• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT TERHADAP HASIL BELAJAR IPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT TERHADAP HASIL BELAJAR IPS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

TERHADAP HASIL BELAJAR IPS

Wyn. Yogi Wintari

1

, I Nym. Murda

2

, I Gst. Ngurah Japa

3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:ogietari@yahoo.com

1

, murdanyoman@yahoo.co.id

2

, ngrjapa_pgsd

@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan post test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng yang berjumlah 109 orang. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik random sampling (undian) yang berjumlah 63 orang. Pengumpulan data menggunakan tes hasil belajar dengan soal pilihan ganda, kuesioner, dan lembar observasi. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional (thitung = 3,64

> ttabel = 1,980). Dibuktikan pula oleh perbedaan skor rata-rata yang diperoleh antara

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT yaitu 64,97 (kategori tinggi) dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kovensional yaitu 58,82 (kategori sedang). Hal ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe TGT berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

Kata kunci: kooperatif, model kooperatif tipe TGT, hasil belajar IPS Abstract

This research aimed to determine the differences of social science learning achievement between student group taught with cooperative learning model type TGT and those taught with conventional model. This research could be categorized as quasi research with post test only control group design. Research population was all fifth grade elementary school at cluster VIII of sub-distric Buleleng, Buleleng regency amounted to 109 students. Research samples were 63 students, determined by using random sampling technique. Data collected by applying learning achievement test using multiple choise-questions, questionnaire, and observation sheets. Data analyzed by using descriptive statistic and inferential statistic (t-test). The results showed that there were differences between social science learning achievement of students taught with cooperative learning model type TGT and those taught with conventional model (tvalue =

3,64 > ttable = 1,980). It could be proved from the average score of those group in which

the experiment group score equals to 64,97 (categorized as high) and control group score equals to 58,82 (categorized as sufficient). This means cooperative learning model type TGT positive effect on social learning achievement IPS in fifth grade elementary school students cluster VIII of sub-distric Buleleng, Buleleng regency.

Key words: cooperative, cooperative learning model type TGT, social learning

(2)

PENDAHULUAN

Derasnya arus globalisasi berdampak pada timbulnya berbagai masalah sosial di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi pandangan

serta pola hidup manusia Indonesia

sehingga harus mampu berperan dengan baik dalam kedudukannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Tantangan tersebut menuntut manusia Indonesia perlu

memiliki pengetahuan, sikap, dan

keterampilan sosial. Pengetahuan, sikap dan keterampilan seperti ini dapat dikembangkan

melalui proses pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).

Lasmawan (2003:4) menyatakan

bahwa “pembelajaran pendidikan IPS dewasa ini dihadapkan pada tantangan untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang mampu memerankan diri dalam kehidupan dunia modern”. Oleh karena itu, memungkinkan siapa pun yang mempelajari IPS dapat berhasil menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya, baik dalam

lingkupnya sebagai makhluk individu

maupun sebagai makhluk sosial. Hal ini

menunjukkan bahwa IPS memegang

peranan penting dalam upaya menciptakan

sumber daya manusia yang mampu

menghadapi kedinamisan kehidupan

masyarakat.

Melalui IPS peserta didik diharapkan mampu melakukan pemecahan masalah yang dihadapinya sehingga tidak sekadar penguasaan pengetahuan dan teori sosial semata namun bagaimana pengetahuan dan teori tersebut diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat yang baik. Kosasih (dalam Lasmawan,

2003:25) menyebutkan bahwa

“pembelajaran IPS di sekolah dasar

dimaksudkan untuk pengembangan

pengetahuan, sikap, nilai-moral, dan

keterampilan siswa agar menjadi manusia yang mampu memasyarakat (sociotable)”. Ini berarti, maksud dan harapan proses pembelajaran IPS yang berlangsung di sekolah dapat bermanfaat untuk mengatasi permasalahan yang ditemui siswa dalam

kehidupan sehari-hari sehingga

pembelajaran yang dilakukan benar-benar bermakna (meaningful learning).

Sejalan dengan hal tersebut, kurikulum baru yang saat ini mulai gencar digunakan dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Wakil Presiden RI, Boediono (2012) dalam website resminya

berpendapat bahwa “orientasi

pengembangan kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge)”.

