• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I b M) I b M Songket Jinengdalem Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I b M) I b M Songket Jinengdalem Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I

b

M)

IbM Songket Jinengdalem

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Oleh:

I Made Pradana Adiputra,SE,SH,M.Si, 0009117307 Ketua Tim Pengusul Gede Putu Agus Jana Susila, SE.,MBA, 0031088203 Anggota Tim Pengusul I Gd Mahendra Darmawiguna, S.Kom, M.Sc, 0004018502 Anggota Tim Pengusul

Dibiayai Oleh:

Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan

Program Pengabdian Kepada Masyarakat Nomor : 383/UN48.15/LPM/2014

Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Pendidikan Ganesha

(2)
(3)

iii

RINGKASAN

Songket merupakan jenis kain hasil tenunan tradisional yang setiap daerah memiliki ciri khas dan corak sendiri, tak terkecuali songket Bali. Sampai saat ini songket Bali yang sangat dikenal oleh masyarakat luas baik dalam dan luar negeri adalah yang dihasilkan oleh Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Karangasem, sedangkan songket yang dihasilkan oleh Kabupaten Buleleng kalah bersaing di pasaran karena disebabkan desain motif, produksi dan pola pemasaran dan promosi yang lebih baik secara kualitas dan kuantitas.

Desa Jinengdalem oleh beberapa masyarakat Bali khususnya masyarakat Buleleng mengenalnya sebagai desa penghasil kerajinan tenun songket yang sangat dikenal. Harga bahan yang terus naik, sementara harga songket yang terus menurun sehingga minat pengrajin songket di desa ini untuk menggeluti usaha tersebut juga ikut menurun.tak adanya pola produksi dan pemasaran produksi songket yang efektif dan rendahnya harga jual tenun songket sebagai bagian dari kurang pahamnya manajemen produksi dan perencanaan bisnis pengrajin turut berkontribusi akan turunnya produksi songket.

Dengan tujuan dan metode kegiatan IbM yang telah dibuat maka telah dilaksanakan kegiatan pengabdian yaitu pembentukan pola kemitraan pengrajin dengan pemerintah daerah melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Propinsi/Kabupaten dengan dibuatnya sentra industri songket Jinengdalem, pemberdayaan pengrajin tenun songket melalui penguatan pemasaran produksi tenun songket melalui dibuatnya media informasi dan teknologi web songket Jinengdalem, pendampingan dan pelatihan perencanaan bisnis usaha tenun songket kepada para pengrajin melalui penyusunan buku panduan perencanaan bisnis, pendampingan dan pelatihan pembukuan (akuntansi) sederhana bagi para pengrajin dengan disusunnya buku pembukuan (akuntansi) sesderhana dan melakukan penyusunan Buku Profil “Songket Jinengdalem”.

Kata Kunci : Songket Jinengdalem, Pola Kemitraan, Perencanaan Bisnis, Pembukuan Sederhana, Web Songket, Buku Profil

(4)

iv

PRAKATA

Puji syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa/Hyang Widhi sehingga laporan kemajuan Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) judul “IbM Songket Jinengdalem” dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai waktu yang telah ditentukan. Laporan kemajuan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kelompok pelaksana IbM yang telah diberi kesempatan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat DIKTI melalui Lembaga Pengabdian Masyarakat Undiksha dalam melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) bagi para pengrajin songket di Desa Jinengdalem Kabupaten Buleleng.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat DIKTI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RImelalui Lembaga Pengabdian Masyarakat Undiksha atas bantuan dananya sekaligus ucapan terimakasih untuk Kelompok Pengrajin Songket Desa Jinengdalem yang telah menjadi mitra baik serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan kegiatan IbM ini. Semoga bermanfaat dan terimakasih.

(5)

v DAFTAR ISI Halaman Judul……….. i Lembar Pengesahan……….. ii Ringkasan……….. iii Prakata………... iv Daftar Isi……… v Bab 1. Pendahuluan ………. 1 1.1. Analisis Situasi ……….. 1 1.2. Permasalahan Mitra ……….. 5

Bab 2. Target dan Luaran ……… 10

2.1. Target ……… 10

2.2. Luaran ………... 10

Bab 3. Metode Pelaksanaan ………. 11

Bab 4. Hasil dan Pembahasan ……….. 13

4.1. Hasil Kegiatan ………... 13 4.2. Pembahasan Kegiatan ……… 14 Bab 5. Penutup ………. 18 5.1. Kesimpulan ………. 18 5.2. Saran ……….. 18 Daftar Pustaka Lampiran : 1. Kegiatan Pendampingan dan Pelatihan ………. 21

2. Pola Kemitraan Sentra Industri Songket ………... 24

3. Bahan Baku ……… 25

4. Web Songket Jinengdalem ……… 26

5. Panduan Perencanaan Bisnis Songket ………... 27

6. Panduan Pembukuan Sederhana Pengrajin Songket ………. 41

(6)

1 BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Analisis Situasi

Songket merupakan jenis kain hasil tenunan tradisional yang setiap daerah memiliki ciri khas dan corak sendiri, tak terkecuali songket Bali. Di Bali terdapat beberapa daerah pengerajin kain songket, diantaranya adalah Kabupaten Karangasem, Klungkung dan Buleleng.Sekitar akhir tahuan 1990an sampai awal tahun 2000an permintaan kain songket sedang tinggi-tingginya, sehingga pilihan sebagian besar masyarakat beralih menjadi pengerajin kain tenun karena upah dan penghasilan yang diterima lumayan tinggi untuk kerja rumahan.

Corak dan motif songket Bali terus berinovasi dari tahun ke tahun seiring dengan pesatnya permintaan pasar dan sumber daya manusia (SDM) yang semakin berkembang. Selain untuk kebutuhan pasar lokal, songket Bali juga terkenal sampai ke mancanegara sehingga menjadi komuditas ekspor.Geliat permintaan pasar untuk songket Bali naik lagi diawal tahun 2010 ditandai dengan mulai bermunculannya pengerajin songket yang terus meningkat.

Sampai saat ini songket Bali yang sangat dikenal oleh masyarakat luas baik dalam dan luar negeri adalah yang dihasilkan oleh Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Karangasem, sedangkan songket yang dihasilkan oleh Kabupaten Buleleng kalah bersaing di pasaran karena disebabkan desain motif, produksi dan pola pemasaran dan promosi yang lebih baik secara kualitas dan kuantitas. Berikut ini beberapa contoh desain motif dari 3 (tiga) kabupaten tersebut :

Ganbar 1. Tenun Kabupaten Klungkung

(7)

2 Gambar 2. Tenun Kabupaten Karangasem

Tenun Songket Benang Sutra Tenun Songket Benang Emas

Gambar 3. Tenun Kabupaten Buleleng

Tenun Songket Benang Sutra Tenun Songket Benang Emas

Desa Jinengdalem oleh beberapa masyarakat Bali khususnya masyarakat Buleleng mengenalnya sebagai desa penghasil kerajinan tenun songket yang sangat dikenal selain beberapa desa lainnya di Bali seperti Desa Beratan, Desa Kalianget dan Desa Petemon. Khusus Desa Kalianget dan Desa Petemon lebih berfokus pada penghasil tenun endek sedangkan Desa Beratan sebagai penghasil tenun songket yang menurut sejarah para pengrajinnya adalah masyarakat yang dulunya berasal dari Desa Jinengdalem yang akhirnya menetap di Desa Beratan.

Kain songket yang diproduksi di Desa Jinangdalem tetap eksis dan mampu bersaing di pasaran. Meski persaingan makin ketat, kain songket yang diproduksi di daerah tersebut, tetap dicari konsumen. Kondisi ini tentu saja menyebabkan kualitas kain songket menjadi hal yang amat penting. Untuk itu, pengrajin songket di Desa

(8)

3 Jinengdalem tetap mengutamakan kualitas produk yang akan dijual. Desain motif songket di masing-masing kabupaten penghasil kain songket, pada dasarnya memang tidak bisa disamakan karena hal tersebut merupakan ciri khas dan keunggulan setiap kabupaten. Para pengrajin di Desa Jinengdalem mengakui bahwa mereka merasa tidak akan kalah bersaing dengan pengrajin dari kabupten lainnya karena produksi tenun songket khas Desa Jinengdalem memiliki motifnya sendiri (khas Buleleng) dan tidak mungkin akan disamakan dengan motif di luar Kabupaten Buleleng. Mereka menyatakan tidak takut akan pengakuan desain motif karena mereka yakin bahwa hanya mereka yang bisa membuat desain motif khas Bali Utara. Pilihan produk ada pada konsumsen, motif yang mana yang menjadi pihan atau selera mereka.

Saat ini jumlah pengrajin tenin songket di Desa Jinengdalem sebanyak kurang lebih 70 pengrajin. Dari sekian banyak pengrajin kain songket di Desa Jinengdalem yang masih bertahan sampai saat ini adalah pengrajin Ketut Sriponi dan Ketut Suami. Mereka adalah pengrajin sekaligus pengepul kain songket. Ketut Sriponi memiliki 10 anggota pengrajin sedangkan Ketut Suami memiliki anggota 3 pengrajin. Perbedaan keduanya adalah apabila Ketut Sriponi masih cukup lancar menjalankan usahanya dengan tetap melakukan proses produksi tenun dengan inisiatifnya melakukan pemasaran sendiri ke pembeli, sementara Ketut Suami dapat dikatakan macet proses produksinya hanya mengandalkan pesanan atau pemberian order penyelesaian kain songket dari Ketut Sriponi. Apabila tidak ada pesanan maka Ketut Suami dan pengrajin-pengrajinnya akan kembali menjadi ibu rumah tangga di rumahnya.

