• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Pada Bab II ini, pertama peneliti akan mengemukakan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan idiom bahasa Mandarin pada umumnya dan yang berhubungan dengan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin pada khususnya. Selanjutnya peneliti menguraikan dan menjelaskan konsep-konsep yang digunakan pada penelitian ini. Dan yang terakhir peneliti memaparkan teori yang diaplikasikan dalam penelitian ini yang digunakan untuk menganalisis gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin.

2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) sudah banyak diteliti, terutama di Cina. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Kūnhóng dalam penelitiannya yang berjudul “熟语分类论” (Shúyǔ fēnlèi lùn) (2009). Beliau mengelompokkan idiom bahasa Mandarin dari sudut penggunaan suku katanya, yaitu idiom dengan empat suku kata dan bukan empat suku kata.

2. Yán dalam penelitiannya yang berjudul “试 论 熟 语 文 化” (Shìlùn Shúyǔ Wénhuà) (2006), yang menganalisis sifat kebangsaan, kesistematisan, kekayaan dan keragaman bentuk serta sasaran dan ruang lingkup dari penelitian budaya idiom bahasa Mandarin.

(2)

3. Yán kembali mengangkat topik yang sama dalam penelitiannya yang berjudul “汉语熟语的民族文化特征” (Hànyǔ Shúyǔ de Mínzú Wénhuà Tèzhēng) (2009). Pada penelitian ini beliau menganalisis keistimewaan budaya dari idiom bahasa Mandarin dengan memfokuskan penelitiannya pada filosofi, makna tak langsung, sifat humanisme, kesusastraan langgam bahasa dan motivasi yang tersirat pada idiom bahasa Mandarin.

4. Zhènlái dalam penelitiannya yang berjudul “熟语的文化附加义” (Shúyǔ de Wénhuà Fùjiāyì) (2008) menganalisis makna tambahan yang tersirat pada idiom bahasa Mandirin.

5. Dūnguì dalam penelitiannya yang berjudul “熟语的修辞特色” (Shúyǔ de Xiūcí Tèsè) (1988), menganalisis keistimewaan dari pilihan kata pada idiom bahasa Mandarin.

6. Lán dalam penelitiannya yang berjudul “熟语的修辞功能探析” (Shúyǔ de Xiūcí Gōngnéng Tànxī) (2010) memaparkan kegunaan dari diksi dan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin.

7. Yuán dalam penelitiannya yang berjudul “浅析惯用语、谚语和歇后语的结 构及修辞特点” (Qiǎnxī Guànyòngyǔ、 Yànyǔ hé Xiēhòuyǔ de Jiégòu jí Xiūcí tèdiǎn) (2008) yang memfokuskan analisisnya pada struktur, diksi dan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin khususnya pada tiga varian idiom, yaitu: ungkapan (guànyòngyǔ), pepatah (yànyǔ) dan kiasan (xiēhòuyǔ).

Walaupun penelitian tentang gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin di negara Cina sudah sangat banyak, tetapi penelitian-penelitian tersebut lebih

(3)

ada penelitian yang mengidentifikasi gaya bahasa pada idiom itu satu per satu, maka peneliti merasa penelitian analisis gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin tentunya dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan gaya bahasa.

2.2

Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 2007:588). Jadi, konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.2.1

Gaya Bahasa

Bila kita melihat arti gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian dan lain sebagainya.

Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa, yakni: (i) pemanfaatan atas kekayaaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (ii) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (iii) keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra (Kridalaksana, 2008:70).

Menurut Keraf (2007:113), “gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Sedangkan menurut Tarigan (1985:5), “gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal

(4)

tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.” Pendapat lain dikemukakan oleh Slamet Muljana tentang gaya bahasa, yaitu: “gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca” (Waridah, 2008:322).

Karena objek kajian penelitian ini adalah idiom bahasa Mandarin, maka gaya bahasa yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah gaya bahasa pada bahasa Mandarin.

2.2.1.1

Gaya Bahasa pada Bahasa Mandarin

Menurut arti pada buku xiūcíxué fāfán (1997:71), gaya bahasa adalah “人们 在长期的语言交际过程中,在本民族语言特点的基础上,为提高语言表达效 果而形成的格式化的方法、手段” yang artinya “sebuah cara atau metode yang terbentuk dari proses komunikasi bahasa manusia, demi meningkatkan hasil penyampaian bahasa tersebut.”

Menurut Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ diuraikan ada dua puluh satu macam gaya bahasa pada bahasa Mandarin. Sedangkan menurut Chén pada buku xiūcíxué fāfán disebutkan bahwa ada tiga puluh delapan gaya bahasa pada bahasa Mandarin. Dapat dilihat, gaya bahasa pada bahasa Mandarin adalah sangat banyak.

Namun karena keterbatasan kemampuan penulis terhadap gaya bahasa pada bahasa Mandarin, maka peneliti hanya membahas gaya bahasa yang terdapat pada empat varian idiom (shúyǔ), yaitu: peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan

(5)

(xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ) dalam buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students.

Adapun gaya bahasa yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Gaya Bahasa Perumpamaan (比喻bǐ)

Menurut Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ (1997:233), “比喻是用 相似的事物去描绘事物或者说明道理” yang artinya “Bǐyù adalah gaya bahasa perbandingan yang memanfaatkan kemiripan dua benda atau hal untuk melukiskan benda atau hal lain ataupun menjelaskan suatu ide.”

Dalam bǐyù, sesuatu yang dibandingkan disebut “běntǐ” atau dapat diterjemahkan sebagai “noumenon”, sesuatu yang digunakan untuk membandingkan disebut “yùtǐ” atau diterjemahkan sebagai “pembanding”, dan yang menghubungkan kedua hal yang dibandingkan itu disebut “bǐyùcí” atau diterjemahkan sebagai “kata banding”.

Gaya bahasa perumpamaan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: míngyù, ànyù, dan jièyù.

a. Gaya Bahasa Simile (明喻míngyù)

Míngyù sama dengan gaya bahasa simile/perumpamaan pada bahasa Indonesia. Menurut Tarigan (1985:9), “perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan ini secara eksplisit ditandai oleh pemakaian kata “seperti” dan sejenisnya (ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa, dll).”

Menurut Huáng dan Liào (1997:233) pada míngyù, noumenon dan pembanding keduanya muncul dan disatukan dengan kata banding 像xiàng,

(6)

rú, 似sì, 仿佛fǎngfú, 犹如yóurú, 有如yǒurú, 一般yìbān, dan lain sebagainya. Contoh:

(1) 食堂开饭时,全校同学像热锅上的蚂蚁一样挤成一团。

Di kantin saat jam makan, semua murid sekolah seperti semut diatas panci panas berjejal jadi satu.

Pada contoh (1) diatas, yang menjadi noumenon adalah “semua murid”, pembandingnya adalah “semut diatas panci panas”, dan kata bandingnya adalah “seperti”.

b. Gaya Bahasa Metafora (暗喻ànyù)

Ànyù setara dengan gaya bahasa metafora pada bahasa Indonesia. Menurut Dale [et al] dalam Tarigan (1985:15), “Metafora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.”

Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ (1997:234), menyatakan bahwa ànyù disebut juga yǐnyù, noumenon dan pembandingnya muncul, namun menggunakan kata banding berupa kata: 是 shì (adalah), 变 成 biànchéng (menjadi), 成为chéngwéi (menjadi), 等于děngyú (serupa/berarti), dll atau tidak menggunakan kata banding sama sekali.

Contoh:

(2) 爱护书籍吧,它是知识的源泉。

Peliharalah buku dengan baik, dia adalah sumber pengetahuan.

Pada contoh (2), noumenonnya adalah “buku”, pembandingnya adalah “sumber pengetahuan” , sedangkan kata bandingnya adalah “adalah”.

(7)

c. Gaya Bahasa 借喻jièyù

Jièyù tidak menyebutkan noumenon, dan tidak ada kata banding, tetapi langsung menggunakan pembanding sebagai noumenonnya (Huáng, 1997:234). Contoh:

(3) 鲁迅在一篇文章里,主张打落水狗。他说,如果不打落水狗,它一旦 跳起来,就要咬你,最低限度也要溅你一身的污泥。

Lǔxùn (Novelis Cina) dalam salah satu karyanya, menganjurkan memukul anjing yang jatuh ke parit. Beliau mengatakan, jika tidak memukul anjing yang jatuh ke parit itu, maka begitu dia melompat ke atas, akan menggigitmu, atau minimal akan menciprat kamu dengan lumpur.

Contoh (3) langsung menggunakan pembanding “anjing yang jatuh ke parit ” untuk menyatakan “musuh yang sudah kena pukul”. Pada contoh ini hanya muncul pembanding, tidak ada noumenon dan kata banding, kalimat ini langsung menggunakan pembanding sebagai noumenonnya.

2. Gaya Bahasa Personofikasi/Depersonifikasi (比拟bǐnǐ)

Bila bahasa Indonesia membedakan gaya bahasa personifikasi dan depersonifikasi maka pada bahasa Mandarin kedua gaya bahasa ini termasuk dalam gaya bahasa bǐnǐ.

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Keraf, 2007:140).

Contoh:

(4) 春风放胆来梳柳;夜雨瞒人去浇花。 

Angin musim semi memberanikan diri menyisir pohon willow; hujan malam sembunyi-sembunyi pergi menyiram bunga.

(8)

“Angin musim semi” dan “hujan malam” adalah benda tak bernyawa. Contoh (4) menginsankan “angin musim semi” dan “hujan malam”, membuat mereka memiliki perasaan, pikiran, dan gerakan manusia. Coba kita berpikir apakah “angin musim semi” bisa memberanikan diri pergi menyisir pohon willow dan “hujan malam” bisa sembunyi-sembunyi pergi menyiram bunga?

Sedangkan depersonifikasi adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi. Kalau personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan (Tarigan, 1985:21). Pada bahasa Mandarin, gaya bahasa depersonifikasi boleh juga menjadikan manusia memiliki sifat seperti binatang.

Contoh:

(5) 我到了自家的房外,我的母亲早已迎着出来,接着便飞出了八岁的侄

儿宏儿。 

Sampailah saya diluar rumah, ibu saya sudah lama keluar menyambut saya, kemudian terbang keluar keponakan saya Hóngér yang berumur delapan tahun.

“Terbang” adalah kemampuan sejenis binatang yang mempunyai sayap. Manusia tidak memiliki sayap dan tidak dapat terbang. Contoh (5) menjadikan manusia seolah-olah memiliki sayap dan dapat terbang.

Bǐnǐ selain menginsankan benda dan membendakan manusia, juga menggunakan kata-kata yang melukiskan suatu benda untuk menggambarkan benda lain.

(6) 蓝色的火苗舔着锅底,锅里热气腾腾… …

Lidah api yang biru menjilati bawah panci, di dalam panci uap panas berkepul-kepul… …

(9)

“Menjilati” adalah kegiatan binatang untuk meminum atau memakan dengan lidah. “Lidah api” pada contoh (6) diatas dibuat seolah-olah memiliki sifat binatang itu sehingga bisa “menjilati” bawah panci.

3. Gaya Bahasa Metonimia/Sinekdoke (借代jièdài)

Jièdài adalah gaya bahasa yang tidak secara langsung menyebut nama dari benda/hal yang dimaksud, tetapi meminjam nama dari benda/hal yang berhubungan erat dengannya untuk menggantikannya (Huáng, 1997:240). Jièdài sama dengan gaya bahasa Metonimia dan Sinekdoke pada bahasa Indonesia.

Menurut Moeliono dalam Tarigan (1985:123), “Metonimia ialah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya.”

Contoh:

(7) 人民群众中间,实在有成千上万的“诸葛亮”,每个乡村,每个市

镇,都有那里的“诸葛亮”。

Di antara sekelompok masyarakat, pasti ada beribu-ribu “Zhū gěliàng”, setiap desa, setiap kota, pasti ada “Zhū gěliàng” disana.

“Zhū gěliàng” adalah nama dari tokoh sejarah pada zaman tiga negara. Di hati orang Cina, beliau adalah jelmaan dari kebijaksanaan. Contoh (7) menggunakan “Zhū gěliàng” untuk menyebut “orang yang bijaksana”. “beribu-ribu ‘Zhū gěliàng’” untuk menyebut sekelompok masyarakat besar yang memiliki kebijaksanaan dan memiliki kreatifitas tinggi.

Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya (Moeliono dalam Tarigan, 1985:124).

(10)

Contoh:

(8) 几十双闪亮的眼睛热切地注视着李老师,她激动地说不出话来。

Beberapa puluh pasang mata yang berkilau dengan ramahnya menatapi guru Li, Dia terharu hingga tidak dapat berkata apa-apa.

Contoh (8) menggunakan kalimat “beberapa puluh pasang mata yang berkilau” untuk mengganti orang banyak.

4. Gaya Bahasa Hiperbola (夸张kuāzhāng)

Kuāzhāng sama dengan gaya bahasa hiperbola pada bahasa Indonesia. Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya – dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya (Tarigan, 1985:55).

Contoh:

(9) 天气又闷又热,我们渴得嗓子都快冒烟了。

Cuaca panas dan pengap, kami kehausan sampai tenggorakan mengeluarkan asap.

Contoh (9) menggambarkan sangat kehausan dengan cara yang berlebih-lebihan yaitu “sampai tenggorakan mengeluarkan asap”, meskipun kita sangat kehausan, tidak mungkin tenggorakan bisa sampai mengeluarkan asap.

5. Gaya Bahasa Paronomasia (双关shuāngguān)

Shuāngguān sama dengan gaya bahasa paronomasia pada bahasa Indonesia. Paronomasia ialah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi

(11)

sama tetapi bermakna lain; kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda (Tarigan, 1985:64).

Menurut Huáng dan Liào, “利用语音或语义条件,有意使语句同时关顾表 面和内里两种意思,言在此而意在彼,这种辞格叫双关” (Huáng, 1997:248). Yang diterjemahkan sebagai: “gaya bahasa yang memanfaatkan persyaratan bunyi dan arti yang sama, yang sengaja menjadikan kalimat memperhatikan makna luar dan dalam dari kalimat.”

Contoh:

(10) 姓陶不见桃结果,姓李不见李开花,姓罗不见锣鼓响,三个蠢才哪

里来?

Si marga Tao tidak tampak buah persik berbuah, si marga Li tidak tampak buah prem berbunga, si marga Luo tidak tampak genderang berbunyi, tiga orang bodoh dari mana datangnya?

Contoh (10) memanfaatkan persamaan bunyi dari ketiga marga Tao, Li, dan Luo dengan nama ketiga buah atau benda “buah persik”, “buah prem”, dan “genderang”. (Pada bahasa Mandarin bunyi ketiga benda diatas sama dengan bunyi ketiga marga diatas).

6. Gaya Bahasa 对偶duì’ǒu

Menurut Huáng dan Liào, “对偶是用结构相同或相近、字数相等、意义上

密切相关的一对短语或句子对称排列起来表达相对或相近的意思” (Huáng,

1997:256) yang artinya “Duì’ǒu adalah gaya bahasa yang memanfaatkan kelompok kata atau kalimat yang bentuknya sama atau mirip, jumlahnya sama, artinya sangat berkaitan erat dibariskan secara seimbang kiri dan kanan untuk menyatakan maksud yang sama atau berlawanan.”

(12)

Contoh:

(11) 病来如山倒,病去如抽丝。

Penyakit datangnya seperti gunung ambruk, penyakit perginya seperti menguraikan serat sutera.

Pada contoh (11) kalimat bagian kiri dan kanan memiliki jumlah karakter yang sama, yaitu masing-masing terdiri dari lima karakter. Bentuk kedua bagian ini juga sama, yaitu bagian kiri “penyakit datangnya” dan bagian kanan “penyakit perginya”; bagian kiri “seperti gunung ambruk” dan bagian kanan “seperti menguraikan serat sutera”. Makna kalimat ini adalah menyatakan maksud yang berlawanan yaitu penyakit datangnya cepat, tetapi sembuhnya lambat.

7. Gaya Bahasa Antitesis (对比duìbǐ)

Duìbǐ hampir sama dengan gaya bahasa antitesis pada bahasa Indonesia. Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan) (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 1985:27).

Menurut Huáng dan Liào, “对比是把两种不同事物或者同一事物的两个方 面,放在一起相互比较的一种辞格,也叫对照” (1997:266) yang artinya “Duìbǐ adalah gaya bahasa yang saling membandingkan dua hal yang tidak sama atau membandingkan dua sisi dari hal yang sama.”

Contoh:

(12) 对下属面无表情,像一张白纸似的……但是他一见到上司,驴脸得立

刻缩短,变成柿饼脸,堆下笑容……

Terhadap bawahan muka tanpa ekspresi, seperti secarik kertas … … tetapi sekali dia nampak atasan, muka keledainya langsung menciut,

(13)

Contoh (12) membandingkan sikap seseorang terhadap bawahan dan atasannya yang saling yang bertentangan.

8. Gaya Bahasa Repetisi (反复fǎnfù)

Fǎnfù adalah gaya bahasa repetisi. Repetisi adalah pengulangan kata, frasa, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan penekanan. (Waridah, 2008:322).

Repetisi ialah majas yang berupa pengulangan kata/kelompok kata yang sama dengan maksud menarik perhatian atau lebih menegaskan (Soedjito, 1990:118). Contoh:

(13) 冒着敌人的炮火,前进!前进!前进!

Menantang tembakan meriam dari musuh, maju! Maju! Maju!

Contoh (13) berturut-turut mengulang kata “maju” untuk menegaskan semangat berperang yang mendalam.

9. Gaya Bahasa Erotesis (反问fǎnwèn)

Fǎnwèn sama dengan gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris pada bahasa Indonesia. Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban (Keraf, 2007:134).

(14)

Contoh:

(14) 我心里在想着,难道美丽的花园里一个人也没有?

Dalam hati saya berpikir, apakah taman bunga secantik ini satu orang pun tidak ada?

(15) 难道我会做这样的坏事儿吗?

Apakah saya bisa melakukan hal jahat ini?

Contoh (14) menggunakan kalimat negasi “tidak ada” untuk menekankan bahwa taman bunga secantik ini pasti ada sangat banyak orang. Contoh (15) menggunakan kalimat positif untuk menyatakan saya tidak mungkin melakukan hal jahat ini.

2.2.2

Idiom

Secara leksikologis idiom adalah: (i) konstruksi dalam unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain; (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya; (iii) bahasa dan dialek yang khas menandai suatu bangsa, kelompok atau suku (Pateda, 2001:231).

Sedangkan menurut Abdul Chaer (1984:7), idiom adalah satuan bahasa (entah berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “ditarik” dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut, atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya.

Pengertian idiom yang senada juga dinyatakan oleh Soedjito, beliau mengatakan idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frasa) yang maknanya menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang membentuknya.

(15)

2.2.2.1

Idiom Bahasa Mandarin

Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) adalah “人们常用的定型化了的固定短 语,是一种特殊的词汇单位” yang artinya “kelompok kata dengan pola yang tetap yang sering digunakan oleh masyarakat, adalah sebuah unit kosa kata yang istimewa (Huáng, 1997:312). Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) mencakup peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ) (Yáo, 2006:25).

Idiom bahasa Mandarin (Shúyǔ) menurut Zhènlái adalah “语言符号中一类 比较特殊的符号,它们是定型的语言表达形式”yang artinya “suatu simbol bahasa yang istimewa, mereka adalah suatu bentuk bahasa yang sudah tetap”.

Sementara Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) menurut Mǎ Guófán adalah “固定 词组的总和,它包括成语、谚语、歇后语和惯用语。熟语是习用的词的固定 组合,语义结合紧密、语言和谐,是语言中独立运用的词汇单位” dapat diterjemahkan sebagai “kumpulan kelompok kata yang tetap, termasuk peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ). Idiom (shúyǔ) adalah kelompok tetap dari kata yang sering digunakan, yang artinya bersatu erat, bahasanya berirama, adalah suatu unit kosa kata pada bahasa yang digunakan secara mandiri.”

Dari ketiga definisi diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) adalah suatu simbol bahasa yang sangat unik, yang terbentuk dari suatu proses yang lama, biasanya tidak boleh sembarangan mengubah

(16)

susunannya, termasuk didalamnya peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ).

Dilihat dari segi linguistik, Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) adalah kelompok kata dengan pola tetap, biasanya memiliki sifat:

a. Susunannya tetap, unsur-unsur pembentuknya tidak boleh sembarangan diubah.

Misalnya ungkapan (guànyòngyǔ) “碰钉子pèng dīngzi” (kena paku), kita tidak boleh menyebutnya menjadi “碰螺丝 pèng luósī” (kena obeng); pepatah (yànyǔ) “留得青山在,不怕没柴烧 liúdé qīngshān zài, búpà méi chái shāo” (selama gunung hijau masih ada, orang tidak takut kehabisan kayu bakar), kita juga tidak boleh mengubahnya menjadi “留得青山在,不怕没草烧 liúdé qīngshān zài, búpà méi cǎo shāo” (selama gunung hijau masih ada, orang tidak takut kehabisan rumput bakar). Namun begitu, ada juga idiom (shúyǔ) tertentu (pepatah (yànyǔ), kiasan (xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ)) yang boleh ditambahi atau dikurangi beberapa unsur-unsurnya, misalnya “三个臭皮匠,顶个诸葛亮 sān gè chòupíjiàng, dǐng gè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang sepatu, menyamai kecerdikan zhūgěliàng), boleh ditulis sebagai “三个臭皮匠,顶得过一个诸葛亮 sān gè chòupíjiàng, dǐngdéguò yígè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang sepatu, mengungguli kecerdikan zhūgěliàng),“三个臭皮匠,赛过一个诸葛亮 sān gè chòupíjiàng, sàiguò yígè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang sepatu, melebihi kecerdikan zhūgěliàng)” dan lain sebagainya.

(17)

b. Maknanya khusus dan menyeluruh, tidak boleh diartikan dari satu per satu arti unsur-unsurnya.

Makna yang ada pada idiom (shúyǔ) adalah makna yang khusus, umumnya adalah makna gaya bahasanya ataupun makna dari penggunaannya. Makna idiom (shúyǔ) terselimut di dalamnya, tidak boleh diartikan satu per satu dari unsur-unsur pembentuknya, karena itu makna idiom (shúyǔ) harus dipahami secara keseluruhan. Misalnya “骑 驴 看 场 本——走 着 瞧 qílǘ kàn chǎngběn -- zǒuzheqiáo”,kita tidak bisa mengartikannya sebagai “menunggangi keledai sambil membaca naskah opera tradisional Tiongkok” tetapi harus dipahami secara keseluruhan sebagai “akhir dari suatu peristiwa akan tampak seiring dengan berjalannya waktu”.

Sumber dari idiom (shúyǔ) beraneka ragam, idiom (shúyǔ) boleh berasal dari bahasa sehari-hari masyarakat yang turun-menurun dan luas digunakan, juga boleh berasal dari bahasa buku, termasuk berasal dari karya-karya kuno yang terkenal (legenda, fabel, sejarah, puisi, novel dan lain sebagainya).

1. Peribahasa (Chéngyǔ)

Chéngyǔ dapat disetarakan dengan peribahasa pada bahasa Indonesia. Chéngyǔ adalah kelompok kata atau frasa yang tetap yang sudah digunakan dalam jangka waktu panjang, bentuknya ringkas dan padat (XiànDài HànYǔ CíDiǎn, 2009:173). Chéngyǔ kebanyakan terdiri atas empat karakter. Contoh: 亡羊补牢 wángyángbǔláo (membetulkan kandang setelah kehilangan kambing) yang artinya

(18)

memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan agar tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.

2. Pepatah (Yànyǔ)

Yànyǔ dapat disetarakan dengan pepatah dalam bahasa Indonesia (Leman, 2007:xi). Yànyǔ disajikan dalam kalimat yang relatif lengkap dan banyak mengandung nasihat, kata-kata bijak atau nilai-nilai kearifan. Contoh: 有福同 享 , 有 难 同 当 yǒufútóngxiǎng, yǒunàntóngdāng (ada keuntungan dinikmati bersama, ada kesusahan ditanggung bersama) yang artinya senasib sepenanggungan.

3. Kiasan (Xièhòuyǔ)

Xièhòuyǔ setara dengan perumpamaan (kiasan, ibarat) dalam bahasa Indonesia (Leman, 2007:xvi). Xièhòuyǔ biasanya menggunakan benda atau sesuatu yang lain sebagai perbandingan (analogi). Xièhòuyǔ terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama sebagai perumpamaan dan bagian kedua sebagai penjelasan. Contoh: 孔夫子搬家——净是书 kǒngfūzǐ bānjiā – jìng shì shū (Tuan Kong pindah rumah – semuanya buku), karena pada bahasa Mandarin karakter “书” (buku) dan “输” (kalah) ejaannya sama, yaitu “ shū ” sehingga arti dari perumpamaan ini adalah selalu kalah.

(19)

4. Ungkapan (Guànyòngyǔ)

Guànyòngyǔ dapat disetarakan dengan ungkapan pada bahasa Indonesia. Guànyòngyǔ adalah kelompok kata dengan pola tetap yang sering digunakan pada komunikasi sehari-hari, kebanyakan terdiri dari tiga karakter, yang maknanya merupakan perluasan dari makna unsur-unsur pembentuknya (Huáng, 1997:316). Contoh: 开 夜 车 kāiyèchē (mengendarai mobil di malam hari) yang artinya bekerja sampai larut malam atau lembur.

2.3

Landasan Teori

Karena tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan fungsi dan makna dari penggunaan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin, maka peneliti menggunakan teori semantik menurut Pateda.

Menurut Pateda (2001:7), semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Setiap kata mengandung makna. Makna kata itu ada yang sudah jelas, tetapi ada pula yang maknanya kabur. Kata terkadang berada dalam urutan dan urutan tersebut terwujud dalam bentuk yang dinamakan gaya bahasa, peribahasa, dan ungkapan. Dalam semantik urutan kata dibicarakan pada semantik leksikal yang menyangkut makna leksikal.

Berkaitan dengan penelitian, maka teori semantik leksikal tentang makna dalam gaya bahasa yang digunakan peneliti untuk menganalisis gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin.

Gaya bahasa lebih banyak dan sering dibicarakan dalam bidang sastra, tetapi belakangan ini gaya bahasa juga turut dikaji dalam bidang linguistik, sebab yang

(20)

dipentingkan bukan soal gaya bahasanya, melainkan makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa tersebut. Misalnya, “Pak Ali membeli lima ekor kambing.” Dengan membaca kalimat tersebut kita akan mengetahui bahwa makna yang terkandung di dalam gabungan kata ini, adalah lima kambing dan bukan ekor kambing sebanyak lima buah.

Dengan demikian ada makna yang berhubungan dengan gaya personifikasi, metonimia, dan seterusnya. Akibatnya makna yang berhubungan dengan gaya bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan antarmakna, ada pula yang dapat dilihat dari segi kesamaan makna.

Referensi

Dokumen terkait

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas nasi kuning berbahan baku beras organik dan non organik, dengan metode pemasakan dandang dan rice cooker dari segi

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Identifikasi dan Pengujian Kemampuan Antimikroba Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi Dari Asinan Rebung Kuning

Penerapan manajemen risiko memerlukan pedoman penerapan yang meliputi kebijakan manajemen risiko, pedoman manajemen risiko, prosedur manajemen risiko, instruksi kerja

dimanfaatkan menjadi suatuproduk. Untuk bagian kulit luarnya dapat ditimbun dan diolah menjadi kompos. Bagiankulit dalam buah semngaka yang berwarna putih selain dapat

Sel basil kultur biasanya akan mati setelah usia empat hari, karena itu perlu dilakukan sub kultur untuk mendapatkan sel baru hasil dari pembiakan sel. Setelah dilakukan

Metode penelitian menguraikan tentang desain penelitian, instrumen pengumpulan data, lokasi penelitian, partisipan penelitian, lamanya penelitian dan hal lainnya yang relevan

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan apabila dikaitkan dengan teori, dalam penerapan petunjuk teknis kegiatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas