• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian dengan Judul Struktur dan Ciri Bahasa Teks Fabel dalam

Karangan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Malang Tahun 2015 oleh Anitah

Karisma Zaki 2015.

Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan kelengkapan struktur teks fabel karangan siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Malang. Selain itu, penelitian tersebut juga membahas tentang kelengkapan ciri kebahasaan teks pada teks fabel karangan siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Malang. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Tujuan yang pertama adalah mendeskripsikan struktur teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen. Tujuan yang kedua yaitu mendeskripsikan butir kebahasaan teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai struktur dan butir kebahasaan teks karangan siswa. Subjek yang digunakan dalam penelitian sama-sama siswa SMP kelas VIII. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur dan butir kebahasaan teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen. Kedua penelitian ini sama-sama membahas mengenai analisis teks. Teks yang dianalisis berupa teks karangan siswa.

2. Penelitian dengan Judul Analisis Teks Pidato Bahasa Jawa dalam Buku Sekar

Sumawur Ngewrat Pepak Patuladan Tanggap Wacana Basa Jawi Karya S. Rekso Panuntun oleh Matori 2011

Penelitian yang berjudul “Analisis Teks Pidato Bahasa Jawa dalam Buku Sekar Sumawur Ngewrat Pepak Patuladan Tanggap Wacana Basa Jawi Karya S.

(2)

Rekso Panuntun” tersebut bertujuan mendeskripsikan analisis teks pidato dalam konteks penyusunan atau struktur pidato. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mendeskripsikan struktur teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen, (2) Untuk mendeskripsikan butir kebahasaan teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen. Data dalam penelitian tersebut meliputi struktur teks pidato bahasa Jawa. Data dalam penelitian ini adalah paragraf-paragraf pada teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen. Penelitian tersebut mengkaji teks dalam buku pidato, sedangkan penelitian ini mengkaji teks karangan siswa.

Persamaaan penelitian ini adalah sumber data yang diperoleh dalam penelitian keduanya berupa data tertulis (dokumen). Sumber data pada penelitian tersebut berupa teks pidato bahasa Jawa dalam buku Sekar Sumawur Ngewrat Pepak Patuladan Tanggap Wacana Basa Jawi Kary S. Rekso Panuntun. Sumber data pada penelitian ini berupa teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen. Metode yang digunakan pada kedua penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang menguraikan atau yang mendiskripsikan serta memaparkan data yang ada, kemudian dilanjutkan penganalisisan yang disesuaikan dengan analisis datanya.

B. Pengertian Bahasa dan Wacana

Menurut Chaer dan Agustina (2004: 11) bahasa merupakan sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa di dalam wacana linguistik merupakan sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer

(3)

(berubah-ubah) dan konvensional yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Sobur, 2009: 42). Bahasa mempunyai kekuatan yang begitu dahsyat dan lebih tajam dari sebuah pisau. Bahasa di mulut orang yang tidak beretika merupakan tiran (penguasa yang lalim dan sewenang-wenang) yang sulit dilacak. Dalam bahasa itu sendiri, yang hanya berupa tanda bunyi atau tanda grafis, membuat orang berjatuhan dan tidak sedikit pula yang melakukan bunuh diri. Dalam bahasa, terdapat kekuatan yang tidak tampak yang kita kenal dengan komunikasi (Sobur, 2009: 16). Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem yang bersifat arbitrer yang digunakan sekelompok orang sebagai alat komunikasi.

Bahasa mempunyai fungsi-fungsi salah satunya, yaitu menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi untuk berintegrasi, adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa sebagai alat komunikasi, integrasi, dan kontrol sosial merupakan elemen yang terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa dapat menyatukan berbagai macam ragam budaya yang ada di Indonesia dan digunakan dalam berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi dengan manusia yang lain dalam kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, bahasa merupakan komponen penting dalam melakukan berbagai hal apapun.

Istilah wacana dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Mulyana (2005: 1) mengartikan wacana sebagai unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Selain itu, wacana merupakan satuan bahasa terkecil yaitu kata, yang akan membentuk satuan bahasa yang lebih besar, yaitu frasa, kemudian frase-frase

(4)

membentuk klausa, dan klausa membentuk kalimat, maka kalimat-kalimat akan membentuk paragraf. Selanjutnya paragraf-paragraf ini akan membentuk satuan bahasa tertinggi dan terlengkap yang disebut wacana (Chaer, 2011: 29). Menurut Eriyanto (2009: 3) wacana merupakan unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Menurut Sobur (2009: 11) wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan satuan kebahasaan tertinggi yang relatif paling kompleks dan lengkap. Jadi dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan suatu satuan bahasa yang kompleks yang terdiri dari kalimat hingga penggalan wacana yang berupa perkataan atau tuturan terbesar untuk tujuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Wacana juga dapat diartikan sebagai ranah umum dari keseluruhan pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh sehingga menjadi sebuah buku, yang membawa amanat lengkap.

