara langsung terhadap 120 orang responden pada 4 Kabupaten terpilih (Kabupaten : Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang Lebong dan Kepahiang) telah terangkum hasil terhadap :
4.1.1. Karakateristik responden
Keragaman karakteristik petani peternak di lokasi pengkajian relatif beragam, seirama dengan dengan profil responden yang dicirikan oleh keragaman umur (tahun), tingkat pendidikan (tahun), tanggungan keluarga (orang), keikutan anggota keluarga terlibat berusahatani (orang), pengalaman berusaha tani atau ternak sapi (tahun) serta penguasaan/pemilikan ternak sapi (ekor) dan lahan usaha pertanian (ha) seperti tergambar pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik responden pada lokasi pengkajian percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun 2011
No. Peubah Keragaman
1. Umur (tahun) 21 - 65
2. Tingkat pendidikan (tahun) 1 - 16
3. Tanggungan keluarga (orang) 2 - 6
4. Anggota keluarga terlibat berusahatani (orang) 1 - 3 5. Pengalaman usahatani/ternak sapi (tahun) 2 - 10 6. Penguasaan/pemilikan ternak sapi (ekor) 2 - 12 7. Penguasaan/pemilikan lahan usahatani (ha) 0,5 – 3,5
Sumber : data primer terolah
Pada Tabel 1 secara umum hasil pengkajian menggambarkan, bahwa sebagian besar petani yang menjadi responden tergolong dalam usia produktif dengan rerata umur responden hasil adalah 43,05 tahun dan kisaran keragaman antara 21 – 65 tahun. Sehingga dapat diandalkan untuk dapat mengembangkan usaha ternak sapi maupun usahtani lainnya dengan baik, karena rataan umur tersebut dibawah rataan umur tenaga kerja yang mendominasi sektor pertanian yang mencapai lebih dari 50 tahun (Suharyanto, 2001).
Umumnya petani atau petani peternak berada pada usia produktif dan mempunyai peluang untuk dapat meningkatkan pengembangan usahatani dan ternak sapinya dengan baik, karena didukung oleh sumberdaya manusia produktif dengan latar belakang pendidikan formal mencapai rata-rata 8,69 tahun atau identik tamat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) mendekati pendidikan 9 tahun. Bahkan dilihat dari kenyataan dilapangan memperlihatkan tingkat pendidikan ada juga yang sampai 12 dan 16 tahun, setara tamat sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dan Sarjana (D3/S1).
Dalam menjalankan usaha ternak maupun usahataninya sekitar 75 % responden mengandalkan tenaga kerja keluarga, karena setiap rumah
Berdasarkan identifikasi di lapangan, diketahui pengalaman petani dalam berusahatani dan memelihara sapi lebih dari 10 tahun, dengan rataan keragaman mencapai 10,5 tahun. Meskipun demikian, jumlah ternak sapi yang dipelihara oleh setiap rumah tangga tidak lebih dari 2 ekor. Kalaupun ada yang memiliki lebih dari 2 ekor, pemilikannya berupa ternak gaduhan milik orang lain pelihara dengan sistim bagi hasil. Sehingga terlihat motivasi dalam memelihara ternak sapi itu umumnya sebagai usaha sampingan yang dijadikan “tabungan” masa depan untuk diuangkan kapan saja diperlukan.
Demikinan juga dengan penguasaan lahan usahatani rata-rata hanya 1,373 ha dengan perincian kepemilikan tanah sawah rata-rata 0,316 ha, tanah tegalan 0,267 ha dan tanah perkebunan 0,720 ha untuk setiap keluarga tani sebagai sumber pendapatan utama. Kondisi ini menggambarkan bahwa penguasaan lahan petani masih sedikit diharapkan akan menjadi pemotivasi atau pendorong bagi petani dalam meningkatkan hasil usahataninya melalui pemanfaatan inovasi dan sumberdaya yang sudah diadopsi menjadi lebih optimal, termasuk pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk organik bagi peningkatan produktivitas lahan dan usahatani sebagai penopang peningkatan pendapatan utama keluarga. Seperti harapan Slamet (2000), dimana yang perlu menjadi perhatian dalam proses adopsi agar tetap menjadi efektif harus didasari motivasi petani yang mengadopsinya.
