• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam KBBI konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal yang lain. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang mengacu kepada pendapat para ahli atau kamus. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep yaitu, Refleksi, Bahasa Proto-Austronesia, dan Bahasa Simalungun.

2.1.1 Refleksi

Menurut KBBI refleksi adalah pantulan atau cerminan dari suatu keadaan. Dalam merefleksikan bahasa Proto ke dalam bahasa turunan tidak terlepas dari rekonstruksi bahasa. Rekonstruksi fonem proto adalah proses penemuan unsur-unsur warisan dan kaidah dari bahasa asal atau bahasa induk (Fernandez, 1996:24) dalam (Lubis 2004:14). Untuk mengetahui proses apa yang terjadi dari hasil rekonstruksi dapat dilihat dari daftar kosakata (leksikon) bahasa Proto yang diwariskan pada bahasa turunan. Di dalam merekonstruksi fonem-fonem Proto ada fonem yang mengalami perubahan dan ada yang tetap mempertahankan bentuk asalnya. Pewarisan yang tetap mempertahankan bentuk asalnya dalam bahasa turunannya disebut dengan pewarisan linier. Pewarisan dengan perubahan disebut dengan inovasi.

2.1.2 Bahasa Proto-Austronesia

Bahasa Proto-Austronesia adalah bahasa asal (induk) yang mengalami perubahan dalam bahasa turunannya. Bahasa Proto-Austronesia merupakan bahasa asal dari bahasa-bahasa di Indonesia dan bahasa-bahasa-bahasa-bahasa yang tersebar luas di wilayah kepulauan di Asia Tenggara. Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang tersebar meliputi gugusan kepulauan Asia Tenggara dan Lautan Pasifik. Penutur bahasa Austronesia mendiami kepulauan di Asia Tenggara dan berasal dari Taiwan. Rumpun bahasa Austronesia di bagi menjadi dua sub-rumpun yaitu Autronesia Barat (bahasa-bahasa Indonesia atau disebut juga

(2)

bahasa-bahasa Melayu) dan Austronesia Timur (bahasa-bahasa Polinesia, di antaranya bahasa Timor-Ambon, Sula-Bacan, Halmahera Selatan, dan Irian Barat) (Keraf, 1984: 205).

Blust (1981) dalam Ardana (2011) membagi bahasa-bahasa Austronesia atas empat kelompok utama, yaitu; Atayal, Tsou, Paiwan, Melayu-Polinesia. Tiga kelompok utama, yaitu; Atayal, Tsou, dan Paiwan terdapat di Formosa. Kelompok Melayu-Polinesia Barat terdiri atas semua bahasa di Indonesia Barat (bahasa Sulawesi dan bahasa Sundik), Pilipina, Chamorro, Palau, Chami, dan Malagasi; kelompok Melayu-Polinesia Tengah terdiri atas semua bahasa di Flores, Timor, Sumba, Sumbawa Timur (bahasa Bima) Maluku tengah dan Selatan; kelompok Melayu-Polinesia Timur meliputi bahasa-bahasa Halmahera Selatan dan Iran Jaya. Bahasa-bahasa Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia ditempatkan ke dalam subkelompok Oseania.

Fonem vokal PAN memiliki empat buah vokal yaitu vokal tinggi depan */i/, vokal tengah sedang */e/, vokal tinggi belakang */u/ dan vokal rendah tengah */a/ (Blust 2013: 554). Peta fonem vokal PAN dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Posisi Lidah Depan Tengah Belakang

Tinggi *i *u

Sedang *

Rendah *a

Fonem konsonan PAN terdiri atas 26 buah, yaitu */p/, */b/, */m/, */w/, */t/, */d/, */n/, */S/, */C/, */l/, */r/, */R/,*/ñ/, */s/, */c/, /z/, */N/, */y/, */D/, */k/, */g/, */j/, */ŋ/, */q/, */h/ dan */?/. (Blust 2013: 554).Fonem konsonan PAN dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(3)

Labial Alveolar Palatal Retroflek Velar Glotal Voiceless atop *p/p/ *t/t/ *k/k/ *q/q/ (?) Voiced stop *b/b/ *d/d/ *D/ɖ/ *g/g/; j/gj/ Nasal *m/m/ *n/n/ *ñ/ɳ/ * ŋ/ŋ/ Frikatif *S/s/ *s/ʃ/ *h/h/ Afrikatif *C/ts/ *c/tʃ/ *z/dʒ/ Lateral *l/l/ *N/lj/ Tap/Trill *r/ɾ/; *R/r/ Approximant *w/w/ *y/j/ 2.1.3 Bahasa Simalungun

Bahasa Simalungun adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat Simalungun dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Simalungun merupakan salah satu anak rumpun bahasa Batak. Bahasa Simalungun dibagi dua dialek Simalungun, yaitu bahasa Simalungun bawah dan bahasa Simalungun atas. Simalungun bawah berlokasi di kecamatan Raya dan sekitarnya sedangkan Simalungun atas berlokasi di kecamatan Silimakuta dan kecamatan Purba. Bahasa Simalungun bawah biasanya lebih lembut dibandingkan dengan bahasa Simalungun atas. Bahasa Simalungun masih digunakan oleh penuturnya hingga sekarang. Bahkan bahasa Simalungun termasuk dalam kurikulum bahasa daerah yang dipelajari oleh SD dan SMP di

(4)

Kabupaten Simalungun, Kecamatan, dan sekolah-sekolah nagori atau pedesaan yang ada di Simalungun.

Situmorang, Rumianita (2003) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Kontrastif Bunyi Konsonan dan Vokal bahasa Jerman dan bahasa Simalungun menguraikan tentang bunyi vokal dan konsonan bahasa Simalungun. Vokal dalam bahasa Simalungun ada 9 fonem, yaitu: /i/, /I/, /e/, /æ/, /Ʌ/, /a/, /u/, /o/, dan /ɔ/. Fonem vokal bahasa Simalungun dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Depan Tidak bulat Tengah Tidak bulat Belakang Bulat Tinggi Terbuka Tertutup i I u Sedang Terbuka Tertutup e Ʌ o Rendah Terbuka Tertutup æ a ɔ

Fonem konsonan dalam bahasa Simalungun ada 16 fonem, yaitu: /p/, /b/, /m/, /t/, /d/, /s/, /d/, /n/, /l/, /r/, /k/, /g/, /ŋ/, /Y/, /?/, dan /h/. Fonem konsonan bahasa Simalungun dapat dilihat pada tabel di bawah:

Bilabial Dental Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat (Tb) p t k ?

Hambat (B) b d g

Frikatif (Tb) s h

(5)

Nasal m n ŋ

Lateral l

Trill/Getar r

Semivokal Y

2.2 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linguistik Historis Komparatif. Linguistik Historis Komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut (Keraf, 1984 : 22). Bidang ini mempelajari data-data bahasa yang ada, sekurang-kurangnya lebih dari dua periode, kemudian data-data tersebut diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu.

Tujuan Linguistik Bandingan Historis adalah untuk mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya, mengadakan rekonstruksi bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa purba (bahasa proto) bahasa yangmenurunkan bahasa kontemporer dan mengadakan pengelompokan (sub- grouping) atau bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa (Keraf 1984:22-23). Selain itu, LinguistikHistoris Komparatif juga mempersoalkan hubungan bahasa dengan bahasa turunan.

Sehubungan dengan tujuan Linguistik Historis Komparatif yaitu mempersoalkan hubungan bahasa dengan bahasa turunan. Ada dua teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu retensi dan inovasi.

1. Retensi

Retensi adalah harkat kebertahanan dan keterwarisan unsur-unsur kebahasaan dari proto-bahasa (misalnya sejumlah kata dasar inti seperti yang didaftarkan oleh Morris Swadesh). Dengan kata lain, retensi adalah hasil dari pewarisan protobahasa secara linier. Pewarisan linier adalah pewarisan sebuah fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya (Keraf, 1984:80). Misalnya,

(6)

fonem-fonem pada kata */abu/ pada PAN diturunkan secara linear menjadi /abu/ pada BS dengan fonem*/a/ tetap menjadi /a/.

2. Inovasi

Inovasi adalah gejala perubahan (utamanya perubahan bentuk atau bunyi, unsur gramatikal, dan makna leksikon) pada bahasa turunannya. Inovasi mengakibatkan terciptanya kata baru. Dalam (Keraf, 1984: 80) inovasi adalah pewarisan dengan perubahan yang terjadi bila suatu fonem proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya, fonem PAN */∂/ dalam kata */b∂Rat/ berubah menjadi fonem /o/ pada kata /borat/ dalam BS. Pewarisan dengan inovasi dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Perubahan berdasarkan kualitas bunyi

a. Asimilasi yaitu suatu proses bunyi dua fonem yang berbeda dalam bahasa proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang menjadi fonem yang sama. Misalnya, fonem PAN */mn/ dalam kata */somnus/ berubah menjadi dua fonem yang sama yaitu /nn/ dalam kata /sonno/ pada bahasa Italia.

b. Disimilasi yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berwujud perubahan serangkaian fonem yang sama menjadi fonem-fonem yang berbeda. Misalnya, dalam PAN terdapat urutan */t....t/ pada kata */tulit/ dan */tunit/. Dalam bahasa Melayu berubah menjadi /t....s/ pada kata /tulis/ dan /taŋis/.

2. Perubahan berdasarkan tempat

a. Metatesis yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berwujud pertukaran tempat dua fonem. Misalnya dalam PAN Purba *ktip pətik dalam bahasa Melayu. Proses metatesis bekerja terus dalam bahasa yang sama sehingga dihasilkan bentuk ganda untuk suatu pengertian yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut: rontal – lontar, peluk – pekul, beting – tebing, apus – usap, dan sebagainya (Keraf, 1984: 90).

b. Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa penghilangan sebuah atau beberapa fonem pada awal sebuah kata. Contoh bahasa Austronesia Purba dan bahasa Melayu seperti pada kata *hubi → ubi, dan *hudan → udang (Keraf, 1984: 90).

(7)

c. Sinkop adalah perubahan bunyi yang berwujud penghilangan sebuah atau beberapa fonem di tengah kata. Misalnya, bahasa Austronesia Purba terdapat sejumlah kata yang mengalami perubahan dalam bahasa Polinesia Purba, misalnya: *urat *ua „urat‟, *ira → *mea (ma-ira) „merah‟, *iya → *ia ‘dia‟ dan *tuha → *tua „tua‟ (Keraf, 1984: 91).

d. Apokop (apocope) merupakan perubahan bunyi berupa menghilangnya sebuah atau beberapa fonem pada akhir kata. Misalnya, dalam bahasa Polinesia Purba dalam Austronesia Purba, *kbar *kopa „kembar‟, *kbut *kofu „dibungkus‟, dan *klut *kolu „kerut‟ (Keraf, 1984: 91).

e. Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan fonem pada awal kata. Misalnya katalang, mas, pat, dan pedumenjadiəlang, əmas, əmpat, dan əmpedudalam bahasa Melayu. Begitu pula dari kata Austronesia Purba əmbut diturunkan dalam kata Melayu həmbus (Keraf, 1984: 91).

f. Epentesis atau Mesogog adalah proses perubahan kata berupa penambahan fonem ditengah kata. Misalnya kata-kata Austronesia Purba berikut akan mengalami epentesis dalam bahasa Melayu: *kapak kampak, *kapung → kampung, dan *tubuh → tumbuh. (Keraf, 1984: 92).

g. Paragog adalah perubahan yang terjadi apabila sebuah kata mengalami perubahan berupa penambahan fonem pada akhir kata. Seperti pada bahasa Austronesia Purba ke bahasa Polensia Purba berikut ini *but →*futi „menyentak‟, *km „genggam‟ → *komi „menekan‟dan *bun *funa „tutup‟ (Keraf, 1984: 91-92).

3. Perpaduan (Merger)

Perpaduan adalah suatu proses perubahan bunyi dua fonem proto atau lebih berpadu menjadi satu fonem baru dalam bahasa sekarang. Misalnya, fonem */ay/ dan */uy/ PAN, dalam kata *hatay dan */apuy/, menjadi fonem /i/ dalam bahasa Melayu: /hati/, /api/.

4. Pembelahan (Split)

Pembelahan adalah suatu proses perubahan fonem proto membelah diri menjadi dua fonem baru atau lebih, atau suatu fonem proto memantulkan sejumlah fonem yang berlainan dalam bahasa kerabat. Misalnya, fonem /k/ bahasa Sunda pada posisi inisial dan medial menurunkan tiga fonem yang berbeda dalam bahasa Perancis, yaitu fonem /k/, /s/, dan /ṧ/. Fonem /k/ yang menurunkan fonem /s/ dalam kata centum (Latin) berubah menjadi cent (Perancis) yang berarti

(8)

arang. Fonem /k/ yang menurunkan fonem /k/ dalam kata cor (Latin), berubah menjadi Coeur (Perancis) yang berarti hati.

Perubahan bunyi yang terjadi pada fonem bahasa induk terhadap bahasa turunannya dapat digambarkan dalam empat kaidah (Schane, 1992:65-73) dalam Lubis (2004:15-18), yaitu:

1. Kaidah perubahan ciri

2. Kaidah pelesapan dan penyisipan 3. Kaidah permutasi dan perpaduan 4. Kaidah bervariabel

1. Kaidah perubahan ciri

Dalam penulisan kaidah terhadap perubahan segmen, ada tiga hal yang harus diketahui, yaitu (1) segmen mana yang berubah, (2) bagaimana segmen itu berubah, dan (3) dalam kondisi apa segmen itu berubah. Segmen yang mengalami perubahan digambarkan dengan perangkat ciri yang minimal untuk identifikasi yang unik. Perubahan itu diungkapkan dalam notasi ciri. Segmen yang berubah dan cara perubahannya dihubungkan dengan tanda panah yang menunjukkan arah perubahan itu. Misalnya fonem vokal *a menjadi ∂ pada posisi final kata silabel penultima, pada kata */b∂lah/ menjadi /bolah/ pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*/∂/ > /o/ #K_

2. Kaidah pelesapan dan penyisipan

Dalam penulisan kaidah pelesapan dinyatakan dengan ø, simbol nol. Segmen yang mengalami pelesapan muncul di sebelah kiri tanda siku, dan ø di sebelah kanan. Misalnya fonem konsonan *h menjadi ø pada posisi inisial kata bersilabel dua kata pada *hujan menjadi udan pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*h >ø /#_

Dalam kaidah penyisipan dinyatakan dengan meletakkan simbol ø di sebelah kiri tanda siku dan segmen yang disisipkan muncul di sebelah kanan. Hal ini merupakan kebalikan dari kaidah pelesapan. Kaidah penyisipan sejajar dengan kaidah penambahan. Kaidah penambahan dapat terjadi di awal kata (Protesis), tengah kata (Epentesis), dan akhir

(9)

kata (Paragog). Misalnya fonem /h/ menyisip pada posisi final kata silabel ultima pada kata *walu menjadi waluh pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*ø>h / _#

3. Kaidah permutasi dan perpaduan

Kaidah permutasi ini dinyatakan dengan A > B / > C yaitu AC > BC yang lingkungannya disebutkan di kedua sisi tanda itu. Misalnya fonem konsonan *j menjadi fonem /j/, dan /d/ pada posisi inisial silabel penultima pada kata-kata *jahit menjadi jait, , *jalan menjadi dalan dalam BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*j > j /# _ d

Sedangkan kaidah perpaduan merupakan kebalikan dari permutasi, yaitu dua segmen menjadi satu dan juga dinyatakan dalam format transformasional. Kaidahnya dinyatakan dengan:

/A/

/C/ /B/

Misalnya fonem */ay/, */uy/ dalam kata *hatay dan */apuy/ menjadi fonem /i/ pada kata /hati/, /api/, dalam bahasa Melayu. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:

*ay

i *uy

4. Kaidah bervariabel

Dalam kaidah bervariabel, proses perubahan bunyi hanya dapat terjadi apabila ada variabel yang mempengaruhinya. Variabel-variabel tersebut dapat menjadikan bunyi yang berubah itu mengalami dua proses yaitu asimilasi dan disimilasi.

(10)

Dalam penulisan kaidah asimilasi dinyatakan dengan AB > BB. Misalnya fonem /mn/ pada kata somnus yang berarti ‘tidur’ dalam bahasa Latin menjadi fonem /nn/ pada kata sonn

b. Disimilasi

o dalam bahasa Italia sebagai bahasa tuturannya.

Dalam penulisan kaidah disimilasi dinyatakan dengan BB > AB. Misalnya fonem /t...t/ menjadi /t...s/ pada kata *t’ambut menjadi s’ambut dalam bahasa Melayu.

2.3Tinjauan Pustaka

Kajian tentang Refleksi fonem vokal dan konsonan sudah pernah diteliti. Namun, RefleksiFonem Vokal dan Konsonan Proto Austronesia Dalam Bahasa Simalungun belum pernah diteliti. Widayati (2001) dalam jurnalnya ”Refleksi Fonem Vokal Bahasa Melayu Purba dalam Bahasa Melayu Asahan”. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah fonem-fonem turunan dalam bahasa Melayu Asahan (BMA) ada yang merupakan refleksi langsung dari Proto Melayu (PM) dan tetap sebagai retensi dan ada pula yang telah mengalami inovasi bentuk. PM *a menjadi a pada silabel final, penultima, dan antepenultima merupakan bentuk retensi yang tetap ada dalam BMA sementara o pada silabel penultima dan ә pada silabel antepenultima merupakan bentuk inovatif; PM *i pada silabel final, penultima, dan antepenultimamenjadii merupakan bentuk retensi dalam BMA sementara variasinya e, ә, dan a adalah bentuk inovatif; *u pada silabel final, penultima, dan antepenultima menjadi u merupakan bentuk retensi dan o pada silabel final, penultima, dan ә, a, i antepenultima adalah bentuk inovatif. PM *ә pada silabel final menjadi a, pada silabel penultima menjadi o, dan pada silabel antepenultima menjadi a dan i merupakan bentuk inovatif.

Lubis (2004) dalam skripsinya “Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Proto Austronesia dalam Bahasa Mandailing”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data tulis adalah metode simak dengan teknik sadap dan dilanjutkan dengan teknik catat. Data lisan diperoleh menggunakan metode cakap dengan teknik pancing dilanjutkan dengan teknik cakap semuka dan teknik catat. Pengkajian data menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu dengan daya pilah pembeda organ wicara, dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan hubung banding memperbedakan (HBB). Hasil penelitian ini menemukan adanya retensi dan inovasi fonem vokal dan konsonan dalam BM, yaitu *a menjadi /a/ dan /o/ dengan variasi /i/, /u/, dan /e/; *I menjadi /i/ dengan variasi /e/; *u menjadi /o/ dan /e/ dengan variasi /a/; *ә menjadi /o/ dan /a/; *b menjadi /b/; *d menjadi /d/ dan /g/ dengan variasi

(11)

/j/; *g menjadi /g/; *h menjadi /ø/; *ɔ menjadi /j/ dengan variasi /d/; *k menjadi /k/ dan /h/; *l menjadi /l/; *m menjadi /m/ dengan variasi /n/; *n menjadi /n/; *p menjadi /p/; *r menjadi /r/; *R menjadi /r/ dengan variasi /k/; *s menjadi /s/ dengan variasi /c/; *t menjadi /t/; *ŋ menjadi /ŋ/; *? Menjadi /ø/; *z menjadi /ɔ/.

Sari (2011) dalam tesisnya “Refleksi Proto Austronesia dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat” mengemukakan tujuan dari penelitiannya adalah untuk melihat perubahan bunyi vokal Proto Austronesia Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Dasar analisis digunakan adalah konsep perubahan bunyi dan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach) dengan menggunakan metode padan.Hasil analisis disimpulkan bahwa refleksi fonem vokal PAN dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat terjadi secara linear dan inovasi. Fonem vokal PAN berubah menjadi lima fonem vokal dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Perbandingan perbedaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu: perbedaan perubahan fonem PAN *a dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /o/, /u/, /i/, /|/ dan /E/. Pada fonem PAN *i dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/, /e/, /o/ dan /E/. Pada fonem PAN *u dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /i/, /o/, /|/, dan /E/. Pada fonem PAN *ә dalam BA dan BMDL terlihat pada fonem vokal /a/ dan /o/. Sedangkan perbandingan persamaan perubahan fonem vokal PAN dalam BA dan BMDL yaitu: fonem PAN *i dalam BA dan BMDL sama-sama berubah menjadi fonem vokal /e/ dan /o/; fonem PAN *u sama-sama-sama-sama berubah menjadi fonem vokal /o/; fonem PAN *ә sama-sama berubah menjadi fonem vokal /a/.

