• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak merupakan penyakit infeksi yang sangat menular dan disebabkan oleh virus,

pada umumnya menyerang anak–anak serta merupakan penyakit endemis di banyak belahan

dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

atau dapat pula secara air borne sebagai nucleus droplet aerosol (WHO, 1996).

Penyakit campak sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kecacatan dan

kematian yang diakibatkan oleh komplikasi seperti radang paru atau pneumonia (1%-6%),

radang telinga/otitis media (7%-9%), dan encephalitis (1/1000 s/d 1/2000), Subacute

Sclerosing Panencephalitis (1/100.000 kasus) dan kematian (1/10.000) kasus (WHO, 1996). WHO memperkirakan pada tahun 2002 terjadi sekitar 35 juta kasus campak dan

614.000 orang diantaranya dilaporkan meninggal dunia. Lebih dari 98% kematian terjadi di

negara dengan pendapatan perkapita <$1000. Sebagian besar kasus (85%) terjadi di Afrika

dan Asia. Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-anak balita (Chin, 2009). Pada negara

berkembang, Case Fatality Rate (CFR) berkisar antara 3%-15%. Beberapa faktor yang

berhubungan dengan tingginya angka CFR pada negara berkembang adalah umur saat

terkena campak, derajat keparahan, status gizi dan pengobatan (WHO, 1996).

Beberapa faktor risiko yang dapat memperparah kejadian campak adalah: umur

rentan (usia <1 tahun), anak-anak dengan malnutrisi, tinggal pada daerah padat penduduk

seperti kelompok urban yang miskin, anak-anak dengan infeksi HIV, orang dengan

(2)

Beberapa faktor risiko yang bermakna secara statistik untuk meningkatkan derajat

keparahan campak pada penelitian di Departemen Pediatrics, Manila Central University

Hospital (MCU-H) adalah berat badan pasien <10% persentil (OR= 6,37; CI= 2,41-16,3;

p<0,05), pasien dengan anemia (OR= 2,2; CI= 1,09-4,41 p<0,05) dan berjenis kelamin

laki-laki (OR= 0,5434; CI= 0,263-1,08; p<0,05). Penelitian ini memberikan bukti lebih lanjut dari

pentingnya beberapa faktor risiko terhadap derajat keparahan penyakit campak seperti

anak-anak dengan berat badan <10% persentil dan dengan anemia (HB<10 g/dl) akan lebih

cenderung terkena penyakit campak yang lebih berat. Pola perilaku mencari pelayanan

kesehatan tidak berhubungan dengan derajat keparahan penyakit pada penelitian ini (Rhona

B, 1993).

Penyakit campak masih perlu ditangani di Indonesia karena insiden campak yang

masih cukup tinggi (Salma, 2009). Indonesia merupakan salah satu negara diantara 47 negara

penyumbang kasus campak (Depkes, 2009). Pada tahun 2005 dilaporkan terdapat lebih dari

15.000 kasus campak terjadi di Indonesia dan 1.500 (10%) diantaranya berakhir dengan

kematian. Pada Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009 disebutkan bahwa jumlah kasus

campak pada tahun 2009 adalah sebesar 18.055 kasus. Selama periode Januari sampai dengan

Desember 2009 di Indonesia telah terjadi 96 kali Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dengan

2.770 penderita ditemukan saat KLB dengan kematian 42 orang (1,52%).

Penelitian yang dilaksanakan oleh Casaeri (2002) menemukan hasil bahwa beberapa

faktor risiko yang mempengaruhi kejadian campak di Kabupaten Kendal adalah status gizi,

riwayat kontak, umur rentan, kepadatan hunian, kondisi lingkungan dan persepsi masyarakat.

Di Provinsi Bali Penyakit campak masih merupakan masalah kesehatan yang perlu

(3)

KLB. Pada tahun 2010 dilaporkan 256 kasus campak dengan Incidence Rate (IR) sebesar

0,41 per 10.000 penduduk dan CFR sebesar 0,78%. IR tertinggi terjadi di Kabupaten

Karangasem yaitu sebesar 2,47 per 10.000 penduduk dengan CFR sebesar 2,04%.

Sejak bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Desember 2011 di Provinsi Bali telah

terjadi enam kali KLB campak, lima diantaranya terjadi di Kabupaten Karangasem. Kejadian

(4)

Tabel 1.1 Distribusi KLB Campak di Kabupaten Karangasem Tahun 2010 sampai Desember 2011.