Berdasarkan hasil pengamatan, Nilai Ujian Nasional (NUN) yang merupakan salah satu tolak ukur yang digunakan dalam menilai kualitas pendidikan masih tergolong rendah. Ini berarti kualitas proses dan hasil masih tergolong rendah. NUN sebagai syarat kelulusan menunjukkan hasil yang belum maksimal khususnya Kabupaten Buleleng. NUN tingkat satuan pendidikan dasar dalam kurun waktu dua tahun terakhir

di Provinsi Bali yaitu pada periode

2010/2012, Badung menempati urutan

pertama dengan nilai rata-rata 25,01. Disusul oleh Denpasar (24,76), Gianyar

(24,21), Klungkung (22,60), Tabanan

(22,56), Karangasem (22,09), Jembrana (22,02), Buleleng (21,58) dan Bangli (21,27).

Periode 2012/2013 kembali Badung

menempati urutan pertama (25,94),

kemudian Denpasar (25,65), Gianyar

(25,19), Klungkung (23,66), Tabanan

(23,66), Karangasem (23,44), Jembrana (23,31), Buleleng (22,78), dan Bangli (22,77). Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa kualitas pendidikan di Kabupaten Buleleng masih memprihatinkan.

Hasil observasi yang dilakukan di salah satu gugus di Kabupaten Buleleng yaitu gugus VIII diperoleh data secara spesifik nilai rata-rata ulangan tengah semester (UTS) siswa dalam mata pelajaran IPS yaitu SD No.1 Paket Agung memperoleh 64,57 (KKM 65), SD No. 2 Paket Agung memperoleh 69,88 (KKM 71), SD No. 1 Kendran memperoleh 68 (KKM 71), SD No. 1 Beratan memperoleh 63,01 (KKM 67), dan SD No. 2 Liligundi memperoleh 55,74 (KKM 67). Rendahnya rata-rata nilai hasil UTS siswa dapat

(3)

diartikan bahwa kualitas hasil belajarnya rendah, khususnya pada mata pelajaran IPS.

Sesungguhnya Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) merupakan salah satu ilmu dari hasil pengintegrasian dari berbagai cabang ilmu sosial seperti ekonomi, geografi, sejarah, politik, hukum, ilmu budaya, dan sosiologi. Somantri (2010) menyatakan bahwa IPS merupakan penyederhanaan dan pengorganisasian bahan dari ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi di dalamnya untuk kepentingan tujuan pendidikan. Sebagai bidang pengetahuan, muatan materi IPS digali dari kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat sehingga intisari yang dianggap paling penting adalah pengaplikasian IPS itu sendiri di masyarakat. Jadi, mempelajari IPS pada hakikatnya adalah menelaah interaksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik dan sosial-budaya).

Seperti bidang ilmu lainnya, IPS memiliki tujuan tersendiri, yaitu membina peserta didik menjadi warga negara yang baik, memiliki pengetahuan dan wawasan lokal maupun global, keterampilan sosial dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara. Hasan (1996:97) mengungkapkan tujuan pendidikan ilmu sosial di dunia sekolah adalah “mengembangkan kemampuan siswa dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang tinggi”. Istilah yang dimaksud dengan mencapai tujuan pendidikan yang tinggi dalam hal ini adalah segala aspek dalam diri siswa sebagai pribadi yang utuh akan dikembangkan melalui pendidikan ilmu sosial sesuai dengan pandangan positif di mata bangsa, masyarakat, dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, IPS digunakan sebagai wahana pendidikan di berbagai jenjang pendidikan.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa IPS sangat perlu dipelajari dan dipahami oleh siswa sehingga mampu mencapai hasil

belajar yang optimal dan mampu

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar IPS yang optimal dapat dicapai melalui pembelajaran IPS yang efektif.

Kegiatan proses pembelajaran

merupakan kegiatan yang paling penting

dalam pendidikan, sebab berhasil tidaknya pencapaian pendidikan sangat bergantung kepada bagaimana proses pembelajaran dirancang dan dijalankan secara profesional

dimana dalam proses pembelajaran

kedudukan guru dan siswa setara namun

memiliki fungsi yang berbeda. siswa

merupakan subyek pembelajaran dan guru memiliki fungsi sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa. Pembelajaran yang

dilaksanakan dapat mengadaptasi dari

kehidupan sehari-hari, dimana manusia dalam menjalani kehidupannya memerlukan bantuan orang lain, tidak dapat hidup sendiri-sendiri. Jika hal ini diterapkan pada