Kebanyakan pengrajin melakukan usahanya secara sendiri-sendiri dengan berkelompok dengan ibu-ibu rumah tangga lainnya sebagai pekerjaan sampingan untuk membantu menambah pendapatan keluarga. Songket yang dikerjakan tangan-tangan terampil di desa setempat ada dua jenis, yakni songket dengan sebutan pinggiran. Artinya, kain jenis ini motif tenunannya tidak sepenuhnya pada selembar kain. Hanya sebagiannya saja ditenun dengan memakai benang sutra berwarna kuning keemasan. Sementara songket jenis lain, yakni pada selembar kain penuh ditenun. Harganya berbeda, karena pemakaian bahan bakunya juga berbeda. Jika tenunannya penuh, harganya mahal. Namun, kalau sebagian saja, harganya lebih murah. Saat ini perkembangan penggunaan bahan baku tenun songket beralih menggunakan benang biasa/sutra bukan benang emas dengan bahan dasar kain menggunakan kain sutra.

Manajemen usaha yang dilakukan para pengrajin adalah manajemen usaha rumah tangga secara sederhana dengan satu orang sebagai koordinator atau pengepul. Setiap

(9)

4 pengrajin yang dalam hal ini adalah para ibu rumah tangga bekerja dengan alat tenun yang disebut “cag-cag”, bekerja sesuai pesanan maupun produksi massa/terus-menerus. Sebagaimana manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain (Machfoedz, 2007), dimana para pengepul kemudian memberikan upah kepada para pengrajin yang telah menyelesaikan proses produksi tenun songket.

Sementara itu aspek pemasaran termasuk promosi produksi yang masih dilakukan secara parsial/sendiri-sendiri semakin membedakan kuantitas produksi dan penghasilan para pengrajin. Bahkan sebagian pengrajin bersikap pasif hanya menunggu pesanan datang. Mereka mencari pembeli produk dengan hanya mengandalkan perkenalan dan membawa sendiri produksi kain songket ke kota Denpasar dan cenderung lebih banyak ditawarkan kepada pengusaha salon pengantin bali.

Kondisi tersebut sebetulnya akan menjadi lebih efektif apabila pola pemasaran atau promosi produk dilakukan melalui penggunaan akses teknologi informasi seperti web yang dapat menunjang pula pada meningkatnya jumlah produksi dan penghasilan bagi para pengrajin. Dalam web tersebut secara efektif akan diperkenalkan desain motif kain songket ciri khas Buleleng khususnya dari Desa Jinengdalem sehingga akan menggairahkan produksi tenun songket. Dikenalnya Desa Jinengdalem sebagai sentra industri kain songket di Kabupaten Buleleng jaman dulu akan kembali memilki eksistensi dengan dibuatnya Buku Profil Songket Jinengdalem yang akan dipasarkan ke masyarakat luas baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperkenalkan bahwa tenun songket Bali bukan hanya dari Klungkung dan Karangasem.

Diterapkannya manajemen rumah tangga dalam pengelolaan hasil produksi kain songket di Desa Jinengdalem tentu saja akan berdampak pada pengelolaan keuangan pengrajin yang masih sangat minim pengetahuan tentang perencanaan usaha/bisnis yang baik. Pengetahuan bagaimana seharusnya melakukan perhitungan harga jual, keuntungan dan pemberian upah bagi para pengrajin tentu saja tanpa disadari dapat menjadi kendala bagi proses produksi selanjutnya dan bahkan kerugian karena salah menaksir biaya-biaya produksi dan margin keuntungan yang harusnya diperoleh.

Oleh karena itu diperlukan pemberdayaan pengrajin kain songket di Desa Jinengdalem tersebut dengan menguatkan pola produksi dan pemasaran/promosi melalui penguatan kelompok pengarjin dengan pembuatan web yang bertujuan agar kedepannya Desa Jinengdalem akan dikenal sebagai Desa Tenun Songket Bali Utara/ sentra industri, upaya penyadaran melalui pengelolaan manajemen bisnis melalui pembukuan dan perencanaan bisnis dan penyusunan Buku Profil Songket Jinengdalem.Pemberdayaan

(10)

5 diterjemahkan bahwa masyarakat memiliki pilihan untuk kepentingannya sendiri, sehingga mereka harus bisa mempengaruhi keputusan yang terkait dengan hidup mereka (Mahbub Ul Haq dalam Mardikanto, 2010)

1.2. Permasalahan Mitra

Desa Jinengdalem dahulu dikenal sebagai desa sentra industri tenun songket yang memiliki nama besar khususnya di Kabupaten Buleleng. Harga bahan yang terus naik, sementara harga songket yang terus menurun sehingga minat pengrajin songket di desa ini untuk menggeluti usaha tersebut juga ikut menurun. Kondisi tersebut disertai dengan minimnya modal yang dimiliki oleh pengrajin sebagai masalah klasik. Sementara itu tak adanya pola produksi dan pemasaran produksi songket yang efektif dan rendahnya harga jual tenun songket sebagai bagian dari kurang pahamnya manajemen produksi dan perencanaan bisnis pengrajin turut berkontribusi akan turunnya produksi songket. Padahal dilihat dari desain motif dan inovasi motif desain oleh para pengrajin sudah dapat bersaing dengan penghasil tenun songket lainnya di Bali seperti Klungkung dan Karangasem sesuai dengan ciri khas songket masing-masing daerah. Harapan para pengrajin adalah tradisi menenun songket bisa kembali bergairah dengan adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk akses pemasaran dan strategi penjualan tenun songket sehingga dapat dinilai dengan harga sesuai kualitas motif dan biaya produksinya.Dalam hal ini pemerintah daerah dapat bersinergi dengan pihak swasta yang memilki kepedulian atas hasil kerajinan tenun songket khas Desa Jinengdalem.

Pengrajin Tenun Songket Ketut Sriponi yang telah menekuni usaha tenun songket selama 2 tahun menyatakan bahwa pengrajin tenun songket di Desa Jinengdalem saat ini berjumlah kurang lebih 70 orang pengrajin. Ironisnya data tersebut tidak terdapat dalam Buku Profil Desa Jinengdalem karena jumlah tersebut mengalami penurunan sangat tajam dari jumlah pengrajin sebelumnya saat masa kejayaan tenun songket saat itu masih dimana masih banyak ditekuni sebagai mata pencaharian oleh sebagian besar masyarakat Desa Jinengdalem.

Untuk bahan baku tenun songket para pengrajin memperoleh bahan bakunya sendiri baik benang emas maupun benang sutra dari Denpasar, Singaraja (satu-satunya di UD Artha Dharma) ataupun dari Klungkung. Motif desain khas Buleleng diantaranya Patra Sari, Patra Punggul, Cakra Kurung, Tambalan dan motif lainnya. Sedangkan jenis produksi kain songket mayoritas yang dihasilkan adalah saput dan kamben. Produksi dilakukan baik secara non order dengan inovasi desain motif maupun melalui by

(11)

6

orderdengan desain motif berdasarkan pesanan konsumen. Saput dikerjakan selama

kurang lebih 1 minggu dengan panjang rata-rata 60 – 90 cm dengan upah pembuatan rata-rata Rp. 100.000,- s/d Rp 150.000 per saput per orang untuk panjang 60 cm sedangkan upah pembuatan rata-rata Rp 200.000,- per saput per orang untuk panjang 90 cm. Untuk jenis kamben dengan panjang 2 meter dengan waktu pengerjaan rata-rata 1 bulan diberikan upah pembuatan rata-rata Rp. 450.000,- per kamben per orang. Produksi tenun songket baik kamben maupun saput sebanyak rata-rata 10-15 lembar/bulan. Harga jual untuk kamben songket antara Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.500.000,- per lembar, untuk saput songket berkisar Rp. 600.000 s/d Rp. Rp. 1.000.000,- per lembar. Omzet bersih yang diperoleh rata-rata Rp. 15.000.000,- s/d 20.000.000,- /bulan.

Pengrajin tenun songket Ketut Suami lebih tidak seberuntung Ketut Sriponi. Produksi tenun songketnya rata-rata 5 s/d 6 lembar per bulan dengan harga jual untuk kain kamben rata-rata Rp. 1.500.000/lembar dan saput rata-rata Rp. 500.000/leebar. Omzet bersih yang diperoleh rata-rata sebesar Rp. 3.000.000,- s/d Rp. 5.000.000,-. Pemasaran tenun songket yang dihasilkan oleh Ketut Sriponi dan Ketut Suami hanya dilakukan hanya di seputaran kota Singaraja dan Denpasar. Pola pemasaran yang dilakukan hanya berdasarkan door to door dan kepercayaan antara pedagang dan pembeli. Padahal bagi Ketut Sriponi dan Ketut Suami, pemasaran merupakan aspek penting bagi peningkatan produksi dan keuntungan mereka. Dalam hal ini tugas pemasar adalah merencanakan aktivitas-aktivitas pemasaran dan membentuk program pemasaran yang terintegrasi penuh untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menghantarkan nilai kepada pelanggan (Kotler dan Keller, 2009)

Sementara itu dalam proses penjualan produksi tenun songket berdasarkan taksiran harga jual yang hanya melihat keuntungan yang diperoleh, bukan berdasarkan metode akuntansi biaya yang harus memasukkan aspek lain seperti biaya produksi, penentuan harga pokok produksi dan margin keuntungan.Ketut Sriponi dan Ketut Suami selama ini hanya melakukan pencatatan sederhana terhadap biaya produksi, upah tenaga kerja dan keuntungan berdasarkan order tanpa mempertimbangkan biaya-biaya lain yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap harga jual produk tenun songket.

