• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PIEZOELECTRIC TRANSDUCER DALAM MEMANTAU KARDIORESPIRATORI SECARA NON INVASIF PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG NICU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI PIEZOELECTRIC TRANSDUCER DALAM MEMANTAU KARDIORESPIRATORI SECARA NON INVASIF PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG NICU"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 APLIKASI PIEZOELECTRIC TRANSDUCER DALAM MEMANTAU KARDIORESPIRATORI

SECARA NON INVASIF PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG NICU

Ns. Feni Amelia Puspitasari, M.Kep., Sp.Kep.An.

Abstrak

Artikel ini menganalisis tentang sistem monitoring kardiorespiratori non invasif pada bayi baru lahir yang dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dengan menggunakan sistem sensor Piezoelectric Transducer (PZT) yang dihubungkan dengan satu kabel ke monitor. Alat sensor ini menggunakan bahan plastik elastis dimana bentuknya kecil dan ringan. Struktur alat dengan beberapa lubang untuk mencegah kerusakan kulit dan sebagai ventilasi udara. Cara kerjanya yaitu sensor menangkap getaran dari detak jantung dan pergerakan pola pernapasan lalu ditangkap dengan sinyal elektrik dan diinterpretasikan ke monitor. Sensor PZT diletakkan dan direkatkan di bawah kain pengalas di sekitar dada bayi sehingga tidak ada kontak langsung dengan kulit bayi. Hasil eksperimen membuktikan bahwa penggunaan sensor ini mudah untuk diaplikasikan, memiliki hasil akurat, nyaman untuk bayi dan tidak menyebabkan iritasi kulit selama monitoring di ruang NICU. Pemanfaatan teknologi ini telah menggunakan prinsip atraumatic care yaitu meminimalkan efek traumatik pada bayi dan orang tua secara fisik dan psikologis.

Kata Kunci: Bayi baru lahir; Monitoring kardiorespiratori; NICU; Sensor PZT LATAR BELAKANG

Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) merupakan ruang perawatan intensif bagi bayi baru lahir usia 0-28 hari dengan penyakit yang serius seperti gagal napas, bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, ataupun intrauterine growth retardation (Mc Cann, 2004; Wong & Hockenberry, 2003). Menurut Barfield (2010), data statistik di USA pada tahun 2006 menunjukkan 77,3 % bayi dengan berat lahir rendah masuk NICU. Peralatan elektronik digunakan NICU lebih banyak dan kompleks yang salah satunya adalah monitoring kardiorespiratori.

Monitoring kardiorespiratori umumnya menunjukkan hemodinamik bayi dilihat dari sistem kardiovaskuler dan pernapasan. Menurut Sato et. al (2010), monitoring ini mencakup

Electrocardiogram (ECG) dan Respiratory Impedance Pneumography (IPG). Cakupan data yang

(2)

2 oksigen. Umumnya, bayi akan dipasang elektroda di atas dada, manset melingkar di tangan atau di kaki dan alat kecil dengan sensor lampu berwarna merah yang direkatkan di jari tangan atau kaki.

Monitoring dengan menempelkan elektroda di kulit bayi baru lahir dapat meningkatkan risiko kerusakan kulit terutama pada bayi dengan prematur. Struktur kulit bayi prematur cukup sensitif dan rapuh karena stratum korneum sebagai fungsi barier kulit baru terbentuk setelah 2 - 4 minggu setelah kelahiran (Fluhr et. al, 2010). Data statistik mengenai jumlah dan seberapa besar kerusakan kulit akibat pemasangan elektroda pada bayi baru lahir belum ditemukan. Akan tetapi, jika dilihat dari struktur kulitnya perawatan kulit terutama pada bayi prematur sebaiknya tetap dilakukan. Komer, Dinten-Scmid, Stoffel, Hirter, & Kappeli (2009), menyebutkan bahwa penggunaan minyak bunga matahari dianjurkan pada 2 minggu kehidupan bayi prematur karena memiliki efek desinfeksi dan relatif murah.

Berdasarkan hal tersebut, non invasif monitoring kardiorespiratori adalah solusi tepat untuk mencegah kerusakan kulit akibat pemasangan elektroda. Monitoring ini dengan menggunakan teknologi terbaru yaitu Piezoelectronic Transducer Sensor (Sato et. al, 2010). Teknologi ini menggunakan sensor tanpa harus kontak langsung dengan kulit bayi.

KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 69 neonatus di ruang NICU Akita Univeresity Hospital dari bulan Juni 2004 sampai Januari 2008. Sistem monitoring kardiorespiratori dengan sensor

Piezoelectric Transducer (PZT) dari teknologi ATC-402 dikembangkan oleh Departemen

Kedokteran dan Agensi Ilmu dan Teknologi di Jepang. Penelitian bertujuan untuk menilai bagaimana pemanfaatan sensor PZT dalam monitoring kardiorespiratosi di ruang NICU. Sistem ini dikatakan non invasif karena alat sensor diletakkan dibawah kain pelapis sekitar dada bayi tanpa menyentuh kulitnya. Sensor PZT secara pasif akan mendeteksi getaran yang dihasilkan dari detak jantung (Heart Rate/ HR) dan pergerakan pola napas bayi (Breathing

(3)

3

Gambar 1. Sensor PZT dan lokasi peletakkan sensornya

Konstruksi sensor PZT terbuat dari plastik yang fleksibel (elastis), bentuknya kecil dengan ukuran panjang 180 mm, lebar 30 mm, dan ketebalan 1 mm. Ada beberapa lubang yang fungsinya mencegah kerusakan kulit akibat luka tekan dan sebagai ventilasi udara. Sensor PZT diletakkan di bawah kain pelapis yang ketebalannya 5 mm. Bagian tengah sensor ada perekat untuk menempelkan sesnsor ke kain pengalas bayi. Berdasarkan konstruksi sensor tersebut memungkinkan bayi dapat tidur nyaman dan tidak membuat iritasi di kulit.

Setelah meletakkan sensor PZT, perawat mengatur setingan monitor dan mengatur posisi tidur tiap 3 jam dengan posisi supine, prone, dan lateral kanan atau kiri. Pada penelitian ini, perubahan posisi tidak mengganggu terhadap fungsi monitoring sensor PZT. Namum, perubahan posisi dapat mempengaruhi status kardiorespiratori. Hal ini di dukung dengan penilitian Heiman, Vaesen, Peschgens, Stanzel, Wenzl, & Orlikowsky (2010) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa perubahan posisi prone dan supine dapat menyebabkan penurunan saturasi oksigen hingga 80 % dan perubahan denyut jantung tapi masih dalam batas normal (150-154 x/menit).

(4)

4

Gambar 2. Sinyal sensor PZT terhadap HR dan BR

Pada penelitian ini juga dilakukan pengkajian ketidaknyamanan bayi terhadap sensor PZT. Pengkajian ini dengan cara menghitung jumlah pergerakan tubuh pada bayi dengan dan tanpa pemasangan sensor PZT. Hasilnya adalah tidak ada perbedaan yang signifikan dari pergerakan tubuh bayi dengan atau tanpa sensor PZT sehingga dapat dismpulkan bayi nyaman dengan penggunaan sensor PZT ini.

Sistem monitoring dengan sensor PZT tidak hanya mampu mendeteksi frekuensi detak jantung akan tetapi visualisasi jantung dan mendengarkan bunyi jantung. Hal tersebut sangat berguna untuk mendeteksi kelainan jantung seperti terdengarnya bunyi murmur. Pada sistem respiratori, sensor ini juga dapat mendeteksi central sleep apnea, obstructive

sleep apnea, dan sudden infant death syndrom. Alat ini tidak hanya dapat digunakan oleh

(5)

5

Gambar 3. Visualisasi bunyi jantung bayi

A (bunyi jantung normal); B (bunyi jantung S2); C (Bunyi jantung murmur)

Berdasarkan kajian literatur di atas, penulis setuju dengan temuan terbaru ini dalam monitoring status kardiorespiratori bayi baru lahir yang di rawat di NICU. Sensor PZT sepertinya sangat mudah untuk digunakan dan tidak menimbulkan gangguan integritas kulit bayi. Meskipun demikian, pengkajian dan perawatan kulit bayi tetap dilakukan karena struktur kulit bayi yang sensitif. Bentuk sensor juga cukup ideal yang disesuaikan dengan ukuran tubuh bayi sehingga bayi tetap merasa nyaman tanpa ada rasa nyeri karena sensor diletakkan di bawah kain pelapis bayi yang hanya berukuran 5 mm.

Monitoring kardiorespiratori konvensional terdapat banyak kabel yang dihubungkan dengan monitor yaitu 4 kabel elektroda, 1 kabel pendeteksi tekanan darah, dan parameter oksimetri. Keunggulan dan kelebihan yang lain dari sensor PZT ini yaitu hanya ada satu kabel yang akan dihubungkan dengan monitor. Hal tersebut menambah kenyamanan bayi dan juga perawat lebih mudah ketika melakukan tindakan karena tidak banyak kabel-kabel yang terpasang. Tindakan keperawatan seperti memberi minum pada bayi, ibu menggendong dan menyusui bayinya tidak mempengaruhi fungsi sensor PZT. Namun, pada penelitian ini tidak membahas apakah sensor ini sekaligus menghitung saturasi oksigen dan tekanan darah. Sensor PZT ini juga memberikan keuntungan saat dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti rontgen. Alat monitoring yang saat ini ada, ketika bayi di rontgen maka hasilnya tampak ada

(6)

6 bulatan-bulatan elektroda di sekitar dada dan jantung. Jika dengan sensor PZT, hasil rontgen kemungkingan besar tidak akan muncul gambar sensornya karena dapat dilepas atau dipindahkan dengan mudah saat bayi di foto.

Pemanfaatan sensor PZT ini memungkinkan sekali dapat diaplikasikan di Indonesia. Alat ini lebih mudah digunakan dan membuat tidak membuat efek trauma jaringan kulit pada bayi. Hasil monitoringnya juga tidak kalah akurat dengan alat monitoring yang ada saat ini bahkan terdapat monitoring tambahan seperti bunyi napas dan jenis pernapasan sleep

apneu. Perawat dan dokter lebih banyak mendapatkan hasil pengkajian data

kardiorespiratori sehingga diharapkan rencana intervensi dan pengobatan bisa dilakukan dengan tepat sesuai dengan kondisi bayi.

KESIMPULAN

Perawatan bayi baru lahir di ruang NICU tidak hanya pengobatan yang diutamakan akan tetapi proses monitoring hemodinamika terutama status kardiorespiratori secara berkelanjutan sangat penting untuk menentukan kesembuhan bayi. Monitoring ini dapat dilakukan dengan prosedur non invasif yang menggunakan Piezoelectronic Transducer

Sensor. Sensor ini mendeteksi getaran dari detak jantung dan perubahan pola napas,

ditangkap oleh sinyal elektrik lalu diinterpretasikan dalam monitor. Banyak keuntungan dari teknologi baru ini yaitu tidak menimbulkan kerusakan kulit bayi, mudah untuk digunkanan, hasil cukup akurat, mendeteksi status kardiorespiratori lain yang belum ada saat ini, meningkatkan kenyamanan bayi, dan memudahkan tim medis dalam melakukan tindakan. Implikasi terhadap perkembangan ilmu khususnya keperawatan anak sangat sesuai dengan prinsip filosofi keperawatan anak yaitu konsep ataumatic care. Atraumatic care adalah perawatan terapeutik melalui tindakan keperawatan untuk menghilangkan atau meminimalkan distres fisik dan psikologis oleh anak dan keluarganya (James, Nelson, & Ashwill, 2013; Fudron, Pfeil, & Snow, 1998). Sensor PZT merupakan tindakan non invasif. Ketika bayi telah sembuh dan keluar dari rumah sakit maka tidak akan ditemukan kerusakan kulit akibat pemasangan elektroda ECG sehingga tidak akan timbul distres dari keluarga.

(7)

7 Rekomendasi dari penulis yaitu diharapkan rumah sakit di Indonesia dapat mengaplikasikan alat ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya keperawatan. Selain itu, penulis juga berharap sistem monitoring ini dapat diaplikasikan di rumah ketika bayi sudah diperbolehkan pulang. Hal ini bertujuan agar kondisi bayi terpantau pasca perawatan di NICU sehingga tidak terjadi readmission atau kambuh dengan penyakit yang sama. Pemantauan ini dapat dilakukan selama satu bulan dan dilakukan orang tua setelah bayi pulang. Menurut penelitian Carbone, Ostfiled, Gutter, & Hegyi (2001), orang tua bisa difasilitasi monitor rekaman status kardiorespiratori berupa impedansi transthoracic dan sinyal elektrokardiogram

DAFTAR PUSTAKA

Barfield, W. D., Manning, S. E., Kroelinger, C., Martin, J. A. (2010). Neonatal intensive-care unit admission of infants with very low birth weight. Centers for Disease Control and

Prevention, 59 (44), 1444-1447.

Carbone, T., Ostfiled, B. M., Gutter, D., & Hegyi, T. (2001). Parental compliance with home cardiorespiratory monitoring. Archives of Disease in Childhood, 84 (3), 270-272. Fluhr, J. W et.al. (July, 2010). Premature Infant. Pediatrics Week.

Fudron, S. A, Pfeil, V. C, & Snow, K. (1998). Operationalizing Donna Wong’s Principle of atraumatic care: Plain Management Protocol in the NICU. Pediatric Nursing, 25 (4), 336-342.

Heiman, K., Vaesen, P., Peschgens, T., Stanzel, S., Wenzl, T. G., & Orlikowsky, T. (2010). Impact of skin to skin care, prone, and supine to positioning on cardiorespiratory parameters and thermoregulation in premature infants. Neonatalogy, 97, 311-317. James, S. R., Nelson, K. A., & Ashwill, J. W. (2013). Nursing care of children: Principles &

practice. (4th Edition). Missouri: Elsevier Saunders.

Komer, A., Dinten-Scmid, B., Stoffel, L., Hirter, K., & Kappeli, S. (2009). Skin care and skin protection in preterm babies. Article in German, 22 (4), 226-276.

Mc Cann, J. A. S. (2004). Straight A’s in pediatric nursing: A review series. Springhouse: Lippincott Williams & Wilkins.

(8)

8 Sato, S et.al. (March, 2010). Assessment of a new piezoelectric transducer sensor for noninvasive cardiorespiratory monitoring of newborn infants in the NICU.

Neonatology, 98 (2), 179-190.

Wong, D. L. & Hockenberry, M. J. (2003). Wong’s nursing care of infants and children. 7th edition. Philadelphia: Mosby.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tanaman kacang hijau di media gambut memberikan pengaruh sangat berbeda nyata terhadap tinggi tanaman umur 1 bulan

[3], proposed a comparative study for classifying soil texture using data mining techniques like GATree, Fuzzy Classification Rules and Fuzzy C-Means algorithm..

remunerasi penting untuk meningkatkan kinerja pegawai, oleh karena itu dalam pemberian kompensasi finansial khususnya remunerasi harus ada pengevaluasian terhadap

Wawancara tersebut menghasilkan sebuah permasalahan yang ada di Rumah Sakit Khusus Mata Masyarakat Provinsi Sumatera Selatan yaitu kurang efisiennya aplikasi pengolahan

Kedua, istilah tasawuf berasal dari kata al-shaf , yaitu barisan pertama yang bermakna bahwa kaum sufi berada pada barisan pertama di depan Tuhan, karena

kebanyakan kita kaget pegang duit gede jika tidak terbiasa megang uang banyak, orang yang biasa megang uang banyak dan punya sendiri beda dengan orang yang tiba tiba/ ketiban

Sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib warga negara kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

Konstruksi sistem suspensi diatas bekerja menjadi satu kesatuan juga, seperti pada sistem suspensi depan. Konstruksi sistem suspensi belakang tersebut bertujuan untuk