• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh variasi jumlah CMC-Na sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas (pluchea indica (l.) less) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh variasi jumlah CMC-Na sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas (pluchea indica (l.) less) - USD Repository"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIASI JUMLAH CMC-Na SEBAGAI GELLING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK SEDIAAN SABUN CUCI TANGAN ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS

(Pluchea indica (L.) Less)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Marcelina Widani Amanda Rompas NIM : 108114163

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH VARIASI JUMLAH CMC-Na SEBAGAI GELLING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK SEDIAAN SABUN CUCI TANGAN ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS

(Pluchea indica (L.) Less)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Marcelina Widani Amanda Rompas NIM : 108114163

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Don’t feel pressured to know what your life purpose is.

Just chill out and enjoy the peace.

The idea will come.

– Josh Langley -

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,

rahmat dan karunia-Nya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga

dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi berjudul PENGARUH VARIASI

JUMLAH CMC-Na SEBAGAI GELLING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK

DAN STABILITAS FISIK SEDIAAN SABUN CUCI TANGAN EKSTRAK

ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indica (L.) Less) ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program

Studi Ilmu Farmasi (S. Farm.). Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan

dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama

penelitian maupun penyusunan skripsi.

2. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.

3. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.

4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas ilmu yang

(9)

viii

6. Pak Musrifin, Pak Mukmin, Mas Agung serta laboran-laboran lainnya atas

bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian.

7. Kedua orang tua penulis, Abraham Sonny Rompas dan Cornelia Tri Widayati

atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis selama penelitian

dan penyusunan skripsi.

8. Bernadette Sonya Anindita Rompas dan Martinus Rubiarso yang selalu

memberikan semangat dan dorongan kepada penulis.

9. Partner skripsiku Rosalia Suryaningtyas atas kesabaran, kerjasama, suka duka

dan bantuannya selama mengerjakan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10.Romo Irsan Rimawal, SJ., atas dukungan dan doa yang diberikan kepada

penulis.

11.Emmanuella Venni dan Yustina Retno Larasati yang banyak membantu dan

mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Teman-teman satu laboratorium yang sering memberi masukan kepada penulis

selama penelitian Yoestenia, Devina, Palma, dan Ita.

13.Teman-teman yang telah menghibur penulis dalam kepenatan selama

penelitian dan penyusunan skripsi Emilia Jevina, Karonia “Inem”, dan Febrian

Cahyadi.

14.Teman-teman Kos Muria: Mbak Hana, Mbak Astrid, Kak Sofi, Arvita, Kak

Frada, Jessi dll. Terimakasih telah menemani penulis begadang dalam

(10)

ix

15.Terimakasih kepada teman-teman Farmasi: Rosa, Titi, Sita, Sisca, Epong,

Apong, Nita, Widya dan teman-teman FST B. Atas kebersamaannya selama

ini.

16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penyelesaian skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan saran dan kritik yang

membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga

skripsi ini kiranya dapat memberikan inspirasi dan manfaat dan kegunaannya bagi

pembaca dan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 5 Agustus 2014

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

(12)

xi

E. Pengukuran Diameter Zona Hambat ... 12

F. Daun Beluntas ... 12

1. Sodium Carboxy Methyl Cellulose (CMC-Na) ... 17

K. Formulasi ... 18

1. Surfaktan (Sodium Lauryl Sulphate) ... 18

2. Humektan ... 19

a. Gliserol ... 19

(13)

xii

a. Pengumpulan bahan daun beluntas ... 30

b. Pembuatan serbuk daun beluntas ... 30

2. Pembuatan ekstrak etanol daun beluntas ... 30

a. Ekstraksi serbuk daun beluntas ... 30

b. Penetapan kadar total fenolik ... 31

3. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ... 31

a. Pembuatan stok isolat bakteri tangan ... 31

b. Pembuatan suspensi isolat bakteri uji ... 31

c. Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas ... 32

d. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas... 33

(14)

xiii

4. Pembuatan sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol

daun beluntas ... 34

a. Modifikasi formula gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ... 34

b. Pembuatan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ... 35

5. Evaluasi sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ... 35

a. Sifat fisik ... 35

b. Stabilitas fisik ... 36

6. Uji aktivitas antibakteri sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas terhadap isolat bakteri tangan ... 37

a. Pembuatan suspensi bakteri uji ... 37

b. Uji aktivitas sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ... 37

F. Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tanaman ... 39

B. Pembuatan Serbuk Daun Beluntas ... 40

C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 41

D. Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 42

1. Isolasi bakteri tangan ... 42

2. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ... 43

E. Pembuatan Sediaan Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 50

F. Uji Sifat Fisik Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 53

1. Uji organoleptis ... 53

2. Uji pH ... 54

(15)

xiv

4. Ketahanan busa ... 57

G. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 59

1. Organoleptis dan pH ... 59

2. Viskositas ... 59

3. Ketahanan busa ... 61

H. Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 71

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Struktur Sel Bakteri ... 8

Tabel II. Formula Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak

Etanol Daun Beluntas ... 34

Tabel III. Variasi Jumlah CMC-Na pada Formula Sediaan Gel Sabun Cuci

Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 35

Tabel IV. Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap

Isolat Bakteri Tangan ... 45

Tabel V. Nilai Probabilitas uji Shapiro-Wilk Diameter Zona Hambat Ekstrak

Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan ... 47

Tabel VI. Hasil Uji Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol

Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan ... 48

Tabel VII. Hasil Uji Wilcoxon Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun

Beluntas terhadap Isolat Bakteri Punggung Tangan ... 49

Tabel VIII. Formula Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak

Etanol Daun Beluntas ... . 52

Tabel IX. Data Uji Organoleptis Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama 48 jam

Penyimpanan ... 54

Tabel X. Data Uji pH Sediaan Gel Sabun Gel Cuci Tangan Antibakteri

Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama 48 jam Penyimpanan ... 54

Tabel XI. Data Viskositas Sediaan Gel Sabun Gel Cuci Tangan Antibakteri

(17)

xvi

Tabel XII. Uji Shapiro-Wilk Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama 48 jam

Penyimpanan ... 55

Tabel XIII. Nilai Probabilitas Uji Post Hoc Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama 48 jam

Penyimpanan ... 56

Tabel XIV. Data Ketahanan Busa Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri

Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama 48 jam Penyimpanan ... 57

Tabel XV. Nilai P-Value Ketahanan Busa Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama 48 jam

Penyimpanan ... 58

Tabel XVI. Data Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri

Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama Beberapa Hari Penyimpanan ... 60

Tabel XVII. Data Uji Ketahanan Busa Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama Beberapa Hari

Penyimpanan ... 61

Tabel XVIII. Diameter Zona Hambat Sediaan Sabun Gel Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri

(18)

xvii Pertumbuhan Isolat Bakteri Tangan ... 45

Gambar 9. Kontrol Pertumbuhan Isolat Bakteri Tangan ... 45

Gambar 10. Kontrol Media Nutrient Agar ... 45

Gambar 11. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC-Na terhadap Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Selama 48jam Penyimpanan ... 57

Gambar 12. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC-Na terhadap Ketahanan Busa Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 58

Gambar 13. Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama 48 jam Penyimpanan ... 59

(19)

xviii

Gambar 15. Grafik Stabilitas Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama Beberapa Hari

Penyimpanan ... 60

Gambar 16. Grafik Stabilitas Ketahanan Busa Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama Beberapa Hari

Penyimpanan ... 61

Gambar 17. Gambar Uji Ketahanan Busa ... 62

Gambar 18. Zona Hambat Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak

Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan, Kontrol

Pertumbuhan Isokat Bakteri Tangan, dan Kontrol Media Nutrient

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Daun Beluntas ... 72

Lampiran 2. Certificate of Analysis (CoA) Ekstrak Etanol Daun Beluntas

(Pluchea indica (L.) Less) dari LPPT UGM ... 73 Lampiran 3. Langkah Kerja Ekstraksi Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica (L.)