No Lokasi KLB Waktu kejadian

Jumlah penderita berdasarkan golongan umur Total Penderita 0-11 bln 1-5 th 6-10 th > 10 th 1 Dsn Muntigunung, Desa Tianyar-Kubu Juli 2010 2 7 7 1 17 orang 2 Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu Agustus 2010 1 27 13 4 45 orang 3 Dsn Paleg, Desa Tianyar Kecamatan Kubu Oktober 2010 1 9 7 3 20 orang (dua kematian) 4 Ling. Segara Katon, Kel Karangasem- Karangasem Pebruari 2011 0 3 3 2 8 orang 5 Desa Tianyar Barat Kecamatan Kubu Mei 2011 4 3 7 1 15 Orang

(5)

Upaya pencegahan dan pengendalian campak yang paling efektif saat ini adalah

vaksinasi. Pemberian vaksin campak bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan

kematian akibat campak (Casaeri, 2002). Penyakit campak merupakan penyakit yang dapat

dieradikasi karena satu-satunya reservoir adalah manusia dan telah tersedia vaksin dengan

effikasi yang cukup tinggi yaitu 85% (Depkes, 2009). Indonesia mulai melaksanakan

program imunisasi campak pada tahun 1981, dengan pemberian satu kali pada umur 9-14

bulan. Kegiatan imunisasi menjadi program yang berkelanjutan di Indonesia. Pada tahun

1991 Indonesia sudah mencapai imunisasi dasar lengkap secara nasional. Pemberian

imunisasi secara rutin dinyatakan telah berhasil menurunkan insiden campak pada kelompok

umur bayi (<1 tahun) dan kelompok umur anak 1-4 tahun (Depkes,2009).

Penurunan insiden campak tidak terlepas dari keberhasilan program imunisasi yang

menunjukkan data cakupan yang relatif tinggi. Cakupan imunisasi campak secara nasional

pada tahun 2008 adalah 90,5% dan meningkat menjadi 92,09% pada tahun 2009 (Depkes RI,

2009). Sementara, cakupan imunisasi campak di Provinsi Bali selama tiga tahun

berturut-turut adalah sebesar 101,38% (2008), 99,95% (2009) dan sebesar 92,11% (2010). Cakupan

imunisasi campak di Kabupaten Karangasem selama tiga tahun terakhir juga menunjukkan

hasil yang relatif tinggi yaitu 98,41% (2008), tahun 2009 sebesar 100,33% dan tahun 2010

adalah sebesar 101,29%. Pada tahun 2010 dari 78 desa yang ada di Karangasem 100%

sudah mencapai United Child Immunization (UCI) (Dikes Bali, 2008, 2009, 2010). Data

Riskedas tahun 2007 menunjukan hasil cakupan imunisasi campak Kabupaten Karangasem

terendah di Provinsi Bali (89,5%), sedangkan cakupan imunisasi campak di Provinsi Bali

(6)

Berdasarkan hasil observasi lapangan pada saat terjadi KLB campak di Dusun Paleg

Desa Tianyar Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem pada tanggal 14 Oktober 2010,

terlihat bahwa daerah geografis desa tersebut cukup sulit sehingga memungkinkan rendahnya

akses imunisasi pada anak-anak. Selain itu beberapa ibu mengaku bahwa beberapa orang

anak di daerah tersebut tidak diimunisasi dan beberapa anak yang ada di lokasi menunjukkan

ciri-ciri status gizi kurang. Pada saat penelusuran KLB campak ditemukan adanya beberapa

warga masyarakat yang memiliki persepsi yang kurang mendukung upaya pengendalian dan

pengendalian penyakit campak, dan adanya mobilisasi penduduk yang tinggi keluar desa

bahkan sampai keluar kabupaten.

Kabupaten Karangasem belum mengetahui secara jelas faktor-faktor risiko yang terkait

dengan kejadian campak, namun Karangasem merupakan daerah dengan penduduk miskin

terbanyak yaitu 177.177 orang atau sekitar 46,25% dari seluruh penduduk Kabupaten

Karangasem (Dikes Bali, 2007).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi balita gizi buruk di Kabupaten

Karangasem adalah sebesar 7,8% sedangkan prevalensi balita yang menderita gizi kurang

sebesar 12%. Cakupan penerimaan kapsul Vitamin A di Kabupaten Karangasem untuk tahun

2007 sebesar 76,3% (Depkes, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi selama ini adalah seringnya frekuensi KLB campak di

Kabupaten Karangasem, sementara data imunisasi menunjukkan cakupan yang tinggi.

