• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, DAN DAMPAKNYA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, DAN DAMPAKNYA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATE

SOCIAL RESPONSIBILITY, DAN DAMPAKNYA TERHADAP

NILAI PERUSAHAAN

Feni Indah Yuliana

[email protected]

Wahidahwati

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT

There are two models of testing in this research; the purpose of the first testing model is to find out the influence of company characteristic to the CSR disclosure while the purpose of the second testing model is to find out the influence of CSR to the company value. The result of the first model shows that ROA, company size, company profile, and company category are significantly influence to the CSR disclosure. The granting of ISRA does not significantly influence to the CSR disclosure. The result of the second model shows that the CSR disclosure is significantly influence to the company value.

Keywords: ROA, Company Size, ISRA, Company Profile, Company Category, CSR, and Company Value. ABSTRAK

Terdapat dua model pengujian dalam penelitian ini, model pengujian pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan model pengujian kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian model pertama menunjukkan bahwa ROA, ukuran perusahaan, profil perusahaan, dan kategori perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Sementara penganugerahan ISRA tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hasil penelitian model kedua menunjukkan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

Kata kunci: ROA, ukuran perusahaan, ISRA, profil perusahaan, kategori perusahaan, CSR, dan nilai perusahaan.

PENDAHULUAN

Peradaban masyarakat yang semakin tahun semakin meningkat mendorong perubahan pola pikir masyarakat untuk dapat hidup dengan lebih baik. Hal tersebut, sejalan dengan semakin berkembangnya industrialisasi yang selanjutnya juga turut mendorong pergeseran pemikiran dari shareholder orientation menjadi stakeholder orientation. Shareholder

orientation berarti orientasi perusahaan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan para pemilik (pemegang saham) dan para kreditur agar terjamin kepastian pengembalian klaim dari perusahaan (Hadi, 2011:40). Konsep shareholder orientation tidak melihat adanya dampak sosial dan lingkungan yang diakibatkan oleh keberadaan perusahaan. Perusahaan tidak akan dapat beroperasi dengan baik tanpa adanya dukungan masyarakat dan tersedianya sumber alam pada lingkungan. Berbeda dengan konsep

Stakeholder orientation yang berarti orientasi perusahaan ditujukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan shareholder, namun upaya mencapai peningkatan dan perkembangan perusahaan juga didudukkan dalam kerangka keselarasan, keserasian, dan keseimbangan lingkungan (Hadi, 2011:41).

(2)

Adanya pergeseran pemikiran dari shareholder orientation menjadi stakeholder orientation didukung pula oleh konsep Triple Bottom Line. Konsep Triple Bottom Line mengakui bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perlu memperhatikan 3P, yaitu bukan cuma profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people), dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Hadi, 2011:56). Konsep stakeholder

orientation dapat diwujudkan melalui pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) atau pertanggungjawaban sosial perusahaan. CSR adalah upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif tiap pilar (www.csrindonesia.com).

Dalam taraf internasional, tepatnya sejak tahun 1997 telah diterbitkan kerangka pelaporan GRI (Global Reporting Initiative) yang memuat pedoman laporan keberlanjutan. Kerangka pelaporan GRI ditujukan sebagai sebuah kerangka yang dapat diterima umum dalam melaporkan kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial dari organisasi (www.globalreporting.org). Pedoman laporan berkelanjutan versi 3.0 memuat 79 item pengungkapan CSR yang meliputi 9 indikator kinerja ekonomi, 30 indikator kinerja lingkungan, 14 indikator kinerja praktek tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, 9 indikator kinerja hak asasi manusia, 8 indikator kinerja masyarakat, dan 9 indikator kinerja tanggung jawab produk. Dengan adanya pedoman laporan berkelanjutan GRI diharapkan dapat membantu perusahaan dalam melakukan pengungkapan CSR yang lebih terarah dan tepat sasaran.

Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Pasal 2 ayat (1) telah dijelaskan tentang tujuan dari didirikannya BUMN bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Pemberian bimbingan dan bantuan yang dimaksudkan dalam pasal tersebut secara lebih rinci dijelaskan dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Adapun regulasi lain yang terkait CSR yaitu Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang pada Pasal 15 ayat (2b) dijelaskan bahwa Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Selanjutnya, terdapat Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dalam Pasal 74 ayat (1) dijelaskan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan dalam Pasal 74 ayat (4) dijelaskan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012. Serangkaian regulasi di atas menunjukkan betapa pentingnya pelaksanaan CSR di Indonesia sehingga Pemerintah turut berperan serta dalam menetapkan kebijakan, baik yang telah tercantum dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah.

Adapun hal lain yang menunjukkan adanya perkembangan penerapan CSR yang dapat dilihat dari terselenggerakannya ISRA (Indonesia Sustainability Reporting Awards) sejak tahun 2005. NCSR (National Center for Sustainability Reporting) sebagai penyelenggara ISRA memberikan penganugerahan ISRA kepada perusahaan yang dinilai baik dalam penyusunan laporan berkelanjutan. Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) adalah penghargaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah membuat pelaporan atas kegiatan yang menyangkut aspek lingkungan dan sosial disamping aspek ekonomi untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) perusahaan itu sendiri

(3)

dapat meningkatkan luasnya pengungkapan CSR melalui pengungkapan laporan berkelanjutan.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Almilia et al. (2011) yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR dan dampaknya terhadap kinerja keuangan dan ukuran perusahaan. Pada penelitian ini, peneliti mencoba menguji kembali dengan menambahkan variabel yang berbeda. Peneliti akan menambahkan variabel penganugerahan ISRA, profil perusahaan, kategori perusahaan, dan nilai perusahaan. Variabel penganugerahan ISRA dalam penelitian ini akan digunakan sebagai variabel independen, berbeda dengan penelitian terdahulu yang hanya menggunakan perusahaan penerima ISRA atau bukan penerima ISRA sebagai obyek penelitian. Perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah ditambahkannya variabel profil perusahaan dan kategori perusahaan, serta digunakannya nilai perusahaan untuk mengukur dampak pengungkapan CSR. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan yang terdiri dari ROA, ukuran perusahaan, penganugerahan ISRA, profil perusahaan, dan kategori perusahaan terhadap pengungkapan CSR serta pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan.

TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Teori Stakeholder

Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memperhatikan manfaat bagi

stakeholdernya (Terzaghi, 2012). Jones (1995) (dalam Solihin, 2011:2) mengklasifikasikan

stakeholderke dalam dua kategori, yaitu:

1. Inside stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Yang termasuk dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang saham (stockholders), para manajer (managers), dan karyawan (employees).

2. Outside stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak (constituencies) yang bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Yang termasuk ke dalam kategori outside stakeholders adalah pelanggan (customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government), masyarakat lokal (local communities), dan masyarakat secara umum (general

public).

Gray (1994:53) (dalam Terzaghi, 2012) menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Pelaksanaan CSR merupakan salah satu cara untuk mencari dukungan stakeholder.

Teori Legitimasi

Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan (Hadi, 2011:87). O’Donovan (2002) (dalam Hadi, 2011:87) berpendapat bahwa legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan sebagai sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Teori legitimasi mengungkapkan bahwa perusahaan secara kontinyu berusaha untuk bertindak sesuai dengan batas-batas dan norma-norma dalam masyarakat, atas usahanya tersebut perusahaan berusaha agar aktivitasnya diterima menurut persepsi pihak eksternal (Deegan (2000) dalam Febrina dan Suaryana, 2011).

(4)

Menurut Pattern (1992) (dalam Hadi, 2011:92) ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar legitimasi berjalan efektif, antara lain:

1. Melakukan identifikasi dan komunikasi atau dialog dengan publik.

2. Melakukan komunikasi dialog tentang masalah nilai sosial kemasyarakatan dan lingkungan, serta membangun persepsinya tentang perusahaan.

3. Melakukan strategi legitimasi dan pengungkapan, terutama terkait dengan masalah tanggung jawab sosial (social responsibility).

Definisi dan Konsep Corporate Social Responsibility

Wartick dan Cochran (dalam Solihin, 2011:1) menyatakan bahwa sekitar 50 tahun yang lalu, H.R. Bowen berpendapat bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan serta membuat keputusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Pendapat H.R. Bowen menunjukkan bahwa konsep CSR sudah ada sejak lama dan sampai saat ini telah melewati berbagai proses perkembangan guna mencapai penyempurnaan pemahaman dalam penerapan CSR.

Hadi (2011:51) menyatakan bahwa pemicu adanya konsep tanggung jawab sosial pada tahun 1960an adalah:

1. Tanggung jawab sosial (social responsibility) muncul sebagai respon kesadaran etis dalam berbisnis (business ethic) secara personal pemilik modal (juragan), sehingga tanggung jawab sosial merupakan bentuk sikap derma yang ditujukan pada masyarakat sekitar (Nor Hadi, 2009).

2. Wujud tanggung jawab sosial (social responsibility) bersifat karitatif (charity activity) dan isedental, yang tergantung pada kondisi kesadaran dan keinginan pemodal. Bentuk apa, kapan, dan kepada siapa bantuan diberikan, sangat tergantung pada kemauan sang juragan (Wibisono Yusuf, 2007).

3. Tipe kontrak pelaksanaan yang mendasari tanggung jawab sosial (social responsibility) bersifat stewarship principle. Konsep tersebut mendudukkan pelaku bisnis (businessmen) sebagai steward (wali) masyarakat, sehingga perlu mempertimbangkan kepentingan para pemangku kepentingan (Solihin Ismail, 2008).

Menurut Carrol (1979) (dalam Solihin, 2011:21) komponen-komponen tanggung jawab sosial perusahaan dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:

1. Economic responsibilities. Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab ekonomi karena lembaga bisnis terdiri atas aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan.

2. Legal reponsibilities. Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan menaati hukum dan peraturan yang berlaku dimana hukum dan peraturan tersebut pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legislatif. Sebagai contoh, ketaatan perusahaan dalam membayar pajak, menaati undang-undang tenaga kerja, dan sebagainya merupakan tanggung jawab hukum perusahaan.

3. Ethical responsibilities. Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Menurut Eipstein (1989:584-584), etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai sebuah isu dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. Melalui pilihan nilai tersebut, individu atau organisasi akan memberikan penilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak, serta memiliki kegunaan (utilitas) atau tidak.

(5)

4. Discretionary responsibilities. Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan melalui berbagai program yang bersifat filantropis.

Perkembangan konsep CSR pada tahun 1990an sampai saat ini, dimulai pada tahun 1987 dengan diperkenalkannya konsep pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam laporan berjudul Our Common Future oleh The World Commission on Environment and

Development atau yang lebih dikenal dengan The Brundtland Comission yang mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai berikut: sustainable development is development that meets

the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs (Solihin, 2011:27). Konsep selanjutnya dikenal dengan The Triple Bottom Line yang dikemukakan oleh John Eklington pada tahun 1997 yang mengakui bahwa Jika perusahaan ingin sustain maka perlu memperhatikan 3P, yaitu bukan cuma profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people), dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Hadi, 2011:56).

The World Business Council for Sustainable Development atau yang dikenal dengan

Business Action for Sustainable Development menyatakan bahwa CSR adalah The continuing

commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life the workforce and their families as well as of the local community and society at large

(Solihin, 2011:28).

Crowther David (2008) (dalam Hadi, 2011:59) merumuskan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial sebagai berikut:

1. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas

(action)tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan.

2. Accountability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan.

3. Transparency, merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan.

Pengungkapan Corporate Social Responsibility

CSR merupakan upaya perusahaan dalam mewujudkan konsep Triple Bottom Line dimana dinyatakan jika suatu usaha ingin berkelanjutan harus memperhatikan tiga aspek yaitu profit, people (masyarakat), dan planet (lingkungan). Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 15 ayat (2b) telah dijelaskan bahwa Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengungkapan CSR dilaporkan dalam laporan tahunan dan atau dapat juga dilaporkan terpisah dalam laporan berkelanjutan (sustainability reporting). Pengungkapan CSR bukan hanya merupakan pengungkapan sukarela melainkan sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi pemerintah seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 66 ayat 2(c) yang dijelaskan bahwa laporan tahunan harus memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kerangka pelaporan GRI merupakan salah satu pedoman yang digunakan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan. Global Reporting Initiative (GRI) adalah lembaga yang mempromosikan standar yang diciptakan untuk memberi arahan bagi perusahaan-perusahaan dalam menerbitkan laporan keberlanjutan atau tanggung jawab sosialnya (www.csrindonesia.com). GRI telah didirikan sejak tahun 1997 yang dipelopori oleh United Nations Environment

Program. Kerangka pelaporan GRI memuat 79 item pengungkapan yang terdiri dari 9 indikator kinerja ekonomi, 30 indikator kinerja lingkungan, 14 indikator kinerja praktek

(6)

tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, 9 indikator kinerja hak asasi manusia, 8 indikator kinerja masyarakat, dan 9 indikator kinerja tanggung jawab produk.

Return on Asset (ROA)

Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba terhadap nilai total aset, serta mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional atas nilai aset yang dimiliki. Semakin tinggi nilai ROA, semakin baik kinerja perusahaan. Menurut Almilia et al. (2011), ada hubungan positif antara ROA dengan tingkat pengungkapan. Hubungan positif ini mengindikasikan bahwa profitabilitas perusahaan merupakan indikator pengelolaan manajemen perusahaan yang baik sehingga manajemen akan cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi ketika ada peningkatan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi ROA semakin meningkat kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas tanggung jawab sosial sehingga semakin luas pengungkapan CSR.

Ukuran Perusahaan

Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dapat lebih bertahan daripada perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil, karena semakin besar entitas, semakin besar pula sumber daya yang dimiliki entitas tersebut (Kamil dan Herusetya, 2012). Semakin besar sumber daya yang dimilki suatu perusahaan semakin luas pengungkapan tanggung jawab sosial yang harus dilakukan. Ukuran perusahaan sering diproksikan dari nilai total aset seperti penelitian Kamil dan Herusetya (2012), Almilia et al. (2011), Putra et al. (2011), Sudana dan Arlindania (2011), Novita dan Djakman (2008), sedangkan pada penelitian Anggraini (2006) memproksi ukuran perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar. Pada penelitian ini ukuran perusahaan diproksi dengan jumlah tenaga kerja seperti pada penelitian Pasaribu (2011), Yuliana et al. (2008), dan Sembiring (2005) dengan alasan bahwa perusahaan dengan jumlah sumber daya manusia atau tenaga kerja yang besar akan semakin rentan memperoleh tekanan atas tuntutan tanggung jawab sosial yang belum dipenuhi oleh perusahaan yang pada akhirnya mendorong perusahaan untuk lebih luas lagi dalam pengungkapan CSR demi keberlanjutan perusahaan.

Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA)

ISRA telah diselenggarakan sejak tahun 2005 oleh National Center for Sustainability

Reporting (NCSR). National Center for Sustainability Reporting (NCSR) adalah organisasi independen yang mengembangkan dan mempromosikan laporan CSR atau laporan keberlanjutan (Sustainability Report) di Indonesia (www.ncsr-id.org). NCSR dideklarasikan pada tanggal 23 Juni 2005 oleh 5 (lima) organisasi independen terkemuka yaitu Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM), Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Asosisasi Emiten Indonesia (AEI), dan Indonesia Netherlands Association (INA) (Almilia et al., 2011).

Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) adalah penghargaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah membuat pelaporan atas kegiatan yang menyangkut aspek lingkungan dan sosial disamping aspek ekonomi untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) perusahaan itu sendiri (www.ncsr-id.org). NCSR mendefinisikan tujuan ISRA sebagai berikut:

1. Memberikan pengakuan terhadap organisasi-organisasi yang melaporkan dan mempublikasikan informasi mengenai lingkungan, sosial, dan informasi keberlanjutan terintegrasi.

(7)

3. Meningkatkan akuntabilitas perusahaan dengan menekankan tanggungjawab terhadap pemangku kepentingan utama (key stakeholders).

4. Meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap transparansi dan pengungkapan. Profil Perusahaan

Profil perusahaan lebih dikenal dengan sebutan high profile atau low profile. Perusahaan yang termasuk high profile seringkali mendapat sorotan dari masyarakat karena kegiatan operasionalnya yang relatif lebih berdampak terhadap lingkungan. Adanya sorotan dari masyarakat akan mendorong perusahaan untuk lebih luas dalam pengungkapan CSR guna mendapatkan legitimasi masyarakat demi keberlanjutan usaha. Perusahaan yang termasuk

high profile bergerak dalam bidang perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, agrobisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan komunikasi, kesehatan, transportasi, dan pariwisata (Hasibuan, 2001; Henny dan Murtanto, 2001; Utomo, 2000; Hackston dan Milne, 1996; dalam Sembiring, 2005). Berbeda halnya dengan perusahaan low profile yang dikelompokkan dalam bidang bangunan, keuangan dan perbankan, supplier peralatan medis, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga (Sembiring, 2005).

Kategori Perusahaan

Kategori perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu perusahaan yang termasuk BUMN dan yang non BUMN. BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan tentang tujuan dari didirikannya BUMN bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Bentuk penerapan CSR untuk perusahaan BUMN juga telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Pengungkapan CSR oleh perusahaan BUMN bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial tetapi juga menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi pemerintah yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk perusahaan non BUMN dapat mengacu pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dalam Pasal 74 ayat (1) dijelaskan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Nilai Perusahaan

Nilai perusahaaan merupakan wujud atas kinerja suatu perusahaan. Kinerja perusahaan yang dimaksudkan bukan hanya kinerja ekonomi tetapi juga termasuk kinerja sosial dan lingkungan. Semakin tinggi kinerja perusahaan semakin baik nilai suatu perusahaan. Menurut Samuel (2000) (dalam Nurlela dan Islahuddin, 2008), enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Nilai perusahaan yang diproksi dengan Tobin’s Q tidak hanya sebatas menunjukkan nilai pasar ekuitas tetapi juga menunjukkan nilai buku atas total ekuitas dan total hutang. Pengungkapan CSR diharapkan dapat membentuk citra positif bagi perusahaan yang kemudian dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan.

(8)

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh ROA Terhadap Pengungkapan CSR.

Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba terhadap nilai total aset, serta mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional atas nilai aset yang dimiliki. Menurut Almilia et al. (2011), ada hubungan positif antara ROA dengan tingkat pengungkapan. Hubungan positif ini mengindikasikan bahwa profitabilitas perusahaan merupakan indikator pengelolaan manajemen perusahaan yang baik sehingga manajemen akan cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi ketika ada peningkatan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi ROA semakin meningkat kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas tanggung jawab sosial sehingga semakin luas pengungkapan CSR. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Almilia et al. (2011) dan Putra et al. (2011) yang membuktikan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Adapun penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil berlawanan yaitu penelitian Yuliana et al. (2008), Kamil dan Herusetya (2012) yang membuktikan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: ROA berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR.

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan CSR.

Menurut Kamil dan Herusetya (2012), perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dapat lebih bertahan daripada perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil, karena semakin besar entitas semakin besar pula sumber daya yang dimiliki entitas tersebut. Perusahaan dengan sumber daya manusia yang besar akan rentan disoroti terhadap tuntutan tanggung jawab sosial yang belum dipenuhi oleh perusahaan yang pada akhirnya mendorong perusahaan untuk lebih luas lagi dalam pengungkapan CSR demi keberlanjutan perusahaan. Ukuran perusahaan yang diproksikan dengan tenaga kerja dalam penelitian Pasaribu (2011) dan Sembiring (2005) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Adapun penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil berlawanan yaitu penelitian Yuliana et al. (2008) yang membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2: Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR.

Pengaruh Penganugerahan ISRA Terhadap Pengungkapan CSR.

Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) adalah penghargaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah membuat pelaporan atas kegiatan yang menyangkut aspek lingkungan dan sosial disamping aspek ekonomi untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) perusahaan itu sendiri (www.ncsr-id.org). Salah satu tujuan dari adanya ISRA adalah untuk memberikan pengakuan terhadap perusahaan yang telah mempublikasikan pelaksanaan tanggungjawab sosial yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan menjadi lebih baik. Pada penelitian Almilia et al. (2011) menunjukkan dua hasil penelitian yang berbeda yaitu pada ukuran perusahaan penerima ISRA terbukti lebih tinggi daripada ukuran perusahaan yang tidak menerima ISRA, sedangkan pada ROA atau ROE penerima ISRA terbukti tidak lebih tinggi daripada ROA atau ROE perusahaan yang tidak menerima ISRA. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

(9)

H3: Penganugerahan ISRA berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR.

Pengaruh Profil Perusahaan Terhadap Pengungkapan CSR.

Profil perusahaan dibedakan menjadi high profile dan low profile. Perusahaan yang termasuk high profile bergerak dalam bidang perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, agrobisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan komunikasi, kesehatan, transportasi, dan pariwisata (Hasibuan, 2001; Henny dan Murtanto, 2001; Utomo, 2000; Hackston dan Milne, 1996; dalam Sembiring, 2005). Berbeda halnya dengan perusahaan low profile yang dikelompokkan dalam bidang bangunan, keuangan dan perbankan, supplier peralatan medis, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga (Sembiring, 2005). Perusahaan yang termasuk high profile akan cenderung mengungkapkan tanggung jawab sosial yang lebih luas karena aktivitasnya yang lebih rentan bersinggungan dengan lingkungan, terbukti dalam penelitian Terzaghi (2012), Anggraini (2006), Sembiring (2005), Novita dan Djakman (2008), dan Yuliana et al. (2008) yang membuktikan bahwa profil perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Adapun penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil berlawanan yaitu penelitian Murwaningsari (2009) yang membuktikan bahwa profil perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H4: Profil Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR.

Pengaruh Kategori Perusahaan Terhadap Pengungkapan CSR.

Kategori perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu perusahaan yang termasuk BUMN dan yang tidak termasuk BUMN. Perusahaan perseroan terbatas dapat dikategorikan menjadi BUMN jika seluruh atau minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara. Adapun regulasi pemerintah yang terkait dengan pengungkapan CSR untuk perusahaan BUMN terdapat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2007. Dengan adanya regulasi pemerintah tersebut, perusahaan BUMN diharapkan dapat meningkatkan luasnya pengungkapan CSR sebagai wujud kepatuhan terhadap regulasi tersebut dan sebagai bentuk percontohan untuk perusahaan non BUMN. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Rakhmawati dan Syafruddin (2011) yang membuktikan bahwa kategori perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Adapun penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil berlawanan yaitu penelitian Novita dan Djakman (2008) yang membuktikan bahwa kategori perusahaan (BUMN atau non BUMN) tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H5: Kategori Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR.

Pengaruh Pengungkapan CSR Terhadap Nilai Perusahaan.

CSR merupakan upaya perusahaan dalam mewujudkan konsep Triple Bottom Line dimana dinyatakan jika suatu usaha ingin berkelanjutan harus memperhatikan tiga aspek yaitu profit, people (masyarakat), dan planet (lingkungan). Selain itu, pelaksanaan CSR juga merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan legitimasi masyarakat demi keberlanjutan perusahaan seperti pendapat Hadi (2011:87) yang menyatakan bahwa legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Pada saat ini, investor tidak hanya menilai kinerja perusahaan berdasarkan laporan keuangan atau bagaimana perusahaan memperoleh laba melainkan menilai laporan tahunan secara keseluruhan yang didalamnya juga memuat laporan pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Oleh karena itu, pengungkapan CSR diharapkan dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan seperti pada penelitian Murwaningsih (2009) yang membuktikan

(10)

bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sebaliknya, penelitian Nurlela dan Islahuddin (2008) membuktikan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sementara, penelitian Susliyanti (2007) menunjukkan dua hasil yang berbeda, pada model pertama membuktikan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan sedangkan pada model kedua membuktikan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh signifikan tetapi arah hubungannya negatif terhadap nilai perusahaan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H6: Pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur periode 2009-2011. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria tertentu, yaitu: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI secara berturut-turut selama periode 2009-2011, (2) Menerbitkan laporan tahunan lengkap beserta laporan keuangan tahunan yang disajikan dalam mata uang Rupiah secara berturut-turut selama periode penelitian, (3) Mempunyai data lengkap terkait dengan penelitian.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen

a. ROA

Return on Asset(ROA) sebagai salah satu rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba terhadap nilai total aset, serta mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional atas nilai aset yang dimiliki. Semakin tinggi nilai ROA semakin baik bagi perusahaan, demikian pula sebaliknya. Mengacu pada penelitian Almilia et al. (2011), ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:

Earning after interest and tax

ROA = ---Total aset

b. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan didefinisikan sebagai suatu skala yang mengklasifikasikan besar kecilnya suatu perusahaan. Ukuran perusahaan diproksikan dengan jumlah tenaga kerja seperti pada penelitian Pasaribu (2011), Yuliana et al. (2008), dan Sembiring (2005). Ukuran perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ukuran Perusahaan = LN Jumlah tenaga kerja c. Penganugerahan ISRA

Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) adalah penghargaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah membuat pelaporan atas kegiatan yang menyangkut aspek lingkungan dan sosial disamping aspek ekonomi untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) perusahaan itu sendiri (www.ncsr-id.org). Penganugerahan ISRA diproksi dengan menggunakan variabel dummy berdasarkan kategori:

(11)

Angka 0 = Perusahaan yang tidak menerima penganugerahan ISRA Angka 1 = Perusahaan yang menerima penganugerahan ISRA d. Profil Perusahaan

Profil perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan high profile dan low profile. Perusahaan yang termasuk high profile bergerak dalam bidang perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, agrobisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan komunikasi, kesehatan, transportasi, dan pariwisata (Hasibuan, 2001; Henny dan Murtanto, 2001; Utomo, 2000; Hackston dan Milne, 1996; dalam Sembiring, 2005). Untuk perusahaan low profile dikelompokkan dalam bidang bangunan, keuangan dan perbankan, supplier peralatan medis, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga (Sembiring, 2005). Profil perusahaan diproksi menggunakan variabel dummy dengan kategori:

Angka 0 = Perusahaan yang termasuk low profile Angka 1 = Perusahaan yang termasuk high profile e. Kategori Perusahaan

Kategori perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu perusahaan yang tergolong BUMN dan non BUMN. Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan tentang tujuan dari didirikannya BUMN bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Bentuk penerapan CSR untuk perusahaan BUMN juga telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Untuk perusahaan non BUMN dapat mengacu pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dalam Pasal 74 ayat (1) dijelaskan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perusahaan perseroan terbatas dapat dikategorikan menjadi BUMN jika seluruh atau minimal 51 % sahamnya dimiliki oleh negara. Kategori perusahaan diproksi menggunakan variabel dummy dengan kategori:

Angka 0 = Perusahaan yang tidak termasuk kategori BUMN Angka 1 = Perusahaan yang termasuk kategori BUMN f. Pengungkapan CSR

Pengungkapan CSR merupakan pengungkapan yang berkaitan dengan aktivitas tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan diungkap dalam laporan berkelanjutan atau laporan tahunan suatu perusahaan. Pedoman yang digunakan untuk mengukur aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan adalah Global Reporting Initiative (GRI) versi 3.0 yang memuat 79 item pengungkapan CSR. Mengacu pada penelitian Sudana dan Arlindania (2011), pengungkapan CSR diproksi dengan rumusan sebagai berikut:

ΣXij

CSRDij = ---Jumlah item pengungkapan

(12)

dalam hal ini:

CSRDij = Corporate social responsibility disclosure indeks perusahaan j

Xij = Variebel dummy, yaitu angka 0 jika item i perusahaan j tidak diungkapkan dan angka 1 jika item i perusahaan j diungkapkan

Jumlah item pengungkapan = 79 item pengungkapan berdasarkan GRI versi 3.0 g. Nilai perusahaaan

Nilai perusahaaan merupakan wujud atas kinerja suatu perusahaan yang meliputi kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Mengacu pada penelitian Nurelela dan Islahuddin (2008), nilai perusahaan diproksi dengan menggunakan Tobin’s Q yang dirumuskan sebagai berikut:

(EMV + D) q =

---(EBV + D) dalam hal ini:

q = Nilai perusahaan

EMV = Equity market value atau Nilai pasar ekuitas

(EMV = closing price x jumlah saham yang beredar) EBV = Equity book value atau Nilai buku dari total aset D = Nilai buku dari total hutang

Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian akan diuji dengan dua persamaan regresi yang berbeda, yaitu : (1) CSRD = α + β1ROA + β2Size+ β3ISRA + β4Profil + β5Kategori + е

(2) TOBINSQ = α + βCSRD + е dalam hal ini:

CSRD : Corporate social responsibility disclosure ROA : Return on asset

Size : Ukuran perusahaan ISRA : Penganugerahan ISRA Profil : Profil perusahaan Kategori : Kategori perusahaan TOBINSQ : Nilai perusahaan α : Konstanta

β1- β5 : Koefisien regresi

e : Error

Model pengujian pertama digunakan untuk menguji apakah ROA, ukuran perusahaan, penganugerahan ISRA, profil perusahaan, dan kategori perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR (H1, H2, H3,H4 dan H5). Model pengujian kedua

digunakan untuk menguji apakah pengungkapan CSR berpengauh terhadap nilai perusahaan (H6).

(13)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif

Tabel 1 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ROA 162 -,7558 ,4162 ,082478 ,1368053 SIZE 162 3,9890 12,0359 7,581489 1,5778876 ISRA 162 0 1 ,04 ,204 PROFIL 162 0 1 ,54 ,500 KATEGORI 162 0 1 ,06 ,230 CSRD 162 ,1266 ,4810 ,236047 ,0713881 TOBINS_Q 162 ,4345 9,7761 1,344041 1,4090110 Valid N (listwise) 162

Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa nilai minimum ROA sebesar -0,7558 yang merupakan nilai ROA perusahaan Alam Karya Unggul (AKKU) pada tahun 2011, sedangkan nilai maksimum sebesar 0,4162 dimiliki oleh perusahaan Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP) pada tahun 2011. Nilai rata-rata ROA untuk 162 pengamatan sebesar 0,082478 dengan standar deviasi sebesar 0,1368053.

Ukuran perusahaan (SIZE) mempunyai nilai minimum sebesar 3,9890 yang merupakan nilai SIZE perusahaan Alam Karya Unggul (AKKU) pada tahun 2011, sedangkan nilai maksimum sebesar 12,0359 dimiliki oleh perusahaan Astra International (ASII) pada tahun 2011. Nilai rata-rata SIZE untuk 162 pengamatan sebesar 7,581489 dengan standar deviasi sebesar 1,5778876.

Penganugerahan ISRA diproksi dengan menggunakan variabel dummy, oleh karena itu mempunyai nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata ISRA untuk 162 pengamatan sebesar 0,04 dengan standar deviasi sebesar 0,204.

Profil perusahaan diproksi dengan menggunakan variabel dummy, oleh karena itu mempunyai nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata profil untuk 162 pengamatan sebesar 0,54 dengan standar deviasi sebesar 0,500.

Kategori perusahaan diproksi dengan menggunakan variabel dummy, oleh karena itu mempunyai nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata kategori untuk 162 pengamatan sebesar 0,06 dengan standar deviasi sebesar 0,230.

Pengungkapan CSR (CSRD) mempunyai nilai minimum sebesar 0,1266 yang merupakan nilai CSRD perusahaan Kertas Basuki Rachmat Indonesia (KBRI) pada tahun 2010 dan 2011, sedangkan nilai maksimum sebesar 0,4810 dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik (SMGR) pada tahun 2009. Nilai rata-rata CSRD untuk 162 pengamatan sebesar 0,236047 dengan standar deviasi sebesar 0,0713881.

Nilai perusahaan (TOBINSQ) mempunyai nilai minimum sebesar 0,4345 yang merupakan nilai TOBINSQ perusahaan Kedawung Setia Industrial (KDSI) pada tahun 2009, sedangkan nilai maksimum sebesar 9,7761 dimiliki oleh perusahaan Unilever Indonesia (UNVR) pada tahun 2010. Nilai rata-rata TOBINSQ untuk 162 pengamatan sebesar 1,344041 dengan standar deviasi sebesar 1,4090110.

(14)

Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas.Hasil uji normalitas model 1 dengan menggunakan analisis statistik non-parametrik Kolmonogrov-Smirnov (K-S) menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,024<0,05 yang berarti data residual tidak terdistribusi normal. Pada model 2 hasil uji normalitas tidak jauh berbeda dengan model 1 yaitu menunjukkan bahwa nilai Asymp.

Sig. (2-tailed)sebesar 0,000<0,05 yang berarti data residual tidak terdistribusi normal. Untuk mengatasi masalah ketidaknormalan data residual tersebut, peneliti menerapkan persamaan semilog pada model regresi 1 yaitu dengan mengubah variabel dependen ke dalam bentuk logaritma natural. Untuk model 2, peneliti mentransformasikan variabel dependen dan independen ke dalam bentuk inverse (1/x). Hasil uji normalitas sesudah transformasi dengan menggunakan analisis statistik non-parametrik Kolmonogrov-Smirnov (K-S) pada model 1 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,359>0,05 yang berarti data residual terdistribusi normal. Untuk model 2, hasil uji normalitas sesudah transformasi menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,237>0,05 yang berarti data residual terdistribusi normal.

b. Uji Multikolonieritas. Hasil uji multikolonieritas model 1 menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang memiliki nilai tolerance<0,10 dan nilai VIF (variance

inflation factor)>10 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari gangguan multikolonieritas. Pada model 2 hanya terdapat satu variabel bebas, oleh karena itu tidak diperlukan uji multikolonieritas.

c. Uji Heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas model 1 diperoleh nilai ESS (Explained Sum of Square) sebesar 12,7929 (R2*TSS=0,046*278,106). Dengan demikian, nilai X2

hitung sebesar 6,3964 (ESS/2) kurang dari X2 tabel (9,4876) sehingga dapat disimpulkan

bahwa model regresi homoskedastisitas atau tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Untuk model 2, hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,334>0,05 yang berarti bahwa model regresi homoskedastisitas atau tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi. Hasil uji autokorelasi model 1 diperoleh nilai X2 hitung sebesar

59,248 (161*0,368) kurang dari X2tabel (191,6068) sehingga dapat disimpulkan bahwa model

regresi bebas dari gangguan autokorelasi. Untuk model 2, hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai X2hitung sebesar 40,894 (161*0,254) kurang dari X2tabel (191,6068) yang

berarti bahwa model regresi bebas dari gangguan autokorelasi. persamaan regresi bentuk ploting hampir, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.

Uji Hipotesis

Pengujian Hipotesis 1, 2, 3, 4 dan 5

Model pengujian pertama digunakan untuk menjawab hipotesis 1, 2, 3, 4 dan 5, serta untuk mengetahui apakah variabel ROA, ukuran perusahaan, penganugerahan ISRA, profil perusahaan, dan kategori perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

(15)

Tabel 2 Analisis Regresi

Model 1

CSRD = α + β1ROA + β2Size + β3ISRA + β4Profil + β5Kategori + е

Nilai Adjusted R2 model 1 sebesar 0,144 yang berarti bahwa variabel pengungkapan

CSR dapat dijelaskan oleh variabel karakteristik perusahaan hanya sebesar 14,4% dan sisanya sebesar 85,6% dijelaskan oleh variasi variabel independen di luar model. Secara simultan karakteristik perusahaan yang terdiri dari ROA, ukuran perusahaan, penganugerahan ISRA, profil perusahaan, dan kategori perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dengan nilai signifikan sebesar 0,000.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda model 1 pada tabel 2, ROA terbukti berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dengan nilai signifikan sebesar 0,011 (Sig.<0,05) serta memiliki hubungan yang searah dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,404. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Almilia et al. (2011) dan Putra et al. (2011) yang membuktikan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi ROA semakin meningkat aktivitas tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sehingga semakin luas pengungkapan CSR. Hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan Almilia et al. (2011) bahwa ada hubungan positif antara ROA dengan tingkat pengungkapan. Hubungan positif ini mengindikasikan bahwa profitabilitas perusahaan merupakan indikator pengelolaan manajemen perusahaan yang baik sehingga manajemen akan cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi ketika ada peningkatan profitabilitas perusahaan. Dengan demikian, hasil penelitian yang membuktikan bahwa ROA berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR mendukung rumusan hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR (H1diterima).

Ukuran perusahaan (SIZE) terbukti berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dengan nilai signifikan sebesar 0,035 (Sig.<0,05) serta memiliki hubungan yang searah dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,032. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Pasaribu (2011) dan Sembiring (2005) yang juga membuktikan bahwa ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja semakin meningkat aktivitas tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sehingga semakin luas pengungkapan CSR. Hasil penelitian ini mendukung teori stakeholder dimana tenaga kerja merupakan inside stakeholder. Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memperhatikan manfaat bagi stakeholdernya (Terzaghi, 2012). Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan Gray (1994:53) (dalam Terzaghi, 2012) bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. CSR merupakan aktivitas

Model

Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig. B Std. Error Beta (Constant) -1,717 ,106 -16,257 ,000 ROA ,404 ,158 ,201 2,559 ,011 SIZE ,032 ,015 ,183 2,132 ,035 ISRA ,099 ,108 .,073 ,909 ,365 PROFIL -,108 ,043 -,197 -2,218 ,013 KATEGORI ,220 ,090 ,184 2,453 ,015 Dependent Variable: CSRD

(16)

perusahaan yang dapat memberikan manfaat terhadap stakeholdernya serta merupakan salah satu cara untuk mencari dukungan stakeholder demi keberlanjutan perusahaan. Dengan demikian, hasil penelitian yang membuktikan bahwa ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR mendukung rumusan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR (H2diterima).

Penganugerahan ISRA terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dengan nilai signifikan sebesar 0,365 (Sig.>0,05) serta memiliki hubungan yang searah dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,099. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Almilia et al. (2011) yang membuktikan bahwa ROA atau ROE penerima ISRA terbukti tidak lebih tinggi daripada ROA atau ROE perusahaan yang tidak menerima ISRA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penganugerahan ISRA yang bertujuan memberikan pengakuan kepada perusahaan yang telah mempublikasikan pelaksanaan tanggung jawab sosial tidak terbukti berpengaruh guna meningkatkan pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini dapat disebabkan karena pengungkapan CSR merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan dimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 15 ayat (2b) bahwa Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, serta dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 ayat (1) juga dijelaskan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, dengan atau tanpa adanya penganugerahan ISRA perusahaan tetap mengungkapakan aktivitas tanggung jawab sosialnya. Dengan demikian, hasil penelitian yang membuktikan bahwa penganugerahan ISRA tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR tidak mendukung rumusan hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa penganugerahan ISRA berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR (H3

ditolak).

Profil perusahaan terbukti berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dengan nilai signifikan sebesar 0,013 (Sig.<0,05) serta memiliki hubungan yang tidak searah dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,108. Dari segi arah hubungan, hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian Terzaghi (2012), Anggraini (2006), Sembiring (2005), dan Yuliana et al. (2008) yang membuktikan bahwa profil perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Pada penelitian ini arah dari profil perusahaan berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan

low profile cenderung lebih luas dalam mengungkapkan aktivitas CSRnya. Hal ini dapat disebabkan karena pengungkapan CSR indikator kinerja lingkungan perusahaan high profile tidak lebih luas dari perusahaan low profile. Perusahaan high profile seharusnya lebih luas dalam mengungkapkan kinerja lingkungannya dikarenakan aktivitas perusahaan high profile lebih beresiko terhadap lingkungan. Dengan demikian, hasil penelitian yang membuktikan bahwa profil perusahaan berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR tidak mendukung rumusan hipotesis keempat yang menyatakan bahwa profil perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR (H4ditolak).

Kategori perusahaan terbukti berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dengan nilai signifikan sebesar 0,015 (Sig.<0,05) serta memiliki hubungan yang searah dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,220. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Rakhmawati dan Syafruddin (2011) yang membuktikan bahwa kategori perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang termasuk kategori BUMN dalam sektor manufaktur cenderung mengungkapkan CSR daripada perusahaan yang tidak termasuk kategori BUMN. Selain itu,

(17)

hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa regulasi pemerintah terkait dengan pengungkapan CSR untuk perusahaan BUMN yang terdapat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2007 terbukti efektif dalam mendorong pengungkapan CSR. Dengan demikian, hasil penelitian yang membuktikan bahwa kategori perusahaan terbukti berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR mendukung rumusan hipotesis kelima yang menyatakan bahwa kategori perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR (H5diterima).

Pengujian Hipotesis 6

Model pengujian kedua digunakan untuk menjawab hipotesis 6 serta untuk mengetahui apakah variabel pengungkapan CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Tabel 3 Analisis Regresi

Model 2

TOBINSQ = α + βCSRD + е

Nilai Adjusted R2model 2 sebesar 0,084 yang berarti bahwa variabel nilai perusahaan

dapat dijelaskan oleh variabel pengungkapan CSR hanya sebesar 8,4% dan sisanya sebesar 91,6% dijelaskan oleh variasi variabel independen di luar model.

Berdasarkan hasil analisis regresi model 2 pada tabel 3, pengungkapan CSR terbukti berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (Sig.<0,05) serta memiliki hubungan yang searah dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,155. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Murwaningsih (2009) yang juga membuktikan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya luas pengungkapan CSR maka dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung konsep Triple Bottom Line dimana dinyatakan jika suatu usaha ingin berkelanjutan harus memperhatikan tiga aspek yaitu profit, people (masyarakat), dan planet (lingkungan) yang dapat diwujudkan melalui aktivitas CSR. Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung teori legitimasi bahwa legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan (Hadi, 2011:87). Legitimasi masyarakat dapat diperoleh salah satunya melalui aktivitas CSR. Dengan demikian, hasil penelitian yang membuktikan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan mendukung rumusan hipotesis keenam yang menyatakan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (H6diterima).

SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) Secara simultan karakteristik perusahaan yang terdiri dari ROA, ukuran perusahaan, penganugerahan ISRA, profil perusahaan, dan kategori perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR; (2) Secara parsial ROA, ukuran perusahaan, profil

Model

Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig. B Std. Error Beta

(Constant) ,496 ,185 2,679 ,008

INVCSRD ,155 ,039 ,299 3,961 ,000

(18)

perusahaan, dan kategori perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR sedangkan penganugerahan ISRA tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR; (3) Pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

Keterbatasan

Pada penelitian ini nilai adjusted R2 relatif rendah yaitu pada model 1 sebesar 14,4%

dan model 2 sebesar 8,4%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel dependen lebih banyak dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model. Untuk penelitian selanjutnya, dapat memperluas cakupan variabel independen serta dapat menggunakan obyek penelitian yang berbeda seperti perusahaan yang termasuk dalam sektor primer (pertanian dan pertambangan) yang aktivitasnya juga relatif bersinggungan dengan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, L.S., N.H.U. Dewi, dan V.H.I. Hartono. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Dampaknya Terhadap Kinerja Keuangan

dan Ukuran Perusahaan. Fokus Ekonomi 10 (1): 50-68.

Anggraini, Fr.R.R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta).

Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. 23-26 Agustus.

CSR Indonesia. http://www.csrindonesia.com/glos.php. 11 Oktober 2012 (11:35).

Febrina dan I.G.N.A. Suaryana. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh. 20-23 Juli.

Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro. Semarang.

Global Reporting Initiative. http://www.globalreporting.org/information/about-gri/what-is-GRI/Pages/default.aspx.11 Oktober 2012 (13:42).

Hadi, N. 2011. Corporate Social Responsibility. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Indonesia Sustainability Reporting Awards. http://www/isra.ncsr-id.org/sample-page/about-isra. 11 Oktober (15:10).

Kamil, A. dan A. Herusetya. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Kegiatan Corporate Social Responsibility. Media Riset Akuntansi 2 (1): 1-17. Murwaningsari, E. 2009. Hubungan Corporate Governance, Corporate Social Responsibilities, dan

Corporate Financial Performance dalam Satu Continuum. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 11 (1): 30-41.

Nurlela, R. dan Islahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating.

Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak. 23-26 Juli.

Novita dan C.D. Djakman. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikann Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan: Studi empiris pada Perusahaan publik yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak. 23-26 Juli.

Pasaribu, H. 2011. Karakteristik Perusahaan dan Komitmen Berpengaruh Terhadap Corporate

Social Responsibility. Jurnal Akuntabilitas10 (2): 262-278.

Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05 Tahun 2007 Program Kemitraan Badan Usaha

(19)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan Perseroan Terbatas. 4 April 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 89. Jakarta.

Putra, W.E., Yuliusman, dan D. Setiawan. 2011. Pengaruh Size, Profitabilitas, Leverage, Kepemilikan Dalam Negeri dan Kepemilikan Asing Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jurnal penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora 13 (2): 37-48.

Rakhmawati, D. dan M. Syafruddin. 2011. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Perusahaan BUMN dan non BUMN terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) pada perusahaan di BEI tahun 2009. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sembiring, E.R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Simposium

Akuntansi Nasional VIII Solo. 15-16 September: 379-395.

Solihin, I. 2011. Corporate Social Responsibility: from Charity to Sustainability. Salemba Empat. Jakarta.

Sudana, I.M. dan P.A. Arlindania. 2011. Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate

Social Responsibility pada Perusahaan Go-Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal

Manajemen teori dan Terapan4 (1): 37-49.

Suliyanto. 2011. Ekonomi Terapan-Teori dan Aplikasi dengan SPSS. ANDI. Yogyakarta.

Susliyanti, E.D. 2007. Keterkaitan antara Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kinerja dan Nilai Perusahaan. Jurnal Wahana Akuntansi 2 (2): 113-131.

Terzaghi, M.T. 2012. Pengaruh Earning Management dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi 2 (1): 31-47. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara. 19

Juni 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70. Jakarta.

Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal. 26 April 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67. Jakarta.

Nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas. 16 Agustus 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106. Jakarta.

Gambar

Tabel 1 Statistik Deskriptif
Tabel 2 Analisis Regresi
Tabel 3 Analisis Regresi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik yang tepat guna menunjang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat (Solanum lycopersicum L.)

Adsorpsi asam humat pada permukaan padatan merupakan proses yang kompleks yang tergantung pada sifat permukaan zeolit alam dan sifat larutan asam humat itu

Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang apakah E-WOM dari produk sepatu Nike dapat mempengaruhi Brand Image dan Purchase Intention konsumen terhadap

Dari sisi sistem yang dibutuhkan adalah database karena semua aplikasi web yang akan dibuat semua terhubung ke database dan akan melakukan tiga tahap yaitu input,

Tujuan mempelajari sistem purifikasi reaktor RDE tipe HTR-10 adalah untuk mempelajari aliran limbah yang ditimbulkan dari sistem purifikasi helium ini seperti timbulnya

Pada grafik cosθ = -0.20 (Gambar 4.7) dapat dilihat bahwa diantara tujuh plot yang mewakili penonaktifan satu resonans hyperon, plot tanpa resonans hyperon Λ(1800)S 01

Oleh sebab itu saya sepekat bahwa dalam negara demokrasi yang multikultural seperti Indonesia identitas kewarganegaraan bukanlah “satu identitas di antara banyak identitas” atau