4.1.2. Aksesibilitas inovasi teknologi
Aksesibilitas wilayah menjadi faktor kunci yang memiliki peran penting dalam mendukung atau menghambat keberhasilan usahatani. Indikator aksesibilitas wilayah di lokasi pengkajian ditentukan antara lain oleh jarak tempuh dari rumah responden ke lokasi kegiatan usaha tani maupun ternak, jaraknya ke jalan raya, pasar input, pasar output, sumber permodalan dan sumber teknologi (Tabel 2).
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan aksesibilitas wilayah relatif baik, ditandai oleh jarak yang pendek dari rumah ke lokasi kegiatan usaha ternak (< 1 km), didukung kualitas jalan usaha tani yang juga relatif
baik, diperkeras dengan batu, dapat dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat.
Tabel 2. Indikator aksesibilitas wilayah di lokasi pengkajian percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun 2011
No. Peubah Keragaman
1. Jarak pemukiman ke lokasi usaha (km) 0 - 1 2. Jarak pemukiman ke jalan raya (km) 1 - 6 3. Jarak pemukiman ke pasar input (km) 1 - 9 4. Jarak pemukiman ke pasar output (km) 1 - 9 5. Jarak pemukiman ke sumber modal (km) 1 - 10 6. Jarak pemukiman ke sumber teknologi (km) 1 - 5 7. Jarak pemukiman ke sumber limbah (km) 0 - 1
Aksesibilitas lokasi usaha ternak ke jalan raya secara umum cukup kondusif, jaraknya ± 1 km dengan keragaman masih kurang dari 6 km, sehingga memudahkan pengangkutan input dan output hasil usaha tani/usaha ternak. Aksesibilitas lokasi yang cukup dekat ini bisa menekan pengeluaran biaya pengangkutan sehingga akan dapat meningkatkan efisiensi biaya. Terhadap lokasi pasar sebagai sasaran penjualan hasil dan pemenuhan kebutuhan saprodi cukup mudah, rata-rata jarak yang harus ditempuh dari pemukiman sekitar 4,5 km dengan keragaman jarak terdekat sekitar 1 km dan yang terjauh adalah 9 km dan begitu juga terhadap sumber modal tidak lebih dari 10 km.
Ketika petani memerlukan teknologi untuk meningkatkan kinerja usahataninya, umumnya prioritas utama upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan komunikasi pada penyuluh yang mempunyai wilayah kerja di wilayah usahatani, kemudian pada penyuluh/petugas di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) relatif dapat dicapai dengan mudah yang jaraknya < 5 km dan bila memungkinkan berkoordinasi dengan peneliti/penyuluh BPTP yang sedang bertugas atau lembaran informasi
4.1.3. Pendugaan Parameter Percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik
1) Waktu adopsi
Dari data waktu adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik terkumpul, setelah dianalisis berdasarkan pola percepatan level adopsi dan inovasi yang di adopsi. Maka waktu adopsi berada pada level penerapan 2 - 3 tahun terhadap inovasi pemanfaatan limbah untuk diadopsi sebagai pakan sapi dan untuk diadopsi sebagai pupuk organik pada lahan usahatani, terutama untuk lahan sawah waktu yang dicapai dibawah < 2 tahun.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi
Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan sebagai pupuk organik menggunakan analisis regresi model logit (Tabel 3), memperlihatkan variabel peubah-peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi teknologi usaha ternak sapi potong pada taraf kepercayaan 95% (nyata 5%) adalah pemilikan ternak sapi (X1)
yang ditunjukan dengan nilai t hitung sebesar 3,168 dan t tabel sebesar 1,980 dan pada taraf kepercayaan 90% (nyata 10%) terjadi pada peubah aksesibilitas ke sumber informasi (X7) yang ditunjukan dengan
nilai t hitung sebesar 1,902 dan t tabel sebesar 1,658. Sedangkan pemilikan lahan usaha tani (X2) juga perlu menjadi perhatian dilihat dari
nilai t hitung sebesar 1,650 yang hampir mendekati t tabel 1,658 pada taraf kepercayaan 90%.