Karangasem merupakan daerah dengan penduduk miskin terbanyak di Provinsi Bali dengan

(7)

perlu diketahui apakah faktor anak (status imunisasi, status gizi dan status Vitamin A ), faktor

ibu (pendidikan, persepsi ibu dan keadaan sosial ekonomi keluarga) dan faktor lingkungan

(kepadatan hunian, ventilasi, akses ke pelayanan kesehatan dan riwayat kontak) berperan

dalam penularan campak di Kabupaten Karangasem. Pertanyaan penelitian ini adalah “Apakah faktor risiko yang berperan dalam kejadian campak di Kabupaten Karangasem?”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh gambaran faktor risiko yang berperan terhadap kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui apakah status imunisasi merupakan faktor risiko kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

2. Mengetahui apakah status gizi merupakan faktor risiko kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

3. Mengetahui apakah status vitamin A merupakan faktor risiko kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

4. Mengetahui apakah pendidikan ibu merupakan faktor risiko kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

5. Mengetahui apakah persepsi ibu merupakan faktor risiko kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

6. Mengetahui apakah keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan faktor risiko

(8)

7. Mengetahui apakah kepadatan hunian merupakan faktor risiko kejadian campak

di Kabupaten Karangasem.

8. Mengetahui apakah luas ventilasi merupakan faktor risiko kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

9. Mengetahui apakah akses ke pelayanan kesehatan merupakan faktor risiko

kejadian campak di Kabupaten Karangasem.

10. Mengetahui apakah ada riwayat kontak dengan penderita campak merupakan

faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem.

11. Mengetahui faktor risiko yang paling berperan terhadap kejadian campak di

Kabupaten Karangasem.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat bagi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberian masukan dalam pengembangan program

pengendalian campak di Indonesia dan khususnya di Bali.

2. Manfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Karangasem adalah sebagai masukan dalam upaya pengendalian penyakit campak

berdasarkan faktor risiko yang terbukti mempengaruhi kejadian campak sehingga

dapat dipilih alternatif yang paling tepat dan efisien dalam pengendalian kasus di

lapangan.

3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah dapat memberikan gambaran tentang faktor

(9)

diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai bahan bacaan atau acuan dalam

melaksanakan penelitian dengan jenis yang sama.

4. Manfaat bagi penulis adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

penulis dalam menganlisis faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian

campak.

5. Manfaat bagi masyarakat diharapkan dengan diketahuinya faktor risiko penularan

campak, maka masyarakat diharapkan dapat melakukan upaya pencegahan untuk

Gambar

Tabel 1.1  Distribusi  KLB  Campak  di  Kabupaten  Karangasem  Tahun  2010  sampai   Desember  2011

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Bangun (2012), bagi suatu perusahaan penilaian kinerja memiliki berbagai manfaat antara lain, evaluasi antar individu dalam organisasi, pengembangan diri

Berpengaruhnya current ratio, debt to equity ratio, return on equity, dan earning per share secara simultan menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang tercermin di dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara kompensasi, komunikasi, motivasi, terhadap disiplin kerjatenaga pengajar di lingkungan Politeknik Maritim Negeri

UPT Medan Utara dahulu terdiri dari lima seksi yaitu : Seksi Bagian Tata Usaha, Seksi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Seksi Pendapatan Lain- lain (PLL), Seksi Pengambilan dan

This possibility was too hastily rejected by the decipherers (Documents, pp. They were concerned chiefly with the suggestion of Merlingen that the Greeks were a

Un totale di 65 pazienti sono stati suddivisi in tre gruppi: Gruppo 1- terapia SIT in due fasi di cui prima fase effettuata con il programma terapia di

• Perdagangan barang dan jasa, aliran modal dan dana antar negara  pertukaran mata uang antar negara yang pada akhirnya akan menimbulkan pertukaran mata uang antar negara 

Dari hasil pengolahan dan analisis data dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai kontribusi power lengan dan fleksibilitas panggul terhadap hasil pukulan pada cabang