proses pembelajaran maka muncul

pembelajaran kooperatif yang

menitikberatkan pada aktivitas siswa yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk memaksimalkan penguasaan materi. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif menuntaskan materi pelajaran. Semua anggota kelompok harus tuntas dalam penguasaan materi, jika ada anggota kelompok yang belum tuntas, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab memberikan bimbingan agar seluruh materi tuntas dipahami. Kelompok dibentuk secara

heterogen dengan mempertimbangkan

kemampuan, ras, agama, golongan, jenis kelamin, dan lainya. Penghargaan yang

diberikan lebih berorientasi kepada

kelompok, sehingga masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya. Suasana

pembelajaran yang demikian dapat

menciptakan iklim pembelajaran IPS yang efektif. Iklim pembelajaran IPS yang efektif adalah iklim pembelajaran yang dapat menantang keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar dan melatih ketiga aspek dalam diri siswa yaitu kognitif, afektif dan psikomotor sehingga tercapai hasil belajar yang maksimal.

Model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT)

dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Edward, adalah pembelajaran kooperatif pertama yang dikembangkan oleh John Hopkins. TGT dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran termasuk mata pelajaran IPS. Sintaks dalam pembelajaran kooperatif TGT adalah pemberian materi

(4)

pelajaran melalui presentasi kelas, pembentukan kelompok, diskusi kelompok dengan bantuan lembar kerja siswa yang mendukung kegiatan turnamen, kuis di masing-masing kelompok, dan kegiatan terpenting adalah turnamen. Akhir dari

kegiatan turnamen adalah pemberian

penghargaan terhadap kelompok terbaik. Keuntungan dari pembelajaran kooperatif yaitu siswa bekerja sama dalam mencapai

tujuan, siswa aktif membantu dan

mendorong agar sama-sma berhasil, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk meningkatkan keberhasilan kelompok, dan interaksi antar siswa dalam meningkatkan

kemampuan dalam berpendapat dan

perkembangan kognitif. Dalam pembelajaran IPS, model pembelajaran kooperatif TGT sangat relevan digunakan sesuai dengan karakteristik dari pembelajaran IPS di sekolah dasar.

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2013) yang menguji komparatif model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran konvensional menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam penguasaan kosakata Bahasa Inggris antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

konvensional. Penelitian menunjukkan

bahwa model pembelajaran kooperatif

mampu meningkatkan penguasaan kosakata Bahasa Inggris di sekolah dasar.

Model pembelajaran konvensional

adalah salah satu model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru pada umumnya dengan cara memberikan informasi tentang materi suatu mata pelajaran. Rasana

(2009:20) mengemukakan bahwa

“penyampaian materi dalam pembelajaran konvensional lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung terus-menerus”. Hal tersebut

berarti bahwa model pembelajaran

konvensional dapat pula dikatakan model pembelajaran yang efektif untuk membantu guru dalam mengajar materi yang bersifat hafalan (ingatan). Model ini pada hakikatnya

tidak mengedepankan siswa untuk

mengeksplorasi pengetahuannya sendiri

melalui kegiatan penyelidikan sehingga

konsep-konsep yang dimiliki siswa hanya bersifat hapalan (ingatan). Oleh karena itu, model pembelajaran konvensional sering disebut-sebut sebagai model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Ciri-ciri pembelajaran konvensional seperti diungkapkan oleh Budiman (2013), yaitu mengandalkan hafalan, pemilihan informasi ditentukan oleh guru, cenderung terfokus pada bidang (disiplin) tertentu, memberikan kumpulan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan, dan penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian atau ulangan.

Berdasarkan uraian tersebut, model

pembelajaran kooperatif tipe TGT

diasumsikan dapat meningkatkan hasil belajar IPS. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V

SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng

Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran

2013/2014”.

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu atau quasi

experiment karena tidak semua variabel

yang muncul bisa dikontrol dengan ketat. Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus VIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah Post-Test Only

Control Group Design.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas V SD gugus VIII Kecamatan Buleleng dengan jumlah siswanya sebanyak 109 orang. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik random sampling yaitu dengan cara pengundian atau random. Sebelum menentukan sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, terlebih dahulu yang dilakukan adalah menguji kesetaraan dari populasi dengan menganalisis hasil belajar IPS ulangan akhir semester ganjil siswa kelas V SD gugus VIII Kecamatan

Buleleng Kabupaten Buleleng dengan

menggunakan analisis uji-t. Hasil uji

kesetaraan hasil belajar IPS menunjukkan kemampuan siswa kelas V SD gugus VIII

(5)

Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng adalah setara.