Simanjorang (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Refleksi Fonem dan Leksikon Bahasa Proto Austronesia dalam Bahasa Karo”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data scara lisan adalah metode cakap dengan teknik dasar teknik pancing. Selanjutnya digunakan teknik cakap semuka. Untuk data tulis digunakan metode simak yang dikembangkan dengan teknik sadap. Kemudian data lisan dan tulis diklasifikasikan berdasarkan silabel dan posisinya serta silabel terbuka dan tertutupnya. Penganalisisan data menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu dan daya pilah pembeda organ wicara yang dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding membedakan (HBB). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fonem vokal *u, dan ∂ tetap muncul sebagai /u/, dan /∂/. Vokal *a dan *i mengalami split sehingga muncul sebagi /a, i, e, u, ∂/. Fonem *(b, d, g, k, l, m, p, r, s, t, w, ŋ) PAN mengalami pewarisan linier, sedangkan fonem *(h, j, n, z, ?) mengalami proses inovasi. Fonem diftong ey, uy, aw, terealisasi menjadi fonem tunggal dalam BK.

(12)

Siregar (2015) dalam skripsinya “Perubahan Bunyi Bahasa Proto Austronesia ke dalam bahasa Melayu Riau Dialek Kampar” mendeskripsikan perubahan dan pewarisan bunyi vokal dan konsonan PAN ke dalam BMRDK. Data yang digunakan adalah 200 kosakata daftar Swadesh dan menggunakan metode simak dengan teknik dasar berupa teknik sadap. Data lisan diperoleh dengan metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing yang dilanjutkan dengan teknik catat. Dalam pengkajian data digunakan metode padan dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu.Hasil penelitian ditemukan perubahan bunyi PAN ke dalam BMRDK, yaitu metatesis, aferesis, sinkop, apokop, protesis, epentesis, dan paragog. Pewarisan bunyi vokal dan konsonan PAN ke dalam BMRDK terjadi secara linear dan inovasi. Pewarisan bunyi vokal PAN ke dalam BMRDK secara linear yaitu: */a/ → /a/, */i/ → /i/, dan */u/ → /u/ ditemukan pada posisi terbuka dan tertutup, sedangkan *// → /∂/ hanya ditemukan pada posisi terbuka. Pewarisan bunyi konsonan PAN ke dalam BMRDK secara linear yaitu: */b/ → /b/, */d/ → /d/, */k/ → /k/, */m/ → /m/ dan */n/ → /n/ ditemukan pada posisi terbuka dan tertutup. Sedangkan, */l/ → /l/ dan */?/ → /?/ hanya ditemukan pada posisi tertutup dan sebaliknya pada bunyi */p/ → /p/ dan */t/ → /t/. Pewarisan bunyi vokal ke dalam BMRDK secara inovasi yaitu: */a/ → (i, o, u), */u/ → (o, i, a), */i/ → (a,o,e,u), dan */e/ → (a, o). Pewarisan bunyi konsonan PAN ke dalam BMRDK secara inovasi yaitu: */b/ → (k, m), */d/ → (j, s, ?), */k/ → (n, t, p), */l/ → (t, ?), */m/ → (?), */n/ → (h), */p/ → (?), */r/ → (n), */t/ → (l, m, p, ?), */w/ → (l), dan */ɣ/ → (R, h, b).

Referensi

Dokumen terkait

Walapun keempat langkah diatas merujuk pada penggunaan analisis kontrastif untuk pengajaran, langkah tersebut dapat juga diterapkan dalam kepentingan pengajaran

Orang tua: mempunyai dua bahasa yang berbeda, satu sama lain memahami bahasa pasangannya pada tingkat tertentu. Masyarakat: salah satu bahasa orang tua adalah bahasa

Ini berarti bahwa bila seseorang berbahasa dalam situasi tertentu, dengan menggunakan bahasa tertentu (bahasa Indonesia, misalnya) maka hendaknya unsur-unsur atau kaidah-kaidah

“ Analisis kontrastif merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik membandingkan antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa sasaran (B2) sehingga

Polisemi sering juga diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, biasanya juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 1989) seperti kata kepala dalam Bahasa Indonesia

Endang Rusyani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia Dini) menemukan

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Dialektologi Struktural, yaitu menganalisis perbedaan atau variasi isolek berdasarkan strukturnya, misalnya struktur

(1984:58) menyatakan bahwa morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna