• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN AJAR I KEJANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAHAN AJAR I KEJANG"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN AJAR I KEJANG

Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran

Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

Indikator : menegakkan diagnosis dan melakukan

penatalaksanaan awal sebelum dirujuk sebagai kasus emergensi

Level Kompetensi : 3B

Alokasi Waktu : 2 x 50 menit

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) :

Mampu mengenali dan mendiagnosis penyakit epilepsi dan kejang lainnya serta melakukan penangan sesuai dengan tingkat kompetensi yang ditentukan, dan melakukan rujukan bila perlu.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :

a. Mampu menyebutkan patogenesis terjadinya kejang

b. Mampu melakukan penapisan / penegakan diagnosis kejang c. Mampu melakukan manajemen / terapi awal kejang

d. Mampu melakukan promosi kesehatan dan pencegahan kejang

Isi Materi;

(2)

PENDAHULUAN

Kejang merupakan gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung

dari penyakit sistem saraf pusat ( SSP ). Obat – obat yang digunakan untuk terapi

berbagai penyakit vaskuler yang dapat mempengaruhi ambang kejang dan

memyebabkan kejang , selain itu penyakit dapat pula mendasari angka kejadian

kejang pada pasien stress. Kejang didefiniskan sebagai perubahan sementara dalam

keadaan atau tanda – tanda lain atau gejala yang dapat disebabkan oleh disfungsi

otak. disfungsi otak tersebut dapat disertai dengan motorik, sensorik dan gangguan

otonom tergantung paad daerah otak yang terlibat baik organ itu sendiri atau pun

penyebaran ke organ yang lain.1,2

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang

demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis,

ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang

beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok

mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal

pada pasien dengan kejang aktif.3

Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang

demam. Kejang demam adalah kejang disertai demam ( suhu ≥ 100.4 ° F atau 38°C),

tanpa infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan.

Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian

menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg,

menggunakan data dari National Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan

bahwa kejang demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang

demam simpleks didefinisikan sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang

berlangsung selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari

(3)

demam simpleks tidak terbukti meningkat risiko kematiannya, hemiplegia, atau

keterbelakangan mental. Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes

of Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis yang

(4)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi

Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan

tiba – tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak.

Jika gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat

menimbulkan kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik

terjadi di seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.1

Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran nilai normal yang

menyeimbangkan eksitasi dan inhibisi didalam susunan saraf pusat, karena terlalu

banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai normal eksibilitas susunan saraf pusat

maka ada banyak penyebab yang dapat menimbulkan kejang.2

Kejang dapat disertai dengan gangguan metabolisme seperti uremia,

hipoglikemia, hiperglikemia, dan gagal hati, toksik seperti overdosis dan sindrom

withdrawal, dan infeksi seperti meningitis dan ensepalitis, kejang yang terjadi pada

pasien dengan kondisi ini tidak selalu mengarah pada diagnosis epilepsi, meskipun

obat yang digunakan untuk menatalaksana kejangnya adalah obat antiepilepsi dalam

jangka pendek , obat umumnya tidak perlu di lanjutkan setelah pasiennya sembuh

dari kejang.3

2.2 Epidemiologi

Risiko seumur hidup terhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4% dengan

puncak kejadian pada awal kejang (kejang neonates atau tumor dan stroke)

kehidupan.Kita ketahui epilepsy adalah salah satu penyakit tertua di dunia dan

menempati urutan kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran otak.

(5)

bertanggung jawab terhadap 1% dari beban penyakit global, dimana 80% beban

tersebut berada di negara berkembang. Pada negara berkembang di beberapa area

80-90% kasus tidak menerima pengobatan sama sekali.4

Secara keseluruhan insiden epilepsi pada negara maju berkisar antara 40-70

kasus per 100.000 orang per tahun. Di negara berkembang, insiden berkisar antara

100-190 kasus per 100.000 orang per tahun. Prevalensi dari epilepsi bervariasi antara

5-10 kasus per 1.000 orang.4

Di Indonesia belum ada data yang pasti mengenai penderita epilepsi, tetapi

diperkirakan ada 1-2 juta penderita epilepsi. Prevalensi epilepsi di Indonesia adalah

5-10 kasus per 1.000 orang dan insiden 50 kasus per 100.000 orang per tahun.4

Menurut Center for Disease and Prevention (CDC) pada tahun 2010 di AS,

epilepsy mempengaruhi 2,5 juta orang . Survie dari dokter, pelaporan diri, dan

penelitian dari campuran beberapa sumber ini, di simpulkan bahwa kejadian dan

prevalensi kejang dan epilepsi, kejang epilepsy pertama terjadi apada 300.000 orang

setiap tahunnya, 120.000 orang berusia > 18 tahun, dan antara 75.000 dan 100.00

diantaranya adalah anak- anak muda yang berusia 5 tahun yang mengalami kejang

demam. Laki – laki memiliki sedikit lebih beresiko daripada perempuan.2

2.3 Etiologi

Kejang paling sering terlihat pada pasien kritis. Dalam sebuah penelitian 55

pasien dengan serangan kejang onset terbaru dalam perawatan intensif care unit

diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh gangguan metabolisme

akut seperti hiponatremia, dan delapan orang pasien diperoleh kejangya disebabkan

(6)

Penyebab lain yang mendasari timbulnya kejang adalah6

 Idiopatik atau timbul dari penyebab yang tidak diketahui  Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga

yang tidak diketahui atau tidak jelas

 Gejala atau yang timbul dari otak yang dikenal kelainan

 Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara umum, tidak ada risiko

jika hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit.  Space Occupaying lesions

a. Bakteri atau virus meningitis.

b. Radang otak

c. Abses otak

 Kejang demam atipikal

 Faktor genetic, seperti kromosom yg abnormal

 Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan trombosis  Asidosis hipoksia

 Riwayat keluarga

2.4 Patogenesis

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi

(7)

terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan

hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.

Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,

norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisiyang terkenal ialah

gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis

melepaskan muatan listrik dan terjadi transmisi impuls .Dalam keadaan istirahat,

membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan

polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan

seluruh sel akan melepaskan muatan listrik.7,8

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat mengubah fungsi

membran neuron sehingga membran mudah dilalui oleh ion Ca dan Na dari ruangan

ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran

dan melepaskan muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepasnya

muatan listrik dengan jumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu

serangan kejang. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat

serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah

pengaruh neuron-neuron sekitar tempat epileptic. Selain itu juga sistem-sistem

inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak

terus-menerus melepaskan muatan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan

epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting

untuk fungsi otak.7,8

2.5 Klasifikasi Kejang

Kejang telah di klasifikasikan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan etiologi

baik itu idiopatik (primer) atau gejala (sekunder). Klasifikasi kejang pertama kali

diusulkan oleh Gastaut pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan berulang kali

oleh International League Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981, dengan

(8)

1. Kejang Parsial (fokal)

1.1. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1.1.1. Dengan gejala motorik

1.1.2. Dengan gejala sensorik

1.1.3. Dengan gejala otonomik

1.1.4. Dengan gejala psikik

1.2. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1.2.1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

1.2.1.1. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

1.2.1.2. Dengan automatisme

1.2.2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang

1.2.2.1. Dengan gangguan kesadaran saja

1.2.2.2. Dengan automatisme

1.3. Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik)

1.3.1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum

1.3.2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum

1.3.3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan

berkembang menjadi kejang umum

2. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)

2.1. lena/ absens

(9)

1. Kejang parsial simplek

Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala

berupa:

 “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama

sebelumnya.

 Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat

dijelaskan

 Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada

bagian tubih tertentu. - Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian

tubuh tertentu

 Halusinasi

2. Kejang parsial kompleks

Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya

bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan

besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:

 Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

 Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan

pakaiannya

 Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling

dalam keadaan seperti sedang bingung

(10)

3. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal)

Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap:

tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini

pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini

biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum

serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga

berdengung.

Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan

keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang

jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah.

Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak

terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien

tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur

setelah serangan semacam ini.

4. Kejang absans / Petit Mal

Kejang ini di bagi menjadi kejang absans tipikal atau petit mal dan kejang

atipikal.Kejang absenstipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik motorik

anak secara tiba-tiba,kehilangan kesadaran sementara secara singkat,yang di sertai

dengan tatapan kosong.Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang

terjadi.Episode kejang terjadi kurang dari 30 detik.Kejang ini jarang di jumpai pada

(11)

seperti hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan ekstremitas dan

disertai dengan perubahan kesadaran.

5. Kejang Mioklonik

Kejang yang ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba-tiba

dan di sertai dengan flexi lengan.Kejang tipe ini dapat terjadi ratusan kali perhari

2.6 Pemeriksaan Penunjang6

Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang

dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien

yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk

mendeteksi adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya

dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian

yang mirip dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop

kardiovaskular. Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom

neurokutaneus seperti “ café au lait spots “ dan “ iris hamartoma” pada neurofibromatosis, “ Ash leaf spots” , “shahgreen patches” , “ subungual fibromas” ,

“ adenoma sebaceum” pada tuberosclerosis, “ port - wine stain “ ( capilarry

hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat apakah ada bekas

gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang berlangsung atau apakah

ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang, kemudian

apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh karena pemberian obat

fenitoin dan apakah ada “dupytrens contractures” yang dapat terlihat oleh karena

(12)

Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, “gait“ , koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi

seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledema

mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang

terbatas. Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis

dari obat anti epilepsi seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil

mungkin terjadi pada waktu serangan kejang terjadi.” Dysmorphism “ dan gangguan

belajar mungkin ada kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia,

mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan

neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di

lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia bisa menggambarkan kelainan

fokus kontralateral dilobus temporalis.

1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati

dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama

dengan glukose, kalsium, magnesium, “ Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test

fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan

toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse”

2. PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan

elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman

pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik

dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang

penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut.

Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan

(13)

membantu dalam membuat diagnosis, mengklarifikasikan jenis serangan kejang yang

benar dan mengenali sindrom epilepsi.

3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural

diotak .

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian

pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk

epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh

karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal,

tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin

dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan

T2 weighted“ dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan

saggital.

4. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI

Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan

pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya

memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga

dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang

bukan epilepsi.

2.7 Terapi

Obat anti epilepsi (AED) terapi, pengobatan utama untuk sebagian besar

pasien, memiliki empat tujuan: untuk menghilangkan kejang atau mengurangi

(14)

samping yang berhubungan dengan pengobatan jangka panjang, dan untuk membantu

pasien dalam mempertahankan atau memulihkan kegiatan psikososial mereka , dan

dalam menjaga kestabilan kehidupan sehari –hari mereka. Keputusan untuk memulai

terapi obata anti epilepsy harus berdasarkan analisis informasi tentang kemungkinan

kejang kekambuhan, konsekuensi terus kejang untuk pasien, dan efek

(15)

BAB III

KESIMPULAN

Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis,

ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.

(16)

Daftar Pustaka 1. Guidelines for seizure Management. 2010

2. Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T.

2010, 36:7.

3. French, J.a. Pedley, T. A. Initial Management of Epilepsy. The new England

Journal of Medicine. 2008.

4. Winifred Karema, Gunawan Dimas P, dkk .'Gambaran Tingkat Pengetahuan

Masyarakat Tentang Epilepsi Di Kelurahan Mahena Kecamatan Tahuna

Kabupaten Sangihe'. Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2008.

5. Vaughan, C. J. Delanty, N. Pathophysiology of acute Symptomatic Seizures.

Seizures : Medical Causesand Management. 2002.

6. Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN Clinical Practice Guidelines Series.2009

7. Haurer Stephen L. Harrison”s Neurology In clinical Medicine. Usa : Mc Graw

Hill Education, 2013.

8. Sidharta Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Jakarta : Dian

Rakyat.2007

9. Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy

Syndromes. Novel Aspect On Epilepsy.2011

10. Type of Seizures. USA : Epilepsy Foundation of America. 2009

(17)

Latihan

1. Jelaskan definis kejang

2. Jelaskan kategori klinis pasien dikatakan kejang 3. Sebutkan etiologi kejang

4. Jelaskan patogenesis kejang

5. Jelaskan manajemen awal pasien kejang

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jadi tujuan dari proses pengkayaan (enrichment) bijih Fe ini adalah untuk mendapatkan konsentrat Fe dengan kadar kemurnian >60% dan ukuran tertentu yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan pembelajaran ips materi lingkungan alam dan buatan melalui metode Problem Based Instruction (PBI) pada siswa kelas III

daerah yang akan dihitung awal waktu salatnya.. 24 pengetahuan mereka, ataupun memang berdasarkan pemahaman yang berbeda atas suatu teori atau metode penghitungan. Jadwal

Seperti mengendari sepeda motor tidak menggunakan helm, boncengan tiga orang satu motor dan lain-lain, serta adanya pola perilaku sebagian masyarakat dalam berlalu lintas

pumilus yang digunakan sebagai mikroorganisme penghasil enzim mananase adalah hasil isolasi dari pulau Pari di Teluk Jakarta dengan tujuan untuk mengetahui

Oleh karena itu, saat ini melalui media situs jejaring sosial facebook remaja bisa memenuhi kebutuhan afiliasinya tanpa harus bertatap muka secara langsung karena situs jejaring

Sedangkan untuk mencapai pertumbuhan dari reinventing bisnis baru dengan karakteristik dan kapabilitas yang berbeda dengan kompetensi inti, Pos Indonesia sebaiknya membentuk