Sampel penelitian ditentukan dengan cara melakukan pengundian terhadap lima sekolah yang ada di gugus VIII Kecamatan

Buleleng Kabupaten Buleleng. Hasil

pengundian diperoleh bahwa SD No. 1 Paket Agung dan SD No. 2 Paket Agung muncul sebagai sampel penelitian. Kedua sekolah tersebut diundi kembali untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil dari pengundian tersebut diperoleh bahwa kelas V SD No. 1 Paket Agung sebagai kelas kontrol dan kelas V SD

No. 2 Paket Agung sebagai kelas

eksperimen. Kelas eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sedangkan kelas kontrol diberikan

perlakuan model pembelajaran

konvensional.

Data hasil belajar IPS dikumpulkan dengan instrumen tes hasil belajar yang berupa pilihan ganda sebanyak 30 butir soa, kuesioner sebanyak 15 butir, dan lembar observasi dengan tiga aspek penilaian. Ketiga instrumen penelitian divalidasi oleh dosen pakar (expert judges) dengan tujuan item instrumen yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data penelitian. Setelah divalidasi, agar dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar IPS, tes hasil belajar dan kuesioner diuji coba di gugus I Kecamatan Buleleng Kabupaten

Buleleng. Pengujian yang dilakukan

terhadap instrumen tes hasil belajar meliputi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya beda dan analisis pengecoh. Pengujian

terhadap instrumen kuesioner meliputi

validitas dan reliabilitas. Hasil uji coba diperoleh 30 butir soal tes hasil belajar IPS dinyatakan valid dan layak digunakan dalam penelitian.

Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan terikat. Variabel bebas dalam penelitian adalah model pembelajaran dengan dua dimensi yaitu kooperatif tipe TGT dan konvensional. Variabel terikat dalam penelitian adalah hasil belajar IPS siswa.

Teknik untuk menganalisis data

penelitian, yaitu analisis deskriptif dan

analisis dengan teknik uji-t. Analisis

deskriptif untuk mengetahui pola sejumlah

data penelitian, merangkum informasi yang

terdapat dalam data penelitian, dan

menyajikan informasi tersebut dalam sebuah bentuk yang diinginkan. Analisis deskriptif yang digunakan adalah mean, median, dan modus. Hasil perhitungan mean, median, modus disajikan ke dalam kurva poligon. Penyajian data dengan kurva poligon bertujuan untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar IPS pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hubungan antara mean (M), median (Md) dan modus (Mo) digunakan untuk menentukan kemiringan kurva poligon distribusi frekuensi.

Analisis data dengan uji-t dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan analisis uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai uji prasyarat dalam pengujian hipotesis. Uji normalitas untuk skor hasil belajar IPS siswa digunakan analisis

chi-kuadrat dan uji homogenitas varians menggunakan uji-F. Jika hasil analisis

menunjukkan data yang normal dan

homogen serta jumlah siswa antar kelas sampel berbeda, maka rumus uji-t yang digunakan adalah polled varians. Kriteria

signifikansi dilakukan dengan

membandingkan harga thitung dengan harga

ttabel dengan taraf signifikan 5% (0,05). Jika thitung > ttabel, maka diinterpretasikan terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa

kelompok eksperimen dan kontrol,

sebaliknya jika thitung < ttabel, maka

diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelompok eksperimen dan kontrol.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini pada dasarnya

dilaksanakan untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan hasil belajar IPS siswa sebagai hasil perlakuan antara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran konvensional sebagai kontrolnya.

Berikut ini rekapitulasi perhitungan analisis deskriptif hasil belajar IPS setelah diberikan delapan kali perlakuan (treatment) dan pemberian post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang disajikan pada Tabel 1.

(6)

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Hasil Belajar IPS

Statistik Deskriptif Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Modus (Mo) 67,21 56,72

Median (Md) 65,90 57,91

Mean (M) 64,97 58,82

Varians 39,96 48,98

Standar Deviasi 6,32 7,00

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui

bahwa pada kelompok eksperimen

Mo>Md>M sedangkan pada kelompok

kontrol Mo<Md<M. Data hasil belajar IPS pada kelas eksperimen disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Poligon Hasil Belajar Kelas Eksperimen

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa

sebaran data kelompok siswa yang

mengikuti model pembelajaran kooperatif

tipe TGT pada kelas eksperimen

menunjukkan kurva juling negatif. Hasil analisis deskriptif diperoleh mean hasil belajar IPS siswa yang berada pada kelas eksperimen yaitu 64,97. Setelah dikonversi ke dalam PAP skala lima, mean hasil belajar IPS kelompok eksperimen berada pada kategori tinggi.

Distribusi frekuensi data hasil belajar IPS pada kelas kontrol yang mengikuti model pembelajaran konvensional disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Poligon Hasil Belajar Kelas Kontrol

Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa

sebaran data kelompok siswa yang

mengikuti model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol menunjukkan kurva juling positif. Hasil analisis deskriptif diperoleh mean hasil belajar IPS siswa yang berada pada kelas kontrol yaitu 58,82. Setelah dikonversi ke dalam PAP skala lima, mean hasil belajar IPS kelompok kontrol berada pada kategori sedang.

Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian berdistribusi normal. Berdasarkan hasil

pengujian, diperoleh harga X2hitung kelas

eksperimen adalah 2,393 dan harga X2tabel sebesar 7,82, dengan taraf 5% dan dk = 3.

(7)

Dengan demikian X2hitung < X2tabel,ini berarti

hasil belajar IPS kelas eksperimen

berdistribusi normal. Hasil pengujian

normalitas pada kelas kontrol diperoleh

X2hitung = 0,600 dan X2tabel = 7,82dengan taraf 5% dan dk = 3. Dengan demikian X2hitung < X2tabel,, yang berarti hasil belajar IPS kelas kontrol juga berdistribusi normal.

Selanjutnya uji homogenitas varians dilakukan terhadap varians pasangan antar

kelas eksperimen dan kontrol untuk

memastikan bahwa perbedaan antar

kelompok berasal dari perbedaan antar

kelompok, bukan disebabkan oleh

perbedaan di dalam kelompok. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen apabila Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh Fhitung = 1,226 dan Ftabel = 1,80 pada taraf signifikansi 5% dengan dbpembilang = 32 dan

dbpenyebut = 29. Dengan demikian Fhitung <

Ftabel, yang berarti varians antar kelas

eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.

Hasil uji prasyarat diperoleh bahwa

data hasil belajar IPS siswa kelas

eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, sehingga pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t dapat dilakukan. Oleh karena data hasil belajar IPS berdistribusi normal dan homogen serta jumlah siswa pada kelas eksperimen berbeda dengan jumlah siswa

pada kelas kontrol, maka pengujian

hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi)

yaitu rumus polled varians dengan kriteria H0

ditolak jika thitung > ttabel dan H0 diterima jika

thitung < ttabel. Berikut ini ringkasan hasil uji hipotesis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji-t Independent dengan Polled Varians Kelas Varians N Db thitung ttabel Kesimpulan Eksperimen 39,96 30

Kontrol 48,98 33 61 3,64 1,980 Signifikan

Sesuai dengan Tabel 2 tersebut, terlihat bahwa thitung > ttabel. Hal ini berarti H0 ditolak sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional pada siswa kelas V SD Gugus

VII Kecamatan Buleleng Kabupaten

Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014.

Dalam penelitian ini, Model

pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol. Hasil belajar IPS siswa yang dimaksud adalah hasil belajar IPS siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol dalam

penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda pada hasil belajar IPS siswa. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti pembelajaran model kooperatif tipe TGT dengan siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional. Adanya perbedaan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPS siswa.

Perbedaan yang terjadi pada hasil belajar IPS siswa dibuktikan juga dari hasil analisis deskriptif yang dilakukan terhadap skor hasil belajar IPS siswa. Secara deskriptif, hasil belajar IPS siswa kelompok

eksperimen lebih tinggi dibandingkan

dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar IPS dan kecenderungan skor hasil belajar IPS. Rata-rata skor hasil belajar IPS siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada

(8)

rata-rata skor hasil belajar IPS siswa kelompok kontrol. Apabila skor hasil belajar

IPS siswa kelompok eksperimen

digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurva sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Sedangkan, pada kelompok kontrol, apabila skor hasil belajar IPS siswa digambarkan dalam grafik poligon

tampak bahwa kurva sebaran data

merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.

Perbedaan hasil belajar IPS antara

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran model kooperatif tipe TGT dengan kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran model konvensional

disebabkan karena adanya perbedaan

perlakuan pada langkah-langkah

pembelajaran dan proses penyampaian

materi pelajaran. Temuan penelitian

menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPS siswa dengan kecenderungan sebagian besar skor siswa tinggi disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, guru dalam pembelajaran

memposisikan diri sebagai mediator dan fasilitator pada saat siswa mendalami materi

pelajaran yang menjadi fokus unit

pembelajaran model kooperatif tipe TGT. Siswa diarahkan untuk saling membantu dalam memahami materi pelajaran dalam kegiatan diskusi kelompok sehingga masing-masing individu dalam kelompok menguasai materi yang sedang dipelajari. Pembelajaran juga memberikan kesempatan kepada siswa yang berkemampuan lebih dan siswa yang berkemampuan kurang untuk sama-sama berhasil memperoleh hasil belajar yang baik dalam pembelajaran. Eggen and Kauchak

(dalam Trianto, 2007:42) menyatakan

bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategis pengajaran yang

melibatkan siswa bekerja secara

berkolaborasi untuk mencapai tujuan

bersama”. Dengan demikian, selain

penguasaan terhadap materi pelajaran, siswa diajarkan untuk saling membantu satu sama lain dan meningkatkan kemampuan sosialisasinya, baik antar sesama anggota

kelompok, maupun antar anggota kelompok yang lain.

Kedua, siswa dibiasakan berlatih

menjawab soal-soal yang diberikan selama pembelajaran yang diberikan setiap tahap kuis dan turnamen. Kegiatan ini akan menuntut siswa untuk lebih aktif menguasai materi pelajaran. Dengan demikian hasil belajarnya akan semakin meningkat.

Selain temuan-temuan di atas, temuan lain yang merupakan akibat dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut. Pertama, siswa lebih mudah dalam memahami materi pelajaran IPS. Berdasarkan observasi awal yang

dilakukan peneliti, siswa sering lupa

terhadap materi pelajaran IPS yang

cenderung hanya mereka hafalkan saja. Siswa kesulitan dalam menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru padahal soal tersebut merupakan tinjauan dari materi pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya. Metode pengajaran konvensional yang digunakan oleh guru banyak membuat siswa cenderung pasif karena hanya diminta mengingat semua materi pelajaran yang diberikan oleh guru tanpa diajarkan untuk mengetahui alur materi yang sedang dipelajari. Setelah siswa diperkenalkan

dengan cara belajar dari model

pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa telah mampu dengan cepat dan tepat dalam memahami materi pelajaran yang diberikan. Model pembelajaran kooperatif TGT juga memberikan tantangan bagi siswa. Siswa harus dapat menjawab soal sebanyak-banyaknya dengan jawaban yang tepat dan benar sehingga dapat menambah poin bagi

kelompoknya masing-masing. Kegiatan

pembelajaran TGT memberikan pengaruh positif terhadap suasana pembelajaran di kelas, yaitu menimbulkan suasana yang aktif, menyenangkan dan kompetitif. Dengan terciptanya suasana pembelajaran yang seperti itu, tentunya dapat menciptakan

pembelajaran IPS yang lebih efektif.

Penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT membiasakan siswa untuk

bertindak aktif, cekatan, dan belajar menjadi makhluk sosial yang baik.

Kedua, selama penelitian berlangsung

siswa terbiasa untuk rajin membaca buku,

(9)

pemenang dalam setiap kegiatan pembelajaran berlangsung sehingga secara tidak langsung siswa berusaha berlatih dengan cepat untuk menguasai materi pelajaran. Ketiga, siswa menjadi lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar bersama teman-temannya, hal ini karena siswa ingin mendapat kemenangan bagi

kelompoknya saat kegiatan turnamen.

Kesimpulan yang dapat diambil dari

pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu suasana belajar yang menyenangkan dan menantang berdampak besar terhadap semangat dan pola pikir siswa saat mengikuti pelajaran.

Temuan penelitian tersebut juga

didukung dengan penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Santiari (2012) tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar IPA antara

siswa yang mengikuti pembelajaran

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT berbantuan power point dengan siswa yang mengikuti pembelajaran

menggunakan model pembelajaran

konvensional. Hasil penelitian ini

menghasilkan perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media power

point dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya harga thitung yakni 3,28 daripada ttabel yakni 2,00. Pratiwi (2013) melakukan penelitian eksperimen tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa, bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan penguasaan kosakata

Bahasa Inggris antara siswa yang mengikuti

pembelajaran menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran

menggunakan model pembelajaran

konvensional.

Berbeda halnya dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional yang bercirikan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Model pembelajaran konvensional yang dilaksanakan guru cenderung membuat siswa bosan dalam mengikuti pelajaran.

Guru menjelaskan materi atau memberi

ceramah, kemudian memberi siswa

kesempatan untuk bertanya. Model

pembelajaran konvensional merupakan

model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru pada umumnya dengan cara memberikan informasi tentang materi suatu mata pelajaran. Menurut Rasana (2009:20)

mengemukakan bahwa “penyampaian

materi dalam pembelajaran konvensional lebih banyak dilakukan melalui ceramah,

tanya jawab, dan penugasan yang

berlangsung terus-menerus”.

Jika hal ini, dilakukan terus menerus akan menimbulkan kebosanan bagi siswa dalam mengikuti pelajaran IPS. Karena suasana kelas terkesan monoton, tidak ada suasana menyenangkan bagi siswa saat mengikuti pelajaran sehingga siswa sering jenuh saat mengikuti pelajaran IPS. Secara tidak langsung hal ini juga berpengaruh pada hasil belajarnya. Padahal menurut Tjandra, dkk. (2005) mengajarkan IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi

bahwa siswa memperoleh bekal

pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupannya kelak di masyarakat. Jika minat siswa dalam mengikuti pelajaran IPS tidak ada, maka mustahil mewujudkan hasil belajar optimal bagi siswa yang nantinya akan menjadi bekal mereka menjadi warga negara yang mampu belajar dan berpikir yang baik.

Meskipun dalam model pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di kelas

kontrol terdapat kegiatan belajar

berkelompok, tetapi situasi kegiatan belajar sangat berbeda dengan kelas eksperimen. Saat kegiatan diskusi berlangsung hanya beberapa siswa saja yang aktif mengerjakan lembar kerja yang diberikan guru. Hal ini tentu berdampak buruk pada pola pikir siswa yang kurang aktif dalam kegiatan kelompok. Oleh karena itu, guru perlu mencari alternatif

model pembelajaran lain yang dapat

membuat siswa aktif saat kegiatan belajar berlangsung sehingga siswa dapat menjadi pemikir yang kritis seperti yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran IPS.

Meskipun secara umum dapat model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa, namun dalam pelaksanaan masih terdapat

(10)

kendala. Kendala tersebut yaitu sulit mengatur kondisi kelas agar tetap kondusif saat pembelajaran berlangsung. Hal ini karena model pembelajaran kooperatif tipe TGT mempunyai ciri khas yaitu pelaksanaan kegiatan tournament, saat siswa berhasil menjawab benar maka siswa akan berteriak dengan suara riuh. Pada saat inilah terkadang luapan kegembiraan siswa susah

terkontrol. Siswa asik membicarakan

kemenangan kelompok mereka sehingga terkadang lupa bahwa mereka sedang dalam kegiatan belajar, akibatnya dapat menimbulkan kegaduhan dan keributan di dalam kelas.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa hasil penelitian ini memberikan

implikasi bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TGT telah mampu

memberikan kontribusi yang positif dalam meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPS siswa kelas V. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe TGT

dapat dijadikan suatu alternatif

pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam mata pelajaran IPS.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa (1) hasil belajar IPS siswa SD No. 1 Paket Agung sebagai

kelompok kontrol yang mengikuti

pembelajaran model konvensional berada pada kategori sedang dengan skor rata-rata 58,82 dan apabila digambarkan ke dalam kurva poligon maka kurva yang terbentuk adalah juling positif karena Mo<Me<M (56,72<57,91<58,82) yang berarti bahwa skor hasil belajar IPS siswa cenderung rendah. (2) Hasil belajar IPS siswa SD No. 2 Paket Agung sebagai kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata 64,97 dan apabila digambarkan ke dalam kurva poligon maka kurva yang terbentuk adalah juling

negatif karena Mo>Me>M

(67,21>65,90>64,97) yang berarti bahwa skor hasil belajar IPS siswa cenderung tinggi. (3) Terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dengan kelompok siswa

yang mengikuti pembelajaran model

konvensional (thitung > ttabel, thitung = 3,64 dan

ttabel = 1,980). Adanya perbedaan

menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT

berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPS siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Disarankan kepada siswa, dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar IPS siswa serta kualitas belajar. Kemudian saran ditunjukkan kepada guru agar lebih berupaya dalam

menciptakan suasana kelas yang

menyenangkan dan aktif dengan

menerapkan model pembelajaran yang

inovatif, seperti model pembelajaran

kooperatif tipe Teams Games Tournamnet (TGT) untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Disarankan kepada kepala sekolah agar model pembelajaran kooperatif tipe TGT tetap dijadikan sebagai salah satu

model pembelajaran yang dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran dan

hasil belajar IPS di sekolah dasar.

Selanjutnya disarankan kepada peneliti lain yang yang berminat untuk mengadakan

penelitian lebih lanjut tentang model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

maupun bidang ilmu lainnya, agar

memperhatikan kendala-kendala yang

dialami dalam penelitian ini sebagai bahan

pertimbangan untuk perbaikan dan

penyempurnaan penelitian yang akan

dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN

Bali Post. 2013. Bangli Kembali Tempati

Posisi Juru Kunci. Tersedia pada

http://www.balipost.co.id/mediadetail.p hp?module=detailberitaindex&kid=11& id=76767 (diakses pada tanggal 21 Desember 2013).

Boediono. 2012. Pengembangan Kurikulum

2013:Menuju Tercapainya Kompetensi yang Berimbang. Tersedia pada

(11)

http://wapresri.go.id/index/preview/konf erensi/179 (diakses pada tanggal 11 Desember 2013).

Budiman, Yusup. 2013. Model

Konvensional. Tersedia pada

http://budiman2013.blogspot.com/2013 /05/model-konvensional.html(diakses pada tanggal 28 November 2013). Disdikpora. 2012. Hasil UN SD Diserah

Terimakan. Tersedia pada

http://www.disdikpora.baliprov.go.id/id/

HASIL-UN-SD-DISERAH-TERIMAKAN (diakses pada tanggal 21 Desember 2013).

Hasan, S. Hamid. 1996. Pendidikan Ilmu

Sosial. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Lasmawan, Wayan. 2003. Inovasi

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Pratiwi, Kadek Yulita. 2013. Pengaruh Model

Pembelajaran Teams Games

Tournament (TGT) Terhadap

Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Kelas IV Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013 di SD

Gugus IV Kecamatan Tabanan

Kabupaten Tabanan. Skripsi (tidak

diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru

Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu

Pendidikan. Universitas Pendidikan Ganesha.

Rasana, I Dewa Putu Raka. 2009.

Model-model Pembelajaran. Undiksha.

Anggaran (DIPA) PNBP FIP.

Santiari, Ni Made. 2012. Pengaruh Model

Pembelajaran Teams Games

Tournament dan Media Power Point Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas IV Semester II di SDN 1 Baturiti Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan Tahun Pelajaran 2011/2012.

Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Ganesha.

Somantri, Muhammad Numan. 2001.

Menggagas Pembaharuan Pendidikan

IPS. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Tjandra, dkk. 2005. Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.

Singaraja: FIP IKIPN Singaraja.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran

Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Hasil Belajar IPS  Statistik Deskriptif  Kelas Eksperimen  Kelas Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi ini dapat disimpulkan bahwa dengan pembebanan yang sama, yaitu 9.836 MW, Particle Swarm Optimization mampu mengurangi total biaya pembangkitan Jawa Bali

Dari hasil penelitian maka terdapat pengaruh kegiatan magang terhadap motivasi mengajar mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang ke depannya sebagai bekal

Pemodelan data yang digunakan dalam sistem informasi akademik berbasis web pada SMK Pelayaran Sinar Bahari Palembang adalah dengan menggunakan Entity Relantionship Diagram

Buku yang menguraikan terkait bagaimana lahirnya anggota Parlemen yang aspiratif, dengan menggunakan kajian mulai dari mekanisme rekrutmen anggota Partai

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Abu Raja alias Muhammad yang mengatakan bahwa ia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan tanaman bunga Marigold dan Kacang Hias terhadap populasi arthropoda pada tanamana padi sawah diketahui populasi tertinggi musuh

Ditemukan nilai signifikansi (sig. 2-tailed) untuk variabel Kinerja sebesar 0,23&gt;0,05, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji independent sample t-test, maka

Sesuai dengan nilai-nilai yang melekat pada Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi (TUPOKSI) berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi