• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tubuh manusia mempunyai kemampuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tubuh manusia mempunyai kemampuan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004

Gangguan Koagulasi

Gangguan Koagulasi

Gangguan Koagulasi

Gangguan Koagulasi

Gangguan Koagulasi

Mantik MFJ

Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004: 60-67

Alamat Korespondensi: Mantik MFJ, Dr. SpA.(K)

Sub Bag Hematologi Onkologi Bag.IKA FK Unsrat-RSUP Manado P.O. BOX. 1066 Manado.

Telepon: 0431-821652. Fax: 0431-859091

mencegah atau menghambat koagulasi darah dan agregasi trombosit, mempertahankan tonus dan permiabilitas pembuluh darah, menghasilkan suatu lapisan pelindung yang mencegah terjadinya kontak antara darah dan endotelium yang mengalami cedera. Endotelium akan mensintesis terjadinya suatu

basemen membrane yang mengandung protein adesif,

kolagen, fibronectin, laminin, vitronectin, dan VWF. Endotelium menghambat terjadinya koagulasi dengan cara menghasilkan trombomodulin dan heparin sulfat; memacu fibrinolisis dengan cara memproduksikan t-PA, urokinase plasminogen aktivator, plasminogen aktivator inhibitor; meng-hambat agregasi trombosit dengan cara melepaskan PGI2 dan nitrit oxide (NO); regulasi dinding pembuluh darah melalui sintesis endotelin yang menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan juga PGI2 dan NO yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (lihat Gambar 2).1,2

Trombosit

Trombosit berperan dalam mengontrol perdarahan melalui mekanisme (1) adesi,(2) agregasi,(3) sekresi dan (4) aktifitas prokoagulan (Gambar 3). Dalam keadaan normal trombosit tidak akan mengalami adesi pada sel endotelium pembuluh darah oleh karena aktifitas inhibitor (PGI2, NO, ADPase) yang dihasilkan sel endotel pembuluh darah.

Trombosit akan mengalami aktifasi apabila mengalami kontak dengan benda asing atau bahan-bahan agonis seperti kolagen, trombin, epinefrin, ADP, tromboxan A2, calcium ionopore.1

Koagulasi

Sistem prokoagulasi

Suatu sistim prokoagulasi terdiri dari proses interaksi antara enzim serin protease dan beberapa kofaktor dengan permukaaan fosfolipid yang terdapat pada

T

ubuh manusia mempunyai kemampuan untuk mempertahankan sistim hemostasis yaitu mempertahankan komponen darah tetap dalam keadaan cair (Fluid state) sehingga tubuh dalam keadaan fisiologik mampu mempertahankan aliran darah dari/dalam pembuluh darah.

Bilamana terjadi kerusakan pembuluh darah maka sistem hemostasis tubuh akan mengontrol perdarahan melalui mekanisme (1) interaksi pembuluh darah dan jaringan penunjang, (2) interaksi trombosit dan pembuluh darah yang mengalami kerusakan, (3) pembentukan fibrin oleh sistim koagulasi, (4) regulasi dari bekuan darah oleh faktor inhibitor koagulasi dan sistim fibrinolitik, (5) remodeling dan reparasi dari pembuluh darah yang mengalami kerusakan(Gambar 1).1,2

Bilamana terdapat gangguan dalam regulasi hemostasis baik oleh karena kapasitas inhibitor tidak sempurna atau oleh karena adanya stimulus yang menekan fungsi natural anticoagulant maka akan terjadi trombosis yaitu suatu proses terjadinya bekuan darah dalam pembuluh darah.

Secara klinis proses terjadinya trombosis me-libatkan (1) aliran darah dan pembuluh darah, (2) interaksi trombosit–pembuluh darah oleh karena kerusakan endotelium dan (3) sistim koagulasi baik natural antikoagulan dan sistem fibrinolitik.

Endothelium

Endotel pembuluh darah berperan penting dalam sistem hemostasis tubuh, endotelium normal berfungsi mempertahankan darah dalam keadaan cair (fluid state) dengan cara memproduksikan inhibitor yang akan

(2)

membran trombosit dan endotel yang mengalami kerusakan untuk membentuk fibrin yang stabil. Terdapat 2 lintasan utama yang menginduksi terjadinya proses koagulasi yaitu jalur ekstrinsik (tissue factor-faktor VII) dan jalur intrinsik (surface-contact factors).

Disebut sebagai jalur ekstrinsik oleh karena terjadi plasma mengalami kontak dengan tissue factor(TF) yang mempunyai afinitas yang kuat dengan faktor VII yang ada dalam plasma. Dalam keadaan normal TF tidak ditemukan dalam peredaran darah, TF akan

Gambar 1. Sistem hemostasis

(3)

Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004

diproduksikan oleh pembuluh darah yang mengalami cedera. Faktor Intrinsik merupakan proses koagulasi yang dihasilkan oleh komponen yang ada dalam plasma, apabila terjadi kontak dengan permukaan asing (misalnya tabung gelas) maka darah secara otomatis akan mengalami pembekuan.

Jalur ekstrinsik merupakan proses permulaan dalam pembentuk fibrin sedangkan jalur intrinsik berperan dalam melanjutkan proses pembentukan fibrin yang stabi (Gambar 4).

Jalur ekstrinsik

Proses koagulasi dalam darah in vivo dimulai oleh jalur ekstrinsik yang melibatkan komponen dalam darah dan pembuluh darah. Komponen utama adalah tissue

factor, suatu protein membran intrinsik yang berupa

rangkaian polipeptide tunggal yang diperlukan sebagai kofaktor faktor VIII dalam jalur intrinsik dan faktor V dalam common pathway. Tissue factor ini akan disintesis oleh makrofag dan sel endotel bilamana mengalami induksi oleh endotoksin dan sitokin seperti interleukin dan-1 dan tumor necrosis factor.

Komponen plasma utama dari jalur ekstrinsik adalah faktor VII yang merupakan vitamin K dependen

protein (seperti halnya faktor IX, X, protrombin, dan protein C).

Jalur ekstrinsik akan diaktifasi apabila tissue factor yang berasal dari sel-sel yang mengalami kerusakan atau stimulasi kontak dengan faktor VII dalam peredaran darah dan akan membentuk suatu kompleks dengan bantuan ion Ca. kompleks factor VIIa–tissue

factor ini akan menyebabkan aktifasi faktor X menjadi

Xa disamping juga menyebabkan aktifasi faktor IX menjadi IXa (jalur intrinsik).2

Jalur Intrinsik

Jalur intrinsik merupakan suatu proses koagulasi paralel dengan jalur ekstrinsik, dimulai oleh komponen darah yang sepenuhnya ada berada dalam sistem pembuluh darah. Proses koagulasi terjadi sebagai akibat dari aktifasi dari faktor IX menjadi faktor IXa oleh faktor XIa. <lih figure 1-4 colman>

Protein contact system (faktor XII, prekalikrein, high

moleculer weight kininogen dan C1 inhibitor)

disebutkan sebagai pencentus awal terjadinya aktifasi ataupun inhibisi faktor XI. Protein contact system ini

Gambar 3. Peran trombosit dalam sistem hemostasis.

(4)

akan berperan sebagai respon dari reaksi inflamasi, aktifasi komplemen, fibrinolisis dan angiogenesis.

Faktor XI dikonversikan menjadi XIa melalui 2 mekanisme yang berbeda yaitu diaktifkan oleh kompleks faktor XIIa dan high molekuler weight kininogen(HMWK) atau sebagai regulasi negative feedback dari trombin,3

regulasi negative feedback ini juga terjadi pada faktor VIII dan faktor V, hal ini yang dapat menerangkan tidak terjadinya perdarahan pada penderita yang kekurangan faktor XII, prekalikrein dan HMWK

Faktor IXa akan membentuk suatu kompleks dengan faktor VIIIa dengan bantuan adanya fospolipid dan kalsium yang kemudian akan mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Faktor Xa akan mengikat faktor V bersama dengan kalsium dan fosfolipid membentuk suatu kompleks yang disebut protrombinase, suatu kompleks yang bekerja mengkonversi protrombin menjadi trombin. Faktor IX dapat juga diaktifkan oleh faktor XIa.

Common pathway

Bilamana telah terbentuk faktor Xa baik melalui faktor ekstrinsik atau intrinsik maka akan terjadi konversi

protrombin menjadi trombin. Bersama dengan vit K dependen yang lain akan suatu kompleks pro-trombinase (faktor Xa, faktor V, fosfolipid, dan kalsium). Kompleks protrombinase ini mempunyai kemampuan lebih tinggi kurang lebih 300.000 kali lipat dalam hal mengaktifasi protrombin dibandingkan dengan hasil yang didapat dari aktifasi enzim (faktor Xa) dan subtrat (protrombin) sendiri.

Sistem Inhibisi

Mekanisme antikoagulan dalam sistem pembuluh darah akan membatasi dan melokalisasi pembentukan

hemostatis plug atau trombus pada tempat terjadinya

kerusakan pembuluh darah. Inhibitor utama dari unsur-unsur sistem kontak adalah C1 inhibitor, terutama berperan sebagai inhibitor faktor XIIa dan juga terhadap kalikrein.

Antitrombin III merupakan suatu inhihitor utama terhadap faktor IXa, Xa, dan trombin. Di dalam peredaran darah, terdapat cukup antitrombin III sehingga mampu menetralisasi terjadinya trombin yang dalam darah. Akan tetapi bilamana terjadi penurunan sekitar 40 – 50% dari jumlah normal maka keadaan

(5)

Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004

ini merupakan predisposisi terhadap terjadinya penyakit trombotik seperti pada kasus defisiensi anti trombin III kongenital yang mempunyai risiko tinggi terjadinya tromboembolism.

Kemampuan inhibisi yang dihasilkan anti trombin III akan diperkuat dengan adanya heparin, akan tetapi bila telah terbentuk trombin maka trombin ini akan menjadi resisten terhadap anti trombin demikian juga terhadap kompleks anti trombin dan heparin. Heparin dalam tubuh dikenal sebagai heparin kofaktor II merupakan suatu serin protease inhibitor khususnya terhadap trombin tidak terhadap faktor Xa.

Disamping itu juga dikenal á2-macroglobulin yang merupakan inhibitor terhadap beberapa faktor koagulasi dalam plasma dan terhadap enzim fibrinolitik seperti kalikrein, plasmin dan trombin. Alfa-2 antiplasmin merupakan inhibitor primer terhadap plasmin, bekerja mencegah terjadinya respon fibrinogenolitik terhadap stimulus dalam darah, membatasi terjadinya respons fibrinolitik akibat stimulus dari trombus dan menyebabkan hemostatic

plug tetap utuh sampai terjadi penyembuhan terjadi.

Pada keadaan defisiensi á2-antiplasmin maka hemostatic

plug akan melarut sebelum penyembuhan terjadi.

Pembentukan fibrin dan fibrinolisis

Trombin bekerja pada berbagai bahan, termasuk fibrinogen, faktor XIII, V dan VII; membran trombosit; protein S dan protein C. Dapat dikatakan bahwa trombin memegang peran sentral dalam mengontrol proses pembentukan hemostatic plug melalui mekanisme positive dan negative feed back.1,2

Pembentukan fibrin merupakan suatu proses fase kedua (setelah fase pertama agregasi trombosit). Fibrinogen merupakan bahan dasar dari fibrin, suatu glikoprotein dengan BM 340.000 dalton yang terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam plasma dan granul trombosit. Trombin akan terikat pada fibrinogen dan akan membebaskan fibrinopeptida dan membentuk fibrin monomer dan selanjutnya membentuk fibrin polimer. Pengikatan fibrin dengan faktor XIIIa ini akan menjadikan fibrin resisten terhadap degragasi plasmin dan keadaan ini juga diperkuat oleh pengaruh á2 -plasmin inhibitor yang melindungi dari fibrin terhadap efek fibrinolisis dari plasmin.

Mekanisme terakhir untuk membatasi pem-bentukan bekuan darah adalah fibrinolisis. Mekanisme ini diperlukan untuk reparasi pembuluh darah dan

struktur jaringan lainnya bersamaan dengan per-tumbuhan kembali sel endotel dan rekanalisasi pembuluh darah. Fibrinolisis merupakan suatu rangkaian proses aktifasi faktor-faktor pembekuan yang meliputi konversi zimogen-enzim, mekanisme feedback potensiasi dan inhibisi, dan reparasi struktur pembuluh darah.

Pada proses permulaan pembentuk hemostatic plug, trombosit dan sel endotel akan melepaskan plasminogen

activator inhibitor untuk menfasilitasi pembentukan

fibrin. Proses selanjut, melalui suatu proses yang belum diketahui dengan pasti danpada waktu yang tepat, sel endotel akan melepaskan plasminogen aktivator dan prourokinase yang akan mengkonversi plasminogen (terutama yang terikat pada fibrin) menjadi bentuk aktif yaitu plasmin, yang nantinya akan mencetuskan terjadinya fibrinolisis.

Pemeriksaan Penyaring Kelainan

Koagulasi

Bilamana pada suatu pemeriksaan anamnesis dan fisik ditemukan adanya kecenderungan perdarahan maka seharusnya dilakukan pemeriksaan skrining hemostasis seperti halnya hitung trombosit, waktu perdarahan, dan pemeriksaan yang khususnya menggambarkan kelainan koagulasi dan rangkaian hemostasis se-lanjutnya seperti pembentukan fibrin dan fibrinolisis yaitu activated partial tromboplastin time(APTT), protrombin time(PT), trombin cloting time (TCT), fibrinogen, euglobin lysis time (ELT), fibrinogen-fibrin

degradation product (FDP),3

Activated Partial Thromboplastin Time

(APTT)

Pemeriksaan APTT dah sejak 1950 dikenal sebagai pemeriksaan skrining untuk mengetahui kelainan koagulasi. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang sensitif terhadap kelainan dalam jalur intrinsik (XII,XI,IX dan VIII) dan kurang sensitif terhadap pemeriksaan defisiensi protrombin dan fibrinogen. Pemeriksaan APPT ini ditujukan untuk mengetahui adanya defisiensi faktor pembekuan atau adanya inhibitor dalam jalur intrinsik. Bilamana APTT memanjang menunjukkan adanya defisiensi dari satu atau beberapa faktor pembekuan (prekalikrein, high

(6)

molekuler weight kininogen, faktor XII,XI,VIII,X,V,II

atau fibrinogen) atau adanya inhibisi pada proses koagulasi (heparin, lupus anti coagulant, fibrin-fibrinogen degradation product) atau oleh karena adanya faktor inhibitor spesifik.

Pemeriksaan defisiensi faktor pembekuan

Pemeriksaan APTT umumnya digunakan untuk menjaring kasus dengan kelainan pada lintasan intrinsik seperti defisiensi faktor kontak, hemofila A (defisiensi faktor VIII), hemofilia B (defisiensi faktor IX) dan hemofilia C (defisiensi faktor XI ). Kadar APTT akan memberikan gambaran abnormal (memanjang) bilamana defisiensi faktor berada pada level <0,3 – 0,4 U/ml. Kemampuan untuk mem-pertahankan fungsi hemostasis minimal dari faktor VIII, IX, XI adalah pada nilai 30% dengan demikian APTT merupakan tes skrining hemostatik yang sensitif terhadap defisiensi faktor. Meskipun demikian prosedur APTT akan mempunyai kemungkinan gagal mendeteksi kasus hemofilia ringan atau

borderline dengan nilai 25 – 30% dari kadar normal,

pada kasus demikian pemeriksaan faktor pembekuan spesifik perlu dilakukan bilamana dicurigai suatu hemofilia ringan.3

Pemeriksaan terhadap inhibitor

Pemeriksaan APTT merupakan pemeriksaan skrining yang penting untuk mengetahui adanya inhibitor terhadap koagulasi seperti lupus antikoagulan, demikian juga dengan efek inhibisi dari fibrin

degradation product dan juga efek dari heparin akan

memperpanjang APTT.

Protrombin Time (PT)

Pemeriksaan PT merupakan pemeriksaan skrining terhadap kelainan dalam lintasan ekstrinsik yaitu terhadap faktor VII, X, V dan II. Pemeriksaan ini juga untuk mendeteksi kadar fibrinogen yang rendah yaitu bila kadar fibrinogen <100 mg/dl; terutama digunakan untuk monitoring terapi antikoagulan atau skrining terhadap defisiensi vitamin K. Pemeriksaan PT kurang sesitif terhadap inhibisi oleh FDP dan heparin dibandingkan dengan pemeriksaan PTT atau thrombin

time.

Thrombin Clotting Time (TCT)

Pemeriksaan TCT merupakan suatu pemeriksaan dengan menambahkan trombin dalam plasma untuk mengetahui keadaan jumlah dan kualitas fibrinogen atau kecepatan konversi fibrinogen menjadi fibrin. Nilai TCT yang memanjang menggambarkan adanya defisiensi fibrinogen (<100 mg/dl); misalnya pada keadaan

congenital hipofibrinogemia atau afibrinogemia, kadar yang

abnormal terjadi pada reaksi inflamasi, kualitas yang abnormal dari fibrinogen (hereditary dysfibrinogemia, sirosis, karsinoma hepatoselular, neonatus).

Selain itu bahan-bahan yang mengganggu kerja trombin dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin seperti heparin, anti thrombin antibody, produk proteolitik dari fibrinogen dan fibrin (FDP) akan menyebabkan TCT memanjang.

Pemeriksaan Faktor Koagulasi

Pemeriksaan Faktor Koagulasi terdiri atas 2 jenis yaitu (1) qualitative coagulation factor activity assay dan (2)

quantitative coagulation factor activity. Kualitatif terdiri dari atas 2 tipe yaitu clotting time assays dan

chromogenic assays. Clotting time assays dilakukan

dengan mengukur aktivitas faktor dengan meng-gunakan plasma depleted factor congenital atau dengan menggunakan factor depleted plasma artificial. Kuantitatif, ditujukan untuk mengukur jumlah protein pembekuan (prokoagulan, antikoagulan, komponen fibrinolitik, peptida aktif ). Teknik pemeriksaan yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan

agglutination of antibody-coated beads,

imunoelektro-poresis, radio immuno assays dan enzyme linked

immunoabsorbent assay (ELISA). Pemeriksaan

kuantitatif tidak akan mengukur fungsi dari protein faktor koagulasi.

Aplikasi Klinis yang Berhubungan

Kelainan Koagulasi

Evaluasi perdarahan yang berhubungan dengan kelainan koagulasi pada masa neonati

Pemeriksaan darah pada masa perinatal merupakan pemeriksaan skrining yang unik, informasi yang

(7)

Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004

diperoleh sebelum anak dilahirkan akan sangat penting dalam merencanakan pemeriksaan skrining yang dibutuhkan. Informasi ini berupa riwayat riwayat penyakit perdarahan dalam keluarga seperti penyakit keturunan yang dominan (penyakit von Willenbrand,

dysfibrinogemia) atau penyakit X-linked (hemofilia A

dan B) memerlukan perencanaan pengambilan contoh darah (darah umbilikus) segera setelah bayi dilahirkan. Bilamana dicurigai suatu hemofilia maka

assay-factor pembekuan dibutuhkan untuk konformasi,

bilamana adanya komplikasi prenatal dan obstretrik maka harus selalu diwaspadai adanya risiko perdarahan misalnya oleh karena penggunaan obat-obatan (anti konvulsan, warfarin), abruption placenta, kematian janin kembar. Pemeriksaan skrining yang dibutuhkan adalah hitung trombosit, PT, APTT,TCT dan fibrinogen. 3,4

Evaluasi perdarahan yang berhubungan dengan kelainan koagulasi pada anak dan dewasa

Pemeriksaan dasar untuk skrining hemostatik adalah hitung trombosit dan hapusan darah, bleeding time

(BT), activated partial thromboplastin time (APTT),

prothrombine time (PT), thrombine clotting time (TCT), dan fibrinogen

Evaluasi hemostasis preoperatif

Pemeriksaan hemostatik rutin preoperatif seperti APTT dan BT tidak selamanya mempunyai nilai prediktif yang berarti dan cost effective. Pemeriksaan

skrining dasar sebaiknya dilakukan pada pasien yang positif diketahui menderita penyakit perdarahan atau mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadi perdarahan oleh karena hal-hal khusus, misalnya pemeriksaan skrining dianjurkan pada anak sebelum diadakan tonsilektomi dan adenoidektomi oleh karena risiko perdarahan kemungkinan besar terjadi dan pada anak tersebut apabila riwayat perdarahan sebelumnya tidak diketahui atau sulit dideteksi oleh karena tidak ada tindakan bedah atau trauma sebelumnya.1

APTT yang memanjang (isolated prolonga-tion of APTT)

Problematik terjadi bilamana pasien yang akan dioperasi hanya ditemukan APTT yang memanjang (isolated prolongation of aPTT) sedangkan pemeriksaan skrining hemostasis yang lain (PT, TCT, hitung trombosit, BT, fibrinogen) dalam batas normal. Pendekatan pada kasus ini dilakukan dengan melihat hasil koreksi dengan plasma normal (Gambar 5).1,2

Umumnya kasus dengan isolated prolongation of

aPTT mempunyai kelainan dalam hal sistem kontak

(seperti defisiensi faktor XII atau slow activator), sebagian besar kasus-kasus ini tidak menunjukan perdarahan hebat dan bilamana terjadi perdarahan maka kemungkinan penyebab adalah hemofilia ringan atau penyakit von Willebrand (lihat Tabel 1)

Defisiensi Vit K

Pada penderita dengan penyakit yang berat akan mudah terjadi defisiensi vitamin K oleh karena nutrtisi

Gambar 5. Evaluasi isolated prolongation of APTT

APTT memanjang

Campuran 1 : 1 dgn plasma normal

Assay thdp faktor VIII,IX,XIII Lupus antikoagulan atau inhibitor Hasil koreksi batas normal Hasil koreksi parsial / tidak

(8)

Tabel 1. penyebab isolated prolongation of APTT I. Tidak ada perdarahan

a. Defisiensi factor XII ( kemungkinan heterozigot b. Lupus antikoagulan

c. “slow activator”

II. Adanya potensi untuk terjadi perdarahan

a. Hemofilia ringan (Defisiensi faktor VIII , IX, XI) b. Penyakit Von Willebrand ringan

yang jelek ataupun oleh karena penggunaan antibiotika jangka panjang. Defisiensi Viamin K akan me-nyebabkan penurunan aktifitas faktor pembekuan II, VII, IX dan X dengan demikian PT dan APTT akan memanjang akan tetapi kadar fibrinogen dan TCT masih dalam keadaan normal. PT akan lebih dahulu ditemukan memanjang sebelum perubahan dar APTT terlihat, hal ini disebabkan oleh karena half-life yang pendek dari faktor VII (5 jam)

Penyakit hati

Hati merupakan tempat sintesis dari hampir semua faktor pembekuan, dengan demikian PT dan APTT akan memanjang pada penyakit hati lanjut. Seperti pada defisiensi vit K , PT akan lebih dahulu ditemukan memanjang dibandingkan dengan APTT. TCT akan ditemukan memanjang disebabkan oleh karena hambatan sintesis hepar akibat disfungsi fibrinogen atau inhibisi terhadap polimerasi fibrin oleh FDP dalam sirkulasi. Bilamana terjadi gagal hati maka konsentrasi fibrinogen akan turun. BT akan me-manjang dalam tingkatan ringan-sedang oleh karena mekanisme yang belum jelas. ELT akan memendek pada penyakit hati lanjut oleh karena enzim fibrinolitik dalam sirkulasi gagal di inaktifasi oleh hati.

Disseminated intravascular coagulation (DIC)

Perubahan laboratorium yang ditemukan pada DIC adalah kadar fibrinogen yang rendah(<100mg/dl), kadar dari FDP yang tinggi (D Dimer > 2 µg/ml), PT dan APTT yang memanjang, trombositopenia dan BT yang memanjang. ELT normal pada sebagian besar kasus penderita DIC.

Pada DIC yang ringan, kadar fibrinogen seringkali normal hal ini disebabkan oleh karena terjadinya peningkatan sintesis sebagai respon terhadap reaksi fase akut aakan tetapi keadaan ini diikuti oleh me-ningkatnya konsumsi dari fibrinogen. Demikian juga APTT akan memendek, kemungkinan oleh karena aktifasi faktor-faktor pembekuan.5,6

Dilutional Coagulopathy

Pada penderita yang mengalami trauma atau pem-bedahan maka kehilangan darah akan diganti sementara dengan cairan intravenous dalam jumlah yang cukup besar, pada keadaan demikian ini akan terjadi dilusi dari faktor pembekuan dan trombosit.

Sindrom “Washout” ini akan diperberat dengan terjadinya konsumsi dari factor pembekuan dan trombosit pada jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Hampir semua pemeriksaan skrining hemostassis akan menjadi abnormal.1

Daftar Pustaka

1. Hattaway WE, Goodnight SH. Physiology of

hemosta-sis and thrombohemosta-sis. Disorder of hemostahemosta-sis and

throm-bosis, 2ndedition, McGraw-Hill Inc, New York, 1993 :

3-20.

2. Colman RW, Clowes AW, George JN. Overview of

he-mostasis. In:Colman RW, Hirsh J, Marder VJ, Clowes

AW, George JN eds.Hemostasis and Thrombosis,4th

ed.Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins,2001:3-16.

3. Hattaway WE, Bonnar J. Physiology of coagulation in

the fetus and newborn infant.Hemostatic disorder of

the pregnant woman and newborn infant, 1st edition,

Elsevier, NewYork, 1987:57-68.

4. Kitchen S, McCraw A. Diagnosis of haemophilia and

other bleeding disorders. A laboratory manual. The World Federation of Hemophilia, 2003

5. Moll S, Roberts HR. Overview of anticoagulant drugs

for the future. Seminar in Hematology. Semin Hematol, 2002;39:145-57.

6. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and

Gambar

Gambar 2. Peran endotel
Gambar 5. Evaluasi isolated prolongation of APTT

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Metode Load Balancing dengan Algoritma Leastconn pada Database Server(Handoko)| 182 Pada gambar 2, arsitektur dibuat dengan satu unit personal computer (PC)

Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, akan tetapi, sulit diukur kebenarannya karena

Data yang diperoleh kemudian diuji dengan menggunakan uji statistik Chi Square.Hasil penelitian yaitu lansia yang mengalami stres ringan dengan kejadian pra

Berikut adalah kendala usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Desa Untemungkur yang dialami oleh pembudidaya saat ini. Benih dalam

Kemampuan Meningkatkan peran masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial sudah tercapai karena dapat dilihat dari keterlibatan dari ketua-ketua RT maupun Ketua RW 8

Prinsip kerja PLTB adalah dengan memanfaatkan energi kinetik angin yang masuk ke dalam area efektif turbin untuk memutar baling-baling/kincir angin, kemudian energi

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas berkat, anugerah, serta bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis “Upaya Meningkatkan Keunggulan

Dengan data di atas dapat disimpulkan bahwa pengunjung terbanyak adalah responden yang baru pertama kali mengunjungi daya tarik wisata Panorama Pabangbon sebanyak