Less) dari LPPT UGM ... 74

Lampiran 4. Keterangan Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica (L.)

Less) dari LPPT UGM ... 75

Lampiran 5. Penetapan Kadar Total Fenolik Ekstrak Etanol Daun Beluntas

(Pluchea indica (L.) Less) dari LPPT UGM ... 76 Lampiran 6. Sampel Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Foto Isolat Bakteri

Tangan ... 77

Lampiran 7. Foto Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat

Bakteri Tangan ... 78

Lampiran 8. Uji Normalitas Shapiro-Wilk Diameter Zona Hambat Ekstrak

Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan ... 79

Lampiran 9. Uji Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun

Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan ... 80

Lampiran 10. Uji Wilcoxon Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun

Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan ... 81

Lampiran 11. Perhitungan Ekstrak Daun Beluntas dan Foto Sediaan Gel Sabun

Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 84

Lampiran 12. Foto Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Ekstrak Etanol Daun

Beluntas Setelah 28 hari Penyimpanan ... 85

Lampiran 13. Data Uji Organoleptis dan pH Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Selama Beberapa Hari

Penyimpanan ... 86

Lampiran 14. Data Uji Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri

(21)

xx

Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Sifat Fisik Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci

Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 88

Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Stabilitas Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci

Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 89

Lampiran 17. Data Uji Sifat Fisik dan Uji Statistik Ketahanan Busa Sediaan Gel

Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 92

Lampiran 18. Hasil Uji Statistik Stabilitas Ketahanan Busa Sediaan Gel Sabun

Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 95

Lampiran 19. Foto Zona Hambat Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri

Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan dan

Basis Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan ... 99

Lampiran 20. Diameter Zona Hambat Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri

Tangan ... 100

Lampiran 21. Uji Normalitas Shapiro-Wilk Zona Hambat Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat

Bakteri Tangan ... 101

Lampiran 22. Uji Kruskal Wallis Zona Hambat Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 104

Lampiran 23. Uji Wilcoxon Zona Hambat Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan

Ekstrak Etanol Daun Beluntas dibandingkan dengan Basis Sediaan

Gel Sabun Cuci Tangan ... 105

Lampiran 24. Nilai Probabilitas Uji Wilcoxon: Perbandingan Antara Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas

dengan Basis Sediaan Gel Cuci Tangan ... 107

Lampiran 25. Uji Wilcoxon Zona Hambat Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas dibandingkan dengan

Kontrol Positif ... 108

Lampiran 26. Nilai probabilitas Uji Wilcoxon: Perbandingan Antara Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas

(22)

xxi INTISARI

Senyawa fenolik merupakan kandungan utama dalam ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea Indica (L.) Less) yang memiliki potensi antibakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi optimum ekstrak etanol daun beluntas yang dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap isolat bakteri tangan dengan metode difusi dan untuk mengetahui pengaruh gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik yang meliputi pH, viskositas, pergeseran viskositas dan ketahanan busa.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Hasil pengukuran diameter zona hambat dianalisis dengan mengunakan uji Kruskal-Wallis

kemudian dilanjutkan uji Wilcoxon, sementara hasil pengukuran data sifat fisik dan stabilitas fisik kemudian dianalisis menggunakan uji One Way ANOVA, untuk mengetahui signifikansi pengaruh gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel. Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan software

R 3.1.0

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 6% ekstrak etanol daun beluntas, dapat memberikan daya hambat terhadap isolat bakteri tangan. Terdapat perbedaan viskositas yang signifikan pada penggunaan variasi jumlah

gelling agent. Namun variasi jumlah gelling agent tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap respon ketahanan busa dan pergeseran viskositas.

(23)

xxii ABSTRACT

Phenolic compounds are the major chemical compounds of beluntas leaves (Pluchea indica (L.) Less) ethanol extract that have potential as an antibacterial. This study aimed to determine the optimum concentration of beluntas leaves ethanol extract which can be used as antibacterial towards hand bacterial isolates with diffusion method, and to figure out the effect of gelling agent towards physical properties which consist of pH, viscosity, viscosity shift, and foam stability.

This study is an experimental study. The data of measurement result of inhibiton zones statiscally analyzed with the Kruskal-Wallis test followed the Wilcoxon test, whereas the data of measurement result of physical properties and physical stability statically analyzed with the One Way ANOVA test; to find the significance of gelling agent effect towards physical characteristics and gel physical stability. Data was analyzed by using the R 3.1.0 software.

Beluntas leaves (Pluchea indica (L.) Less) ethanol extract showed antibacterial activity towards bacterial isolate at a concentration of 6%. There was a significant viscosity difference at the usage on the amount variance of gelling agent, whereas the amount of variance of gelling agent did not show any significant differences towards foam stability response and viscosity shift.

(24)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling banyak

diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu

penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Menurut Radji (2009) bakteri

merupakan mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi

hanya dilihat dengan bantuan mikroskop.

Penyakit infeksi dapat dikurangi dengan kebiasaan berperilaku hidup

bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan semua perilaku

kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri. Salah satu contoh sederhana

perilaku hidup bersih dan sehat adalah dengan menjaga kebersihan tubuh.

Tangan merupakan bagian tubuh yang sering digunakan untuk menyentuh

dan memegang benda, karena itu tangan disebut perantara yang paling sering

menularkan bakteri penyakit. Berdasarkan data WHO, tangan mengandung

bakteri sebanyak 39.000-460.000 CFU per sentimeter kubik, yang berpotensi

tinggi menyebabkan penyakit infeksi menular (Rochimawati, 2013).

Kebersihan tangan yang kurang, juga menyebabkan penyakit terkait

makanan seperti infeksi Salmonella dan E. coli. Beberapa dapat mengalami gejala

yang menganggu seperti mual, muntah, dan diare. Tangan yang terlihat bersih

belum tentu terbebas dari bakteri penyakit, karena itu kebersihan tangan tetap

(25)

Sabun berfungsi untuk melarutkan kotoran dan minyak ada permukaan

kulit dengan menggunakan air sehingga dapat diangkat dengan mudah dari kulit.

Sabun dapat membersihkan minyak, kotoran, dan keringat yang menempel di kulit

(Izhar, 2009).

Dewasa ini, telah banyak sabun cuci tangan yang beredar di pasaran

dengan berbagai merk dan bentuk sediaan. Kebanyakan sabun cuci tangan yang

beredar di pasaran berbahan dasar triclosan sebagai antibakteri. Triclosan

diketahui dapat menyebabkan resistensi antibiotik sehingga dapat menghambat

kerja obat-obatan yang sebelumnya memiliki potensi antibiotik. Selain itu,

penggunaan triclosan yang terlalu sering dan berlebihan dapat membunuh flora

normal kulit yang sebenarnya merupakan salah satu mikroba untuk perlindungan

kulit (Gusviputri, 2013). Dilihat dari adanya dampak negatif yang dapat

ditimbulkan oleh triclosan, maka perlu dipikirkan bahan alternatif lain yang dapat

menggantikan triclosan sebagai antibakteri. Dalam hal ini, digunakan ekstrak

etanol beluntas sebagai antibakteri untuk mengurangi pemakaian bahan sintetik

dalam formulasi sabun cuci tangan. Bahan alami juga cenderung tidak

memberikan dampak yang buruk bagi kulit dalam pemakaian jangka panjang.

Daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) biasa digunakan sebagai obat

untuk menghilangkan bau badan, obat penurun panas, obat batuk dan obat

antidiare. Selain itu daun beluntas yang telah direbus sering pula digunakan untuk

mengobati penyakit kulit (Winarno dan Sundari, 1998). Setelah diteliti secara

ilmiah, daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) diketahui memiliki kandungan

(26)

antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, E. coli, Pseudomonas fluorecens

dan Salmonela thypi (Ardiansyah et al., 2003). Hasil uji total kandungan fenolik

menyatakan bahwa semakin muda daun, kadar total fenol semakin besar (Saffan

dan El-Mousallamy, 2008).

Pada penelitian ini akan dibuat sediaan sabun cuci tangan antibakteri

ekstrak etanol daun beluntas dalam bentuk gel. Gel mengandung komposisi air

dalam jumlah tinggi sehingga dapat meningkatkan disolusi obat dan juga

memudahkan migrasi obat melalui basis utamanya (Jones, 2008). Bentuk sediaan

ini tentu diharapkan dapat membuat ekstrak daun beluntas menjadi nyaman

digunakan sebagai antibakteri.

Viskositas sediaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

stabilitas sediaan gel. Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang

menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Viskositas di pengaruhi oleh

gelling agent. Gelling agent yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah

CMC-Na. Dalam hal ini digunakan CMC-Na karena CMC-Na memiliki gugus natrium

yang dapat mengikat air (terhidrasi) tanpa perlu pemanasan selain itu CMC-Na

stabil pada rentang pH 5-9 sehingga dalam formulasi tidak diperlukan

penambahan agen pembasa.

Pada penelitiaan ini dilakukan formulasi sediaan sabun cuci tangan

antibakteri ekstrak etanol daun beluntas dengan menggunakan variasi jumlah

CMC-Na sebagai gelling agent. Variasi jumlah CMC-Na dilakukan untuk

mengetahui pengaruh CMC-Na sebagai gelling agent terhadap sifak fisik dan

(27)

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan data di atas maka dapat disusun permasalahan :

a. Apakah ekstrak etanol daun beluntas memiliki aktivitas antibakteri

terhadap isolat bakteri di tangan?

b. Apakah terdapat perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik dalam penggunaan

variasi jumlah CMC-Na sebagai gelling agent pada sabun cuci tangan

antibakteri ekstrak etanol daun beluntas?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis, penelitian mengenai variasi jumlah

CMC-Na sebagai gelling agent pada formulasi sabun cuci tangan antibakteri

ekstrak etanol daun beluntas, belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian

yang terkait formulasi ekstrak etanol daun beluntas yang pernah dilakukan

sebelumnya antara lain :

1. Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun

Beluntas (Pluchea indica (L.) Less) dengan Variasi Jumlah Sorbitan

Monooleate sebagai Emulsifying agent (Hardita, 2012).

2. Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun

Beluntas (Pluchea indica (L.) Less) dengan Variasi Jumlah Sorbitan

Monostearate sebagai Emulsifying agent (Lesmana, 2012).

3. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.)

dan Stabilitas Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat

(28)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan mengenai formulasi sabun cuci tangan antibakteri

dari bahan alam daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less) dengan

menggunakan CMC-Na sebagai gelling agent.

b. Manfaat praktis

Memperoleh informasi sifat fisik dan stabilitas fisik sabun cuci tangan

antibakteri ekstrak daun beluntas dengan menggunakan variasi jumlah

(29)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik sabun cuci tangan

antibakteri ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less) dengan

variasi jumlah CMC-Nasebagai gelling agent.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas terhadap isolat

bakteri di tangan.

b. Untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan

pada variasi jumlah CMC-Na dalam sabun cuci tangan antibakteri ekstrak

(30)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Cuci Tangan

Cuci tangan merupakan salah satu cara untuk menghindari penularan

penyakit terutama penyakit yang ditularkan melalui makanan. Kebiasaan mencuci

tangan secara teratur perlu dilatih. Jika sudah terbiasa mencuci tangan sehabis

bermain atau ketika akan makan makan diharapkan kebiasaan tersebut akan

terbawa sampai tua. Mencuci tangan yang baik dilakukan pada air yang mengalir

(Djauzi, 2009).

Cuci tangan sama dengan proses membuang kotoran dan debu secara

mekanis dari kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air, dengan tujuan

untuk mencegah kontaminasi silang (manusia ke manusia atau benda

terkontaminasi ke manusia) suatu penyakit atau perpindahan kuman. Pentingnya

membudayakan cuci tangan memakai sabun secara baik dan benar didukung oleh

data WHO yang menunjukkan, setiap tahun rata-rata 100.000 anak di Indonesia

meninggal dunia karena diare (Apryani, 2012).

B. Bakteri

Bakteri merupakan mikroba prokariotik uniseluler, berkembang biak

secara aseksual dengan pembelahan sel. Semua bakteri memiliki struktur sel yang

relatif sederhana. Berdasarkan komposisi dan struktur dinding sel, maka bakteri

dibagi ke dalam dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif

(31)

Berdasarkan bentuk bakteri digolongkan menjadi tiga golongan utama,

yaitu bentuk coccus (bulat), bentuk basil (batang), dan bentuk spiral. Komponen

utama struktur bakteri terdiri atas makromolekul, yaitu DNA, RNA, protein,

polisakarida, dan fosfolipida. Makromolekul terdiri atas sub-unit primer, yaitu

nukleotida, asam amino dan karbohidrat. Secara keseluruhan, struktur utama

makromolekul sangat mempengaruhi sifat-sifat suatu sel dan menentukan

perbedaan fungsi sel itu dalam sistem biologi (Radji, 2009).

Tabel I. Struktur Sel Bakteri (Radji, 2009)

Makromolekul Penyusun Materi Sel Bakteri

Makromolekul Sub-unit primer Terdapat pada

Asam nukleat

Flagel, pili, dinding sel, membran sitoplasma, ribosom, sitoplasma

Polisakarida Karbohidrat Kapsul bakteri, badan inklusi, dinding sel

Fosfolipida Asam lemak Membran Sel

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang

sehat. Sebagai flora normal manusia, bakteri merupakan hal yang sangat penting

dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Namun pada beberapa

kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang

rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya E. coli paling banyak dijumpai

(32)

Penyebaran bakteri pada manusia dapat terjadi melalui kulit, hidung

atapun mulut. Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau

dari benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena

kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Pada umumnya bakteri pada kulit

mampu bertahan lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisidal (Pelczar,

2005). Bakteri dapat menimbulkan penyakit pada mahkluk hidup lain karena

memiliki kemampuan menginfeksi, mulai dari infeksi ringan sampai infeksi berat

(Radji, 2009).

Dalam penelitian berjudul “Identifikasi Mikroorganisme Pada Tangan

Tenaga Medis dan Paramedis di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek

Bandar Lampung” ditemukan berbagai macam bakteri di tangan paramedis seperti

Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus

aureus, Serratia liquefacients, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes,

Citrobacter freundii, dan Salmonella sp (Pratami, Apriliana, dan Rukmono,

2014).

C. Isolasi Mikroba

Isolasi merupakan suatu tindakan pengambilan mikroorganisme yang

terdapat di alam kemudian menumbuhkannya dalam suatu medium buatan

(Sutedjo, Kartasapoetra, dan Sastroatmodjo, 1996). Untuk dapat mengisolasi

mikroba dari suatu mikroba, dapat digunakan beberapa perangkat prosedur yaitu:

1. Metode taburan (pour plate)

Dalam proses ini suspensi bakteri dalam cairan dicampur dengan agar yang

(33)

cawan petri, dibiarkan mendingin supaya membeku dan diinkubasi. Bakteri akan

tumbuh dibawah atau di atas permukaan agar (Tarigan, 1988).

2. Metode sebaran (spread plate)

Dalam metode ini suspensi bakteri diencerkan dalam cairan tertentu dan

disebarkan pada media nutrient agar, kemudian sebuah batang gelas yang

dibengkokkan dapat digunakan untuk menyebarkan suspensi bakteri yang akan

diisolasi. Cara ini dilakukan beberapa kali sehingga hanya diperoleh satu jenis

mikroba (Tarigan, 1988).

3. Metode goresan (steak plate)

Apabila ingin mengisolasi suatu mikroba yang terdapat di dalam tanah

maka kita dapat membuat suspensi tanah tersebut dengan air yang steril. Lalu

ambil nutrient agar dan dituangkan ke dalam cawan petri yang steril. Setelah

dingin diinokulasi suspensi tersebut pada nutrient agar dengan menggunakan

loop dan menggoreskannya pada permukaan media yang digunakan. Inkubasi

dalam incubator dengan suhu 37oC dan setelah 3-4 hari dapat diamati

pertumbuhan bakteri tersebut (Tarigan, 1988).

D. Uji Potensi Senyawa Antibakteri

Uji potensi senyawa antibakteri bertujuan untuk mengetahui kemampuan

suatu senyawa uji dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengukur

respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antibakteri (Pratiwi,

2008). Metode uji potensi suatu senyawa antibakteri dapat dilakukan dengan cara

(34)

1. Metode difusi sumuran

Metode difusi merupakan metode uji potensi antimikroba secara kualitatif

untuk menentukan aktivitas antimikroba (Boyd, 1984). Metode difusi didasarkan

pada kemampuan obat untuk berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji

berkembang biak secara optimal (Hugo dan Russel, 1987).

2. E-test

Metode ini digunakan untuk mengestimasi KHM (Kadar Hambat

Minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antibakteri untuk dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Metode ini menggunakan strip

plastik yang mengandung agen antibakteri dari kadar terendah hingga kadar

tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah diinokulasikan

dengan bakteri uji (Pratiwi, 2008).

3. Metode ditch-plate

Metode ini dilakukan dengan cara menghilangkan potongan agar dari

cawan dan mengisi lubang yang terbentuk dengan agar yang telah berisi senyawa

antibakteri. Medium dapat diatur sedemikian rupa hingga beberapa bakteri dapat

diinokulasikan secara streakplate pada agar yang telah mengandung antibakteri

tersebut. Metode ini cocok untuk pengujian senyawa terhadap sejumlah besar

bakteri (Pratiwi, 2008).

4. Metode disc diffusion

Metode ini digunakan untuk menggunakan papper disc yang berisikan

(35)

bakteri uji, kemudian area jernih yang terbentuk menunjukkan adanya hambatan

pertumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).

E. Pengukuran Diameter Zona Hambat

Zona hambat merupakan zona terhambatnya pertumbuhan bakteri yang

disebabkan oleh suatu senyawa antibakteri. Pengukuran diameter zona hambat

dapat diukur dengan menggunakan jangka sorong (Pelczar, 1986). Selain

menggunakan jangka sorong, dapat digunakan Sorcerer Image Analysis System

untuk mengukur zona hambat. Prinsip pengukuran zona hambat dengan

membandingkan perbedaan secara kontras antara zona jernih dan zona

pertumbuhan bakteri. Zona hambat dapat dianalisis secara tunggal atau beberapa

zona hambat dengan menggunakan program scanning measurement frames. Data

dapat dikirim langsung ke Microsoft Excel atau database Oracle untuk diolah

lebih lanjut (Reynolds, 2013).

F. Daun Beluntas (Pluchea indica (L.) Less) 1. Taksonomi tanaman

(36)

2. Nama tanaman

Nama daerah : Luntas (Jawa Tengah), Beluntas (Sunda), Baluntas

(Madura) , Lamutasa (Makasar), dan Lenabou (Timor)

Nama asing : : Marsh heabane dan Luan yi (Cina) (Hariana, 2002).

3. Deskripsi tanaman

Gambar 1. Tanaman Beluntas (Dalimartha, 1999)

Tanaman beluntas memiliki habitat perdu dengan tinggi 1-1,5 m.

Batangnya berkayu, bulat, tegak, bercabang, bila masih mudah berwarna ungu

setelah tua putih kotor. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung

runcing, pangkal tumpul, berbulu halus, panjang 3,8-6,4 cm, lebar 2-4 cm,

tulangnya menyirip, berwarna hijau. Bunganya majemuk, mahkota lepas, putik

bentuk jarum, panjang kurang lebih 6 mm, berwarna hitam kecoklatan, kepala sari

berwarna putih kekuningan. Akar beluntas merupakan akar tunggang dan

bercabang (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Perbanyakan tumbuhan beluntas dilakukan dengan stek batang. Beluntas

dirawat dengan disiram air cukup, dijaga kelembapan tanahnya, dan dipupuk

(37)

kering pada tanah yang keras dan berbatu atau ditanam sebagai tanaman pagar.

Tumbuhan ini memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan

(Dalimartha, 1999).

4. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat pada daun beluntas (Pluchea indica (L.)

Less) antara lain alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, natrium, kalium,

aluminium, kalsium, magnesium, dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung

flavonoid dan tanin (Dalimartha, 1999).

5. Manfaat daun beluntas

Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir, berkhasiat untuk

meningkatkan nafsu makan (stomatik), penurun demam (antipiretik), peluruh

keringat (diaforetik), penyegar, TBC kelenjar, nyeri pada rematik dan keputihan

(Dalimartha, 1999). Penelitian lain yang telah dilakukan dan menunjukkan bahwa

daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less) memiliki aktivitas antibakteri karena

adanya senyawa flavonoid (Purnomo, 2001). Daun beluntas yang telah direbus

juga dipercaya untuk mengobati penyakit kulit (Winarno dan Sundari, 1998).

G. Ekstraksi

Ekstraksi tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika

suatu/sejumlah bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman obat

(Agoes, 2009). Pemilihan metode ekstraksi harus mempertimbangkan berbagai

keadaan, diantaranya sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta

(38)

digolongkan ke dalam dua bagian besar, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair

padat (Harborne, 1996).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cairan yang cocok. Cairan penyari yang

digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah air, eter atau campuran etanol dan air

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses paling tepat dimana serbuk yang sudah halus

dimungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan

susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang

mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

mengembang dalam cairan penyari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

1986).

Proses pemilihan cairan penyari harus dipertimbangkan dan sesuai dengan

zat aktif yang berkhasiat yang artinya dapat memisahkan zat aktif tersebut dari

senyawa lainnya dalam bahan, sehingga ekstrak yang dihasilkan mengandung

sebagian besar senyawa aktif berkhasiat tersebut (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2000). Kelebihan dari metode ini adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan relatif sederhana dan mudah. Kekurangan dari metode

ini adalah pengerjaan lama dan penyarian kurang sempurna (Departemen

(39)

H. Sabun

Mekanisme pembersihan sabun: surfaktan pada sabun akan menurunkan

tegangan antarmuka antara kotoran dan permukaan kulit. Bagian polar dari

surfaktan akan berinteraksi dengan air, sedangkan bagian non-polar akan

berinteraksi dengan kotoran yang biasanya berupa lemak. Surfaktan-surfaktan

tersebut akan menyusun diri membentuk misel dengan kotoran yang terjebak di

dalamnya. Bagian luar misel adalah gugus polar yang mudah dicuci dengan air

(Rieger, 2000).

I. Gel

Gel adalah sediaan semi solid dimana terdapat interaksi antar partikel

koloid dengan suatu pembawa berupa cairan. Berdasarkan sifat alami jaringan

struktur tiga dimensi yang terbentuk, terdapat dua macam gel, yaitu: dispersi

padatan dan polimer hidrofilik (Jones, 2008). Gel dapat digunakan secara topikal

atau dimasukkan kedalam lubang tubuh (Dirjen POM, 1995). Gel merupakan

sistem penghantaran obat yang sempurna untuk cara pemberian yang beragam dan

kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda (Allen dan Loyd, 2002).

J. Gelling Agent

Pada formulasi sediaan gel terdapat gelling agent. Komposisi gelling agent

berpengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan gel, karena gelling

agent akan membentuk sistem jaringan tiga dimensi yang menjebak medium

pendispersi. Sifat fisik yang dipengaruhi oleh gelling agent meliputi daya sebar

(40)

penghantaran zat aktif. Oleh karena itu diperlukan konsistensi formula yang

optimum (Garg, Aggrawal. Garg, dan Singla, 2002)

Menurut Pena (cit., Kurniawan, 2013), saat didispersikan dalam suatu

pelarut yang sesuai gelling agent bergabung dan saling menjerat, kemudian

membentuk struktur jarring koloid tiga dimensi. Jaring ini yang akan membatasi

aliran cairan. Struktur ini juga menahan deformasi dan bertanggung jawab

terhadap viskositas gel.

1. Sodium Carboxy Methyl Cellulose (CMC-Na)

CMC-Na merupakan polimer sintetik dengan berat molekul besar yang

terdiri atas rantai silang antara asam akrilat dengan alil sukrosa atau alil ester dari

pentaerythritol. Pemeriannya adalah tidak berwarna, asam, halus, serbuk

higroskopis dengan bau khas. CMC-Na mengandung 52-68% gugus asam

karboksilat (COOH) dalam bentuk kering. CMC-Na berada pada range

konsentrasi 3,0-6,0% yang berfungsi sebagai gelling agent (Rowe, Sheskey, dan

Quinn, 2009).

CMC-Na larut di dalam air di segala temperatur. Garam natrium yang

terbentuk dapat didispersikan di dalam air dingin dengan cepat sebelum partikel

terhidrasi dan mengembang menjadi gumpalan-gumpalan padatan membentuk

sistem gel yang lengket. Viskositas produk dapat menurun jika pH yang

dihasilkan berada pada kisaran pH di bawah 5 dan bila berada di kisaran pH di

(41)

CMC-Na sering digunakan pada formulasi sediaan oral, topikal dan

beberapa sediaan parenteral. CMC-Na juga dapat digunakan pada sediaan

kosmetik, dan produk makanan (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).

Gambar 2. Struktur CMC-Na (Sodium Carboxy Methyl Cellulose) (Rowe, Sheskey, dan Quinn 2009)

K. Formulasi 1. Surfaktan

Surfaktan adalah zat yang mempunyai gugus hidrofil dan lipofil sekaligus

dalam molekulnya. Zat ini akan berada di permukaan cairan atau antar muka dua

cairan dengan cara teradsorbsi (Moechtar, 1989). Surfaktan berdasarkan

karakteristik muatannya, dikelompokkan menjadi golongan anionik (contoh:

sodium lauryl sulphate), golongan kationik, golongan amfoterik dan golongan

nonionik (Attwood, 2008).

a. Sodium lauryl sulphate

(42)

Sinonim dodecylalcohol, hydrogen sulphate, sodium salt, dodecyl sodium

sulphate, dodecylsulphate sodium salt, lauryl sodium sulphate. Klasifikasi: alkyl

sulphate salt. Sodium lauryl sulphate dignakan sebagai detergent, penurun

tegangan permukaan, wetting agent, emulsifying, foaming agent. Untuk sediaan

topikal digunakan pada konsentrasi 0,1 – 12,7% (Michael and Ash, 2004).

Sodium lauryl sulphate memiliki panjang rantai 12 atom karbon dan

merupakan satu dari sekian banyak surfaktan yang umum digunakan. Secara

umum, alkyl sulphate merupakan pembusa yang baik, terlebih pada air sadah

(Barel, 2009).

Sodium lauryl sulphate banyak digunakan dalam kosmetik dan formulasi

sediaan topikal. Sodium lauryl sulphate stabil pada kondisi penyimpanan normal.

Namun dalam larutan di bawah kondisi ekstrim, yaitu pH 2,5 atau kurang dari itu,

dapat mengalami hidrolisis terhadap alkohol, dan natrium lauril bisulfat. Materi

bentuk serbuk harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang sejuk

dan kering (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).

b. Humektan

Humektan juga berfungsi menjaga kandungan lembab dan stabilitas dari

sediaan kosmetik itu sendiri (Mitsui, 1997).

a. Gliserol

Gliserol merupakan cairan seperti sirup jernih dengan rasa manis. Dapat

(43)

sering digunakan sebagai stabilisator dan sebagai suatu pelarut pembantu dalam

hubungannya dengan air dan alkohol (Ansel, 1989).

Gliserol dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam

kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. Bobot

jenisnya tidak kurang dari 1,249 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

1995). Gliserol digunakan sebagai emollient dan humektan dalam sediaan topikal

dengan rentang konsentrasi 0,2 – 65,7% (Smolinske, 1992).

Gambar 4. Struktur Gliserol (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)

b. Propilen glikol

Propilen glikol, C3H8O2, memiliki BM 76,09. Pemerian: cairan kental,

jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara

lembab. Kelarutan: dapat bercampur dengan air, kloroform, aseton; larut dalam

eter dan dalam beberapa minyak essensial; tidak dapat bercampur dengan minyak

lemak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Gambar 5. Struktur Propilen Glikol (Rowe, Sheskey, dan Quinn., 2009)

c. Pengawet

Pengawet merupakan bahan untuk mencegah tumbuhnya, atau bereaksi

(44)

pada produk. Pengawet harus memiliki aktivitas berspektrum luas, stabil, tidak

berbau dan berwarna, efektif dalam konsentrasi rendah dan aman (Tranggono dan

Latifah, 2007).

Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Dalam peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Republik Indonesia No: HK.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik

menyantumkan bahwa penggunaan bahan 4-hydroxybenzoic acid, its salt and

esters dengan nomor ACD 12, di jelaskan bahwa kadar maksiumum 0,4 persen

(asam) untuk ester tunggal serta 0,8 persen (asam) untuk ester campuran yang

ditambahkan ke dalam sediaan kosmetik. Di jelaskan bahwa ester adalah methyl,

ethyl, propyl, isopropyl, butyl, isobutyl, dan phenyl (Badan POM RI, 2008).

Metil paraben secara digunakan sebagai antimikroba pada kosmetik,

produk makanan, dan sediaan farmasi. Konsentrasi penggunaan metil paraben

sebagai antimikroba pada sediaan topikal adalah 0,02-0,3%. Metil paraben

bersifat nonmutagenik, nonteratogenik, dan nonkarsinogenik (Rowe, Sheskey, dan

(45)

Gambar 6. Struktur Metil Paraben (DepKes RI,1979)

d. Etanol

Etanol adalah campuran etil alkohol dan air. Etanol mengandung tidak

kurang dari 94,7% v/v atau 92,0% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau 92,7%

C2H6O. Pemeriannya cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah

bergerak; berbau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru

yang tak berasap (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

e. Aquadest (Air Murni)

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,

perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.

Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat

tambahan lain. Pemerian: cairan jernih, tidak berwarna; dan tidak berbau

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

L. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik

Sediaan uji harus dievaluasi untuk menjamin bahwa sediaan memiliki

karakteristik yang diinginkan. Karakteristik tersebut harus mencakup penampilan

sediaan, warna, keseragaman bentuk, berat jenis, pH, dan viskositas. Parameter

tersebut harus direkam untuk stabilitas pada kondisi penyimpanan dengan interval

(46)

1. Viskositas

Rheology berasal dari bahasa Yunani, “Rheo” berarti “aliran” dan “Logos” yang berarti “ilmu”. Rheology didefinisikan sebagai aliran suatu cairan. Sifat alir

berperan dalam aplikasi formulasi sediaan farmasi. Penggolongan bahan menurut

tipe aliran dan deformasinya dibagi menjadi dua yaitu, sistem Newton dan sistem

non-Newton (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993). Sifat alir Newton

menunjukkan adanya hubungan linier antara gaya geser (shear stress) dengan

kecepatan geser (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996).

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya. Semakin tinggi

viskositas maka tahanan suatu cairan untuk dapat mengalir semakin besar pula

(Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993). Uji stabilitas merupakan proses

evaluasi untuk menjamin bahwa sifat-sifat utama produk tidak berubah selama

waktu yang dapat diterima oleh konsumen. Pergerseran viskositas adalah uji yang

biasa dilakukan untuk melihat stabilitas viskositas selama penyimpanan. Adanya

variasi pada ukuran atau jumlah droplet dapat dideteksi dengan pergeseran

viskositas secara nyata (Aulton dan Diana, 1991).

2. Penetapan pH

Harga pH merupakan harga yang dapat ditentukan dengan alat

potensiometrik (pH meter atau indicator pH) yang sesuai dan telah dibakukan.

Pengukuran dilakukan pada suhu ±250C, kecuali dinyatakan lain dalam

(47)

3. Ketahanan busa

Stabilitas busa merupakan kemampuan busa untuk mempertahankan

parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter

tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.

Foam lifetime (waktu hidup busa) merupakan ukuran paling sederhana untuk

menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan busa, antara lain

adalah viskositas yang tinggi. Pada viskositas tinggi dapat memperlambat proses

drainage, sehingga busa sulit terbentuk (Myers, 2006).

M. Landasan teori

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang

sehat, namun pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia

tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Bakteri

dapat ditularkan melalui tangan manusia.

Ekstrak etanol daun beluntas telah diteliti memiliki kandungan senyawa

fenolik yang terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus

aureus, E. coli, Pseudomonas fluorecens dan Salmonela thypi. Dalam penelitian

ini, dibuat sediaan sabun cuci tangan dengan ekstrak etanol daun beluntas.

Sediaan sabun cuci tangan dibuat dalam bentuk sediaan gel. Gel merupakan

sediaan semi solid dimana terdapat interaksi antar partikel koloid dengan suatu

pembawa berupa cairan.

Sifat fisik (viskositas, pH, organoleptis, ketahanan busa) dan stabilitas

(48)

dipengaruhi oleh jumlah gelling agent yang terdapat dalam suatu formula gel.

Penambahan gelling agent perlu diperhatikan dalam formulasi sediaan gel sabun

cuci tangan. Gelling agent yang digunakan dalam formulasi ini adalah CMC-Na.

N. Hipotesis

1. Ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less) memiliki potensi

antibakteri terhadap isolat bakteri tangan.

2. Terdapat perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik pada variasi jumlah

CMC-Na sebagai gelling agent pada formulasi sediaan sabun cuci tangan ekstrak

(49)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah CMC-Na dengan konsentrasi sebesar 3%, 4%, 5% , 6% dan variasi konsentrasi ekstrak etanol

daun beluntas yaitu 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah zona hambat aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas, sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan

sabun cuci tangan ekstrak etanol daun beluntas yang meliputi pH, organoleptis,

viskositas, dan ketahanan busa.

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat percobaan, wadah penyimpanan, lama penyimpanan sabun cuci tangan, lama dan

kecepatan pencampuran.

(50)

C. Definisi Operasional

1. Sabun cuci tangan antibakteri adalah molekul surfaktan yang memiliki

kemampuan untuk membersihkan dan berfungsi menekan bertumbuhan kuman,

yang diaplikasikan pada tangan.

2. Serbuk daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less) merupakan serbuk daun

beluntas yang diperoleh dari hasil budidaya tanaman beluntas yang ada di CV.

Merapi Farma.

3. Ekstrak etanol daun beluntas adalah ekstrak hasil maserasi simplisia daun

beluntas menggunakan pelarut etanol 70%. Penetapan kadar total fenolik

dilakukan oleh LPPT Universitas Gadjah Mada.

4. Gel merupakan sediaan semi solid dimana terdapat interaksi antar partikel

koloid

dengan suatu pembawa berupa cairan.

5. CMC-Na merupakan senyawa yang pada rentang konsentrasi 3-6% dapat

berfungsi sebagai gelling agent.

6. Isolat bakteri tangan merupakan hasil isolasi mikroba dari 3 bagian tangan

yaitu telapak tangan, jari tangan dan punggung tangan.

7. Uji potensi antibakteri merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui

kemampuan ekstrak etanol daun beluntas untuk menghambat pertumbuhan

bakteri.

8. Zona hambat merupakan zona jernih disekitar sumuran, yang menghambat atau

(51)

9. Sifat fisik sediaan gel dipengaruhi oleh viskositas, homogenitas, dan distribusi

ukuran partikel. Stabilitas fisik sediaan gel merupakan kemampuan gel sabun

cuci tangan ekstrak daun beluntas untuk bertahan dalam batas spesifiasi yang

diterangkan selama penyimpanan dan penggunaan.

10.Organoleptis merupakan pengamatan yang dilakukan secara visual terhadap

warna, bentuk dan bau sediaan gel sabun cuci tangan ekstrak daun beluntas

setelah penyimpanan 48 jam dan setelah penyimpanan 28 hari.

11.Viskositas adalah ketahanan alir sediaan sabun cuci tangan yang dikukur 48

jam, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari.

12. Ketahanan busa adalah kemampuan sediaan untuk mempertahankan volume

busa. Pergeseran ketahanan busa diamati tiap-tiap minggu dalam jangka

waktu satu bulan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ketahanan

busa yang terjadi selama penyimpanan.

13.Penetapan pH merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui harga pH

sediaan gel sabun cuci tangan ekstrak etanol daun beluntas agar sesuai dengan

(52)

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest steril, Texapon®

(kualitas farmasetis dari PT. Brataco), gliserol (kualitas farmasetis dari PT.

Brataco), propilen glikol (kualitas farmasetis dari PT Brataco), CMC-Na

(kualitas farmasetis PT Brataco), metil paraben, etanol 70%, serbuk daun

beluntas (CV. Merapi Farma), ekstrak etanol daun beluntas (LPPT Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta), kultur isolat bakteri tangan dari 3 probandus di

Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian: cawan petri, glassware,

paper disk, indikator pH, termometer, jarum ose, spreader, autoklaf (Model

KT-40), bunsen, mikropipet, timbangan analitik (Precise 2000C-2000D1),

Viscometer Rion seri VT 04 (RION-JAPAN), mixer (Philip), mikroskop, oven,

(53)

E. Tata Cara Penelitian 1.Pembuatan serbuk daun beluntas

a. Pengumpulan bahan daun beluntas

Bahan yang digunakan adalah daun beluntas yang diperoleh dari CV.

Merapi Farma yang terletak di Jl. Kaliurang Km. 21, Sleman, Yogyakarta.

Pengambilan daun beluntas dipilih berdasarkan warna daun yaitu berwarna

hijau muda serta letak daun yang diambil pucuk 1-6 daun dari atas

tanaman beluntas. Setidaknya daun berumur 50 hari. Identifikasi dilakukan

oleh CV. Merapi Farma yang menyatakan bahwa daun yang digunakan

adalah benar daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less).

b. Pembuatan serbuk daun beluntas

Daun beluntas yang telah dipanen, dicuci dengan air mengalir, kemudian

dikeringkan dibawah sinar matahari dengan ditutupi kain hitam. Setelah

pengeringan, dilakukan penyerbukan dengan menggunakan mesin

penyerbuk dengan pengayakan berdiameter 1 mm. Penyerbukan daun

beluntas dilakukan oleh CV. Merapi Farma.

2. Pembuatan ekstrak etanol daun beluntas

a. Ekstraksi serbuk daun beluntas

Ekstraksi serbuk daun beluntas dilakukan dengan metode maserasi

menggunakan pelarut etanol 70% berdasarkan CoA (Ceritificate of

Analysis) yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu

(54)

b. Penetapan kadar total fenolik

Penetapan kadar total fenolik dilakukan dengan metode spektrofotometri

berdasarkan CoA (Ceritificate of Analysis) yang dilakukan Lembaga

Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT

UGM).

3. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas

a. Pembuatan stok isolat bakteri tangan

Isolasi bakteri dari tangan dilakukan kepada tiga probandus dari bagian

tangan yang berbeda, dengan ktiteria: Probandus telah melakukan

kegiatan dan belum cuci tangan atau belum menggunakan produk

antiseptik untuk tangan. Isolasi dilakukan dengan menempelkan bagian

tangan pada cawan petri berisi media Nutrient Agar (NA) 15 mL secara

aseptis. Tiga bagian tangan tersebut adalah bagian punggung tangan, jari

tangan, dan bagian telapak tangan. Kemudian diinkubasi terbalik selama

24 jam pada suhu 37oC. Isolat bakteri tangan dari tiga probandus yang

telah tumbuh pada media NA cawan petri diambil dengan menggunakan

ose dan ditanam di media NA miring. Kemudian diinkubasi pada suhu

37oC selama 24 jam. Hasil isolasi akan digunakan untuk uji potensi

antibakteri ekstrak etanol daun beluntas. Uji dilakukan dalam

Microbiological Safety Cabinet (MSC).

b. Pembuatan suspensi isolat bakteri uji

Tabung reaksi berisi media Nutrient Broth (NB) disiapkan sebanyak 10

(55)

diinokulasikan ke dalam media NB dengan jarum ose, dan diinkubasikan

pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, media NB di lihat

kekeruhannya (setara dengan standar Mac Farland 1,5 x 108 CFU/mL).

Jika kekeruhannya belum setara dengan standar Mac Farland 1,5 x 108

CFU/mL ditambahkan NB steril sampai kekeruhannya setara dengan

standar Mac Farland 1,5 x 108 CFU/mL.

c. Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas

1.) Konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 2%

Ditimbang 0,2 g ekstrak etanol daun beluntas, kemudian dilarutkan

dengan sedikit aquadest steril. Ekstrak dimasukkan ke dalam labu ukur

10 mL, lalu ditambahkan dengan aquadest steril sampai tanda.

2.) Konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 4%

Ditimbang 0,4 g ekstrak etanol daun beluntas, kemudian dilarutkan

dengan sedikit aquadest steril. Ekstrak dimasukkan ke dalam labu ukur

10 mL, lalu ditambahkan dengan aquadest steril sampai tanda.

3.) Konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 6%

Ditimbang 0,6 g ekstrak etanol daun beluntas, kemudian dilarutkan

dengan sedikit aquadest steril. Ekstrak dimasukkan ke dalam labu ukur

10 mL, lalu ditambahkan dengan aquadest steril sampai tanda.

4.) Konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 8%

Ditimbang 0,8 g ekstrak etanol daun beluntas, kemudian dilarutkan

dengan sedikit aquadest steril. Ekstrak dimasukkan ke dalam labu ukur

(56)

5.) Konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 10%

Ditimbang 1 g ekstrak etanol daun beluntas, kemudian dilarutkan dengan

sedikit aquadest steril. Ekstrak dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL,

lalu ditambahkan dengan aquadest steril sampai tanda.

6.) Konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 100%

Konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 100% digunakan sebagai

kontrol positif. Ditimbang 10 g ekstrak etanol daun beluntas, kemudian

dilarutkan dengan sedikit aquadest steril. Ekstrak dimasukkan ke dalam

labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan dengan aquadest steril sampai tanda.

d. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas

Potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas diuji terhadap isolat

bakteri tangan dengan metode difusi sumuran. Seri konsentrasi ekstrak

etanol daun beluntas adalah 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% dengan

konsentrasi 100% sebagai kontrol positif. Media NA yang digunakan

dibagi menjadi 2 bagian yaitu base layer (10 mL) dan seed layer (15

mL). Bagian base layer dituang ke cawan petri steril dan dibiarkan

memadat terlebih dahulu. Untuk seed layer, diambil 1 mL dari stok

suspensi bakteri uji yang sudah disetarakan kemudian diinokulasikan ke

media NA secara pour plate. Media NA yang mengandung bakteri

dibiarkan sampai memadat. Dibuat sumuran pada petri dengan pelubang

gabus no. 4. Kemudian dengan menggunakan mikropipet, diinokulasikan

50 μL ekstrak etanol daun beluntas dengan berbagai seri konsentrasi.

(57)

e. Penentuan konsentrasi ekstrak yang akan diformulasikan ke dalam

sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri

Diamati zona jernih pada bakteri. Konsentrasi ekstrak etanol daun

beluntas ditentukan dengan melihat aktivitas antibakteri yang paling baik

dengan mengamati zona hambat yang terbentuk dan membandingkannya

dengan kontrol negatif. Dilakukan analisis statistik untuk melihat

perbandingan diameter zona hambat antar konsentrasi secara signifikan.

4. Pembuatan sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas

a. Modifikasi formula gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol

daun beluntas

Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan gel sabun cuci

tangan antibakteri

Tabel II. Formula Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak

Etanol Daun Beluntas

Bahan Jumlah (g)

Sodium Lauryl Sulphate : Texapon® 2,5

Gliserol 30

Propilen Glikol 15

Metil Paraben 0.10

CMC-Na 3-6

Ekstrak Etanol Daun Beluntas 6

(58)

Tabel III.Variasi Jumlah CMC-Na pada Formula Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas

b. Pembuatan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun

yang dibuat 48 jam setelah pembuatan sediaan gel sabun cuci tangan.

(59)

2. Viskositas

Gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas

dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada viscostester VT 04.

Nilai viskositas sediaan ditunjukkan oleh jarum penunjuk saat

viscostester dinyalakan. Pengukuran dilakukan 48 jam setelah

pembuatan sediaan gel sabun cuci tangan kemudian hasilnya dicatat.

3. Ketahanan busa

busa. Pengukuran dilakukan 48 jam setelah pembuatan sediaan gel

sabun cuci tangan.

4. Pengukuran pH

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter

ke dalam setiap sediaan sabun cuci tangan gel. Pengukuran dilakukan

48 jam setelah pembuatan sediaan gel sabun cuci tangan kemudian

hasilnya dicatat.

b. Stabilitas fisik

Stabilitas fisik dilihat dengan mengamati sifat fisik sediaan meliputi

(60)

penyimpanan, yaitu pada waktu 48 jam, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28

hari penyimpanan.

6. Uji aktivitas antibakteri sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri terhadap isolat bakteri tangan

a. Pembuatan suspensi bakteri uji

Tabung reaksi berisi media NB disiapkan sebanyak 9 ml. Kemudian kultur

bakteri yang telah tumbuh pada media NA miring diinokulasikan ke dalam

media NB dengan jarum ose, dan diinkubasikan pada suhu 370C selama 24

jam. Setelah diinkubasi, media NB dilihat kekeruhannya (setara dengan

standar Mac Farland 1,5 x 108 CFU/mL). Jika kekeruhannya belum setara

dengan standar Mac Farland 1,5 x 108 CFU/mL ditambahkan NB steril

sampai kekeruhannya setara dengan standar Mac Farland 1,5 x 108

CFU/mL.

b. Uji aktivitas sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun

beluntas

Gel sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas dengan

berbagai konsentrasi yang dibuat diletakkan pada masing-masing lubang

sumuran yang tersedia pada media yang sebelumnya telah diinokulasikan

bakteri uji secara pour plate. Kontrol positif yang digunakan adalah sabun

cuci tangan Lifebuoy Color Changing® dan kontrol negatif yang

digunakan adalah basis gel. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC,

kemudian diamati hasilnya. Diameter zona hambat yang dihasilkan

sebagai dasar untuk mengamati daya antibakteri yang dibandingkan

(61)

F. Analisis Data

Data yang dihasilkan berupa data diameter zona hambat, viskositas,

ketahanan busa, pergeseran viskositas dan pergeseran ketahanan busa. Data yang

diperoleh, dianalisis dengan menggunakan software R (www.r-project.org) dari program R 3.1.0. untuk melihat signifikansi dari variasi jumlah CMC-Na sebagai

gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan sabun cuci tangan.

Data yang memenuhi kriteria parametrik dianalisis menggunakan One Way

ANOVA untuk mengetahui perbedaan data dilanjutkan dengan uji t-independent

untuk mengetahui signifikansi pengaruh gelling agent terhadap sifat fisik. Untuk

stabilitas fisik gel dilakukan uji t-berpasangan. Data yang memenuhi kriteria

non-parametrik dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui

perbedaan data lebih dari dua kelompok, sedangkan uji Wilcoxon untuk melihat

perbedaan yang signifikan dari dua kelompok data. Pada taraf kepercayaan 95%

data berbeda signifikan jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p-value <

Gambar

Tabel XII.    Uji Shapiro-Wilk Viskositas Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan
Gambar 16.    Grafik Stabilitas Ketahanan Busa Sediaan Gel Sabun Cuci Tangan
Tabel I. Struktur Sel Bakteri (Radji, 2009)
Gambar 1. Tanaman Beluntas (Dalimartha, 1999)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sulistiyaningsih (2009) mengatakan bahwa ekstrak etanol daun beluntas ( Pluchea indica Less) memiliki daya antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa Multi Resistant

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nahak Maria (2012) mendapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun beluntas dengan konsentrasi 25%, telah dapat menghambat

Penelitian mengenai Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas ( Pluchea indica L.) dengan Variasi Jumlah Sorbitan Monooleate

Sulistiyaningsih (2009) mengatakan bahwa ekstrak etanol daun beluntas ( Pluchea indica Less) memiliki daya antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa Multi Resistant

Dari 5 jurnal yang sudah direview mengenai efektivitas ekstrak daun beluntas (Pluchea indica) sebagai daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nahak Maria (2012) mendapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun beluntas dengan konsentrasi 25%, telah dapat menghambat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pemberian ekstrak daun beluntas terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dapat disimpulkan pemberian ekstrak

Edible film ekstrak terpuri- fikasi daun beluntas pada konsentrasi 2,5%; 5% dan 7,5% memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan salah satu