Berdasarkan nilai hasil regresi model logit diatas jumlah kepemilikan ternak sapi dengan koefisien estimasi variabel sebesar 0,490 dapat diartikan, bahwa setiap penambahan 1% variabel pemilikan ternak sapi cendrung akan diikuti percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik sebesar 0,490 kali dari sebelum setiap dibekali pengetahuan. Begitu juga dengan akses jarak untuk mendapatkan sumber informasi akan mempermudah petani meningkatkan pengetahuan sebesar 0,241 kali lipat setiap pengurangan jarak aksesibilitas kesumber informasi.
Tabel 3. Analisis regresi model logit faktor-faktor peubah variabel yang mempengaruhi percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun 2011 Peubah Variabel Standar error Koeffisien t hitung
X1 Pemilikan ternak sapi 0,154 0,490 3,168* X2 Pemilikan lahan usaha tani 0,278 0,459 1,650 X3 Pendidikan formal 0,087 0,043 0,501 X4 Pengalaman berusahatani 0,035 -0,032 -0,906 X5 umur 0,030 0,026 0,887 X6 Ketersediaan tenaga kerja 0,466 -0,485 -1,042 X7 Jarak ke sumber informasi 0,126 0,241 1,902** X8 Jarak pemukiman ke pasar 0,097 -0,273 -2,797 X9 Jarak ke sumber modal 0,084 0,097 1,145 X10 Sikap petani terhadap resiko 0,055 0,027 0,503
Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95% ** = Berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90% Konstanta = - 3,803
t tabel = 1,980 (signifikan pada taraf kepercayaan 95%) = 1,658 (signifikan pada taraf kepercayaan 90%)
Sedangkan luas lahan usahatani yang dimiliki petani tidak berpengaruh nyata, dikarenakan tidak semua petani yang memanfaatkan limbah pertanian hasil usahataninya untuk pakan sapi maupun pupuk organik. Seperti halnya jerami padi, bahkan sebagian besar masih dibakar setelah panen padi berakhir dan hal ini menyebabkan rata-rata lahan sawah akan kehilangan hara terutama Carbon dan Nitrogenmasing-masing mencapai 94% dan 91% serta unsur hara lainnya serperti P, K, Ca dan S (Hartatik, 2009). Untuk peubah variabel lain yang umumnya belum begitu memberikan pengaruh terhadap percepatan adopsi, baik itu pendidikan, pengalaman usahatani, umur, penggunaan tenaga kerja keluarga, aksesibilitas kepasar dan sumber modal namun hal ini tetap harus menjadi perhatian. Subagiyo, dkk., (2005) menyampaikan bahwa aspek jarak tempat tinggal petani dari sumber informasi serta sistem dan nilai-nilai norma sosial memberi pengaruh dalam proses percepatan adopsi, begitu juga dengan faktor lingkungan strategis juga merupakan hal yang juga
4.2. Percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah
Berdasarkan hasil kajian terhadap percontohan penerapan komponen teknologi dan penggunaan pupuk organik pada padi sawah di desa Rimbo Recap Kabupaten Rejang Lebong, memperlihatkan penggunaan pupuk organik pada lahan sawah telah memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi padi gabah kering panen (GKP) varitas Inpari 13 baik itu terhadap pemberian pupuk organik kompos kotoran ayam, kompos kotoran sapi dan kompos jerami berturut-turut sebesar 7,617 ton/ha; 7,359 ton/ha dan 7,367 ton/ha dibandingkan tanpa diberi pupuk organik dengan produksi 7,100 ton/ha. Hasil pengamatan lapangan ternyata perlakuan percontohan penerapan komponen teknologi dan penggunaan pupuk organik pada padi sawah telah mendorong percepatan petani disekitar lahan dan desa Rimbo Recap untuk mengadopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik pada lahan sawah dan penerapan komponen teknologi PTT, terutama adopsi terhadap komponen penggunaan varitas ungul dan benih berlabel (Inpari 13), maupun komponen lain berupa penggunaan jarak tanam 20 x 20 cm dari biasanya 25 x 25 cm, penggunaan bibit muda tanam pada umur 17 hari dengan 1 – 2 bibit per lobang tanam, pemberian pupuk organik dalam bentuk kompos, pengaturan populasi tanaman secara optimum melalui sistim tanam jajar legowo 4 : 1 serta pemupukan berdasarkan kebutuhan status hara tanaman. Sama halnya dengan Ruskandar dan Hermanto (2009) dibandingkan dengan komponen teknologi lainnya, inovasi penggunaan varitas unggul lebih mudah diadopsi dan dikembangkan petani.
Kondisi ini juga tergambar dari hasil survei pengukuran percepatan adopsi terhadap pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif menggunakan pendekatan skala linkert menggunakan 5 (lima) skala pilihan (tidak setuju; kurang setuju; ragu-ragu; setuju dan sangat setuju) untuk menerapkan komponen teknologi PTT termasuk penggunaan pupuk kompos organik dengan intensitas 2 kali survei pada awal percontohan dan akhir percontohan rata-rata memberikan percepatan adopsi dengan nilai 4,178 (sangat setuju atau SS) yang berada pada skala level diatas Setuju (S)
dengan nilai 4. Begitu juga dengan tingkat adopsi mendekati kemauan dan motivasi yang tinggi mencapai penilaian mendekati sempurna pada level 8,356 pada hampir semua komponen teknologi yang sudah diterapkan, menurut Sadirman (2001) motivasi petani merupakan gambaran respon serta keinginan dalam memanfaatkan informasi inovasi teknologi bagi pangguna yang mengadopsinya.
4.3. Kelayakan ekonomi adopsi penerapan komponen teknologi padi
Berdasarkan hasil penghitungan nilai ekonomi dari produksi padi percontohan penerapan komponen teknologi dan pemupukan kompos organik limbah pertanian pada padi sawah, memperlihatkan hasil perhitungan berdasarkan nilai setiap perlakuan yang dianalisis dengan menggunakan Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) memberikan nilai ekonomi usahatani padi sawah dengan perlakuan penggunaan pupuk organik berbahan baku limbah kotoran ayam ; limbah kotoran sapi dan limbah jerami padi memberikan nilai kelayakan berturut-turut sebesar 1,553; 2,245 dan 1,801 (Tabel 4).
Tabel 4. Kelayakan ekonomi usahatani padi sawah diberi pupuk kompos limbah pertanian di Desa Rimbo Recap, Bengkulu Tahun 2011
No. Bahan
Kompos Cost (
Rp.000) ΔC Benefit (Rp.000) ΔB MBCR
sebelum setelah sebelum setelah
1. Kotoran ayam 13.613,75 15.384,25 1.771,0 6.386,25 9.135,44 2.749,19 1,553 2. Kotoran sapi 13.613,75 15.784,25 2.170,5 6.386,25 11.258,56 4.872,31 2,245 3. Jerami padi 13.613,75 15.984,25 2.370,5 6.386,25 10.656,37 4.270,12 1,801
Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) pada Tabel 4 menunjukan bahwa kajian percontohan penggunaan pupuk organik dari limbah pertanian yang dikomposkan berturut-turut setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos kotoran ayam akan menghasilkan output 1,553 unit; setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos kotoran sapi akan menghasilkan output 2,245 unit serta setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos jerami padi akan
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1) Waktu adopsi terhadap inovasi pemanfaatan limbah untuk diadopsi sebagai pakan sapi berada pada level penerapan 2 - 3 tahun dan untuk diadopsi sebagai pupuk organik pada lahan usahatani, terutama untuk lahan sawah waktu yang dicapai dibawah < 2 tahun.
2) Faktor yang berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik adalah kepemilikan ternak sapi (t hitung 3,168 > t tabel 1,980) dan aksesibilitas sumber informasi (t hitung 1,902 > t tabel 1,658).
3) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah berhubungan negatif dengan faktor pemilikan lahan, umur, pendidikan, pengalaman usaha, ketersediaan tenaga kerja, jarak pemukiman ke lokasi pasar input dan jarak pemukiman ke lokasi pasar dan sumber modal. Namun demikian semua peubah tersebut secara statistik pengaruhnya tidak nyata, kecuali pemilikan lahan mendekati pengaruh nyata.
4) Terdapat hubungan fungsional antara percepatan adopsi teknologi dengan faktor-faktor sosial ekonomi yang dimasukkan ke dalam model regresi linear semi log maupun regresi model logit.
5) Inovasi teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk kompos pada padi sawah layak untuk diadopsi dan dikembangkan, karena secara ekonomi dapat memberikan peningkatan hasil untuk setiap 1 unit inovasi sebesar 1,21 sampai 2,24 unit.
5.2. Saran
1) Implikasi dari temuan pengkajian ini memberikan petunjuk bahwa untuk mempercepat adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik perlu didukung langkah peningkatan pemilikan ternak sapi (misalnya dengan mempermudah mendapatkan modal) dan hubungan positif aksesibilitas ke sumber teknologi yang dapat dikompensasi dengan mengintensifkan pengawalan teknologi oleh BPTP dan sumber lainnya.
2) Agar pelaksanaan percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik diperlukan jalinan komunikasi yang lebih baik, terutama pemberdayaan petani maupun peternak yang tergabung dalam kelompok dapat menumbuhkan partisipasi dalam meningkatkan sahanya yang secara otomatis akan mendorong peningkatan produksi dan pendapatannya.
3) Untuk mempercepat adopsi teknologi secara parsial maupun bersama-sama para penyuluhan harus jeli melihat sampai sejauh mana tingkat adopsi oleh petani, apabila petani belum sampai pada tahap menerapkan sebaiknya ada dukungan akses proses percepatan inovasi dibutuhkan dapat memberikan hasil yang diperoleh menjadi lebih baik.
VI KINERJA HASIL PENGKAJIAN
Kegiatan pengkajian yang sudah dilaksanakan dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu tahun 2011, memperlihatkan masih lemahnya penguasaan inovasi teknologi yang dihasilkan untuk dapat diadopsi oleh pengguna, untuk itu perlu adanya analisis dan bimbingan lanjutan bagaimana akses percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian menjadi lebih optimal.
Dalam hal diseminasi dan aplikasi teknologi pemanfaatan limbah pertanian yang dilaksanakan berupa percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah, telah mendorong keinginan petani untuk segera mengoptimalkan inovasi yang sudah ada termanfaatkan dan diyakini akan dapat mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pendapatan keluarga petani maupun masyarakat di sekitar lokasi pengkajian. Hal ini terlihat jelas adanya keinginan petani disekitar dan desa tetangga lokasi kegiatan menaruh minat dan langsung menerapkan inovasi yang didiseminasikan, terutama dalam pemanfaatan pupuk organik pada pada lahan usahatani dengan memanfaatkan limbah yang ada disekitar lokasi dari sebelumnya belum melakukan pemumupukan organik pada lahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. 2010. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu., Bengkulu.
Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu. 2009. Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu. Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu., Bengkulu.
Fagi, A. M., 2008. Alternatif Teknologi Peningkatan Produksi Beras Nasional. Iptek Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Vol.3 No.1
Fawzia, S. 2002. Revitalisasi Fungsi Informasi dan Komunikasi Serta Diseminasi Luaran BPTP. Makalah di Sampaikan Pada Ekspose dan Seminar Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi., 14 – 15 Agustus 2002, di Jakarata. Pusat Penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi. Bogor.
Harinta, Y.W. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi Inovasi Pertanian Di Kalangan Petani Di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. Thesis Program Pascasajana, Universitas Nasional Sebelas Maret. Solo. Hartatik, W. 2009. Jerami Dapat Mensubstitusi Pupuk KCl. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian., Vol. 31 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Hendayana, R., 2006. Lintasan dan Peta Jalan (Road Map) Diseminasi Teknologi Pertanian Menuju Masyarakat Tani Progresif. Prosiding Lokakarya Nasional Akselerasi Diseminasi Inovasi Pertanian Mendukung Pembangunan
Kenneth F.G Masuki. 2009. Determination of Farm-level Adaption of Water Systems Innovation in Drayland Areas, The Case of Makaya Watershed in Panngani River Basin., Tanzania.
Luthan, F. 2009. Implementasi Program Intergrasi Sapi dengan Tanaman Padi, Sawit dan Kakao. Makalah disampaikan pada Whorkshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak-Tanaman: Padi, Sawit, Kakao pada tanggal 10 Agustus di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia., Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Penerbit CV.Grafindo Jakarta. Jakarta.
Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial., Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Slamet, M. 2000. Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan Pembangunan. Penerbit Pustaka Wirausaha Muda. Bogor Sritua Arief. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit Universitas Indonesia.,
Press. Jakarta.
Stanley Wood, Liangzhi You dan Wilfred Baitx, 2001. International Food Policy Research Institute, Washington, D.C.
Subagiyo, 2005. Kajian Faktor-Faktor Sosial yang Berpengaruh Terhadap Adopsi Inovasi Usaha Perikanan Laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8 No 2. Pusat Penelitian dan Penembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Suharyanto, Destialisma dan I.A. Parwati. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruh Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.
Sukartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia., Press. Jakarta.
Rogers, E. M. 1983. Diffusion of Innovations. Third Edition, The Free Press. New York.
Ruskandar Ade dan Hermanto. 2009. Dilepass Varietas Unggul Baru Padi dan Palawija. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian., Vol. 31 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Taher Agusli dan Nasrul Hosen. 1999. Aspek Faktor Biofisik dan Rancangan Teknologi Spesifik Lokasi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Tjitropranoto, P. 2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan Informasi Pertanian.
Balai Pusat Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.
Umiyasih, U., Gunawan, D.E. Wahyono, Y.N. Anggraini dan I.W. Mathius. 2004.
Penggunaan Bahan Pakan Lokal Sebagai Upaya Effisiensi Pada Usaha Perbibitan Sapi Potong Komersial. Prosd. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 4 - 5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
ILUSTRASI KEGIATAN PENGKAJIAN
Gambar 1. Pengolahan lahan dan penyemaian bibit padi varietas Inpari 13
Gambar 2. Bibit padi umur 17 hari lahan sawah siap tanam
ILUSTRASI KEGIATAN PENGKAJIAN
Gambar 4. Pencampuran pupuk dan pemukan I lahan sawah percontohan
ILUSTRASI KEGIATAN PENGKAJIAN
Gambar 7. Kondisi tanaman padi siap panen pada percontohan komponen teknologi dan aplikasi pupuk organik padi sawah di Kabupaten Rejang Lebong
Gambar 8. Pengambilan ubinan padi hasil percontohan komponen teknologi dan aplikasi pupuk organik padi sawah di Kab. Rejang Lebong
Gambar 9. Pengambilan komponen hasil, diskusi percepatan adopsi antara Ka. BPTP Bengkulu, Ka. BPP Lubuk Ubar dan Tim Pengkaji percontohan komponen teknologi dan aplikasi pupuk organik padi sawah di Kab. Rejang Lebong