8 BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan hal yang berperan penting bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Pengertian sistem informasi beserta tujuan dari sistem informasi akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut ini.
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi
O’Brien (2008: 5) mendefinisikan sistem informasi sebagai “kombinasi teratur apa pun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.”
Pengertian sistem informasi menurut Hall (2013: 5) “The information system is the set of formal procedures by which data are collected, processed into information, and distributed to users.”, dimana maksud dari sistem informasi adalah serangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pengguna.
Sistem informasi yang diambil dari Gelinas dan Dull (2008: 13) adalah sistem rancangan manusia yang secara umum terdiri dari komponen yang berbasis komputer dan manual komponen yang dibuat untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengolah untuk menghasilkan output informasi yang berguna bagi user.
Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan sebuah kombinasi dari berbagai komponen dan prosedur yang mengumpulkan, menyimpan, memproses menjadi infromasi, dan mengirimkan informasi tersebut kepada pengguna untuk mendukung proses pengambilan keputusan perusahaan.
2.1.2 Tujuan Sistem Informasi
Tiga tujuan dasar dari sistem informasi menurut Hall (2013: 5) yaitu:
1. Untuk mendukung fungsi pengawasan dari manajemen. Pengawasan mengacu kepada tanggung jawab manajemen untuk mengelola sumber daya perusahaan secara tepat.
2. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen. Sistem informasi menyediakan informasi yang dibutuhkan pihak manajer dalam pengambilan keputusan.
3. Untuk mendukung operasi sehari-hari perusahaan. Sistem informasi menyediakan informasi kepada pegawai operasional untuk membantu mereka melaksanakan tugas mereka sehari-hari secara efektif dan efisien.
2.2 Sistem informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi merupakan bagian daripada sistem informasi perusahaan yang memiliki kegunaan, komponen yang mendukungnya, serta siklus dari sistem informasi akuntansi. Ira Setiawati (2007: 51) mengungkapkan bahwa sistem informasi akuntansi meliputi pemanfaatan teknologi informasi untuk menyediakan informasi bagi para pengguna melalui pengolahan data.
2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Beberapa ahli dari berbagai literatur mendefinisikan sistem informasi akuntansi sebagai berikut:
Sistem informasi akuntansi menurut Gelinas dan Dull (2008: 14) adalah “Accounting information system (AIS) is a specialized subsystem of the IS. The purpose of this separate AIS was to collect, process, and report information related to the financial aspects of business events.” Artinya sistem informasi akuntansi merupakan subsistem yang terspesialisasi dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek-aspek keuangan dari kegiatan-kegiatan bisnis.
Considine, Parkes, Olesen, Blount, dan Speer (2012: 12) menjelaskan “Accounting Information System is the application of technology to the capturing, verifying, storing, sorting, and reporting of data relating to an organisation’s activities.” Berarti sistem informasi akuntansi adalah teknologi aplikasi yang menangkap, memverifikasi, menyimpan, mengurutkan, dan melaporkan data yang saling berkaitan dengan aktivitas organisasi.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah sistem informasi berbasis komputer yang mengumpulkan, memverifikasi, memproses, menyimpan, mengurutkan, dan
melaporkan data keuangan dari proses bisnis perusahaan yang berguna untuk mendukung pengambilan keputusan.
2.2.2 Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
M. Slamet menerjemahkan kegunaan sistem informasi akuntansi menurut Jones dan Rama (2008: 6-7), yaitu:
1. Membuat laporan yang berisi informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal perusahaan seperti para investor, kreditur, dinas pajak, badan-badan pemerintah, dan yang lainnya.
2. Membantu para manajer dalam menjalankan aktivitas operasional yang rutin dilakukan dalam suatu siklus operasi perusahaan.
3. Mendukung pengambilan keputusan pada semua tingkat manajemen dalam perusahaan, baik yang dilakukan secara rutin maupun tidak.
4. Membantu dalam membuat suatu perencanaan dan juga dalam melakukan pengendalian terhadap setiap aktivitas yang dilakukan.
5. Melaksanakan pengendalian internal, yang mencakup aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kerugian dan menjaga keakuratan data keuangan perusahaan.
2.2.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Terdapat enam komponen yang membentuk sistem informasi akuntansi menurut Romney dan Steinbart (2006: 6) yaitu:
1. People (orang), yang mengoperasikan system dan melakukan berbagai fungsi.
2. Procedures and instruction (prosedur dan instruksi), baik manual dan otomatis meliputi pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan data mengenai kegiatan organisasi.
3. Data (data), mengenai proses bisnis organisasi meliputi semua data transaksi yang terjadi mengenai proses bisnis organisasi.
4. Software (perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses data organisasi.
5. Information technology infrastructure (infrastruktur teknologi informasi), meliputi komputer, peralatan lainnya dan peralatan komunikasi jaringan
yang digunakan untuk mengumpilkan, menyimpan, memproses data, serta mengirimkan data dan informasi.
6. Internal controls and security measures (pengendalian internal dan sistem keamanan), yang menjaga keamanan data di dalam sistem.
2.2.4 Karakteristik Informasi
Hall (2013: 12) menjelaskan bahwa suatu informasi dikatakan berguna atau bermanfaat bagi pemakainya jika memenuhi kriteria berikut:
1. Relevan (Relevance)
Isi sebuah laporan atau dokumen harus melayani suatu tujuan yaitu memenuhi kebutuhan pengguna informasi. Dengan demikian laporan atau dokumen yang bersangkutan dapat mendukung keputusan manajer.
2. Tepat Waktu (Timeliness)
Umur informasi merupakan factor yang kritikal dalam menentukan kegunaannya. Informasi harus tidak lebih tua dari periode waktu tindakan yang didukungnya.
3. Akurat (Accuracy)
Informasi harus bebas dari kesalahan yang sifatnya material. Materialitas merupakan suatu konsep yang sulit dikualifikasikan dan tidak memiliki nilai yang absolut.
4. Lengkap (Completeness)
Tidak boleh ada bagian dari informasi yang esensial bagi pengambilan keputusan atau pelaksanaan tugas yang hilang.
5. Rangkuman (Summarization)
Informasi harus diagregasikan agar sesuai dengan kebutuhaan user. 6. Umpan Balik (Feedback)
Merupakan pesan output yang dikirimkan kembali kepada sistem sebagai sumber daya data. Sebagai contoh adalah laporan status persediaan sebagai tanda kepada bagian persediaan bahwa jumlah persediaan berada di bawah batas minimum.
2.2.5 Siklus Transaksi Pada Sistem Informasi Akuntansi
Siklus pemrosesan transaksi pada sistem didefinisikan oleh Romney dan Steinbart (2006: 29) sebagai suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan
perusahaan dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses pembelian, produksi, hingga penjualan barang dan jasa. Siklus transaksi pada perusahaan dapat dibagi kedalam lima subsistem, yaitu:
1. Siklus Pendapatan (Revenue cycle), yang terdiri dari transaksi penjualan barang dan jasa untuk pada akhirnya menerima sejumlah uang.
2. Siklus Pengeluaran (Expenditure cycle), yang terdiri dari transaksi pembelian barang untuk dijual kembali atau bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang yang pada akhirnya akan mengeluarkan sejumlah uang.
3. Siklus Penggajian / Sumber Daya Manusia (Human Resource / Payroll cycle), yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga kerja.
4. Siklus Produksi (Production cycle), yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan pengubahan bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dipasarkan.
5. Siklus Pembiayaan (Financing cycle), yang terdiri dari transaksi dimana perusahaan menjual bagian dari perusahaan kepada investor, perusahaan meminjam sejumlah uang, dan membayar sejumlah dividen serta bunga pinjaman kepada investor.
2.3 Teori-teori Produksi
Proses produksi merupakan proses inti dari perusahaan manufaktur untuk menghasilkan barang yang nantinya akan dipasarkan ke masyarakat. Sebelum melakukan proses produksi, perlu adanya perencanaan dan pengendalian atas produksi agar perusahaan dapat mengelola harga pokok produksi seminimal mungkin.
2.3.1 Pengertian Produksi
Produksi merupakan suatu kumpulan orang, peralatan, dan aturan-aturan yang dikelola sedemikian rupa untuk melaksanakan operasi-operasi manufaktur dalam sebuah pabrik. Groover (2005: 1)
Hall (2013: 15) menjelaskan bahwa aktivitas produksi terjadi di dalam siklus pengkonversian bahan baku, tenaga kerja, dan aktiva tetap yang digunakan untuk membuat suatu barang jadi. Terdapat dua kelompok aktivitas produksi, yaitu:
1. Aktivitas utama manufaktur. Terdiri dari aktivitas membentuk dan merakit bahan baku menjadi barang jadi.
2. Aktivitas pendukung produksi. Aktivitas ini untuk memastikan bahwa aktivitas utama manufaktur berjalan secara efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa produksi merupakan proses mengubah bahan baku, tenaga kerja dengan menggunakan peralatan, aturan-aturan dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi.
2.3.2 Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Production Planning and Control)
2.3.2.1 Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Perencanaan dan Pengendalian Produksi menurut Nasution (2003: 14) merupakan usaha-usaha manajemen untuk merencanakan dasar-dasar daripada proses produksi dan aliran bahan, sehingga menghasilkan produk yang dibutuhkan pada waktunya dengan biaya yang seminim mungkin dan mengatur serta menganalisa mengenai pengorganisasian dan pengkoordinasian bahan-bahan, mesin-mesin dan peralatan, tenaga manusia dan tindakan-tindakan lain yang dibutuhkan.”
Pada dasarnya proses perencanaan produksi menurut Nasution (2003: 13) dapat dikemukakan melalui 4 langkah utama yaitu:
1. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan perencanaan produksi. Misalnya ramalan penjualan, produksi periode yang lalu masih kurang dan harus diproduksi dan permintaan produk pada titik waktu tertentu.
2. Mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur. 3. Menentukan kapasitas produksi berdasarkan sumber daya yang
dimiliki perusahaan.
4. Melakukan partnership meeting yang dihadiri oleh para manajer yang berhubungan dengan produksi.
2.3.2.2 Peranan Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Perencanaan dan pengendalian berperan dalam produksi menurut Nasution (2003: 14-15) untuk mengkoordinasikan kegiatan dari bagian-bagian yang langsung atau tidak langsung dalam berproduksi, merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai output yang dihasilkan berupa barang secara efektif dan efisien.”
2.3.3 Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 60) mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode yang berjalan. Biaya yang dibebankan pada barang yang telah selesai hanya biaya manufaktur yang terdiri dari biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead.
2.3.4 Fungsi Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2005: 65) informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk: 1. Menentukan Harga Jual Produk
Biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta informasi nonbiaya. 2. Memantau Realisasi Biaya Produksi
Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk dilaksanakan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya.
3. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Periode Tertentu
Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau
mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam perode tertentu.
4. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses Disajikan dalam Neraca
Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses.
2.3.5 Sistem Perhitungan Harga Pokok
Menurut Witjaksono (2006: 25), “Sistem perhitungan harga pokok membahas mengenai tata cara atau metode penyajian informasi biaya produk dan jasa berdasarkan informasi dari sistem akumulasi biaya dan sistem biaya.” Secara garis besar terdapat 2 macam alternative sistem perhitungan harga pokok, yakni:
1. Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing / Absorption Costing)
Di dalam sistem perhitungan harga pokok penuh, seluruh biaya produksi variabel dan biaya produksi tetap dibebankan ke produk.
2. Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variabel Costing)
Di dalam sistem perhitugan harga pokok variabel, hanya biaya produksi variabel saja yang dibebankan ke produk.
2.4 Sistem Produksi
Kegiatan produksi suatu perusahaan tidak terlepas dari penggunaan sistem yang mendukung proses produksi. Terdapat beberapa jenis sistem produksi dan jenis-jenis proses manufkatur serta dokumen-dokumen yang digunakan terkait dengan produksi yang akan dijelaskan berikut ini.
2.4.1 Pengertian Sistem Produksi
Menurut Nasution (2003: 2), “sistem produksi merupakan kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi.”
Gambar 2.1: Input-output sistem produksi Sumber: Nasution (2003: 2)
Menurut Askin & Goldberg (2006: 19), “The set of resources and procedures involved in converting raw material into products and delivering them to customers defined the production system.” Berarti sistem produksi adalah suatu set sumber daya dan prosedur yang terlibat dalam mengkonversi bahan baku menjadi produk dan memberikannya kepada pelanggan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem produksi adalah suatu set sistem yang terdiri dari sub-sub sistem yangn saling terintegrasi untuk mengolah ayau mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi yang akan didistribusikan kepada para pelanggan.
2.4.2 Jenis Sistem Produksi
Menurut Nasution (2003: 3), sistem produksi menurut proses menghasilkan output dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Proses Produksi Kontinyu (Continuous Process)
Proses kontinyu t6idak memerlukan waktu set up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produk yang sama. 2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Process/Discrete System)
Proses terputus memerlukan waktu total set up yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan, sehingga adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set up yang berbeda.
Menurut Nasution (2003: 4), karakteristik dari proses produksi yang terus menerus (continuous process) yaitu:
1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang besar dengan variasi yang sangat sedikit dan sudah distandarisasikan.
2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah
mesin-mesin yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama special purpose machine.
4. Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis, maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga operatornya tidak perlu mempunyai keahlian / ketrampilan yang tinggi untuk pengerjaan produk tersebut.
5. Apabila terjadi salah satu mesin / peralatan terhenti / rusak, maka seluruh proses produksi akan terhenti.
6. Oleh karena itu, mesin-mesinnya bersifat khusus dan variasi dari produknya kecil maka job structure-nya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak.
7. Peersediaan bahan baku dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dibandingkan dengan proses produksi terputus.
8. Oleh karena mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus, maka proses seperti ini membutuhkan ahli pemeliharaan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak.
9. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor).
Menurut Nasution (2003: 9), karakteristik dari proses yang terputus (intermittent process) adalah:
1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi yang sangat besar dan didasarkan atas pesanan.
2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem, atau cara penyusunan peralatan yang berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi, dimana peralatan yang sama, dikelompokkan pada tempat yang sama, yang disebut dengan process layout atau departementalisasi berdasarkan peralatan. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah
mesin-mesin yang bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang hamper sama.
4. Pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar, sehingga operatornya perlu mempunyai keahlian atau ketrampilan yang tinggi dalam pengerjaan produk tersebut.
5. Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau terhentinya salah satu mesin atau perlatan.
6. Karena mesin-mesinnya bersifat umum dan variasi dari produknya besar, maka terdapat pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga pengawasannya lebih sulit.
7. Persediaan bahan baku biasanya lebih tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses akan lebih tinggi dibandingkan proses kontinyu, karena prosesnya terputus-putus/terhenti-henti.
8. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat fleksibel (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong atau forklift.
9. Sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-balik sehingga perlu adanya ruangan gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahan-bahan dalam proses (work in process) yang besar.
2.4.3 Jenis-jenis Proses Manufaktur
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 306-307), dalam perusahaan dengan sistem proses, maka unit-unit produksi umumnya melalui setiap departemen atau proses. Dalam setiap departemen, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead mungkin dibutuhkan. Saat penyelsaian proses tertentu, barang setengah jadi dipindahkan ke departemen berikutnya. Setelah melewati departemen terakhir, barang selesai diproduksi. Berikut adalah jenis-jenis proses manufaktur:
1. Proses berurutan (sequential processing), yaitu pola pemrosesan dengan unit yang melewati dari suatu proses ke proses lainnya dalam serangkaian susunan.
Gambar 2.2: Proses Manufaktur Berurutan Sumber: Hansen & Mowen (2009: 306)
2. Proses paralel (parallel processing), yaitu pola pemrosesan dengan dua atau lebih proses berurutan yang disyaratkan untuk menghasilkan sebuah barang jadi.
Gambar 2.3: Proses Manufaktur Paralel Sumber: Hansen & Mowen (2009: 307)
2.4.4 Dokumen-dokumen yang terkait dengan Produksi
Menurut Mulyadi (2010: 413), dokumentasi yang digunakan untuk sistem produksi pada perusahaan terbagi menjadi beberapa dokumen, yaitu: 1. Surat Order Produksi
Dokumen ini merupaka surat perintah yang dikeluarkan oleh departemen produksi untuk ditujukan kepada bagian-bagian yang terkait dengan produksi untuk memproduksi sebuah produksi, dimana berisi spesifikasi kegiatan apa saja yang harus dilakukan, berapa jumlah yang harus diproduksi, dan jangka waktu produksi.
Gambar 2.4: Surat Order Produksi Sumber: Mulyadi (2010: 414) 2. Daftar Kebutuhan Bahan
Merupakan dokumen yang berisi daftar jenis dan kuantitas bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat order produksi.
Gambar 2.5: Daftar kebutuhan Bahan Baku Sumber: Mulyadi (2010: 415)
3. Daftar Kegiatan Produksi
Dokumen ini berisi daftar urutan jenis kegiatan dan fasilitas mesin yang diperlukan untuk memproduksi produk seperti yang tercantum dalam surat order produksi.
Gambar 2.6: Daftar Kegiatan Produksi Sumber: Mulyadi (2010: 416)
4. Bukti Permintaan dan Pengeluaran Barang Gudang
Merupakan dokumen yang digunakan oleh bagian produksi untuk meminta bahan baku kepada bagian gudang untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat order produksi.
Gambar 2.7: Bukti Permintaan dan Pengeluaran Barang Gudang Sumber: Mulyadi (2010: 417)
5. Bukti Pengembalian Barang Gudang
Dokumen ini merupakan formulir untuk mengembalikan bahan baku ke bagian gudang karena terdapat sisa bahan baku dalam produksi atau karena bahan baku terseebut tidak dapat dipakai dalam produksi.
Gambar 2.8: Bukti Pengembalian Barang Gudang Sumber: Mulyadi (2010: 418)
6. Kartu Jam Kerja
Dokumen yang merupakan kartu untuk mencatat jam tenaga kerja langsung yang dikonsumsi untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat order produksi.
7. Laporan Produk Selesai
Laporan produk selesai dibuat oleh bagian produksi untuk menginformasikan selesainya produksi pesanan tertentu kepada bagian perencanaan dan pengawasan produksi, bagian gudang, bagian penjualan, bagian akuntansi persediaan, dan bagian akuntansi biaya.
Gambar 2.9: Laporan Produk Selesai Sumber: Mulyadi (2010: 419)
Menurut Romney dan Steinbart (2006: 471), dokumentasi yang digunakan untuk siklus produksi pada perusahaan terbagi menjadi beberapa dokumen, yaitu:
1. Dokumen kebutuhan bahan (Bill of Materials)
Merupakan dokumen yang mendeskripsikan kode part, deskripsi part, dan kuantitas dari masing-masing part yang digunakan untuk menyelesaikan setiap unit produk.
Gambar 2.10: Bill of Materials Sumber: Hall (2013: 305)
2. Formulir Permintaan Bahan Baku (Materials Requisition Form)
Merupakan formulir yang berisi permintaan spesifikasi tipe part dan kuantitas part yang dikeluarkan dari gudang untuk digunakan di tempat produksi.
Gambar 2.11: Material Requisition Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 465)
3. Surat Permintaan Produksi (Production Order Form)
Merupakan surat yang mengotorisasi kegiatan produksi suatu part menjadi sebuah produk, dimana berisi kegiatan apa saja yang harus dilakukan, berapa jumlah yang harus diproduksi, dan lokasi dimana part tersebut harus dikirimkan.
Gambar 2.12: Production Order
4. Kartu Perpindahan Barang (Move Tickets)
Merupakan kartu yang mengidentifikasikan part yang dikirim menuju lokasi yang dituju dan waktu pengiriman part tersebut.
Gambar 2.13: Move Ticket
Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 465)
Menurut Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92), selain dokumen-dokumen di atas ada beberapa dokumen-dokumen pendukung lainnya, yaitu:
1. Formulir Permintaan Bahan Baku (Materials Requisition Form)
Merupakan formulir yang berisi permintaan spesifikasi tipe part dan kuantitas part, harga per unit, dan total biaya yang dikeluarkan dari gudang untuk digunakan di tempat produksi.
Gambar 2.14: Material Requisition Form Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92)
2. Kartu Biaya (Job Cost Sheet)
Merupakan dokumen yang dipersiapkan untuk setiap pekerjaan yang akan dilaksanakan. Berisi data part, tenaga kerja, dan overhead yang dibebankan ke setiap pesanan yang diterima.
Gambar 2.15: Job Cost Sheet
Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92)
3. Kartu Jam Kerja (Time Ticket)
Merupakan dokumen yang berisi ringkasan aktivitas tenaga kerja setiap jamnya. Dokumen ini digunakan sebagai dasar untuk memasukkan biaya tenaga kerja ke dalam pencatatan akuntansi.
Gambar 2.16: Employee Time Ticket Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 93)
2.5 Biaya
Kegiatan produksi yang dilakukan perusaahaan tidak terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk. Berikut ini adalah penjelasan mengenai biaya dan pengelompokan biaya, serta sistem perhitungan biaya.
2.5.1 Pengertian Biaya
Pengertian biaya menurut Mursyidi (2010: 213) adalah “suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai
tujuan, baik yang dapat dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang.”
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 47), “biaya adalah kas atau setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa depan bagi organisasi.”
Menurut Carter & Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 29), “akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran atau pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada saat akuisisi diwakili oleh penyusutan saat ini atau di masa yang akan datang dalam bentuk kas atau aktiva lain.”
Menurut Horngren, Datar, dan Foster (2009: 53), “Accountants define cost as a resource sacrificed or forgone to achieve a specific objective. A cost (such as direct materials or advertising) is usually measured as the monetary amount that must be paid to acquire goods or services.” Yang dapat diartikan bahwa akuntan mendefinisikan biaya sebagai suatu sumber yang dikorbankan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Biaya (seperti bahan baku langsung atau periklanan) biasanya diukur sebagai jumlah moneter yang harus dibayar untuk memperoleh barang atau jasa.
Dapat disimpulkan bahwa biaya adalah nilai tukar berupa kas atau setara kas yang dikorbankan untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan dapat memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.
2.5.2 Klasifikasi Umum Biaya
Menurut Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 36), terdapat beberapa klasifikasi umum biaya yang meliputi: klasifikasi biaya menurut fungsi pokok perusahaan, konsep akuntansi keuangan, isi Laporan Keuangan, prediksi perilaku biaya, pembebanan biaya ke obyek biaya, dan pembuatan keputusan.
Andre Henri Slat (2013: 111) juga menyatakan bahwa dalam penentuan harga pokok produksi harus diperhatikan unsur-unsur biaya yang termasuk ke dalamnya, dan mengalokasikan unsur-unsur biaya tersebut secara tepat, sehingga dapat menggambarkan pengorbanan sumber ekonomi yang sesungguhnya.
2.5.2.1 Klasifikasi biaya menurut Fungsi Pokok Perusahaan
Garrison & Noreen (2010: 36) juga menyatakan bahwa beberapa perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam dua kategori besar:
1. Biaya Produksi
Perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga kategori:
a. Bahan Langsung (Direct Material)
Merupakan bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi. Bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan produk jadi;dan produk jadi suatu perusahaan dapat menjadi bahan baku bagi perusahaan yang lainnya. Bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut.
b. Tenaga kerja langsung (Direct Labor)
Istilah tenaga kerja langsung (Direct Labor) digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. Biaya tenaga kerja misalnya adalah tenaga kerja bagian perakitan seperti halnya biaya untuk tukang kayu, tukang batu, dan operator mesin. Biaya tenaga kerja yang tidak dapat ditelusuri secara fisik dalam pembuatan produk disebut tenaga kerja tidak langsung dan diperlakukan sebagai bagian biaya overhead pabrik.
c. Biaya overhead pabrik (Manufacturing Overhead)
Biaya ini mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak properti, depresiasi, asuransi fasilitas-fasilitas produksi, dan lain-lainnya. Hanya biaya-biaya
yang berkaitan dengan operasi pabrik yang termasuk kategori biaya overhead produksi.
Biaya overhead pabrik ditambah dengan biaya tenaga kerja disebut biaya konversi (conversion cost). Istilah tersebut muncul dari fakta bahwa biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik terjadi dalam proses konversi dari bahan baku menjadi produk jadi. Gabungan antara biaya tenaga kerja langsung dengan bahan langsung disebut biaya utama (prime cost).
2. Biaya Nonproduksi
Umumnya, biaya nonproduksi dibagi menjadi dua yaitu: a. Biaya pemasaran atau penjualan
Meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut disebut pemerolehan pesanan (ordergetting) dan pemenuhan pesanan (order-filling). Biaya pemasaran meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, gaji untuk bagian penjualan, dan biaya penyimpanan (gudang) produk jadi.
b. Biaya administrasi
Meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contoh dari biaya administrasi ini adalah gaji eksekutif, akuntansi umum, kesekretariatan, humas, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.
Gambar 2.17 Ringkasan Terminologi Biaya Sumber: Garrison & Noreen (2010: 40)
2.5.2.2 Klasifikasi biaya menurut Konsep Akuntansi Keuangan
Garrison & Noreen (2010: 38) mengklasifikasikan biaya menjadi:
1. Biaya Produk (product cost)
Biaya produk mencakup semua biaya yang terkait dengan pemerolehan atau pembuatan suatu produk. Dalam kasus produk manufaktur, biaya-biaya ini terdiri atas bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Biaya produk dianggap “melekat” pada unit produk pada saat barang dibeli atau diproduksi, dan biaya tersebut tetap melekat pada barang yang kemudian menjadi persediaan yang menunggu untuk dijual.
2. Biaya Periodik (period cost)
Biaya periodik adalah semua biaya yang tidak termasuk dalam biaya produk. Biaya-biaya ini dicatat sebagai beban di laporan laba rugi pada periode saat biaya tersebut terjadi dengan menggunakan peraturan akuntansi akrual. Biaya periodek tidak
termasuk biaya pembelian maupun produksi barang. Contoh biaya periodik adalah komisi penjualan, sewa kantor, dan seluruh beban penjualan dan administrasi. Biaya periodik akan dimasukkan ke laporan laba rugi sebagai beban pada periode terjadinya.
2.5.2.3 Klasifikasi biaya dalam Laporan Keuangan
Pencatatan akuntansi untuk perusahaan manufaktur menurut Garrison & Noreen (2010: 41) yaitu:
1. Neraca
Perusahaan dagang hanya memiliki satu jenis persediaan barang yang dibeli dari pemasok yang dimiliki sampai barang tersebut dijual ke konsumen. Sebaliknya dalam perusahaan manufaktur terdapat tiga jenis persediaan yaitu bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi.
2. Laporan Laba Rugi
Perhitungan Harga Pokok Penjualan pada perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang sedikit berbeda karena faktor persediaannya.
Harga Pokok Penjualan (HPP Perusahaan Dagang)
= Persediaan Awal + Pembelian - Persediaan Akhir
Harga Pokok Penjualan (HPP Perusahaan
Manufaktur)
=
Persediaan Awal Barang Jadi + Harga Pokok Produksi - Persediaan Akhir
Barang Jadi 2.5.2.4 Klasifikasi biaya untuk Memprediksi Perilaku Biaya
Menurut Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 58) perilaku biaya umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Biaya Tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Misalnya overhead pabrik memasukkan item seperti supervisi, penyusutan, sewa, asuransi properti, pajak properti.
2. Biaya Variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak. Biaya variabel biasanya dapat diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya.
3. Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh biaya tersebut adalah biaya listrik, air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa kelompok untuk karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan dinas, dan biaya hiburan.
2.5.2.5 Klasifikasi biaya untuk Pembebanan Biaya ke Obyek Biaya
Menurut Horngren, Datar, dan Foster yang diterjemahkan oleh Desi Adhariani (2005: 35), penelurusan atau pelacakan biaya serta pengalokasian biaya terbagi menjadi:
1. Biaya langsung
Biaya langsung suatu obyek biaya terkait dengan suatu obyek biaya dan dapat dilacak ke obyek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomi (biaya efektifitas). Istilah biaya terlacak (cost tracing) digunakan untuk menggambarkan pembebanan biaya langsung atas suatu obyek biaya.
2. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung suatu obyek biaya berkaitan dengan suatu obyek biaya namun tidak dapat dilacak ke obyek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomis (biaya efektifitas). Istilah
alokasi biaya (cost allocation) digunakan untuk menggambarkan pembebanan biaya tidak langsung pada suatu obyek biaya.
2.5.2.6 Klasifikasi biaya untuk Pembuatan Keputusan
Garrison & Noreen (2010: 52) mendefinisikan klasifikasi biaya yang digunakan untuk mengambil keputusan yaitu:
1. Biaya Diferensial (differential cost)
Keputusan melibatkan proses pemilihan dari berbagai alternatif yang ada. Setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya dan manfaat yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat yang akan diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Perbedaan biaya antara dua alternatif disebut biaya diferensial. Perbedaaan penghasilan anatara dua alternatif disebut pendapatan diferensial.
Biaya diferensial disebut juga biaya inkremental (incremental cost ), meskipun secara teknis yang dimaksud biaya inkremental berkaitan dengan kenaikan biaya yang terjadi karena perubahan dari suatu alternatif ke alternatif lainnya, sedangkan penurunan biaya sering disebut biaya dekremental (decremental cost).
2. Biaya Kesempatan (opportunity cost)
Biaya kesempatan atau biaya peluang adalah manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif telah dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. Biaya kesempatan tidak selalu dicatat dalam catatan akuntansi organisasi, tetapi merupakan biaya yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan. Setiap alternatif biaya memiliki biaya kesempatan yang melekat padanya.
3. Biaya Tertanam (sunk cost)
Biaya tertanam adalah biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah oleh keputusan apa pun yang dibuat saat ini atau pun masa yang akan datang. Biaya tertanam bukanlah biaya diferensial, oleh karenanya biaya tertanam dapat diabaikan dalam pembuatan keputusan.
2.5.3 Sistem Perhitungan Biaya
Menurut Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 155), tujuan penting dari sistem perhitungan biaya manapun adalah untuk menentukan biaya dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Sistem perhitungan biaya sebaiknya ekonomis untuk dioperasikan dan membebankan sejumlah biaya ke setiap produk sedemikian rupa sehingga merefleksikan biaya dari sumber daya yang digunakan untuk memproduksi produk tersebut. Ada dua sistem akumulasi biaya, yaitu:
1. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Pesanan (Job Order Costing) (2006: 127).
Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Order Costing atau Job Costing), biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan (job) yang terpisah; suatu pesanan adalah output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk mengisi kembali suatu item dari persediaan. Untuk menghitung biaya berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan harus dapat diidentifikasikan secara terpisah. Agar rincian dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan sesuai dengan usaha yang diperlukan, harus ada perbedaan penting dalam biaya per unit suatu pesanan dengan pesanan lain.
2. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Proses (Process Costing) (2006: 156).
Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya. Biaya yang dibebankan ke setiap unit ditentukan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi. Pusat biaya biasanya adalah departemen, tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam satu departemen. Persyaratan utama adalah semua produk yang diproduksi dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber daya yang dikonsumsi; bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses dapat mendistorsi biaya produk.
2.6 Job Order Costing
Salah satu sistem perhitungan biaya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing) yang meliputi pengertian, karakteristik, manfaat, serta tahapan perhitungan job order costing.
2.6.1 Pengertian Job Order Costing System
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 290), Job Order Costing merupakan suatu sistem perhitungan biaya yang memungkinkan biaya dikumpulkan dan dibebankan ke dalam unit produksi untuk setiap pekerjaan.
Menurut Carter & Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 127) mengemukakan bahwa Job Order Costing merupakan metode perhitungan biaya yang mengakumulasikan biaya untuk setiap pesanan, setiap batch, setiap lot, atau setiap pesanan pelanggan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Job Order Costing melakukan akumulasi biaya- biaya berdasarkan pekerjaan yang terpisah dan berbeda berdasarkan pesanan, dimana untuk menghimpun biaya-biaya tersebut dilakukan dengan memisahkan secara cermat biaya-biaya dari suatu pekerjaan spesifik dari biaya-biaya pekerjaan lainnya.
Gambar 2.18: Arus Dokumen dalam Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan
Sumber: Garrison & Noreen (2010: 99)
2.6.2 Karakteristik Job Order Costing System
Menurut Mulyadi (2005: 38), karakteristik perusahaan yang menggunakan job order costing adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesanan.
2. Biaya produksi digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. 3. Biaya produksi langsung terdiri biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.
4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai beban pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi.
5. Beban pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
Menurut Blocher et al. yang diterjemahkan Susty Ambariani (2001: 553) menyebutkan, perbedaan karakteristik antara sistem biaya berdasarkan pesanan dengan sistem biaya berdasarkan proses adalah:
Tabel 2.1 Perbedaan Job Order Costing dengan Process Costing Sumber: Blocher et al. (2001: 553)
Sistem Biaya Pesanan Sistem Biaya Proses Biaya produksi diakumulasikan
berdasarkan biaya yang dikeluarkan
Biaya produksi diakumulasikan berdasarkan proses atau departemen Produk dan jasa berbeda-beda Produk dan jasa homogen diproduksi
secara massal Biaya per unit dihitung dengan cara
membagi biaya pesanan total dengan unit produk atau jasa yang diproduksi. Penghitungan biaya per unit dilakukan pada saat pesanan telah selesai
Biaya per unit dihitung dengan cara membagi biaya proses total dalam suatu periode dengan unit produk dan jasa yang dihasilkan. Perhitungan biaya per unit dilakukan pada setiap akhir periode.
2.6.3 Tahapan Job Order Costing System
Langkah – langkah dalam perhitungan job order costing menurut Syenny Sutikno (2012) yaitu:
Agar rincian dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, maka harus diidentifikasi pekerjaan sesuai dengan obyek biaya.
2. Identifikasi biaya langsung pekerjaan
Dalam mengidentifikasi biaya manufaktur, yang dikategorikan menjadi biaya manufaktur langsung yaitu bahan baku langsung dan tenaga kerja manufaktur langsung.
3. Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan
Biaya manufaktur tidak langsung adalah biaya – biaya yang diperlukan untuk menjalankan suatu pekerjaan namun tidak dapat dilacak langsung ke pekerjaan tertentu.
4. Identifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi biaya
Alokasi tunggal berdasarkan jam kerja tenaga manufaktur langsung dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya manufaktur tidak langsung bagi produk.
5. Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan.
Untuk setiap cost pool, tarif biaya tidak langsung (indirect cost rate) dihitung dengan cara membagi biaya overhead total dalam pool biaya (yang ditentukan pada langkah 4) dengan kuantitas total dari dasar alokasi biaya (yang ditentukan pada langkah 3), untuk perhitungannya dapat dilihat di bawah ini.
Tarif biaya tidak langsung aktual =
Biaya total aktual dalam cost pool biaya tidak langsung Total kuantitas aktual dari dasar alokasi biaya
6. Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan ke pekerjaan
Biaya tidak langsung dari suatu pekerjaan dihitung dengan mengalihkan kuantitas aktual dari setiap dasar alokasi biaya (satu dasar alokasi untuk setiap pool) yang terkait dengan pekerjaan itu dengan tarif biaya tidak langsung dari setiap dasar alokasi biaya (yang dihitung pada langkah 5). 7. Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya langsung
Seluruh biaya yang terkait seperti manufaktur langsung yang meliputi bahan baku langsung dan tenaga kerja manufaktur langsung, serta biaya manufaktur tidak langsung.
2.6.4 Prosedur Pencatatan Pada Job Order Costing
Dalam Job Order Costing, perkiraan buku besar umum barang dalam proses ditunjang oleh perkiraan buku besar pembantu biaya pesanan,di mana catatan terpisah menunjukkan rincian biaya setiap pesanan yang ada dalam proses produksi. Rincian tersebut dicatat dalam kartu biaya pesanan (Job Order Cost Sheet), yang dapat berbentuk kertas/manual atau elektronik/terotomatisasi. Job Order Cost Sheet merupakan catatan yang penting dalam Job Order Costing System. Job Order Cost Sheet ini berfungsi sebagai rekening pembantu yang digunakan untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan produk. Job Order Costing System harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi jumlah bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead yang dikonsumsi oleh setiap pekerjaan. Dokumentasi dan prosedur dibutuhkan untuk mengaitkan input manufaktur yang digunakan oleh suatu pekerjaan, dengan pekerjaan itu sendiri. Kebutuhan ini dipenuhi melalui penggunaan lembar formulir bahan baku langsung, kartu jam kerja untuk tenaga kerja langsung, dan dokumen sumber untuk penggerak aktivitas lainnya yang mungkin digunakan dalam pembebanan overhead.
2.6.4.1 Pencatatan Biaya Bahan Baku a. Pembelian Bahan Baku
Saat bahan baku diterima, akun bahan baku didebet (sedangkan pada sistem periodik, yang didebet adalah akun pembelian). Kuantitas dan harga per unit dari setiap pembelian dicatat dalam kartu catatan bahan baku. Satu kartu digunakan untuk setiap jenis bahan baku. Ayat jurnalnya adalah:
Persediaan Bahan baku xxx
Utang usaha xxx
b. Penggunaan Bahan Baku
Biaya bahan baku langsung dibebankan ke pekerjaan dengan menggunakan dokumen sumber yang disebut Formulir permintaan
bahan baku (Materials Requisitions). Formulir ini mencatat jenis, jumlah, dan harga per unit bahan yang dikeluarkan dari gudang dan yang paling penting nomor pekerjaan. Dengan menggunakan formulir ini, departemen akuntansi biaya dapat mencatat biaya bahan baku langsung ke dalam kartu biaya pesanan. Apabila sistem akuntansinya terotamatisasi, penjurnalan ini langsung masuk ke dalam data pada terminal komputer, dengan menggunakan formulir permintaan bahan baku sebagai dokumen sumber. Program komputer selanjutnya memasukkan biaya bahan baku langsung tersebut ke dalam catatan setiap pekerjaan. Sebagai tambahan untuk penyediaan informasi penting pada pembebanan biaya bahan baku langsung ke pekerjaan, formulir permintaan bahan baku juga memilki item dari data lain, seperti nomor permintaan, tanggal dan tanda tangan. Data-data ini bermanfaat untuk melakukan pengendalian atas persediaan bahan baku langsung. Tanda tangan misalnya, memindahkan tanggung jawab bahan baku dari gudang, kepada orang yang menerima bahan baku, biasanya supervisor produksi.
Pencatatan pemakaian bahan baku dilakukan dengan mendebit rekening barang dalam proses dan mengkredit rekening persediaan bahan baku atas dasar dokumen bukti permintaan dan pengeluaran barang gudang. Ayat Jurnalnya adalah :
2.6.4.2 Pencatatan Biaya Tenaga Kerja
Dalam Job Order Costing harus dipisahkan antara upah tenaga kerja langsung dengan upah tenaga kerja tidak langsung. Alat yang digunakan untuk membebankan biaya tenaga kerja langsung ke setiap pesanan adalah dokumen sumber yang disbut dengan Kartu Jam Kerja. Setiap hari, pegawai perusahaan mengisi kartu jam kerja yang mengidentifikasi nama, tingkat gaji, dan jam kerja tiap pekerjaan. Kartu jam kerja ini dikumpulkan dan dikirim ke departemen akuntansi biaya, yang menggunakan informasi tersebut untuk mencatat biaya tenaga
Barang dalam proses - biaya bahan baku xxx
kerja langsung ke pekerjaan tertentu. Kartu jam kerja digunakan hanya untuk tenaga kerja langsung. Oleh karena tenaga kerja tidak langsung ada di semua pekerjaan, biayanya termasuk overhead dan dialokasikan dengan menggunakan satu atau lebih tarif overhead yang telah dianggarkan. Upah tenaga kerja langsung dicatat dengan mendebit rekening barang dalam proses, dan dicatat pula dalam dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Upah tenaga kerja tidak langsung, dicatat dengan mendebit rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya. Pencatatan biaya tenaga kerja dilakukan melalui 3, yaitu:
1. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan
Atas dasar daftar gaji dan upah yang dibuat, jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
Gaji dan upah xxx
Utang gaji dan upah xxx
2. Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja
Kebanyakan perusahaan mendistribusikan biaya tenaga kerja secara bulanan, kartu jam kerja karyawan diurutkan berdasarkan pesanan, datanya dimasukkan ke dalam kartu biaya pesanan, dan dicatat dengan menggunakan ayat jurnal sebagai berikut:
Barang dalam proses – biaya upah langsung xxx
Biaya upah tidak langsung xxx
Beban gaji xxx
3. Pencatatan Pembayaran Gaji dan upah
Pembayaran gaji dan upah yang terutang dicatat dengan jurnal berikut:
Utang gaji dan upah xxx
Kas xxx
2.6.4.3 Pencatatan Biaya Overhead pabrik
Pencatatan biaya overhead pabrik dibagi menjadi dua: pencatatan biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk
berdasarkan tarif yang ditentukan di muka dan pencatatan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi. Di dalam Job Order Costing, produk dibebani biaya overhead pabrik dengan menggunakan tarif yang ditentukan di muka. Tarif biaya overhead pabrik ini dihitung berdasarkan angka anggaran biaya overhead pabrik.
Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan tarif adalah:
Barang dalam proses xxx
Biaya overhead pabrik yang dibebankan xxx
Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, misalnya pada parusahaan terdapat penyusutan mesin dan asuransi pabrik yang sudah jatuh tempo untuk bulan tersebut, maka jurnalnya adalah:
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya xxx
Akumulasi depresiasi mesin xxx
Asuransi dibayar dimuka xxx
2.6.4.4 Pencatatan Harga pokok produk Jadi
Pesanan yang telah selesai diproduksi ditransfer ke bagian gudang oleh bagian produksi. Harga pokok pesanan yang telah selesai diproduksi ini dapat dihitung dari informasi biaya yang dikumpulkan dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi tersebut adalah sebagai berikut:
Persediaan Produk jadi xxx
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik xxx
2.6.4.5 Pencatatan harga pokok produk dalam proses
Pada akhir periode kemungkinan terdapat pesanan yang belum selesai diproduksi. Biaya yang telah dikeluarkan untuk pesanan tersebut dapat dilihat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan.
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk dalam proses adalah sebagai berikut:
Persediaan Produk Dalam Proses xxx
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja xxx
Biaya overhead pabrik xxx
2.6.4.6 Pencatatan harga pokok produk yang dijual
Harga pokok produk yang diserahkan kepada pemesan dicatat dalam rekening harga pokok penjualan dan rekening persediaan produk jadi. Jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan yang diserahkan kepada pemesan adalah sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan produk jadi xxx
2.6.4.7 Pencatatan Pendapatan penjualan Produk
Pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk kepada pemesan dicatat dengan mendebit rekening piutang dagang dan mengkredit rekening hasil penjualan. Jurnal yang dibuat untuk mencatat piutang pemesan adalah sebagai berikut:
2.7 Laporan Biaya Produksi
Setiap biaya yang dikeluarkan untuk produksi akan dihitung dan dirangkum ke dalam sebuah bentuk laporan biaya produksi yang memberikan informasi bagi pihak manajemen untuk mendukung pengambilan keputusan.
Laporan produksi menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 308) adalah “dokumen yang meringkas aktivitas manufaktur yang terjadi di suatu departemen dalam periode tertentu. Laporan produksi berisi informasi biaya-biaya yang ditambahkan dalam departemen itu sendiri, seperti bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead.” Adapun laporan produksi terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Bagian informasi unit, yang memiliki dua sub bagian utama yaitu: a. Unit untuk diperhitungkan
Piutang dagang xxx
b. Unit yang telah dihitung
2. Bagian informasi biaya, yang memiliki dua sub bagian utama yaitu: a. Biaya untuk diperhitungkan
b. Biaya yang telah dihitung
2.8 Sistem Pengendalian Internal
Dalam menjalankan suatu proses produksi, perusahaan menggunakan pengendalian internal untuk memastikan proses tersebut berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan mencegah terjadinya penyimpangan. Pada sub-sub bab berikut ini akan dibahas mengenai pengertian, tujuan, dan komponen-komponen terkait pengendalian internal yang ada.
2.8.1 Pengertian Pengendalian Internal
Gelinas dan Dull (2008: 216) dalam Committee of Sponsoring Organization (COSO) mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses yang dipengaruh oleh dewan direksi, manajemen, dan pihak personal lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau keyakinan yang memadai terkait dengan pencapaian tujuan seperti efektivitas dana efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan, dan ketaatan dengan peraturan yang berlaku.
2.8.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Adapun tujuan dari pengendalian internal menurut Romney dan Steinbart (2006: 96) adalah sebagai berikut:
1. Menjaga asset, termasuk mencegah atau mendeteksi, secara regular, perolehan, penggunaan, atau pembuangan material yang tidak terotorisasi dari asset perubahan.
2. Memelihara catatan dalam detil yang cukup untuk secara akurat dan sesuai menggambarkan asset perusahaan.
3. Menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
4. Menyediakan kepastian bahwa laporan keuangan dipersiapkan sesuai dengan GAAP.
5. Meningkatkan efisiensi operasional termasuk memastikan penerimaan dan pengeluaran perusahaan dibuat sesuai dengan otorisasi manajer dan direktur.
6. Meningkatkan kedisiplinan terhadap kebijakan manjerial yang telah ditetapkan.
2.8.3 Komponen-komponen Pengendalian Internal
Terdapat lima komponen yang berhubungan dengan pengendalian internal menurut Jones dan Rama (2008: 134) yang diterjemahkan oleh M. Slamet Wibowo, yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Berkaitan dengan faktor-faktor umum yang menetapkan sifat organisasi dan memengaruhi kesadaran karyawannya terhadap pengendalian. Faktor-faktor ini meliputi integritas, nilai etika, filosofi manajemen, dan gaya operasi manajemen. Juga meliputi cara manajemen memberikan wewenang dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan karyawannya, serta perhatian dan arahan yang diberikan oleh dewan direksi.
2. Penilaian Resiko (Risk Assesment)
Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran pengendalian internal.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk menghadapi resiko-resiko yang mungkin terjadi. Adapun aktivitas pengendalian meliputi:
a. Penelaahan kinerja (Performance review)
Yaitu kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap kinerja, dengan cara membandingkan hasil yang didapat dengan anggaran, standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.
b. Pemisahan tugas (Segregation of duties)
Mencakup pembebanan tanggung jawab untuk melakukan otorisasi transaksi, pelaksanaan transaksi, mencatat transaksi, dan pemeliharaan aset kepada karyawan yang berbeda-beda
c. Pengendalian aplikasi (Application control)
Berhubungan dengan pengendalian yang diterapkan dalam aplikasi sistem informasi akuntansi.
Adalah pengendalian umum yang berkaitan dengan banyak aplikasi. Sebagai contoh, pengendalian yang membatasi akses ke komputer, peranti lunak, dan data perusahaan. Pengendalian umum juga mencakup pengendalian atas proses pengembangan dan pemeliharaan peranti lunak aplikasi.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Sistem informasi yang dimiliki perusahaan merupakan kumpulan dari prosedur (baik otomatis maupun manual) dan pencatatan yang dibuat untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan kejadian atas proses-proses entitas. Komunikasi meliputi penyediaan pemahaman mengenai peran dan tanggung jawab individu.
5. Pengawasan (Monitoring)
Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahawa pengendalian organisasi berfungsi sebagaimana dimaksudkan.
2.8.4 Pengendalian pada proses produksi
Sebuah siklus produksi perlu dilakukan adanya pengendalian. Van Der Bij, Hans & Jeroen H.W. Van Ekert (2010 : 676) mengungkapkan bahwa “Production control system comprises a system of tasks, methods, and means, which an organisation uses to agree and maintain the availability of products to the expectations of the internal or external customer with respect to time, quantity, and place.”, dimana perusahaan mengelola produk terbaik yang dihasilkan demi pelanggannya melalui sistem pengendalian produksi yang memiliki metode, sistem kerja, dan batasan terkait produksi tersebut.
Hall (2013: 313) juga menjabarkan pengendalian yang berkaitan dengan siklus produksi meliputi:
1. Transaksi yang Terotorisasi (Transaction Authorization) Transaksi yang terotorisasi pada siklus produksi meliputi:
a. Pada perusahaan manufaktur, perencanaan dan pengendalian produksi (production planning and control) mengotorisasi kegiatan produksi dengan mengeluarkan surat permintaan kerja (work order). Dokumen ini berisi berapa banyak produksi yang akan dilakukan dimana merupakan selisih dari banyaknya produk yang diminta berdasarkan ramalan penjualan dengan jumlah finished good yang ada.
b. Kartu perpindahan (Move tiket) ditandatangani oleh setiap supervisor dari setiap departemen untuk setiap aktivitas dan perpindahan dari produk.
c. Permintaan bahan baku (material requisition) diotorisasi oleh bagian penyimpanan untuk dikeluarkan dari gudang penyimpanan dan dikirimkan ke tempat produksi.
2. Pemisahan Tugas (Segregation of Duties)
Salah satu tujuan dari prosedur pengendalian ini adalah untuk memisahkan tugas dari transaksi yang terotorisasi dan proses transaksi. Tujuan lain adalah untuk memisahkan pencatatan dan yang memegang asset.
3. Supervisi (Supervision)
Prosedur supervise berikut terkait dengan siklus produksi:
a. Supervisor yang berasa di tempat produksi mengawasi pemakaian bahan baku yang digunakan di proses produksi. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua bahan baku yang dikeluarkan dari gudang digunakan dalam produksi dan meminimalisir pemborosan bahan baku. Kartu jam kerja (time cards) karyawan dan kartu kerja (job tickets) juga harus diperiksa untuk akurasi.
4. Kontrol Akses (Access Control)
Siklus produksi memungkinkan akses secara langsung maupun tidak langsung.
a. Akses secara langsung ke asset
1) Perusahaan cenderung membatasi hak akses ke dalam area sensitif seperti gudang, tempak produksi, dan gudang penyimpanan finished good. Cara mengontrolnya seperti adanya identifikasi tanda pengenal, petugas keamanan, alat pengintaian, dan berbagai sensor elektronik dan alarm.
2) Pemakaian standard cost menyediakan sebuah akses kontrol. Dengan menspesifikasikan jumlah bahan baku dan tenaga kerja untuk setiap produk, perusahaan membatasi akses yang tidak terotorisasi
b. Akses tidak langsung ke aset
Di dalam siklus produksi, dokumen-dokumen penting termasuk permintaan bahan baku, kartu jam kerja karyawan. Metode
pengendalian ini juga mendukung adanya audit untuk pemakaian dokumen secara berurutan.
5. Pencatatan Akuntansi (Accounting Records)
Tujuan dari teknik pengendalian ini adalah untuk menghasilkan rekam jejak audit untuk setiap transaksi, termasuk pemakaian surat permintaan kerja (work order), cost sheet, kartu perpindahan (move tickets), kartu kerja (job tickets), permintaan bahan baku (material requisition), work in process file, dan finished good inventory file. Dengan menggunakan penomoran dokumen secara berurutan dan mereferensikannya dengan pencatatan work in process, perusahaan dapat melacak setiap finished good yang di produksi ke bahan baku yang digunakannya.
6. Verifikasi secara Independen (Independent Verification) Langkah verifikasi dalam siklus produksi meliputi:
a. Akuntansi biaya merekonsiliasi pemakaian bahan baku dan tenaga kerja yang dilihat dari permintaan bahan baku (material requisition dan kartu kerja (job tickets).
b. Departemen general ledger juga mempunyai fungsi verifikasi penting dengan memeriksa total perpindahan produk dari work in process menjadi finished goods. Ini dilakukan dengan merekonsiliasi jurnal voucher dari akuntansi biaya dengan merangkum buku besar pembantu persediaan.
c. Internal dan external auditor secara periodik memverifikasi bahan baku dan finished goods yang ada di tangan dengan perhitungan secara fisik. Membandingkan kuantitas aktual persediaan dengan pencatatan persediaan dan membuat penyesuaian (adjustments) atas pencatatan.
Gambar 2.19: Summary of Conversion Cycle Controls Sumber: Hall (2013: 314)
2.9 Analisis dan Perancangan Berorientasi Obyek
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 60) object oriented analysis mendefinisikan semua tipe obyek yang melakukan pekerjaan di dalam sistem dan menunjukkan apa saja interaksi pengguna yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Object oriented design mendefinisikan semua tipe obyek yang dibutuhkan untuk berkomunikasi dengan orang-orang dan alat-alat didalam sistem serta menunjukkan bagaimana obyek-obyek tersebut berinteraksi untuk menyelesaikan tugas dan menyempurnakan definisi dari masing-masing obyek agar dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan tertentu.
2.9.1 Konsep Pengembangan Sistem
Dalam suatu pengembangan sistem diperlukan panduan dalam mengembangkan sistem dengan memerlukan metode-metode tertentu, dimana metode pengembangan sistem tersebut menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 47) merupakan suatu acuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan setiap aktivitas dalam pengembangan sistem, di antaranya termasuk models, tools, dan teknik-teknik tertentu lainnya. Definisi Models dalam hal ini adalah perumpamaan dari suatu aspek yang ada di dalam dunia nyata, sedangkan tools merupakan perangkat lunak pendukung dalam pembuatan model atau komponen lain yang dibutuhkan dalam suatu proyek.
2.9.1.1 Unified Modeling Language (UML)
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 48) mendefinisikan Unified Modeling Language sebagai seperangkat model konstruksi dan notasi yang dibentuk dalam pengembangan berorientasi obyek. Model yang dicakup dalam metode pengembangan sistem adalah perumpamaan input, output, proses, data, obyek, interaksi antar obyek, lokasi, jaringan, dan peralatan.
Adapun model komponen sistem yang menggunakan Unified Modeling Language terdiri dari tujuh diagram, yaitu:
1. Use Case diagram 2. Class diagram 3. Activity diagram 4. Sequence diagram 5. Communication diagram 6. Package diagram 7. Deployment diagram
2.9.1.2 Unified Process (UP) sebagai Metode Pengembangan Sistem
Salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan sistem adalah Unified Process (UP), yang merupakan sebuah metode pengembangan sistem berorientasi obyek. Metode ini sudah menjadi salah satu metode yang banyak digunakan dalam pengembangan sistem berorientasi obyek.
Perancangan Unified Process (UP), Unifief Modeling Language (UML) models, tools, dan teknik-teknik bermanfaat untuk memperkuat contoh praktik terbaik dari banyak metode yang digunakan dalam pengembangan sistem, seperti:
1. Pengembangan secara iteratif
2. Penjabaran dan pengelolaan system requirements 3. Pengunaan arsitektur komponen
4. Pembuatan model visual 5. Verifikasi kualitas 6. Pengendalian perubahan
UP memperkenalkan pendekatan baru untuk siklus hidup pengembangan sistem yang menggabungkan perulangan (iterations) dan tahapan (phases) yang disebut siklus hidup UP (UP life cycle). UP mendefinisikan empat tahapan siklus hidup yaitu: inception, elaboration, construction, dan transition.
Gambar 2.20: UP Disciplines
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 264)
1. Business Modeling
Tujuan utama dari business modeling discipline adalah untuk memahami dan mengkomunikasikan sifat dasar dari lingkungan bisnis dimana sistem tersebut akan dibuat. Analis harus memahami masalah saat ini dan perbaikan yang memungkinkan dari sistem yang baru. Tiga aktivitas utama dalam business modeling:
a. Memahami lingkungan bisnis b. Membuat system vision c. Membuat business models 2. Requirements
Tujuan utama dari requirements discipline adalah untuk memahami dan mendokumentasikan kebutuhan bisnis dan persyaratan proses dari sistem yang baru. Aktivitas yang termasuk dalam requirements discipline adalah:
a. Mengumpulkan informasi secara detil
b. Mendefinisikan kebutuhan / persyaratan fungsional c. Mendefinisikan kebutuhan / persyaratan non fungsional d. Memprioritaskan kebutuhan