• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterlibatan Militer Dalam Bisnis Tomy W

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keterlibatan Militer Dalam Bisnis Tomy W"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Keterlibatan Militer Dalam Bisnis Tomy Winata

Masyarakat Ekonomi

Defila Priana 15/379850/SP/26718

Dianrafi Alphatio 15/384263/SP/26975 M. Dimas Ponco Wirianto 15/384272/SP/26984 Maria Angelica Christy 15/384273/SP/26985 Miera Ludfia Islamy 15/384275/SP/26987

Rayu Anitawati 15/378703/SP/26657

Yolanda Mulat 15/378705/SP/26659

Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(2)

Latar Belakang

Berbicara mengenai bisnis tentu tidak akan lepas dari peran aktor yang terlibat di dalamnya. Yang selama ini kita ketahui, aktor ekonomi adalah pengusaha dan investor yang memang bergerak dalam dunia bisnis serta negara yang mengawasi pergerakan kedua aktor tersebut lewat regulasi. Namun setelah dianalisis lebih jauh lagi, ternyata pengalaman sejarah Indonesia mengungkapkan bahwa masih terdapat aktor lain yang juga mempunyai power, yang peran serta fungsinya cukup diperhitungkan untuk menciptakan suasana berbisnis yang nyaman. Ya, siapa lagi kalau bukan militer?

Fenomena keterlibatan militer dalam bisnis perusahaan −di berbagai bentuk, level serta bidang− merupakan hal yang mudah ditemui di Indonesia dan sudah menjadi rahasia umum di kalangan publik. Masalahnya adalah ketika masyarakat umum masih menganggap bahwa keterlibatan mereka adalah hal yang biasa dan dapat ditolerir. Padahal sudah jelas kalau aktivitas tersebut bertentangan dengan fungsi dan tugas utama militer, seperti yang dimanifestasikan dalam UU No. 34 tahun 2004 Bab II Pasal 2 tentang Jati Diri TNI, di mana ayat 4 berbunyi: “tentara yang profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.”

(3)

divestasi bisnis militer, baik melalui likuidasi perusahaan-perusahaan militer maupun menyerahkannya kepada negara. Data resmi menunjukkan bahwa dari tahun 2007 setidaknya militer memiliki 23 yayasan, sekitar 1.000 koperasi, dan 55 perusahaan, kemudian ada pula yang menyewakan ribuan properti dan bangunan pemerintah yang apabila dikalkulasi mencapai Rp. 3,2 trilyun dan keuntungannya mencapai Rp. 268 milyar. Namun, perburuan ini mengalami jeda sementara karena pada tahun 2009 militer dikatakan sudah tidak lagi terlibat bisnis secara langsung. Hal tersebut tentu bukan berarti militer sudah menghentikan aktivitas bisnis mereka sepenuhnya, karena masih banyak ditemukan kalau mereka menggunakan cara lain, misalkan memberikan jasa penyewaan lahan kepada perusahaan swasta, menawarkan jasa keamanan pada perusahaan, serta memiliki sejumlah saham di perusahaan secara tidak langsung lewat yayasan maupun koperasi. Dan lewat yayasan maupun koperasi inilah militer menjalin hubungan kerjasama dengan para konglomerat.

Salah satu contohnya adalah kerjasama dengan konglomerat kaya, Tomy Winata, salah seorang pengusaha yang sukses mengembangkan Artha Graha Group dan setelah diselidiki ternyata memiliki hubungan khusus dengan Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP) yang notabene merupakan yayasan milik militer. Artha Graha pun menjadi grup bisnis sukses karena koneksinya dengan para pejabat militer, sehingga dengan lancarnya grup bisnis ini sukses mengembangkan usahanya ke dalam berbagai bidang, seperti properti, konstruksi, perdangangan, perhotelan, perbankan hingga telekomunikasi. Salah satu perusahaan bisnis properti terkemukanya adalah Agung Sedayu Group yang kini telah sukses mengusai banyak properti strategis di Indonesia, khususnya Jabodetabek.

(4)

akan menjadi parasit pada investasi multinasional dan menjadikannya tenaga pengaman serta beking para kriminal bisnis.

Faktor Pendukung Keterlibatan Militer Dalam Aktivitas Bisnis di Indonesia

Tampaknya peran politik dan ekonomi yang dilakukan oleh militer cenderung lebih dominan dibanding peran pertahanan dan keamanan yang menjadi tanggung jawab utama militer. Bukan tanpa alasan, kemunculan militer sebagai entrepreneur politik dan ekonomi ini dikarenakan posisinya yang sangat strategis saat pemerintahan Orde Baru berlangsung selama hampir kurang lebih tiga puluh dua tahun lamanya. Dengan dibukanya akses yang seluas-luasnya terhadap sumber daya oleh rezim Orde Baru itulah militer dapat dengan mudahnya mengembangkan berbagai jaringan bisnisnya. Kedekatan Soeharto dengan para jenderal militer dan kuasanya terhadap birokrasi bahkan politik Indonesia kala itu telah menimbulkan sebuah mindset baru bahwa para pejabat militer sebisa mungkin harus tetap terjun dalam dunia perbisnisan atas pertimbangan sejumlah keuntungan. Mulusnya bisnis yang dijalankan oleh militer tersebut juga dikarenakan oleh beberapa strategi sebagai berikut: [CITATION Muf07 \l 1033 ]

1. Mendorong penempatan kalangan militer di tempat-tempat “basah” untuk mendapatkan akses-akses politik dan pelibatan dalam setiap perencanaan pemerintah, sehingga diharapkan lewat akses tersebut segala tender atau proyek pemerintah dapat dikuasai.

2. Berusaha meyakinkan masyarakat umum bahwa pertumbuhan ekonomi akan berjalan dengan baik apabila melibatkan militer di dalamnya. Hal ini kemudian tertanam menjadi sebuah pola pikir dan kebiasaan bahwa segala proyek ekonomi strategis harus selalu melibatkan militer, karena mereka dapat menguasai fasilitas dan melakukan kontrol terhadap keamanan.

(5)

4. Melemahkan persaingan pasar dengan cara mobilisasi kekuatan koersif pada militer. Biasanya terdapat beberapa pihak yang memanfaatkan kekuatan koersif dari militer untuk melemahkan atau menghancurkan rival bisnisnya dengan melakukan beberapa tekanan bahkan melalui infiltrasi.

5. Biasanya pola berbisnis militer menyerupai pola patron-client. Militer sangat bergantung pada patron ekonomi-politik yang telah mapan. Sangat jarang ditemukan bisnis militer yang dibangun dari nol, kebanyakan dari mereka biasanya bekerjasama dengan perusahaan yang telah mapan. Biasanya mereka menawarkan jasa beking dan pengamanan dengan bekal senjata yang dimilikinya.

Penegakkan Regulasi Terhadap Bisnis Militer

Sudah cukup lama kita beranjak dari rezim otoriter Soeharto yang khas dengan ABRI-Birokras-Glokar (ABG) di mana anggota militer memiliki kekuasaan politik dan ekonomi yang sama dengan pejabat lainnya menuju sistem reformasi yang menghapus dwi fungsi ABRI. Pada tahun 2004 telah disahkan UU tentang TNI yang menjadi sebuah manifestasi ketegasan pemerintah reformasi untuk menegaskan tugas dan fungsi TNI, yaitu pertahanan dan keamanan negara. Sayangnya, regulasi mengenai praktik bisnis yang dijalankan oleh kalangan militer masih menjadi sebuah pertanyaan besar dalam masyarakat. Baik pemerintah maupun pihak TNI seringkali menyangkal dan tidak memberlakukan tindakan tegas terhadap oknum militer yang melakukan praktik bisnis di luar ketentuan yang telah diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Sekali lagi, Bab II Pasal 2 menjelaskan tentang Jati Diri TNI yang menekankan bahwa TNI tidak diperbolehkan untuk berpolitik praktis dan berbisnis. Tetapi, masih sedikit sekali pengakuan dan penegakkan hukum secara adil terhadap penyimpangan yang dilakukan anggota militer berdasarkan UU tersebut, karena sebenarnya di dalam UU ini pun masih terdapat kerancuan mengenai ketentuan bisnis yang dimaksud.

(6)

sehingga tidak wajib untuk dihilangkan. Pernyataan ini jelas menimbulkan kebingungan dan kerancuan pada UU itu sendiri. Di dalam pasal 39 ayat 3 secara tegas melarang prajutir TNI terlibat di dalam bisnis. Pasal 49 pun menyebutkan dan mengatur kewajiban negara untuk memenuhi hak prajurit TNI terkait pendapatan layak berdasarkan APBN. Dalam pasal 76 berisikan aturan tentang pemerintah yang berkewajiban menertibkan dan menghapus praktik bisnis TNI. Tetapi, berdasarkan pasal-pasal tersebut, tidak didefinisikan dengan jelas bisnis apa boleh dan tidak boleh dilakukan TNI. Pasal ini selanjutnya menyebutkan bahwa pemerintah harus mengambil alih segala bentuk aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI dalam kurun waktu lima tahun. Tetapi, sama seperti pasal-pasal sebelumya, tidak ada kejelasan mengenai kategori dan definisi bisnis seperti apa yang dilarang. Lembaga Indonesia Corruption Watch mengategorikan segala kegiatan yang bertujuan mencari laba di luar fungsi TNI sebagai alat pertahanan merupakan bisnis militer. ICW selanjutnya membagi kategori bentuk bisnis militer ke dalam empat macam, yaitu bisnis yang dimiliki militer, bisnis kerja sama antara militer dan swasta, militer yang terlibat dalam aktivitas kriminal, dan tindak KKN.

Persoalan lain terkait regulasi bisnis militer ini adalah bisnis di bawah koperasi atau yayasan. Pada dasarnya, semua orang termasuk TNI berhak melakukan usaha demi keberlangsungan kesejahteraan bersama. Sama halnya dengan yayasan, koperasi memiliki ratusan unit usaha yang apabila ada anggota TNI −baik secara institusi dan perorangan− berkecimpung di dalamnya, maka dapat dikatakan anggota tersebut turut mengambil peran dalam bisnis tadi. Dalam UU No. 16 Tahun 2001 mengenai Yayasan justru melegitimasi hukum bagi kalangan militer untuk melakukan bisnis. Dikatakan bahwa pembatasan bisnis yayasan maksimal penyertaan 25% dari aset yayasan, dan ini lagi-lagi menjadi poin yang sangat ambigu dan kontras dengan pasal 39 dan 76. UU ini, hemat kami, mengatakan bahwa bisnis militer di bawah yayasan adalah sah dengan pemenuhan prasyarat tersebut, meskipun pernyataan ini bertolak belakang dengan PP nomor 6 Tahun 1974 tentang pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta yang melarang kalangan militer untuk berbinis.

(7)

Tomy Winata yang lahir dengan nama Oe Suat Hong dan akrab dipanggil TW adalah seorang pemegang perusahaan Artha Graha Group yang dianggap sebagai salah satu pengusaha paling berpengaruh terhadap perekonomian bahkan perpolitikan Indonesia. Hal ini terlihat dari proyek-proyeknya yang sudah bermekaran di Indonesia, baik melalui anak perusahaan maupun dari perusahaannya langsung. Hotel Borobudur adalah salah satu dari sekian banyak konstruksi yang perusahaannya bangun melalui PT Jakarta Internasional Hotels and Development. TW juga memegang Sudirman Central Business District (SCBD) sebagai kawasan bisnis terbesar di Indonesia. Tak sedikit pula mega proyek miliknya yang masih sekedar wacana seperti Signature Tower dan Jembatan Selat Sunda. Selain memegang perusahaan, TW juga mendirikan yayasan bernama Artha Graha Group Foundation dan Artha Graha Peduli yang aktif membantu permasalahan sosial dan lingkungan masyarakat. Keterlibatannya dalam berbagai aspek ini membuat posisinya sebagai salah satu pengusaha terkaya dan berkuasa di Indonesia tidak diragukan lagi, bahkan banyak rumor yang mengatakan bahwa beliau adalah salah satu dari sembilan pengusaha yang kerap disebut dengan Sembilan Naga.