C. Karangan Teks Biografi

Teks adalah fiksasi atau kelembagaan sebuah peristiwa wacana lisan dalam bentuk tulisan (Hidayat dalam Sobur, 2009: 53). Salah satu jenis teks adalah teks biografi. Teks biografi termasuk jenis teks naratif. Menurut Mulyana (2005: 48) teks naratif adalah bentuk teks yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Uraian teks naratif cenderung ringkas. Salah satu jenis teks naratif adalah teks biografi. Hal ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Zabadi dan Sutejo (2014: 32)

(5)

bahwa teks biografi merupakan teks yang termasuk dalam jenis teks naratif. Demikian pula Mahsun (2014: 18-19) yang mengemukakan bahwa teks dalam genre naratif meliputi teks penceritaan ulang, anekdot, eksemplum, pengisahan, cerpen, novel, dongeng, mite/legenda, cerita petualang, cerita fantasi, fabel, sejarah, dan biografi.Selaras dengan pendapat itu, menurut Rohimah (2014: 204) teks biografi termasuk jenis teks narasi (the genre of narating). Hal ini diperjelas olehKosasih (2014: 77) yang mengemukakan bahwa teks narasi yang menyajikan sejumlah peristiwa faktual, informasi, dan pengetahuan disebut dengan teks biografi ataupun teks kisah perjalanan. Selanjutnya menurut Kosasih (2014: 155) teks biografi termasuk dalam klasifikasi teks cerita ulang. Hal ini karena pada teks cerita ulang dapat berisikan kisah perjalanan seorang tokoh mulai dari lahir hingga meninggal. Menurut Kosasih (2014: 222) teks sejarah dalam kurikulum 2013 juga dapat digolongkan ke dalm teks biografi atau autobiografi. Hal ini karena teks biografi atau autobiografi terkadang dikaji dalam teks bentuk sejarah. Teks sejarah ini biasanya membahas sejarah tentang kehidupan seseorang.

Pada dasarnya biografi adalah tulisan tentang riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain (Rohimah, 2014: 204). Demikian pula menurut Zabadi dan Sutejo (2014: 30) teks biografi merupakan riwayat hidup seseorang atau tokoh yang ditulis oleh orang lain. Menurut Sucipto, dkk. (2014: 34) biografi merupakan pengisahan secara artistik tentang kesadaran, tingkah laku dan sikap seseorang. Teks biografi (biography) merupakan teks yang mengisahkan tokoh atau pelaku, peristiwa, dan masalah yang dihadapinya (Zabadi dan Sutejo, 2014: 30). Teks biografi menyajikan kisah tentang seseorang dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Biografi tentang seseorang ditulis karena keunikan dan prestasi yang

(6)

dimilikinya sehingga kita dapat mengambil nilai-nilai kehidupan berdasarkan kisah yang dialami oleh tokoh dalam biografi. Biografi bukan teks yang sekadar daftar lahir atau mati, dan data pekerjaan seseorang. Menurut Sucipto, dkk. (2014: 34) dalam biografi dijelaskan secara lengkap kehidupan tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan hingga tokoh tersebut meninggal. Semua jasa, karya, dan segala aspek yang dilakukan atau dihasilkan oleh tokoh tersebut juga dijelaskan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teks biogafi merupakan teks yang berisikan tentang perjalanan hidup dan riwayat kehidupan seseorang yang ditulis oleh orang lain berdasarkan fakta yang penulis ketahui.

D. Struktur Teks Biografi

Pada dasarnya teks biografi terdiri atas struktur-struktur utama. Struktur teks biografi meliputi: (1) latar belakang, (2) rekaman tahapan kehidupan (Mahsun, 2014: 19). Namun adapula pendapat yang mengemukakan bahwa struktur teks biografi meliputi: (1) orientasi, peristiwa dan masalah, reorientasi (Sucipto, dkk, 2014: 35). Hal ini berbeda pula dengan pendapat Rohimah (2014: 204) yang mengemukakan bahwa struktur teks biografi meliputi: (1) orientasi, (2) urutan peristiwa, dan (3) resolusi. Menurut kosasih (2014: 158) struktur teks cerita ulang/narasi/biografi meliputi: (1) orientasi, (2) kejadian-kejadian penting, (3) reorientasi. Selanjutnya menurut Kosasih (2014: 225) struktur teks sejarah/biografi/autobiografi meliputi: (1) pengenalan, (2) rekaman peristiwa, (3) penutup (akibat, kesimpulan, penilaian). Struktur teks biografi berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua kemungkinan struktur yaitu orientasi, peristiwa dan masalah, dan reorientasi; orientasi, dan peristiwa dan masalah.

(7)

1. Latar Belakang/Orientasi

Menurut Sucipto, dkk. (2014: 35) orientasi atau pengenalan tokoh berisi gambaran awal tentang tokoh atau pelaku di dalam teks biografi. Menurut Rohimah (2014: 204) orientasi berisi pendahuluan yang mengemukakan ringkasan (resume) kehidupan tokoh dalam biografi. Orientasi memberikan pengenalan tokoh secara umum, seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, latar belakang keluarga, dan riwayat pendidikan. Pada bagian ini intinya berisi ringkasan hidup tentang seseorang, rincian peristiwa dalam kehidupan seseorang merupakan penuturan atau kisah masa lampau (Rohimah, 2014: 204). Hal ini sama dengan yang disebutkan oleh Mahsun (2014: 19) bahwa latar belakang dalam teks biografi berisi tentang pengenalan tokoh. Jadi, orientasi atau latar belakang teks biografi merupakan bagian teks yang berisikan tentang pengenalan tokoh mulai dari nama, tempat tanggal lahir, latar belakang keluagra dan riwayat pendidikan secara singkat.

2. Peristiwa dan Masalah

Pada bagian peristiwa dan masalah berisi tentang penjelasan peristiwa-peristiwa yang terjadi atau pernah dialami oleh tokoh, termasuk masalah yang dihadapinya dalam mencapai tujuan dan cita-citanya (Sucipto, dkk., 2014: 35). Bagian ini mencakup aspek menarik, mengesankan, mengagumkan, dan mengharukan yang dialami tokoh. Menurut Rohimah (2014: 204) urutan peristiwa atau peristiwa dan masalah berisi tentang rincian peristiwa dari awal sampai akhir hidup tokoh dalam biografi. Rincian peristiwa kehidupan tokoh tersebut dijelaskan dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan bahkan sampai akhir khayatnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mahsun (2014: 19) bahwa struktur bagian kedua pada teks biografi berupa rekaman tahapan kehidupan yang pada dasarnya bagian rekaman tahapan

(8)

kehidupan sama dengan bagian peristiwa dan masalah. Jadi dapat disimpulkan bahwa bagian peristiwa dan masalah teks biografi berupa rincian peristiwa dan perjuangan yang dialami tokoh dalam mencapai cita-citanya.

3. Reorientasi

Bagian reorientasi ini berisi pandangan penulis terhadap tokoh yang diceritakan (Sucipto, dkk., 2014: 35). Menurut Rohimah (2014: 204) bagian akhir teks biografi ini dapat berupa kesimpulan akhir tentang tokoh yang diceritakan oleh penulis. Reorientasi merupakan bagian struktur teks biografi yang berada di akhir teks. Reorientasi boleh ada dan boleh tidak ada dalam teks biografi. Jadi kesimpulannya bagian reorientasi teks biografi adalah bagian struktur teks yang berisikan tentang kesimpulan atau pandangan penulis terhadap tokoh yang diceritakan

E. Butir Kebahasaan

Pada penulisan teks biografi perlu diperhatikan adanya unsur-unsur kebahasaan yang digunakan dalam teks biografi. Penggunaan butir kebahasaan yang sudah menjadi ciri teks biografi dapat mempermudah pembaca untuk menangkap dan memahani makna teks biografi tersebut (Zabadi dan Sutejo, 2014: 30). Butir kebahasaan yang terdapat pada teks biograf meliputi adanya penggunaan kata konjungsi, kata sifat, kata kerja, kata depan, dan kata ganti. Sebuah teks baik itu teks biografi maupun teks lainnya pasti memiliki ciri khas dalam penulisannya. Berikut adalah butir kebahasaan yang terdapat pada teks biografi antara lain meliputi: kalimat, kata, dan frasa.

(9)

1. Kalimat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 609) kalimat adalah kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan. Hal ini sama dengan pendapat (Chaer, 2004: 239) yang menyatakan bahwa kalimat merupakan satuan yang langsung digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal yang hanya dilakukan oleh manusia. Sejalan dengan hal itu, Mulyana (2005: 8) mengemukakan bahwa dalam pandangan kewacanaan, setiap kalimat adalah bagian dari keeluruhan struktur yang lebih besar. Ada pula pendapat dari (Rahardi, 2000: 69) yang mengemukakan bahwa kalimat dapat dipahami sebagai rentetan kata yang disusun secara teratur berdasarkan kaidah pembentukan tertentu. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa yang tersusun dari beberapa kata yang dapat berdiri sendiri dan memiliki intonasi.

Cook (Tarigan, 2009: 6) mengemukakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. Selanjutnya, menurut Parera (1980: 10) mengemukakan bahwa kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas. Sejalan dengan hal itu, Putrayasa (2010: 20) berpendapat bahwa kalimat merupakan konstruksi besar yang terdiri atas satu kata, dua kata, atau lebih. Menurut Chaer (2011: 22) kalimat lazim didefinisiskan sebagai satuan bahasa yang disususn oleh kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Menurut Chaer (2012: 240) kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Mulyana (2005: 8) mengemukakan bahwa kebermaknaan suatu kalimat ditentukan

(10)

oleh ketergantungannya kepada makna kalimat lainnya yang menjadi rangkaiannya. Hal ini karena pada dasarnya, kata atau kalimat dikatakan bermakna karena mengandaikan adanya unsur lain yang menjadi pasangan ketergantungannya. Jika dilihat dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kalimat merupakan satuan terkecil dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh dan dapat berdiri sendiri. Pada dasarnya kalimat juga tersusun atas beberapa unsur wajib, yaitu unsur subjek, dan unsur predikat. Selanjutnya, untuk-unsur tidak wajib dalam suatu kalimat adalah untuk-unsur objek, pelengkap, dan keterangan.

a. Fungsi Unsur Kalimat

Menurut (Alwi, 2003: 326) fungsi sintaksis unsur-unsur kalimat terdiri dari subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Unsur kalimat tersebut tidak selalu bersama-sama dalam satu kalimat. Terkadang, satu kalimat hanya terdiri dari subjek dan predikat. Selain unsur tersebut, sering ditemukan pula adanya kalimat yang terdiri dari unsur subjek, predikat, objek, pelengkap, keterangan. Untuk mengetahui fungsi unsur kalimat, perlu kita kenal ciri umum tiap fungsi-fungsi sintaksis itu.

1) Fungsi Predikat

Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri dan, jika ada, konstrituen objek, pelengkap, dan/atau keterangan wajib di sebelah kanan (Alwi, 2003: 326). Berbeda dengan hal tersebut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 1100) predikat merupakan bagian kalimat yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara mengenai subjek atau perbuatan yang dikenakan kepada subjek. Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa

(11)

adjektival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral atau frasa preposisional. Predikat dalam bahasa Indonesia dapat mengisyaratkan makna jumlah dari subjek. Jadi, predikat merupakan bagian kalimat yang berfungsi untuk memperjelas apa yang dilakukan oleh subjek. Selain itu, keberadaan predikat dalam sebuah kalimat juga wajib ada.

2) Fungsi Subjek

Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting yang kedua. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 1344) subjek merupakan bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara, pokok kalimat, pelaku dalam kalimat. Subjek biasanya berupa nomina, frasa nomina, atau klausa. Pada umumnya, subjek terletak di sebelah kiri predikat. Jika unsur subjek panjang dibandingkan dengan unsur predikatnya, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat. Menurut Alwi, dkk. (2003: 328) subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan. Menurut Putrayasa (2010: 64-65) ciri-ciri subjek antara lain (a) tentangnya diberitahukan sesuatu, (b) dibentuk dengan kata benda atau sesuatu yang dibendakan, (c) dapat bertanya dengan kata tanya apa atau siapa di hadapan predikat. Jadi, subjek merupakan unsur penting kedua dalam sebuah kalimat yang biasanya berupa kata benda atau yang dibendakan.

3) Fungsi Objek

Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif (Alwi, dkk., 2003: 328). Letak objek selalu setelah fungsi predikat. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan memperhatikan (a) jenis predikat yang dilengkapinya dan (b) ciri khas objek itu

(12)

sendiri. Kalimat yang terdiri dari golongan kata verba transitif, diperlukan adanya objek yang mengikuti predikat dalam kalimat tersebut. Verba transistif biasanya ditandai oleh kehadiran afiks tertentu. Sufiks –kan dan –i serta prefiks meng- umumnya merupakan pembentuk verba transitif. Objek merupakan hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Objek pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek jika kalimat itu dipasifkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa objek dalam sebuah kalimat letaknya selalu mengikuti predikat dan biasanya berupa kata benda atau dibendakan.

4) Fungsi Pelengkap

Pada dasarnya objek dan pelengkap memiliki kemiripan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina, dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama, yakni dibelakang verba. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 814) pelengkap merupakan unsur kalimat yang melengkapi predikat verbal. Perbedaan antara pelengkap dengan objek ialah objek selalu terdapat dalam kalimat yang dapat dipasifkan, sedangkan pelengkap terdapat dalam kalimat yang tidak dapat diubah menjadi bentuk kalimat pasif. Hal ini karena kedudukan pelengkap selalu berada di belakang fungsi predikat. Kesimpulannya pelengkap pada suatu kalimat kedudukannya selalu mengkuti predikat dan tidak dapat berubah kedudukan menjadi subjek dalam kalimat pasif.

5) Fungsi Keterangan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 1448) keterangan merupakan kata atau kelompok kata yang menerangkan (menentukan) kata atau bagian kalimat yang lain. Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling

(13)

beragam dan paling mudah berpindah letaknya, dapat berada di awal, tengah dan akhir kalimat. Kehadiran keterangan dalam kalimat bersifat manasukan. Biasanya berupa frasa nominal, preposisional atau adverbial. Meskipun kedudukan keterangan dapat berpindah-pindah, namun keterangan sudah tentu tidak mungkin terletak di antara predikat dan objek maupun di antara predikat dan pelengkap. Hal ini karena pelengkap boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang predikat. Fungsi keterangan terdiri dari adanya keterangan yang menunjukkan kata keterangan tempat, keterangan waktu, keterangan cara, dan keterangan suasana. Jadi kesimpulannya fungsi keterangan suatu kalimat kedudukannya dapat berubah-ubah dan biasanya ditandai dengan adanya penggunaan kata depan.

b. Struktur Kalimat

Kalimat terdiri dari unsur-unsur fungsional yang meliputi subjek, prdikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Kelima unsur tersebut tidak selalu ada bersamaan dalam sebuah kalimat. Struktur fungsional dalam suatu kalimat memiliki banyak variasi. Menurut Ramlan (2005: 80) terkadang dalam satu kalimat hanya terdiri dari subjek dan predikat (SP); subjek, predikat, dan objek (SPO); subjek, predikat, dan pelengkap (SPPel); subjek, predikat, dan keterangan (SPKet); subjek, predikat, objek, dan keterangan (SPOKet); subjek, predikat, pelengkap, keterangan (SPPelKet). Selain pola tersebut terdapat pula pola kalimat yang hanya terdiri dari predikat (P) saja. Pada dasarnya unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam suatu kalimat adalah predikat (P), sedangkan unsur yang lainnya boleh ada maupun tidak ada.

Pola dasar pada kalimat yang terdapat pada teks biografi tersebut dapat berupa SP, SPO, SPPel, SPK, SPOK. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugihastuti dan Saudah (2016: 235) pola kalimat dasar ialah kalimat yang berisi informasi pokok dalam

(14)

struktur inti, belum mengalami perubahan dan penambahan unsur kalimat. Perubahan itu dapat berupa penambahan unsur seperti penambhan keterangan kalimat ataupun keterangan subjek, predikat, objek, ataupun pelengkap. Selanjutnya, menurut Sugihastuti dan Saudah (2016: 235-236) pola dasar kalimat meliputi SP, SPO, SPPel, SPKet, SPOPel, SPOKet. Jadi struktur kalimat merupakan pengaturan pola-pola unsur fungsional yang terdapat pada suatu kalimat. Struktur atau pola kalimat yang paling sederhana adalah pola kalimat SP maupun sebaliknya.

2. Kata

Pada umumnya kata merupakan bagian dari kalimat. Hal ini selaras dengan pendapat Mulyana (2005: 7) yang mengemukakan bahwa kata dilihat dalam sebuah struktur yang lebih besar merupakan bagian dari kalimat. Kata merupakan satuan gramatikal bebas yang terkecil dalam kalimat dan memiliki makna. Menurut Chaer (2012: 162) kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna.

Kelas Kata Ramlan (1991: 58) Kridalaksana (1994: 51-124) 1. Kata verbal 2. Kata nominal 3. Kata keterangan 4. Kata tambah 5. Kata bilangan 6. Kata penyukat 7. Kata sandang 8. Kata tanya 9. Kata suruh 10. Kata penghubung 11. Kata depan 12. Kata seruan 1. Verba 2. Ajektiva 3. Nomina 4. Pronomina 5. Numeralia 6. Adverbia 7. Interogativa 8. Demonstrativa 9. Artikula 10. Preposisi 11. Konjungsi 12. Kategori fatis 13. Interjeksi 14. Pertindihan kelas

(15)

Dari kedua pendapat di atas, peneliti memilah-milah, sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil lima jenis kata. Lima jenis kata tersebut dianggap sebagai kata yang sering digunakan dalam teks biografi. Lima jenis kata tersebut dianggap dapat mewakili berbagai jenis kata. Lima jenis kata tersebut, meliputi: kata verba (kata kerja), ajektiva (kata sifat), pronomina (kata ganti), preposisi (kata depan), dan konjungsi (kata penghubung). Pemaparan kelima jenis kata tersebut adalah sebagai berikut:

a. Verba (Kata Kerja)

Kata kerja merupakan kata yang menyatakan suatu pekerjaan atau tindakan. Menurut Ramlan (1991: 12) kata kerja (verba) dibagi menjadi dua yaitu kata kerja transitif dan intransitif. Namun selain kata kerja tersebut, adapula kata kerja kopula. Kata kerja kopula adalah kata kerja yang bertindak sebagai kopula, misalnya kata adalah, jadi, menjadi, jatuh. Kata kerja dibagi menjadi dua, yaitu kata kerja transitif dan kata kerja intransitif.

1) Verba transitif yaitu kata kerja yang bisa mempunyai atau harus mendampingi objek. Kata kerja ini biasanya ditandai dengan adanya penggunaan imbuhan /me-/. Kata kerja transitif terkadang digunakan dalam kalimat aktif maupun pasif. Kata kerja transitif merupakan kata yang menjelaskan mengenai kegiatan dari subjek kalimat. Menurut Ramlan (1991: 12) kata kerja transitif yaitu kata kerja yang membutuhkan substantif supaya sempurna artinya. Contoh: kata memakan harus diikuti oleh objek seperti rumput.

2) Verba intransitif yaitu verba yang menghindari objek. Di antara verba intransitif terdapat sekelompok verba yang berpadu dengan nomina, misalnya campur

(16)

tangan, cuci mata, bersepeda. Di samping itu, juga terdapat sekelompok verba yang tidak bisa bergabung dengan prefiks me-, ber- tanpa mengubah makna dasarnya. Kata kerja yang demikian disebut kata kerja aus. Menurut Ramlan (1991: 12) kata kerja intrasitif yaitu kata kerja yang sudah sempurna artinya, sehingga kata kerja jenis ini tidak dapat dibubuhi substantif sebagai pelengkapnya. Contoh kata kerja intransitif adalah kata belajar, menganis, dan tertawa.

b. Ajektiva (Kata Sifat)

Kridalaksana (1994: 59) ajektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk bergabung dengan partikel tidak, mendampingi nomina, atau didampingi partikel. Partikel tersebut meliputi kata lebih, sangat, dan agak. Kata sifat mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti –er (dalam honorer), -if (dalam sensitif), -i (dalam alami). Kata sifat dapat dibentuk menjadi monina dengan konfiks ke-an. Menurut Ramlan (1991: 45) kata sifat dapat diterangkan oleh kata paling, lebih, sekali. Jadi kata sifat merupakan kata yang berfungsi untuk menjelaskan keadaan subjek kalimat.

c. Pronomina (Kata Ganti)

Menurut Kridalaksana (1994: 76) pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina. Kata ganti ialah kata-kata yang menjadi pengganti nama orang atau nama benda (Ramlan, 1991: 15). Kata ganti dapat dikatakan sebagai kata penunjuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohimah (2014: 207) yang mengemukakan bahwa kata rujukan atau kata penunjuk adalah kata ganti yang digunakan sebagai

(17)

rujukan kata sebelumnya. Kata rujukan ini dapat berupa bentuk kata ganti dia, beliau, dan /-nya/. Menurut Ramlan (1991: 11) kata ganti dapat berupa kata ganti persona. Kata ganti persona ialah kata-kata yang mengganti sujek yang berupa orang. Kata ganti persona dapat dibagi menjadi 3 yaitu (1) kata ganti persona pertama, misalnya aku, saya, kami; (2) kata ganti persona kedua, misalnya engkau, kamu, tuan, saudara; (3) kata ganti persona ketiga, misalnya ia, dia, mereka. Jadi kata ganti atau pengganti merupakan kata yang digunakan untuk mengganti subjek kalimat khususnya subjek dalam bentuk orang, sedangkan kata penunjuk biasanya ditandai dengan adanya penggunaan kata “ini” dan “itu”.

d. Preposisi (Kata Depan)

Menurut Kridalaksana (1994: 95) perposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina) sehingga terbentuk frase eksosentris. Preposisi meliputi di, ke, dari. Menurut Ramlan (1991: 37) kata depan ialah kata-kata yang menyatakan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya. Kata penghubung digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu 1) kata depan yang menyatakan hubungan alat, misalnya kata dengan; 2) kata depan yang menyatakan hubungan bersama-sama, misalnya kata serta; 3) kata depan yang menyatakan hubungan pelaku, misalnya kata oleh; 4) kata depan yang menyatakan hubungan maksud atau tujuan, misalnya kata bagi, untuk, guna, dan akan; 5) kata depan yang menyatakan hubungan hal, misalnya kata tentang, hal; 6) kata depan yang menyatakan hubungan sebab, misalnya kata karena, sebab. Jadi kata depan merupakan kata yang digunakan untuk menunjukkan fungsi keterangan dalam kalimat.

(18)

e. Konjungsi (Kata Penghubung)

Konjungsi dapat dikatakan sebagai kata penghubung. Kata penghubung ini digunakan untuk menghubungkan kalimat maupun klausa. Menurut Kridalaksana (1994: 102) konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran. Menurut Ramlan (1991: 37) kata perangkai ialah kata-kata yang merangkaikan kalimat dengan kalimat lainnya, misalnya kata-kata-kata-kata dan, lalu, kemudian, bahkan, malahan, apalagi lagipula, bahwa, supaya, agar, akan, untuk, dan sebagainya. Jadi kata konjungsi merupakan kata yang digunakan untuk menghubungkan klausa dalam kalimat maupun di awal paragraf.

3. Frasa

Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih (Ramlan, 2005: 139). Pada hakikatnya frasa terdiri dari dua kata atau lebih yang menduduki satu unsur fungsi kalimat. Menurut Ramlan (2005: 139) frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET. Menurut Chaer (2012: 225) jenis frasa dibedakan menjadi 1) frasa eksosentris, 2) frasa endosentris, 3) frasa koordinatif, 4) frasa apositif. Namun menurut Ramlan (2005: 141) jenis frasa dibedakan menjadi dua yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentis.

a. Frasa Eksosentris

Frasa eksosentris adalah frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya (Chaer, 2012: 225).

(19)

Demikian pula menurut Ramlan (2005: 142) frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya. Frasa eksosentris ditandai dengan adanya penggunaan kata depan. Kata depan ini biasanya meliputi kata dari, di, pada, dan ke. Jadi, frasa ekosentris adalah frasa yang kedudukannya dalam kalimat dapat berpindah-pindah dan ditandai dengan adanya penggunaan kata depan.

b. Frasa Endosentris

Frasa endosentris adalah frasa yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya (Chaer, 2012: 226). Maksud dari pernyataan tersebut adalah salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Frasa endosentris biasanya berkedudukan sebagai subjek, predikat, pelengkap, dan objek dalam kalimat. Frasa ini biasanya digunakan untuk memperjelas sebuah kata. Menurut Ramlan (2005: 142) frasa endosentris dibedakan menjadi menjadi tiga golongan, yaitu:

1) Frasa Endosentris yang Koordinatif

Frasa endosentris yang koordinatif adalah frasa yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat (Chaer, 2012: 228). Menurut Ramlan (2005: 142) frasa endosentris yang koordinatif ini terdiri dari unsur-unsur yang setara atau menyamakan. Kesetaraan unsur-unsur tersebut dapat dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Frasa ini biasanya berkedudukan sebagai subjek, predikat, objek, dan pelengkap dalam kalimat. Contoh frasa endosentris yang koordinatif meliputi frasa suami istri, dan bapak ibu.

(20)

2) Frasa Endosentris yang Atributif

Menurut Ramlan (2005: 143) frasa endosentris yang atributif ini tergolong dalam unsur-unsur yang tidak setara. Oleh karena itu unsur-unsur dalam golongan ini tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Pada jenis frasa ini dikenal adanya istilah unsur pusat (UP), dan atribut (Atr). Penggunaan unsur pusat biasanya berupa kata kerja atau kata sifat. Contoh frasa ini adalah frasa sedang menangis, dan sangat cantik.

3) Frasa Endosentris yang Apositif

Frasa apositif adalah frasa koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, sehingga urutan komponennya dapat dipertukarkan. Menurut Ramlan (2005: 145) frasa ini tergolong jenis frasa yang memiliki sifat saling menggantikan. Pada jenis frasa ini dikenal adanya istilah unsur pusat (UP), dan apositif (Ap). Apositif pada frasa ini digunakan untuk memperjelas subjek, objek maupun pelengkap. Frasa ini sering digunakan untuk menjelaskan subjek. Contoh frasa ini adalah Putri, si gadis manis.

F. Kerangka Berpikir

Penelitian yang berjudul “Analisis Struktur dan Butir Kebahasaan Teks Biografi Karangan Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen” merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini yaitu paragraf-paragraf teks biografi karangan siswa, sedangkan sumber data penelitiannya adalah teks biografi karangan siswa. Tahap penyediaan data penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi. Tahap penganalisisan data yang digunakan adalah metode padan referensial, teknik dasar Pilah Unsur Penentu (PUP), dan teknik

(21)

lanjutannya yaitu teknik hubung banding menyamakan (teknik HBS). Kemudian, tahap penyajian hasil penganalisisan data yang digunakan adalah informal.

Penelitian ini menggunakan teori tentang teks biografi yang memiliki struktur (orientasi, peristiwa dan masalah, dan reorientasi). Teks biografi memiliki butir kebahasaan yang meliputi pola kalimat. Selain butir kebahasaan tersebut, penelitian ini juga membahas mengenai penggunaan kata, dan frasa (eksosentris dan endosentris) yang dominan. Teks biografi yang digunakan pada penelitian ini adalah teks biografi karangan siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen. Pemaparan tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Teks biografi

1. Struktur teks biografi: a. Orientasi

b. Peristiwa dan masalah c. Reorientasi 2. Butir kebahasaan: a. Pola kalimat b. Kata c. Frasa 1) Eksosentris 2) Endosentris a) Endosentris koordinatif b) Endosentris atributif c) Endosentris apositif Metode Jenis penelitian: deskriptif kualitatif Analisis Struktur dan Butir Kebahasaan Teks

Biografi Karangan Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen

Karangan siswa

Data: paragraf-paragraf teks biografi karangan siswa Sumber data: teks biografi karangan siswa

1. Tahap penyediaan data: dokumentasi

2. Tahap penganalisisan data: metode padan referensial, teknik dasar Pilah Unsur Penentu (PUP), teknik lanjutannya yaitu teknik hubung banding

menyamakan (teknik HBS) 3. Tahap penyajian hasil

penganalisisan data: informal Hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian tugas PNTL dalam membela democratic legality merupakan suatu keniscayaan yang berlandaskan konstitusi dan hukum yang berlaku di Timor Leste. Untuk

Relevansi nilai biasanya dapat dijelaskan dengan suatu analisis yang mengarah pada kekuatan penjelas ( explanatory power /R²) dari laba bersih dan nilai buku ekuitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa

Konsumsi ransum yang berbeda ini disebabkan oleh sifat babi Bali yang terbiasa mengkonsumsi ransum berupa sisa-sisa dapur dengan bentuk fisik ransum lebih basah, memiliki

 Masukan bagi guru dan calon guru Penjas sebagai bahan pertimbangan untuk menggunakan Metode Distributed Practice dalam rangka meningkatkan mutu proses belajar

melimpahkan kasih sayang serta anugerah-Nya, sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul PENERAPAN METODE SIMPLEKS UNTUK MENENTUKAN JUMLAH LILIN

Namun dari segi kelebihan tersebut juga tak luput dari kekurangan dimana masyarakat yang gagal dalam bersaing akan terpuruk dan tak ada yang dapat membantu meskipun pemerintahan,

Memperhatikan : Usulan yang diajukan oleh Ketua Jurusan Penjaskesrek Fakultas Olahraga dan Kesehatan (FOK) Universitas Pendidikan Ganesha berupa daftar nama dosen untuk