Perkembangan kain tenun songket asli Jinengdalem sebenarnya telah mendapatkan perhatian oleh perusahaan penerbangan Garuda dan Yayasan Cita Tenun Indonesia (CTI) yang pernah pelatihan dan pengembangan tenun bagi pengrajin tenun songket dari Desa Jinengdalem. Akan tetapi kegiatan tersebut belum memberikan

(12)

7 stimulus baik bagi para pengrajin karena hanya bersifat tanggungjawab sosial dan belum menyentuh substansi permasalahan pengrajin.

Analisis permasalahan mitra akan dilihat berdasarkan analisis SWOT sesuai dengan kondisi di lapangan sekaligus sebagai permasalahan bagi pengrajin tenun songket di Desa Jinengdalem adalah :

1. Kekuatan (Streng)

a. Pangsa Pasar yang masih luas b. Variasi Desain dan Motif c. Ketrampilan/keuletan pengrajin

d. Lembaga Perkreditan Desa untuk pemberian fasilitas simpan pinjam 2. Kelemahan (Weakness)

a. Kesulitan akses pembiayaan

b. Kurangnya ketersediaan ruang publik untuk pemasaran/promosi 3. Peluang (Opportunities)

a. Perkembangan industri pariwisata b. Program bantuan modal pemerintah

c. Kemungkinan kerjasama akademisi, pelaku usaha dan pemerintah d. Pengembangan desain

e. Kemungkinan dikembangkan menjadi komoditi unggulan daerah 4. Ancaman (Threats)

a. Letak usaha yang jauh dari pusat Ibukota Propinsi b. Rendahnya daya beli masyarakat

c. Rendahnya apresiasi terhadap karya seni

d. Daya saing produk lemah jika dibandingkan dengan daerah lain yang lebih maju

Berdasarkan analisis SWOT diatas maka akan dianalisis permasalahan mitra sebagai berikut :

1. Pengrajin tenun songket di Desa Jinengdalem mengalami kesulitan mendapatkan akses informasi pangsa pasar dan pemasaran karena merasa kalah bersaing dengan para pengrajin tenun songket dari Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Karangasem karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah.

2. Kondisi pengrajin tenun Desa Jinengdalem hanya berdasarkan idealisme dan pasrah dengan kemampuan masing semata tanpa tujuan usaha yang pasti padahal

(13)

8 potensi pengrajin sangat besar dengan kemampuan ide motif desain yang bersaing membuat para pengrajin menjual dan memasarkan hasil produksi tenun songket secara sendiri-sendiri dan tak terarah. Mereka menekuni tenun songket ini selain sebagai usaha keluarga, pengisi waktu sebagai istri juga untuk mempertahankan dan melestarikan nama Desa Jinengdalem sebagai penghasil tenun songket ternama di Kabupaten Buleleng sejak dahulu kala.

3. Belum dimilikinya kemampuan mengelola usaha dan berbagai hal-hal yang terkait dengan perencanaan bisnis sehingga setiap pengrajin belum dapat memperkirakan berapa jumlah produksi, penentuan harga jual, peramalan penjualan dan perhitungan keuntungan/laba yang baik.Pencatatan sederhana terhadap setiap hasil produksi dan omzet keuntungan yang diterima mengakibatkan pengrajin belum dapat memahami proses akuntansi yang baik.Masih banyak pengusaha kecil yang belum melakukan pencatatan atas laporan keuangan usahanya dengan baik. Bahkan, ada juga yang tidak melakukan pencatatan. Pelaku UMKM memiliki keterbatasan-keterbatasan untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas (Kementerian Koperasi dan UMKM, 2013).

4. Perhatian pemerintah daearah yang minim menambah kesulitan para pengrajin tenun songket untuk dapat bertahan untuk menjalankan usahanya. Mereka memilki skill yang sangat luar biasa dengan desain motif sesuai dengan ide kreatif sendiri maupun pesanan para pembeli. Pelatihan apapun bentuknya bukanlah hal yang mereka inginkan selama ini akan tetapi akses promosi sekaligus penjualan produknya adalah hal yang mereka harapkan. Di setiap kabupaten/kota dan propinsi terdapat Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Pasal 3 Anggaran Dasar Dekranas) yang harusnya merangkul dan membina para pengrajin. Seperti dalam Pasal 5 point c Anggaran Dasar Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) disebutkan bahwa Dekranasda : “memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan perajin dan peminat dengan mendorong semangat kewirausahaan mereka”. Selanjutnya point e bahwa Dekranasda : “mempromosikan produk hasil kerajinan dalam rangka perluasan pangsa pasar di dalam dan di luar negeri. Kenyataannya, para pengrajin merasa belum ada perhatian dari dewan ini. Menurut ibu Ketut Sriponi, pihak perusahaan Garuda dan Lembaga Cita Tenun Indonesia yang lebih menujukkan perhatiannya pada kondisi pengrajin dalam memberikan pelatihan dan pemberdayaan pengrajin.

(14)

9 Akan tetapi upaya tersebut belum maksimal karena hanya bersifat parsial dan insidentil dan tergantung dari kemauan pengrajin apakah mau maju atau hanya bertahan dalam menjalankan usahanya.

5. Tenun songket Desa Jinengdalem telah dikenal sebagai songket yang memiliki nilai seni tinggi dari Kabupaten Buleleng sama seperti halnya tenun songket dari Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Ketiadaan informasi untuk publik atas kenyataan tersebut membuat tenun songket Desa Jinengdalem hanya diketahui oleh sebagian kecil pihak luar. Banyak yang tidak tahu bahwa kualitas tenun songket dan nilai seni yang tinggi atas produksi tenun songket Desa Jinengdalem sebagai ciri khas tenun songket Kabupaten Buleleng adalah karya seni yang harus dipertahankan dan diangkat sebagai kebudayaan daerah yang patut dikenal dan dilestarikan.

Berdasarkan permasalahan mitra tersebut maka justifikasi tim pengusul dengan mitra dalam menentukan persoalan prioritas yang disepakati untuk diselesaikan selama pelaksanaan IbM adalah :

1. Pola kemitraan pengrajin dengan pemerintah daerah dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Propinsi Bali/Kabupaten Buleleng dengan dibuatnya sentra songket Jinengdalem.

2. Pemberdayaan pengrajin tenun songket melalui penguatan produksi dan pemasaran produksi tenun songket melalui dibuatnya media informasi dan teknologi web songket Jinengdalem.

3. Pemahaman perencanaan bisnis usaha tenun songket kepada para pengrajin. 4. Pemahaman pelatihan pembukuan (akuntansi) sederhana bagi para pengrajin. 5. Penyusunan Buku Profil “Songket Jinengdalem”

(15)

10

BAB 2. TARGET DAN LUARAN

2.1. Target

Target pengabdian pada masyarakat IbM ini adalah Kelompok Pengrajin Songket Desa Jinengdalem yang terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu Kelompok Pengrajin Songket Ketut Sriponi dan Kelompok Pengrajin Songket Ketut Suami. Mereka adalah para pengrajin yang bertahan sampai saat ini dalam melakukan produksi tenun songket berdasarkan idealisme dan pasrah dengan kemampuan masing-masing semata. Mereka tidak memiliki tujuan usaha yang pasti padahal potensi pengrajin sangat besar dengan kemampuan ide motif desain yang bersaing membuat para pengrajin menjual dan memasarkan hasil produksi tenun songket secara sendiri-sendiri dan tak terarah pengelolaanya.

2.2. Luaran

Kegiatan Pengabdian Masyarakat IbM yang dilaksanakan untuk pengrajin tenun songket di Desa Jinengdalem dilakukan melalui sosialisasi, pendampingan dan pelatihan tersebut akan menghasilkan luaran sebagai berikut :

1. Pola kemitraan pengrajin dengan pemerintah daerah dan Dekranasda Propinsi Bali atau Kabupaten Buleleng.

2. Web Songket Jinengdalem berisi informasi tentang perkembangan songket khususnya desain motif songket Bali Utara dan akses pemasaran songket.

3. Buku perencanaan bisnis/usaha produksi songket ruang lingkup industri rumah tangga.

4. Buku panduan pembukuan (akuntansi) pengelolaan usaha kecil/industri rumah tangga

(16)

11

BAB 3. METODE PELAKSANAAN

Metode pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan dari bulan Mei sampai dengan Nopember 2014 di Desa Jinengdalem melalui metode pelaksanaan meliputi tahap sosialisasi dan diseminasi, tahap pelatihan dan tahap pendampingan usaha mitra yang dilakukan pada langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi persoalan mitra yaitu :

1. Melakukan pola kemitraan dengan baik dengan pemerintah daerah dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda Kabupaten Buleleng dan Propinsi Bali) dengan dibuatnya sentra songket Jinegdalem. Pola kemitraan ini akan dilakukan dengan metode sosialisasi dan diseminasi Dengan hal ini maka pengrajin akan mendapat akses produksi dan akses promosi/pemasaran hasil kerajinan.

2. Pemberdayaan pengrajin melalui penyediaan fasilitas berupa komputer dan jaringan internet untuk akses informasi perkembangan tenun songket di Indonesia, pola produksi dan promosi/pemasaran, pangsa pasar tenun songket sekaligus pembuatan website. Metode yang digunakan adalah sosialisasi dan pendampingan pada pengrajin yang dilibatkan dengan menjadi informan untuk melengkapi bahan web sehingga terjadi penguatan produksi dan akses pemasaran dengan saranan IT.

3. Perencanaan bisnis bagi pengrajin dengan metode sosialisasi, pedampingan dan pelatihan perencanaan bisnis bagi pengrajin terkait perencanaan usaha songket. Langkah selanjutnya dilakukan penyusunan buku panduan perencanaan bisnis.

4. Proses kegiatan pembukuan (akuntansi) sederhana dengan metode sosialisasi, pendampingan dan pelatihan kepada pengrajin terkait cara pembukuan yang baik dan benar sehingga mereka dapat melakukan perhitungan harga pokok produksi, harga jual, dan keuntungan penjualan. Langkah selanjutnya dilakukan penyusunan pembukuan (akuntansi) bagi pengrajin.

5. Menyusun buku profil industri tenun songket Desa Jinengdalem dengan judul “SONGKET JINENGDALEM”. Dengan metode sosialisasi dan pendampingan, pengrajin sebagai informan untuk menggali informasi sejarah, motif desain Jinengdalem, produksi dan pemasaran songket.

(17)

12 Seluruh pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat akan diformulasikan seperti gambar 1. berikut ini :

Gambar 1. Gambaran Ipteks Yang Akan Ditransfer Kepada Mitra

Transfer Ilmu Manajemen Produksi, Bisnis, Pemasaran Akuntansi dan IT Pengrajin Tenun Songket yang mandiri secara desain motif dan alat produksi

MASALAH

MITRA

SOLUSI YANG

DITAWARKAN

TARGET

LUARAN

PEMECAHAN MASALAH MITRA MELALUI :

1. POLA KEMITRAAN PENGRAJIN DENGAN PEMDA DAN DEKRANASDA

2. PEMBUATAN WEB UNTUK INFORMASI

PERKEMBANGAN SONGKET DAN AKSES PEMASARAN SONGKET

3. PENDAMPINGAN DAN PELATIHAN PERENCANAAN BISNIS KEPADA PARA PENGRAJIN SONGKET

4. PENDAMPINGAN DAN PELATIHAN PEMBUKUAN

(AKUNTANSI) SEDERHANA KEPADA PARA PENGRAJIN 5. PENYUSUNAN BUKU PROFIL SONGKET

(18)

13

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Kegiatan

Pelaksanaan program IbM Songket Jinengdalem yang dilaksanakan dari Bulan Mei sampai September 2014 telah menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan seperti ditampilkan dalam Tabel 1. Hasil Kegiatan IbM Songket Jinengdalem berikut ini.

Tabel 1. Hasil Kegiatan IbM Songket Jinengdalem

No. Kegiatan Target Capaian

1. Pola Kemitraan Pengrajin dengan Dekranasda

Sentra Songket Jinengdalem

Sentra Songket Jinengdalem

2. Pembuatan website songket

Website songket Jinengdalem

Website diakses melalui laman www.songketjinengdalem.com 3. Perencanaan bisnis

bagi pengrajin pada tahapan penyusunan buku panduan perencanaan bisnis.

Buku Panduan Perencanaan Bisnis

Buku Panduan Perencanaan Bisnis sebagai pemotivasi bagi pengrajin tentang alasan

wirausaha, memulai usaha, kiat usaha, logo dan kemasan produk 4. Penyusunan buku panduan pembukuan (akuntansi) sederhana bagi pengrajin songket Buku panduan pembukuan (akuntansi) sederhana bagi pengrajin songket

Buku panduan pembukuan (akuntansi) sederhana bagi pengrajin songket : Penentuan Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Produk

5. Penyusunan buku profil industri tenun songket Desa

Jinengdalem dengan judul “SONGKET JINENGDALEM”.

Buku profil industri tenun songket Desa Jinengdalem dengan judul “SONGKET JINENGDALEM”.

Buku profil industri tenun songket Desa Jinengdalem dengan judul “SONGKET JINENGDALEM”.

(19)

14

4.2. Pembahasan Kegiatan

Pelaksanaan pengabdian pada masyarakat IbM Songket Jinengdalem bagi para pengrajin songket dengan melibatkan 2 (dua) kelompok pengrajin songket Ni Ketut Sriponi dan Ketut Suami elah melaksanakan seluruh kegiatan yang meliputi beberapa kegiatan yaitu tahap sosialisasi dan diseminasi, tahap pelatihan dan tahap pendampingan usaha mitra. Tahapan kegiatan pengabdian dilakukan berdasarkan analisis situasi mitra khususnya menentukan waktu bagi mitra dan kelompok pengrajin untuk berkumpul bersama menerima tahapan kegiatan baik oleh tim pelaksana kegiatan dan narasumber.

Sebelum kegiatan pengabdian dilaksanakan sebelumnya telah dilakukan penentuan lokasi pelatihan dan pendampingan berdasarkan kalender kerja dan kesepakatan tim pelaksana dengan mitra sehingga pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan efektif mengingat para pengrajin songket adalah para ibu rumah tangga yang juga mempunyai kesibukan baik dalam lingkungan rumah tangga dan kegiatan desa. Sebelumya juga dilakukan koordinasi dengan pihak desa dengan bertemu kepala desa guna mendapatkan dukungan pelaksanaan kegiatan pengabdian pada mastarakat IbM ini karena diharapkan kedepan akan terbentuk sentra industri songket Jinengdalem.

Pada dasarnya kegiatan pengabdian IbM ini adalah untuk mengangkat kembali songket Jinegdalem yang telah mati suri untuk beberapa waktu lamanya dilihat berdasarkan kemampuan pengrajin secara individu dan bukan berdasarkan pola produksi selama ini yaitu menghasilkan produksi songket secara pesanan akan tetapi diambil oleh pengepul di wilayah Buleleng untuk dijual kembali.Oleh karena itu kegiatan IbM ini lebih banyak difokuskan pada kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi para pengrajin utamanya dalam desain motif songket.

Kegiatan awal yang dilakukan yaitu dengan melakukan tukar pikiran dengan salah satu pengrajin dari Kabupaten Karangasem untuk mengubah pola pikir pengrajin yang masih bertahan pada pola produksi lama yang sangat mempertahankan motif khas Buleleng yang minim diminati oleh masyarakat. Selanjutnya dilakukan pelatihan pembuatan songket dengan memberi sentuhan modifikasi pada songket motif khas Bali Utara berikut upaya-upaya menentukan pola produksi yang efektif sehingga dapat membangkitkan semangat berproduksi dan akan menguntungkan bagi kelompok pengrajin.

Komunikasi antara tim pelaksana dengan kelompok pengrajin selama kegiatanberjalan dirasakan sangat efektif guna mendapatkan informasi tentang aktivitas

(20)

15 produksi songket sehingga memberikan informasi untuk penyusunan buku perencanaan bisnis, pembukuan sederhana dan buku profil songket Jinengdalem.

a. Melakukan pola kemitraan dengan baik dengan pemerintah daerah dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda Kabupaten Buleleng dan Propinsi Bali).

Penyiapan pola kemitraan dilakukan melalui koordinasi dengan pihak Dekranasda Kabupaten Buleleng untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi tentang keberadaan songket Jinengdalem dan upaya untuk membangkitkan kembali potensi pengrajin dan kerajinan songket untuk pemberdayaan individu pada kelompok pengrajin. Kegiatan dilakukan oleh tim pelaksana ke Kantor Dekranasda Kabupaten Buleleng di Jalan Melur Singaraja. Tim pelaksana memberikan penjelasan kegiatan pengabdian pada masyarakat IbM dan meminta pihak Dekranasda untuk turut mendukung rencana pola kemitraan antara pengrajin songket Jinengdalem dengan pihak Dekranasda dan penyiapan materi pola kemitraan. Pada kegiatan ini disiapkan sentra industri songket Jinengdalem dengan penyediaan ruangan yang berisikan display hasil produksi songket dan penyediaan sarana komputer untuk digunakan pengrajin dalam akses produksi dan pemasaran produk songket.

b. Pembuatan Website Songket Jinengdalem.

Pada kegiatan pembuatan web ini dilakukan pengumpulan data/materi isian web songket meliputi sejarah umum songket, sejarah khusus songket Jinengdalem, profil pengrajin songket di Desa Jinengdalem dan dokumentasi songket untuk ditampilkan di web. Kegiatan dilaksanakan oleh tim pelaksana dengan dukungan para pengrajin dan aparat desa yaitu Kepala Desa dan tokoh adat Desa Jinengdalem. Sampai saat ini proses pembuatan web masih berjalan untuk melengkapi isian web. Dengan adanya web ini diharapkan dapat membantu pengrajin dalam melakukan promosi hasil kerajinan songket dan sarana komunikasi secara on line dengan pengrajin dibantu oleh keluarga pengrajin yang paham tentang IT, mengingat pengrajin adalah ibu-ibu yang tidak paham tentang IT. Web songket Jinengdalem telah dapat diaskes melaui www.songketjinengdalem.com.

(21)

16

c. Perencanaan bisnis bagi pengrajin pada tahapan penyusunan buku panduan perencanaan bisnis.

Pada kegiatan perencanaan bisnis bagi pengrajin, kegiatan yang dilaksanakan meliputi pengumpulan data/materi sehubungan aktivitas usaha pengrajin songket guna mendapatkan masukan penyusunan materi buku panduan perencanaan bisnis sebelum nantinya dilakukan sosialisasi dan pendampingan dan pelatihan perencanaan bisnis. Untuk lebih meningkatkan produktivitas pengrajin songket dilakukan pendampingan dan pelatihan motif songket Jinengdalem dengan menghadirkan pengrajin songket Made Suabawa asal Karangasem. Pada pelatihan ini dilakukan tukar pikiran tentang pola produksi dan upaya penciptaan motif-motif baru songket tanpa meninggalkan kekhasan songket Jinengdalem/Bali Utara. Kegiatan dihadiri 2 (dua) kelompok pengrajin songket sebanyak 30 orang dan diikuti dengan antusias oleh pengrajin. Kegiatan pendampingan dan pelatihan dilaksanakan secara kontinyu dengan cara komunikasi efektif dan dua arah antara tim pelaksana dengan pengrajin. Pada dasarnya diharapkan dengan sebuah perencanaan bisnis (usaha) bagi pengrajin songket adalah adanya motivasi untuk melakukan usaha melalui pemahaman terhadap alasan wirausaha, memulai usaha, kiat usaha, logo dan kemasan produk.

d. Buku panduan pembukuan (akuntansi) sederhana bagi pengrajin songket.

Pada kegiatan penyusunan buku pembukuan sederhana bagi pengrajin ini, kegiatan yang dilaksanakanmelaluiinterview dengan para pengrajin sehubungan dengan biaya-biaya produksi songket, penentuan harga jual sampai dengan penentuan laba usaha sebagai pedoman bagi pengrajin agar paham dan cermat dalam melakukan aktivitas usahanya sebelum nantinya dilakaukan pendampingan dan pelatihan. Mengingat keberadaan pengrajin yang rata-rata berpendidikan SD, maka dilakukan pendampingan terlebih dahulu tentang bagaimana melakukan perhitungan keuntungan usahanya secara sederhana dari berapa modal usaha yang dikeluarkan sampai dengan besarnya biaya produksi sampai menentukan tingkat keuntungan setiap produk songket yang dihasilkan. Kegiatan pengumpulan datadan pendampingan dilaksanakan dengan secara kontinyu melalui pertemuan di tempat pengrajin dengan penyampaian materi secara sederhana dengan bahasa yang dipahami oleh pengrajin.

(22)

17

e. Penyusunan buku profil industri tenun songket Desa Jinengdalem dengan judul “SONGKET JINENGDALEM”.

Pada kegiatan penyusunan buku profil ini, para pengrajin sebagai informan untuk menggali informasi sejarah, motif desain Jinengdalem, produksi dan pemasaran songket.Upaya pencarian sejarah tentang songket di Bali dan sejarah songket Jinengdalem dilakukan ke beberapa pusat referensi yaitu perpustakaan daerah di Buleleng dan di Denpasar. Kegiatan proses pengumpulan materi terkendala mencari sejarah songket Jinengdalem berikut jenis motif yang dihasilkan pengrajin yang ternyata sebagian besar merupakan ide para pengrajin yang tidak ada kaitannya dengan makna motif songket. Solusi yang dilakukan oleh tim pelaksana adalah melakukan pencarian materi baik melalui tulisan maupun hasil penelitian dari web, melakukan interaksi dan komunikasi dengan pengrajin songket yang dapat ditemui langsung baik yang berdomisili di Denpasar dan Klungkung dan sejarah makna songket dari pengrajin Desa Jinengdalem sendiri.

(23)

18

BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat IbM Songket Jinengdalem adalah:

1. Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian pada masyarakat memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program. Hal ini terlihat dari antusiasme pengrajin songket dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan pengabdian, efektivitas komunikasi dan kerjasama antara pengrajin dengan tim pelaksana, sehingga dapat berjalan dengan lancar.

2. Pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat mampu menghasilkan luaran-luaran yang diharapkan oleh tim pelaksana sesuai dengan target pelaksanaan kegiatan pengabdian IbM Songket Jinengdalem

5.2. Saran

Songket Jinengdalem yang saat ini sedang mengalami masalah dalam produksinya semestiya mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak yaitu pemerintah daerah dan pihak swasta sehingga keberadannya dapat disejajarkan dan bersaing dengan songket dari daeah lain di Bali khususnya Kabupaten Klungkung dan Karangasem yang hasil produksi songketnya lebih diminati oleh masyarakat.

(24)

19

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Web :

Kementerian Koperasi dan UMKM. 2013. “Kadin & LPDB Kemenkop Bergandengan Tangan Demi UKM”. Tersedia www.depkop.go.id diakses pada 2 Oktober 2014.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, 2009, Manajemen Pemasaran, Edisi 13 Jilid 1, Erlangga Jakarta.

Machfoedz, Mahfud. 2007. Pengantar Bisnis Modern, Andi Yogyakarta.

Mardikanto, Totok. 2010. Model-Model Pemberdayaan Masyarakat Acuan Bagi Akademisi dan Praktisi Pemberdayaan Masyarakat, Sebelas Maret University Press Surakarta.

Peraturan Undang-Undang :

(25)

20

LAMPIRAN

KEGIATAN DAN LUARAN P2M

IbM SONGKET JINEGDALEM

(26)

21

(27)
(28)
(29)

24

(30)

25

(31)

26

LAMPIRAN WEB SONGKET JINENGDALEM

(32)

27

PANDUAN

PERENCANAAN BISNIS SONGKET

OLEH

TIM PELAKSANA

IbM Songket Jinengdalem

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

(33)

28

USAHA UNTUK MENCARI SEBUAH KEBAHAGIAAN

ALASAN WIRAUSAHA —

Banyak orang mencoba memasuki dunia wirausaha setelah ditolak bekerja pada beberapa instansi atau perusahaan atau sudah bekerja pada sebuah instansi tetapi kemudian keluar dan merintis sebuah usaha. Sektor wiraswasta menjadi alternatif terakhir setelah gagal menjadi PNS, gagal diterima kerja. Jiwa wirausaha atau enterpreneurship merupakan sesuatu yang langka dan tidak dimiliki semua orang. Berwiraswasta atau berwirausaha memerlukan keberanian dan tekad yang kuat serta halangan yang tidak mudah. Harus ada semangat dan komitmen yang kuat serta siap bersusah payah di awal untuk menuai kebahagiaan di akhir. Kemauan dan tekad yang kuat merupakan modal utama dalam membangun sebuah usaha.

Mengapa pekerjaan yang “berat” tersebut banyak disarankan orang untuk dilakukan? Tentu dibalik kesusahan dan tantangan yang berat ada sesuatu yang besar bisa dicapai. Ada banyak alasan mengapa kita harus berwiraswasta . Sektor wiraswasta dari kalangan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) terbukti menjadi bidang usaha yang tahan terhadap deraan krisis keuangan global. Di saat perusahaan-perusahaan besar mengencangkan ikat pinggang dan PHK massal demi efisiensi, sektor UKM dan Wirausaha justru berkembang. Mantan Karyawan perusahaan yang terkena PHK justru beramai-ramai membuka usaha baru.

Ada beberapa alasan mengapa menjadi wirausahawan menjadi pilihan yang perlu dipertimbangkan:

1. Merdeka Secara Finansial

Menjadi Pegawai baik itu Pegawai Swasta atau Pegawai Negeri ada batas maksimal gajinya. Misal pegawai negeri dengan golongan tertinggi ada aturan-aturan gaji pokok dan beberapa tunjangan dan fasilitasnya. Meskipun seorang pegawai dapat menghasilkan laba milyaran rupiah bagi suatu perusahaan, kenaikan gajinya tidak akan sebanding dengan kenaikan laba perusahaan yang diperoleh. Selain itu kenaikan gaji terkadang tidak bisa mengimbangi kenaikan harga-harga kebutuhan hidup yang makin meningkat pesat. Selain itu meski kita memiliki prestasi yang baik jika pendidikan kita tidak cukup tinggi maka akan sulit untuk mendapatkan gaji yang tinggi. Seorang Wirausaha bisa menentukan besarnya finansial yang sampai secara tak terbatas. Banyak orang bekerja pada orang lain hanya sebagai loncatan untuk mencari modal usaha dan modal relasi.

(34)

29 Meski telah mendapatkan fasilitas yang bagus di perusaaan tidak jarang seorang dengan jiwa wiraswasta keluar dan mengembangkan usaha sendiri dengan modal pengalaman bekerja.

2. Merdeka Waktu

Dengan mempunyai usaha sendiri, seorang wirausaha akan mempunyai jam kerja yang bebas, tidak terikat jam kantor , serta bebas dari pelanggaran disiplin kantor.Jika bisnis yang dijalankan sudah berjalann dengan baik tidak perlu setiap hari kita pergi ke kantor karena bisa didelegasikan kepada orang lain. waktu bisa dibagi untuk kegiatan bisnis yang lain atau aktifitas lain. Meski wirausaha memerlukan disiplin yang tinggi tetapi dengan memiliki usaha sendiri kita bisa mengatur waktu semau kita sendiri tanpa diatur oleh orang lain. Dari segi waktu wiraswasta membuat kita merdeka dari segi waktu.

3. Mewujudkan Cita-Cita Hidup

Banyak orang yang memiliki cita-cita dan harapan hidup memberi banyak manfaat bagi banyak orang dan hidup sejahtera dari segi finansial. Menjadi wiraswasta akan memberi peluang orang lain mengembangkan usaha juga, paling tidak memberi peluang orang lain mendapatkan penghidupan dari usaha yang kita jalankan dengan menjadi karyawan.

Dalam berwirausaha yang paling perlu perlu dikembangkan adalah motif berprestasi, kesuksesan dalam berwirausaha adalah prestasi yang ditentukan oleh diri sendiri bukan ditentukan orang lain . Motif ini mestinya menjadi filofofi dasar seorang enterpreneur.Hal kedua adalah semangat berkompetisi secara sehat, bisnis adalah persaingan menjadi yang terbaik. Persaingan yang ketat memerlukan kemauan dan tekad keras,serta kesanggupan berpacu dengan keunggulan. Motif berafiliasi juga juga perlu perlu diperhatikan karena karena wirausaha harus pandai pandai meningkatkan meningkatkan kemampuan manajerial yang mampu menggerakkan orang lain dengan sebaik-baiknya yang dilakukan dengan menjalin hubungan antar sesama yang yang baik.

Pengrajin songket yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan Bali atau ibu-ibu rumah tangga dapat membuat usaha kerajinan songket menjadi sumber kebahagiaan. Seluruh proses penenunan songket dilakukan di rumah, waktunya tidak terikat, masih dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kegiatan adat dan kegiatan lainnya.

(35)

30 Usaha tenun songket yang mengutamakan keterampilan tangan dan semangat menenun dari sebuah alat kayu yang disebut “cag-cag” telah banyak menghasilkan karya adiluhung yang dapat dijual dengan harga yang sangat tinggi, asalkan hasil produksinya memenuhi standar kualitas yang tinggi untuk dipasarkan ke konsumen. Tenun songket dilakukan dengan suasana hati yang riang dimana para pengrajin sambil bekerja bias bercengkerama, tidak menggunakan pikiran atau tenaga yang terlalu berat dan sesuai kemampuan fisik yang mendukung.

Dengan hanya bekerja di rumah, para pengrajin dapat menghasilan pemasukan keuangan bagi diri sendiri dan keluarga. Apabila dilakukan dengan keseriusan dan komitmen yang baik maka kesejateraan pengrajin dapat lebih ditingkatkan.

(36)

31

MEMULAI USAHA

CARA MEMULAI USAHA —

Bagaimana harus memulai usaha? Bagaimana Cara Memulai Usaha? Pertanyaan yang seringkali menghinggapi banyak orang. Salah satu jawabannya adalah mulai melakukan usaha bisnis.

Memulai suatu usaha boleh dibilang sesuatu yang cukup berat. Tidak banyak orang berani memulai usaha pada akhirnya tidak pernah berusaha. Akhirnya tidak pernah menjadi pengusaha. Berbeda dengan menjalankan suatu bisnis udaha yang sudah mapan, relatif lebih mudah. Tetapi lebih banyak orang harus memulai suatu usaha dari nol dibandingkan dengan menjalankan usaha yang sudah mapan.

Menjalankan usaha dengan merintis usaha dari nol menjadikan pondasi usaha yang kuat. Kadang orang memulai usaha dari kondisi tidak tahu bagaimana memulai usaha, tetapi tetap melakukan apa adanya saja hingga akhirnya menemukan formula yang tepat dalam usahanya. Sering kita jumpai banyak orang yang berpendidikan formil tinggi menjadi pegawai dari orang yang berpendidikan lebih rendah atau bahkan “tidak berpendidikan”. Meski sebenarnya setiap orang pernah mengalami pendidikan walaupun tidak formal.

Pengalaman hidup, proses melihat, mendengar dan merasakan kejadian-kejadian di sekitar kita sebenarnya adalah proses pendidikan juga. Sejauh mana seseorang bisa mengambil pelajaran dari semua itu sangat berbeda-beda. Pembelajaran berdasarkan pada pengalaman-pengalaman ini sebenarnya bisa menjadi modal untuk memulai usaha bisnis tertentu.

Pertanyaan yang patut kita ajukan adalah mengapa orang yang “berpendidikan rendah” atau “tidak berpendidikan” bisalebih sukses dibandingkan dengan orang yang pendidikannya lebih tinggi? Salah satu jawaban kunci suksesnya adakah keberanian. Orang yang berpendidikan rendah sering lebih berani mengambil resiko dibandingkan dengan orang lain. Dia lebih berani untuk memulai suatu usaha tanpa banyak pertimbangan resiko dan analisa yang muluk-muluk.

Keberanian dan tekad menjadi modal pertama dalam memulai suatu usaha/bisnis. Semakin cepat seseorang berani mengambil keputusan untuk memulai usaha semakin cepat orang itu akan sukses. Naluri bisnis kadang malah muncul di kalangan orang-orang yang berpendidikan tidak tinggi, meski tidak semua. Naluri untuk menjalankan suatu bisnis didukung keberanian untuk mengambil kesempatan dan bertindak menjadi kunci

(37)

32 kesuksesan seseorang. Naluri untuk menangkap peluang bisnis bukanlah sesuatu yang sifatnya begitu saja melekat dalam diri seseorang.

Kemampuan menangkap peluang bisnis datang dari proses belajar dari memulai usaha bisnis, menjalankan roda bisnis setahap demi setahap dan akhirnya melakukan evaluasi terhadap usaha bisnis yang dijalankan. Tanpa keberanian untuk memulai suatu usaha bisnis tidak akan pernah punya pengalaman dalam sebuah bisnis pada akhirnya tidak akan memiliki kepekaan menangkap peluang bisnis. Kemampuan menangkap peluang usaha ini biasanya akan terasah seiring dengan perjalanan memulai usaha. Usaha lama yang sudah mapan akan membuka peluang usaha baru, sehingga pelaku akan tergerak untuk memulai usaha baru untuk mendukung usaha lama.

Bisnis yang berkembang akan memacu untuk memulai usaha yang baru, kuncinya adalah keberanian untuk memulai usaha. Orang yang berani mengambil langkah memulai usaha bisnis, apabila dalam perjalanan usahanya mengalami kegagalan tidak pernah dipikirkan terlalu jauh. Kegagalan adalah pelajaran dan cambuk untuk meraih keberhasilan. Ketakutan akan kegagalan justru sering menghinggapi orang-orang berpendidikan tinggi. Karena senantiasa dibayang-bayangi ketakutan akan kegagalan. Ketakutan akan kegagalan justru menghambat diri untuk memulai usaha. Akhirnya usaha tidak pernah dilakukan. Sebagian orang merasa nyaman dengan gaji menjadi pegawai di sebuah instansi dengan berbagai macam fasilitas. Tetapi sebagian orang merasa dirinya terbatas jika bekerja pada orang lain, dan lebih bisa berkembang jika memiliki usaha sendiri.

Memulai usaha bisnis harus didasari oleh impian yang muluk-muluk tetapi memulai dengan hal yang kecil, selanjutnya hal yang lebih besar dan pada akhirnya mimpi bisa diraih. Jangan pernah melakukan yang besar jika hal yang kecil belum bisa dikerjakan. Maka kata kunci pertama dalam merintis suatu usaha adalahkeberanian untuk memulai usaha.

Jawaban dari pertanyaan bagaimana memulai usaha? Jawabannya adalah berani melakukan usaha. Keberanian memulai usaha adalah salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan usaha.

Keberanian pengrajin songket adalah tuntutan untuk mau mengembangkan diri dan berani melakukan pemasaran produksi songket kemanapun hasil tersebut dapat dipasarkan. Berani melakukan terobosan baru dengan mengasah kemampuan diri akan temuan motif-motif songket yang dibutuhkan oleh pasar dan melakukan diversifikasi produk berbahan baku songket. Berani bertanya berani mencoba dan berani untuk

(38)

33 menghasilkan produk songket dan diversifikasinya yang belum ada di pasar dengan melakukan pembelajaran terus menerus sehingga muncul ide murni dari seorang pengrajin songket untuk menghasilkan produk tenun songket yang lebih kompetitif.

(39)

34

KIAT-KIAT USAHA

Memulai bisnis bukan sesuatu yang mudah. Banyak hal harus dipertimbangkan dan dijalankan. Selain keberanian, kiat-kiat berikut ini perlu menjadi perhatian.

1. Jangan berpikir negatif

Cobalah untuk selalu berpikir positif. Jangan penuhi pikiran dengan ketakutan akan kegagalan atau bangkrut. Pikiran negatif takkan membawa keberhasilan. 2. Lihat sasaran ke depan

Jangan hanya melihat bisnis sebagai peluang jangka pendek. Pikirkan kelangsungan bisnis jangka panjang. Tentukan sasaran pencapaian bisnis.

3. Pisahkan keuangan pribadi dan bisnis

Bagi para pebisnis pemula terutama anak muda, mencampurkan keuangan seringkali merupakan kesalahan yang terjadi berulang kali.Lebih baik keuangan dipisah apalagi jika bisnis yang mau Anda rintis adalah bisnis kongsi bersama rekan Anda. Selain memudahkan manajemen keuangan Anda, transparansi terjaga, juga menghindarkan pertengkaran dengan rekan Anda.

4. Ikuti passion anda dan berbagi

Merintis bisnis harus mengikuti passion, tidak mengikuti arus trend. Kerahkan tenaga dan modal pada bidang yang disukai. Untuk awal, tidak berharap profit yang besar akan tetapi mengedepankan kualitas yang terbaik bagi pelanggan. Berbagi ilmu dengan dengan rekan. Dengan berbagi, uang senantiasa mengikuti. 5. Fokus

Jika sudah tahu apa yang ingin dicapai, fokuslah dengan hal itu. Jangan mudah atau cepat berubah dalam menentukan tujuan dan haluan. Ini akan mempersulit dan mengganggu kestabilan bisnis.

6. Jadilah konsultan bisnis bagi diri sendiri

Bisnis yang baru dirintis adalah tempat dan waktu yang tepat untuk belajar dan mencari pengalaman. Tidak perlu terburu-buru menyewa konsultan bisnis. Selain, membutuhkan dana, berdampak pada kurang dipahaminya bisnis sendiri.Jalani dulu jadi konsultan bisnis untuk diri sendiri. Jika bisnis sudah stabil dengan keuangan yang memadai, sudah paham seluk beluk bisnis, dan sudah mulai sibuk untuk menangani semuanya sendiri, baru mulailah cari konsultan untuk membantu bisnis.

(40)

35 Kebanyakan dari sebagian besar orang ketika akan membuka suatu usaha, maka tentunya mereka berfikir terlebih dahulu, tentang usaha apa yang terus laku dari waktu ke waktu atau usaha yang cepat laku. Padahal seharusnya laku tidak laku suatu usaha itu tergantung keapada orang yang menjalankannya.

Banyak orang yang sukses dari berbisnis, namun banyak juga yang bangkrut di dalam bisnis tersebut. Banyak orang yang berhasil dengan membuka bisnis yang sedang trend, namun juga tidak sedikit yang membuka bisnis yang sedang trend tersebut namun sepi pembeli/peminat. Banyak juga orang yang telah sukses dalam menjalankan bisnis online, namun juga tak sedikit yang gagal dalam bisnis ini.

Oleh karena itu sebelum memulai suatu usaha yang paling penting untuk dilakukan adalah melakukan riset atau penelitian terhadap kondisi pasar bisnis. Apa yang menjadi trend kebutuhan masyarakat sekitar yang belum terpenuhi dengan baik atas berbagai usaha bisnis yang sudah ada. Atau bisa juga mengembangkan usaha bisnis yang dikembangkan oleh orang lain, asalkan punya konsep bisnis yang berbeda, konsep itu lah yang akan membuat bisnis kita nantinya berbeda dengan orang lain.

Berikut ini adalah beberapa usaha bisnis di Indonesia yang kebanyakan laku pada umumnya adalah :

1. Usaha elektronik dan otomotif

Telah banyak kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia pada umunya paling hobi bergaya dengan barang-barang elektronik meski mereka sendiri sama sekali tak mampu untuk membuatnya. Untuk itu, usaha di bidang elektronik dan otomotif merupakan salah satu jenis usaha yang cukup laris di Indonesia. Meskipun harganya terbilang cukup mahal, namun tak menghalangi minat para konsumen di Indonesia untuk memilikinya. Masyarakat Indonesia memang paling suka bergaya dengan produk elektronil dan otomotif. Tradisi inilah yang bisa dijadikan sebagai peluang untuk membuka sebuah usaha bisnis tersebut.

2. Usaha makanan

Makan adalah kepentingan nomor satu, setiap hari manusia harus makan. Ini adalah peluang usaha yang perlu diperhatikan oleh para pengusaha. Usaha bisnis ini memang boleh dibilang sebagai usaha bisnis nomor satu yang paling banyak dikembangkan orang. Mengapa bisnis makanan hampir dibilang sebagai bisnis nomor satu yang banyak dilakukan orang? faktor salah satunya karena memang jumlah penduduk yang cukup besar, dan makanan merupakan kebutuhan primer

(41)

36 manusia yang harus dipenuhi terlebih dahulu dibandingkan dengan jenis kebutuhan lainnya.

Apa yang menjadi kunci kesuksesan mengembangkan usaha bisnis makanan?Ada dua unsur penting yang menjadi syarat bertahannya usaha tersebut. Jika ke dua syarat itu bisa dipertahankan, maka bisnis yang satu ini sangat tepat untuk dikembangkan. Syarat yang pertama adalah syarat cita rasa. Soal makanan mayoritas orang sangat butuh rasa enak. Jika makanan yang dijual rasanya enak, maka percayalah usaha tersebut akan laris manis. Karena Rasa itu adalah harapan alami seseorang saat menikmati suatu makanan. Jika punya cita rasa yang berkualitas, maka jualan produk bisnis kita pasti akan dicari orang, meski dari luar daerah yang jauh.Syarat kedua yang harus diperhatikan adalah harga. Harga yang terjangkau dan rasa berkualitas adalah kunci sukses usaha makanan yang di kelola. Buat yang ingin membuka usaha makanan dan belum mendapatkan resep yang cocok dengan usaha makanan yang sedang trend saat ini, Kita bisa mendapatkan referensi aneka resep kelas restoran dari internet atau dari buku resep makanan.

3. Usaha fashion

Jenis usaha ini juga merupakan contoh usaha yang sangat menjanjikan di Indonesia. Produk-produk aksesoris fashion seperti pakaian, tas, dompet, sepatu, sendal dan sebagainya. Usaha bisnis ini cukup potensial dikembangkan di Indonesia mengingat sandang merupakan bagian dari kebutuhan primer kedua yang harus dipenuhi setelah pangan. Jumlah penduduk yang besar dituntut untuk menciptakan produk usaha fashion yang sesuai dengan kelas ekonomi masing-masing.

Sebagai jenis usaha yang masih dibutuhkan oleh masyarakat, maka seharusnya perkembangan songket juga harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk maju dan berkembang sepanjang masa. Kebutuhan masyrakat akan dunia pakaian/fashion terlebih di Bali pakaian dapat digunakan pada saat upcara keagamaan/adat dan mode, ,maka songket akan selalu mendapat tempat di hati pengggemar dan penggunanya. Para pengrajin songket khususnya di Desa Jinengdalem juga akan mendapat kesempatan besar untuk mendapatkan pagsa pasar apabila menjaga dan mengembangkan motif songket sehingga dapat bersaing dengan songket dari daerah lain di Bali. Tahu dan memahami pangsa pasar menjadi tuntutan bagi para pengrajin untuk dapat maju dalam persaingan

(42)

37 songket di Bali. Mencari jati diri songket dengan menggali dan menetapkan ciri khas songket Bali Utara menjadi tantangan bagi para pengrajin tanpa menutup diri dari trend atau perkembangan songket yang sedang diminati masyarakat/konsumen.

Oleh karena itu bagi para pengrajin diperlukan komitmen dan keseriusan. Sikap yang mudah bergaul, ulet dan jeli melihat peluang menjadi keunggulan dalam bersaing di dunia bisnis.Para pengrajin harus menunjukkan gairah terhadap usaha yang digeluti/dikerjakan. Selalu belajar secara terus menerus untuk mengembangkan diri. Berani menghadapi dunia luar untuk pemasaran produk, belajar berkomunikasi dengan orang lain khususnya dalam menghadapi konsumen dalam proses tawar menawar atau pada saat transaksi jual beli

Pengrajin yang terkumpul dalam suatu kelompok harus memiliki ketua yang tegas dalam pengambilan keputusan baik dalam proses produksi maupun pada saat menentukan harga jual produk songket. Ketegasan dalam urusan keuangan khususnya pada saat bagi hasil keuntungan juga harus dimiliki oleh seorang ketua kelompok pengrajin. Perhatikan tujuan utama dan fokus pada langkah kecil untuk menggapai tujuan tadi. Misalnya, bila ingin mendapatkan keuntungan 50 juta, harus dipikirkan terlebih dahulu dulu bagaimana cara mendapatkan 10 juta, kemudian 20 juta dan seterusnya. Akan lebih baik jika segala sesuatu diatur menjadi beberapa bagian.

Bagi para pengrajin yang merupakan perempuan desa yang berlatarbelakang pendidikan formal yang minim harus belajar meningkatkan pengetahuan/wawasan diri pada saat proses produksi dan pada saat memasarkan produk. Belajar menghilangkan segala keraguan dan membuat lebih sederhana setiap masalah yang timbul pada saat proses produksi dan pemasaran produk. Pengrajin harus percaya diri sebagai hal yang utama dengan menyampaikan pendapat atau berkomunikasi dengan sesame pengrajin atau dengan pihak lain.

(43)

38

LOGO DAN KEMASAN PRODUK

Membuka usaha atau bisnis baru memang bukan hal yang mudah tetapi bukan juga tergantung bakat. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti perubahan teknologi dan persaingan pasar yang kian ketat. Ketatnya persaingan ini semakin memaksa kita untuk melakukan inovasi dan kreatifitas dalam segala bidang dalam melancarkan strategi bisnis dan marketing yang handal untuk memenangkan pertempuran merebut pangsa pasar ataupun mempertahankan pangsa pasar yang sudah dengan susah payah dikuasai.

Mengenali pasar, mengenali pesaing hingga menilai potensi pasar adalah hal wajib dan penting untuk dilakukan sebelum memilih strategi mana yang akan dipakai. Ada banyak cara dalam memilih dan menerapkan strategi yang dianggap terbaik.

Tetapi dari semua hal yang telah disebut diatas yang paling penting dan paling sering dilupakan banyak perusahaan adalah pentingnya logo pada kemasan produk dan tidak sedikit pula perusahaan yang tidak memiliki logo untuk produk mereka. Seberapa jitu dan hebatnya strategi bisnis dan pemasaran sebuah perusahaan apabila melupakan logo pada kemasan produk atau logo produk akan sangat sulit untuk berhasil karena logo merupakan pintu gerbang kedalam pikiran konsumen.

Logo adalah simbol pengingat produk bagi konsumen. Jadi penggunaan sebuah logo pada produk atau kemasan produk akan membantu konsumen mengingat produk kita lebih mudah. Pemakaian logo pada produk atau kemasan produk dapat meningkatkan gengsi pemakai atau konsumennya. Hal ini terlihat jelas pada bidang fashion seperi beberapa merek desainer terkemuka dengan membuat symbol atau tanda tertentu pada produk dan kemasan produk sehingga mampu menaikan gengsi dan akan selalu diingat oleh para pemakainya.

Semuanya ini dikarenakan oleh kebiasaan manusia yang lebih mudah untuk mengingat sebuah gambar atau simbol dalam mengenali sesuatu yang baru. Karenanya tidak jarang para konsumen membeli sebuah produk berdasarkan bentuk, simbol atau gambar yang mereka ingat tertera dalam kemasan produk walaupun sebenarnya mereka lupa akan nama produk tersebut.

Banyak dari pelaku industri skala kecil menengah (UKM) berkilah dengan menyatakan bahwa perusahaan mereka masih kecil atau pemain baru dan karenanya memiliki alasan untuk tidak mencantumkan logo pada kemasan produk atau pada produknya. Perlu diketahui bahwa kesemua perusahaan besar dulunya memulai perusahaannya berpuluh-puluh tahun yang lalu dari kecil dan telah menyadari

(44)

39 pentingnya logo serta melakukan secara konsisten program pemasaran dan branding dengan mencantumkan logo mereka pada kemasan produk.

Bagi para perusahaan yang telah menyadari pentingnya logo dalam kemasan produk untuk tujuan memudahkan pemasaran maka perusahaan tersebut menjadi logo mereka sebagai salah satu media promosi untuk mengenalkan brand perusahaan kepada konsumen dan calon konsumen.

Hal-hal yang perlu dipikirkan dalam membuat logo pada kemasan produk adalah agar produk dapat menarik dan mudah diingat oleh konsumen. Logo harus dibuat sesuai dengan pesan produk tersebut sehingga membantu konsumen dan calon konsumen untuk mengingat produk tersebut. Logo harus berbeda dari para pesaing. Pembuatan logo yang unik dan berbeda dapat sangat membantu program branding dan pemasaran dalam memenangkan pangsa pasar.

Sementara itu desain kemasan harus dapat menguraikan mulai dari mendesain suatu kemasan sampai maksud yang terkandung didalamnya agar tercapai sasaran. Ada tiga kategori untuk menentukan desain kemasan. Pertama, soal makna kemasan. Kemasan sebaiknya bermakna personal, sosial, dan publik. Berdasarkan sifat komunikasi antara pengirim ke penerima pesan atau dari produsen ke konsumen, kemasan harus punya nilai maksudnya produk tersebut hanya ingin diketahui oleh pelakunya, tidak ingin orang lain tahu apa isi produk dalam kemasan itu. Sedang kemasan yang bermakna sosial, biasanya untuk penghargaan atau penghormatan atas prestasi atau hasil yang dicapai. Sementara kemasan yang bernilai publik, biasanya untuk produk untuk komersial, jadi pesan kemasannya harus dapat dimengerti oleh semua orang yang membacanya. Kedua, kemasan dalam bentuk fisik. Terdiri dari kemasan primer melekat pada produknya), kemasan sekunder (melindungi produk), kemasan tersier (fungsi kemudahan dan praktis pembawaannya), kemudian kemasan transport dan sebagainya. Kemasan harus mampu menyampaikan pesan lewat komunikasi informatif, seperti halnya komunikasi antara penjual dengan pembeli. Tampilan kemasan tidak lepas dari perkembangan jaman. Misalnya kemasan untuk individu, disesuaikan dengan jumlah suatu keluarga yang makin sedikit. Bahkan orang-orang kota lebih menyukai kemasan yang praktis, mudah dibuka dan disimpan.

Desain kemasan sebaiknya sudah mengarah pada pada jenis dan fungsi produk. Kemasan juga harus mempertimbangkan kekuatan sebagai pelindung produk. Kemasan juga harus nyaman dipakai. Maksudnya kemasan disini memberikan rasa nyaman jika disentuh, permukaannya tidak melukai, lentur saat digenggam, mudah dibersihkan,

(45)

40 disimpan, stabil bila diletakkan. Kemasan yang mampu menampilkan citra produk dan segmentasi pasar pemakainya. Kemasan juga berprinsip mendukung keselarasan lingkungan. Kemasan yang baik adalah yang; mudah didaur ulang (recycle) ke produk baru dan tidak terkontaminasi, bisa dilebur dan dibuat kembali ke produk (re-use) asal.

Bagi para pengrajin songket di Desa Jinengdalem harus memikirkan dan mencari ide untuk membuat logo dan kemasan produk ini sebagai nilai tambah dari hasil akhir sebuah produk yang akan memberikan kepuasan pembeli/konsumen. Sebagai bagian dari kegiatan berusaha tersebut, maka terlebih masyrakat Bali yang sangat kaya dengan ide seni, maka pengrajin songket Jinengdalem dapat membuat logo dan kemasan produk songket memiliki ciri khas dan seni tersendiri di hati konsumen/pembeli.

(46)

41

PANDUAN

PEMBUKUAN SEDERHANA PENGRAJIN SONGKET

OLEH

TIM PELAKSANA

IbM Songket Jinengdalem

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

(47)

42

Pemahaman Umum Akuntansi Untuk UKM

Dalam proses pembukuan itulah diperlukan Akuntansi. Fungsi sederhana dari akuntansi itu sendiri agar dap pertanyaan berikut:

1. Apakah bisnis kita menguntungkan atau justru malah sebaliknya?

2. Jika laporan keuangan kita bagus, kita pun akan lebih percaya diri untuk mengajukan pendanaan kepada investor atau bank.

Banyak hal yang lebih luas lagi yang bisa kita dapatkan dari laporan keuangan, namun dalam konteks UKM kita sederhana kan saja biar tidak terlalu rumit.Dalam akuntansi UKM, laporan keuangan yang dibutuhkan itu terdiri dari Neraca, Laba Rugi, dan Arus Kas.

1. Neraca, berisikan nilai Aset, kewajiban dan Modal suatu usaha dalam suatu periode akuntansi.

2. Laba Rugi, berisikan tentang aktivitas perusahaan berupa Penjualan, Harga Pokok Penjualan dan Biaya -biaya yang terjadi .

3. Laporan arus kas, berisi informasi mengenai kas masuk dan keluar dalam periode akuntansi yang berjalan.

Nah, yang biasa sudah dilakukan teman-teman UKM adalah aliran keluar masuk kas atau Cash Flow.

Basis Pencatatan Akuntansi

1. Basis Kas, pendapatan atau beban diakui setelah adanya kas keluar atau kas masuk , yang menganut basis ini dalam laporan keuangan adalah laporan arus kas.

2. Basis Akrual, Pendapatan dan beban diakui tanpa memperhatikan uang masuk atau keluar, basis ini dianut oleh Neraca dan Laba rugi, contoh: Transaksi Penjualan Kredit.

Poin poin yang harus di pegang teguh oleh para pengusaha UKM, bahkan bukan hanya UKM tetapi Perusahaan besar juga.

(48)

43

 Keuangan usaha harus terpisah dari keungan pribadi

 Objektivitas pencatatan transaksi harus berdasar bukti contoh: kwitansi, tagihan dari pemasok, dan lain-lain.

 Kegiatan yang dicatat diukur dengan uang.

Lalu selanjutnya kita masuk ke persamaan akuntansi, akan terlihat rumit jika kita tidak memahami logika sederhana ini:

Aset = Kewajiban + Modal

Aset adalah harta yang dimiliki perusahaan.

Kewajiban adalah dana yang berasal dari pihak ketiga Modal adalah dana yang disetorkan oleh pemilik usaha

Siklus Akuntansi adalah:

Transaksi – Jurnal – Buku Besar – Laporan Keuangan

Setelah transaksi terjadi, segala dokumen telah disiapkan dan dikonversi menjadi Jurnal, lalu dari kumpulan jurnal tersebut jadilah Buku Besar dan akhirnya berakhir pada penyajian laporan keuangan.

Trik Menjurnal:

1. Pahami Posisi “Nature of account” dari suatu akun. Contoh: kas,persediaan dalam neraca berada di sisi debet dan hutang dalam posisi kredit.

2. Identifikasikan transaksi yang ada dalam usaha kita lalu modifikasi kan kode nomer akun sesuai dengan usahanya.

3. Setiap jurnal selalu berpasangan jumlah antara debet dan kredit, keduanya harus balance.

Contoh PT X menjual barang dengan Nilai Rp 15.000.000 secara kredit, maka jurnalnya: Piutang (D) 15.000.000

Gambar

Gambar 3. Tenun Kabupaten Buleleng
Gambar 1. Gambaran Ipteks Yang Akan Ditransfer Kepada Mitra
Tabel 1. Hasil Kegiatan IbM Songket Jinengdalem
Gambar Alat Tenun Cag-Cag Jaman Dahulu

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Analisis data yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang tertuang dalam Data di atas menggambarkan bahwa 81,8 % siswa atau sebanyak 36 siswa ada pada kategori KBK siswa kriteria

Hasil penelitiannya menemukan bahwa efisiensi perbankan yang diukur dengan rasio BOPO memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kinerja profitabilitas

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan keanekaragaman hayati tanaman bentik terutama lamun dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian serta peranan lamun sebagai

pendapatan bunga naik jadi Rp10,94 triliun dari pendapatan bunga tahun IHSG diprediksi akan bergerak mixed cenderung melemah pada perdagangan hari ini karena dibayangi oleh aksi

Sementara untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun depan diperkirakan akan lebih dari anggaran tahun ini sebesar Rp 1,7 triliun.. Tahun depan,

Sehingga jumlah nilai nominal saham yang akan dibeli perseroan akan bergantung pada harga saham di Bursa dengan batasan jumlah maksimal 20 persen dari modal yang ditempatkan

11 10231 NURSIHONO Engineering Grenyang Structural Designer 12 10220 DWI ANDIK HARIANTO Project Management Jakarta - Benhil Piping Engineer 13 10229 JAYA BHAKTI Project

APABILA PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL DARI PARA PIHAK ATAU PERSETUJUAN INTERNASIONAL YANG ADA ATAU NANTINYA ADA YANG DAPAT DITERAPKAN ANTARA KERAJAAN NORWEGIA DAN REPUBLIK