Artha Graha Group memiliki banyak anak perusahaan yang berkecimpung di berbagai bidang, salah satunya bidang properti yang digaungi oleh Agung Sedayu Group. Agung Sedayu Group ini dimiliki dan dipimpin oleh Sugianto Kusuma yang sering disebut sebagai “guru” dari Tomy Winata sendiri. Agung Sedayu Group (ASG) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang properti. Didirikan pada tahun 1970, pada awalnya ASG hanyalah perusahaan kontraktor kecil yang berkantor di rumah. Pengembangan proyek ASG tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Pada tahun 1991, ASG berhasil membangun Harco Mangga Dua yang merupakan mall elektronik pertama di Jakarta. Kesuksesan ASG membangun hunian-hunian dan kompleks komersial seperti Taman Palem yang berdiri di atas tanah seluas 200 hektar. Pada tahun 1998 ketika terjadi krisis moneter di Indonesia sehingga menyebabkan banyak pelaku perusahaan properti jatuh dalam usahanya, hal tersebut tidak terjadi pada ASG. Dan setelah melewati masa krisis moneter di Indonesia, ASG kembali membangun mega proyek di Jakarta, seperti Mangga Dua Square dan Kelapa Gading Square. Dan di masa kini, sudah dapat kita tebak bahwa ASG selanjutnya menjadi salah satu perusahaan yang terkemuka di Indonesia.

(8)

yang paling sering dipertanyakan adalah mengenai sumber modal TW sendiri. Selain ketekunan dan kerja kerasnya, TW sejak muda sudah memiliki hubungan yang cukup kental dengan militer negara ini. Hubungan TW dengan militer tak luput dari dunia bisnis, dikatakan demikian karena TW muda-lah yang membangun tempat tinggal militer, sekolah militer, barak, hingga distribusi barang-barang militer. Hal ini dapat dilakukan karena relasi beliau dengan beberapa tokoh dari kalangan militer, seperti Jenderal Tiopan Bernard Silalahi (mantan Sekjen Departemen Pertambangan dan Energi serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada masa Kabinet Pembangunan VI Soeharto), Yorrys Yawerayi (Ketua Pemuda Pancasila), bahkan Yayasan Kartika Eka Paksi. Relasi ini mempermudah ekspansi bisnis TW ke dunia militer Indonesia sehingga beliau dan anak-anak perusahaannya bisa mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh di dunia militer.

Kisah sukses bisnisnya dimulai ketika beliau diperkenalkan dengan Komandan Rayon Militer di Singkawang, Kalimantan Barat. Perkenalan inilah yang selanjutnya menjadi awal hubungannya dengan militer. Hubungan ini berlanjut ketika akhirnya TW dipercaya membangun kantor Koramil di sana dan sering diminta untuk mengerjakan proyek pembangunan barak tentara, sekolah tentara, serta sebagai penyalur perlengkapan ke markas tentara di Irian Jaya, Ambon, dan Ujung Pandang [ CITATION Tim12 \l 1057 ]. Selain itu, kepiawaiannya berkeja sama dengan pihak militer dibuktikan dengan berdirinya PT. Danayasa Arthatama pada tahun 1989. Perusahaan ini bekerja sama dengan Yayasan Kartika Eka Paksi milik Angkatan Darat untuk membangun proyek luar biasa Panglima Besar TKR/TNI dan SCBD yang menghabiskan biaya hingga US$ 3,25 miliar. Tentu sebuah angka yang fantastis untuk proyek pembangunan. Hasil dari kesuksesan kerja sama inilah yang membuat Artha Graha milik TW memiliki talian yang erat dengan militer dalam hal bisnis barak militer di Indonesia dan kegiatan operasi militer [ CITATION Tim11 \l 1057 ].

(9)

Pada kesempatan yang lain perusahaan Artha Graha juga diuntungkan dengan bantuan pihak militer. Misalnya saja saat Artha Graha berusaha ingin memperluas imperium bisnisnya sampai ke Aceh, maka strategi yang dilakukan oleh TW adalah dengan menggunakan jasa land clearing oleh tentara pasca tsunami Aceh, tentara pun juga disebar hampir sampai ke seluruh daratan Aceh sebagai upaya mencegah rakyat Aceh agar tidak menolak ekspansi bisnis yang akan atau tengah dilaksanakan. Tidak jarang juga kita temukan para mantan pejabat militer yang kemudian mengisi posisi yang cukup strategis di perusahaan Artha Graha Group, misalnya saja Letjend TNI (Purn) Kiki Syahnakri yang sejak tahun 2002 hingga Juli 2005 telah dipercaya menjabat sebagai Komisaris Utama PT. Bank Artha Graha. Dilanjutkan pada bulan Juli 2005 hingga Juni 2012 menjabat sebagai Komisaris Utama PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk. Dan kemudian semenjak Juni 2012 beliau merangkap jabatan sebagai Komisaris Independen PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa kerja sama yang awalnya hanya sebatas kerjasama pembangunan kantor Koramil, kini telah merembet ke hal-hal yang lebih luas. Hal inilah yang menunjukkan bahwa bisnis-bisnis besar di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kerja sama pihak militer.

Dampak Penguasaan Ekonomi Terhadap Kondisi Ekonomi dan Sosial Indonesia

Selain Tomy Winata, kita tahu sederet nama pengusaha besar lain yang bisnisnya sudah sangat meluas. Misalkan nama Hary Tanoe (HT) yang sukses di perusahaan media MNC, RCTI, ditambah lagi Partai Perindo, kemudian ada juga Budi Hartono dan Michael Hartono bersaudara pemilik Djarum Group yang dinobatkan majalah Forbes sebagai orang terkaya di Indonesia, dan lain-lain. Investasi dari perusahaan-perusahaan besar inilah yang kemudian menguasai sebagian besar aset dan perekonomian Indonesia. Pernyataan ini bisa dibuktikan dengan hasil dari beberapa riset yang menunjukkan bahwa 70% aset negara dikuasai oleh etnis tertentu sedangkan rakyat hanya bisa menikmati 30% sisanya. Persentase ini juga diprediksi akan meningkat di tahun-tahun kedepannya sehingga Indonesia akan semakin dikuasai oleh pengusaha elit saja.

(10)

pengusaha-pengusaha yang “terjun” dan “blusukan” ke daerah tertentu. Tomy Winata sendiri mendirikan Yayasan Artha Graha Peduli di bawah naungan bank yang didirikannya. Yayasan ini fokus pada kegiatan-kegiatan sosial masyarakat dengan lima pilar kepedulian, yaitu membantu penanganan dini para korban bencana alam, kegiatan sosial kemanusiaan dalam ketahanan pangan, pendidikan, kesehatan, kemudian kepedulian atas pelestarian lingkungan, bantuan hukum dan rumah keadilan bagi masyarakat yang memerlukan [ CITATION kan13 \l 1033 ]. Aktivitas TW lainnya yaitu memberikan bantuan sembako di berbagai panti jompo dan panti asuhan di daerah Jabodetabek. Selain itu, Yayasan Artha Graha ini juga beberapa kali terlibat dalam penanganan bantuan bencana alam seperti gempa dan tsunami Aceh, Yogyakarta, Padang, Papua, dan lain-lain [ CITATION Tim11 \l 1033 ]. Segala bantuan tersebut tentunya membuat tokoh ini cenderung disukai masyarakat karena dianggap dekat dan sangat royal. Selain itu, basis perusahaan elit di atas yang sudah multinasional secara langsung telah memperkenalkan kompetensi Indonesia di kancah internasional.

Namun tentunya kita tidak secara naif menganggap bahwa pengaruh bisnis dari perusahaan tersebut sangat membantu masyarakat, karena pada nyatanya mereka-lah yang memarginalkan usaha-usaha kecil yang dibangun oleh rakyat menengah ke bawah. Usaha kecil rakyat yang sangat lemah dari segi modal, kapasitas sumber daya manusia dan kualitas hasil tentu tidak akan mampu bersaing dengan usaha raksasa bisnis tersebut. Belum lagi ditambah dengan adanya perselingkuhan politik antara negara dan investor yang menyebabkan masyarakat semakin tidak berdaya saja. Dan tidak heran kalau akhirnya yang terjadi adalah masyarakat tidak berkembang dan akan terus menjadi kecil sedangkan usaha besar seperti kedua bisnis akan semakin menguasai Indonesia. Apalagi dengan terlibatnya militer dengan perkembangan kedua bisnis ini yang semakin membuat usaha-usaha kecil tidak bisa berkutik ketika bersaing dengan usaha-usaha besar.

(11)

pertamanan. Untuk itu akan didatangkan 40 juta meter kubik pasir dari luar Teluk Benoa. Wacana ini mendatangkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat seakan terbagi dua karena perbedaan pendapat ini. Reklamasi ini tentu akan menjadi bencana lingkungan karena merusak terumbu karang yang seharusnya dilindungi sebagai daerah cagar alam, kemudian dikhawatirkan akan terjadi banjir karena pembangunan reklamasi akan berpengaruh pada lima sub daerah aliran sungai (sub-DAS), yaitu DAS Badung, DAS Mati, DAS Tuban, DAS Bualu, dan DAS Sama. Pembangunan ini akan berpengaruh pada berkurangnya wilayah tampungan air sehingga banjir di Bali Selatan tidak terelakkan [ CITATION Dim15 \l 1033 ]. Para aktivis lingkungan khawatir, nantinya sampah proyek dan resor baru itu akan dibuang ke Teluk Benoa sehingga air bersih akan menjadi langka dan rencana pembangunan yang memotong jalur muara tiga sungai itu bisa menyebabkan banjir di musim hujan [ CITATION dwc16 \l 1033 ]. Selain lingkungan, proyek ini juga dinilai akan merusak tatanan agama masyarakat Bali. Masyarakat khawatir akan menodai kawasan yang dianggap suci oleh kaum Hindu dan jika kedepannya akses terhadap kegiatan keagamaan akan sulit karena Bali akan semakin penuh sesak dengan turis. Belum lagi ditambah dengan fakta bahwa nelayan akan kehilangan pekerjaannya. Hal ini menurut kami tidak bisa dibantahkan dengan penawaran TWBI yang menyediakan ratusan ribu lowongan pekerjaan, karena naluri seseorang yang sudah sejak lahir terbiasa dengan laut dan mencari ikan akan sangat sulit digantikan dengan pekerjaan sebagai pegawai hotel, dan lain-lain.

(12)

Teluk Benoa dan mendukung gerakan ForBali. Salah satu yang diancam adalah Sudana, yang merupakan aktivis dan seniman, dan Hadi Joban. Hadi, menurut Sudana memposting status di facebook, “Merdeka dari NKRI Harga Mati.” Joban, oleh polisi dianggap mendukung gerakan separatis, memisahkan Bali dari Indonesia. Padahal jelas-jelas pernyataan Joban itu merupakan ekspresi kekesalan terhadap pemerintahan Jokowi yang nampak pro taipan dalam reklamasi Teluk Benoa dan reklamasi di Teluk Jakarta. Sejumlah advokat kebebasan berekspresi juga mempertanyakan sikap polisi itu. Pengetahuan polisi yang minim tentang UU ITE, dan tindak pidana makar, sehingga bicara seenaknya tanpa dasar. Mereka menduga polisi ikut membekingi taipan rakus yang mereklamasi Teluk Benoa [ CITATION kab16 \l 1033 ].

Kesimpulan

Perselingkuhan politik antara pebisnis dan militer ini tidak boleh dibiarkan menjadi hal yang lumrah. Negara sebagai sang empunya otoritas harus bertindak tegas dan bertanggung jawab atas UU No. 34 Tahun 2004 yang telah disahkan terlebih dahulu, bukannya justru berkecimpung untuk menyukseskan perzinahan ini. Militer harus dibatasi kewenangannya, yaitu hanya untuk menjaga pertahanan negara. Oleh karena itu, negara harus bertanggung jawab penuh untuk menyejahterakan warganya, termasuk pemenuhan kesejahteraan bagi keluarga anggota TNI agar mereka tidak lagi mencari sumber dana lain dan akhirnya terlibat pada transaksi ekonomi dan politik dengan para investor. Di sisi yang lain, masyarakat pun harus terus melakukan fungsi pengawasan. Media dan LSM tidak boleh lengah dan terlena dengan profit-profit yang ditawarkan, karena sejatinya pihak yang dirugikan adalah selalu masyarakat. Maka dari itu, sinergisitas antar aktor sangat diperlukan untuk terus mengawal jalannya sirkulasi ekonomi dan kekuasaan negara, sehingga pembangunanisme tidak hanya dijalankan atas simbiosis mutualisme negara, modal dan militer saja, tetapi juga mengkonsolidasi keterlibatan politik, ekonomi dan sosial masyarakat.

(13)

sehingga jargon demokrasi yang digaungkan oleh Abraham Lincoln ini bukan hanya berlaku bagi mereka yang punya kekuasaan.

Referensi

Sumber buku

M. Najib Azca, Ahmad Muzakki Noor, Haris Azhar, Muhammad Islah, Mufti Makarim Al-Akhlaq, 2004. Ketika Moncong Sejata Ikut Berniaga. Jakarta: KontraS.

Victor Silaen, Jerry Rudolf Sirait, Yanedi Jagau, Abraham Simatupang, dkk, 2006. Dr. Johannes Leimena Negarawan Sejati dan Politisi Berhati Nurani. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Sumber online

agungsedayu, n.d. Agung Sedayu Group. [Online] Available at: http://www.agungsedayu.com/?page_id=87 [Accessed 26 November 2016].

Amarullah, A., 2009. VIVAnews. [Online]

Available at: http://m.news.viva.co.id/news/read/25317-kini-hidupnya-dihabiskan-untuk-orang-miskin [Accessed 27 November 2016].

Anneharia, 2015. Agung Sedayu Group dan Jejak Bisnisnya. [Online] Available at: http://www.anneahira.com/agung-sedayu-group.htm [Accessed 26 11 2016].

Anon., 2011. Bisnis Militer pada Masa Orde Baru (1970-1998). [Online]

Available at: http://macheda.blog.uns.ac.id/2011/07/19/bisnis-militer-pada-masa-orde-baru-1970-1998/ [Accessed 23 November 2016].

Banten, T. J., 2012. Kerajaan Bisnis Tomy Winata Makin Menggurita. [Online]

Available at: http://jabarbanten.com/tokoh/kontraktor-dan-real-estate/206-tokoh/kontraktor-real-estate/319-kerajaan-bisnis-tommy-winata-makin-menggurita

[Accessed 28 11 2016].

Bayu, D. J., 2015. kompas.com properti. [Online] Available at:

http://properti.kompas.com/read/2015/02/27/200014121/Ekologi.Bali.Selatan.Terancam.Rusak.karena. Reklamasi

(14)

Bisnishack, T., 2011. Kisah Perjalanan Bisnis Tomy Winata. [Online]

Available at: http://www.bisnishack.com/2014/08/kisah-perjalanan-bisnis-tommy-winata.html [Accessed 28 11 2016].

dw.com, 2016. DW Made for minds. [Online]

Available at:

http://www.dw.com/id/kisruh-di-pulau-dewata-sebagian-warga-bali-tolak-reklamasi-teluk-IndonesianReview.com, 2015. IndonesianReview.com Leading The Future. [Online] Available at: http://indonesianreview.com/alfi-rahmadi/indonesia-dalam-lilitan-mafia [Accessed 25 November 2016].

Indonesia, P. R., n.d. Penjelasan Atas UU RI Nomor 16 Tahun 2001. [Online]

Available at: http://jdih.risetdikti.go.id/?q=system/files/perundangan/207323289.pdf

(15)

https://makaarim.wordpress.com/2007/10/22/pelanggaran-ham-warisan-kpk-ke-luar-negeri

[Accessed 26 November 2016].

Setiawan, B., 2016. Reformasi Militer Di Bidang Bisnis, Kapan Dituntaskan?. [Online]

Available at: http://indoprogress.com/2016/10/reformasi-militer-di-bidang-bisnis-kapan-dituntaskan/ [Accessed 23 November 2016].

Wardhani, M. K., n.d. Biografi Tommy Winata. [Online]

Referensi

Dokumen terkait

[r]

salah satu temuan dalam penelitian adalah tingkat efektifitas program pendidikan pada program studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah STAIN Manado menurut

Sumbawa menyatakan Seleksi Gagal dan selanjutnya akan dilakukan seleksi ulang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.. Demikian Pengumuman ini disampaikan

(untuk selanjutnya Y disebut peubah acak berdistribusi Log-Gamma) dan ben- tuk representasi kanonik fungsi karakteristik dari peubah acak Y tersebut serta aplikasinya

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Di dalam keutamaan ini tercakup kekuatan (1) penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan; (2) kebersyukuran (gratitude) atas segala hal yang baik, (3)

Kerusakan Daun Tanaman sebagai Bioindikator Pencemaran Udara (Studi Kasus Tanaman Peneduh Jalan Angsana dan Mahoni dengan Pencemar Udara NOx dan SO2 ).. Program Studi

Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya frekuensi dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari konstipasi dan dampak dari cepatnya