LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING
Oleh : Hely Sriyan, S.kep
I. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA A. DEFINISI
Cva Bleeding (Stroke Hemoragic) adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di otak(Ria Artiani, 2009).
Cva Bleeding (Stroke Hemoragic) adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Cva Bleeding (Stroke Hemoragic) adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
B. ETIOLOGI
Penyebab Cva Bleeding (stroke hemoragik) biasanya diakibatkan dari:
1.
Hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah serebral denganpendarahan kedalam jaringan otak atau seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak . Hemoragi serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu:
2) Hemoragi subdural 3) Hemoragi subakhranoid 4) Hemoragi intraserebral
2.
Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.3.
Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.4.
Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.5.
Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.6.
Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.Faktor resiko pada stroke antara lain: 1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol
( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)
C. PATOFISIOLOGI
melibatkan arteri, vena, atau keduanya. Sirkulasi serebral mengalami kerusakan sebagai akibat sumbatan partial atau komplek pada pembuluh darah atau hemoragi yang diakibatlan oleh robekan dinding pembuluh. Penyakit vaskuler susunan syaraf pusat dapat diakibatkan oleh arteriosklerosis ( paling umum ) perubahan hipertensif, malformasi, arteri, vena, vasospasme, inflamasi arteritis atau embolisme. Sebagai akibat penyakit vaskuler pembuluh darah kehilangan elastisitasnya menjadimkeras san mengalami deposit ateroma ,lumen pembuluh darah secara bertahap tertutup menyebabkan kerusakan sirkulasi serebral dsan iskemik otak. Bila iskemik otak bersifat sementara seperti pada serangan iskemik sementara, biasanya tidak terdapat defisit neurologi.Sumbatan pembuluh darah besar menimbulkan infark serebral pembuluh ini,suplai dan menimbulkan hemoragi. (Brunner & Suddarth, 2002)
Penurunan suplai darah ke otak dapat sering mengenai arteria vertebro basilaris yang akan mempengaruhi N.XI (assesoris) sehingga akan berpengaruh pada sisitem mukuloskeletal (s.motorik)sehingga terjadi penurunan sistem motorik yang akan menyebabkan ataksia dan akhirnya menyebabkan kelemahan pada satu atau empat alat gerak, selain itu juga pada arteri vetebra basilaris akan mempengaruhi fungsi dari otot facial (oral terutama ini diakibatkan kerusakan diakibatkan oleh kerusakan N.VII fasialis), N.IX (glasferingeus) N.XII (hipoglakus),karena fungsi otot fasial/oral tidak terkontrol maka akan terjadi kehilangan dari fungsi tonus otot fasial/oralsehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk barbicara atau menyebuit kata-kata dan berakhir dangan kerusakan artikulasi,tidak dapat berbicara (disatria). Pada penurunan aliran darah ke arteri vertebra basilaris akan mempengaruhi fuingsi N.X (vagus) dan N.IX (glasovaringeus) akan mempengaruhi proses menelan kurang ,sehingga akan mengalami refluk, disfagia dan pada akhirnya akan menyebabkan anoreksia dan menyebabkan gangguan nutrisi. Keadaan yang terkait pada arteri vertebralis yaitu trauma neurologis atau tepatnya defisit neurologis. N.I (olfaktorius) , N.II (optikus),N.III (okulomotorik),N.IV (troklearis), N.VII (hipoglasus) hal ini menyebabkan perubahan ketajaman peng, pengecapan, dan penglihatan, penghidungan.Pada kerusakan N.XI (assesori) pada akhirnya akam mengganggu kemampuan gerak tubuh (Doengos, 2000)
1) Hemiplegis,hemiparesis.
2) Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan tendon profunda (gambaran lklinis awal)
2. Kehilangan komunikasi
1)
Disartria2)
Difagia3)
Afagia4)
Afraksia3. Gangguan konseptual
1) Hamonimus hemia hopia (kehilanhan sitengah dari lapang pandang) 2) Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat pada
Pasien hemiplagia kiri )
3) Kehilangan sensori : sedikit kerusakan pada sentuhan lebih buruk dengan piosepsi , kesulitan dalam mengatur stimulus visual , taktil dan auditori.
4. Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis.
1) Kerusakan lobus frontal :kapasitas belajar memori ,atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan disfungsi tersebut. Mungkin tercermin dalam rentang perhatian terbatas, kesulitan dalam komperhensi,cepat lupa dan kurang komperhensi. 2) Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan emosional,
bermusuhan, frurtasi, menarik diri, dan kurang kerja sama. 5. Disfungsi kandung kemih :
1) Inkontinansia urinarius transia
2) Inkontinensia urinarius persisten / retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral).
3) Inkontinensia urin dan defekasi berkelanjutan (dapat menunjukkan kerusakan neurologisekstensif)
(Brunner & Suddart, 2002)
E. PENATALAKSANAAN
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Diagnostik seperti ingiografi serebral, yang berguna mencari lesi dan aneurisme.
4. Pengobatan, karena biasanya pasien dalam keadaan koma, maka pengobatan yang diberikan yaitu :
1) Kortikosteroid , gliserol, valium manitol untuk mancegah terjadi edema acak dan timbulnya kejang.
2) Asam traneksamat 1gr/4 jam iv pelan-pelan selama tiga minggu serta berangsur-angsur diturunkan untuk mencegah terjadinya lisis bekuan darah atau perdarahan ulang.
5. Operasi bedah syaraf. (kraniotomi)
6. Deuretik : untuk menurunkan edema serebral.
7. Antikoagulan : untuk mencegah terjadinya atau memberatnya 8. trombosis atau emboli dari tempat lain dalam system kardiovaskuler 9. Medikasi anti trombosit : Dapat disebabkan karena trombosit memainkan
peran yang sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Brunner & Suddarth ,2002 ) F. LAIN-LAIN
1. Anatomi Fisiologi Otak
Sistem persyarafan utama manusia terbagi atas 2 bagian yaitu sistem syaraf pusat (otak) dan sistem syaraf tepi (tulang belakang).
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
a. Otak besar (serebrum)
yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
b. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
c. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
d. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
e. Sumsum sambung (medulla oblongata)
2) Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motorik.
Sistem saraf tepi system saraf terdiri : system saraf sadar dan system saraf tak sadar ( Sistem Saraf Otonom ) system saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak , sedangkan saaf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung ,gerak saluran pencernaan dan sekresi keringat. Saraf tepi dan aktivitas – aktivitas yang dsikendalikannya.
1. Sistem Saraf Sadar
a. Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8 b. lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12 c. empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor
5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi masimg-masing sebagai berikut:
1. N. Olfactorius
Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior
2. N. Optikus
Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer.
3. N. Oculomotorius
Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata.
4. N. Trochlearis
Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata
5. N. Trigeminus
Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.
6. N. Abducens
Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus konvergen.
7. N. Facialias
Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah.
Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan
9. N.Glossopharyngeus
Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otot- otot pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan telinga tengah.
10. N.Vagus.
Saraf ini terdiri dari tiga komponen: a) komponen motoris yang mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam tubuh
11. N.Accesorius
Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3 Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius dan Sternocleidomastoideus.
12. Hypoglosus
2. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan system saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai (system saraf biologi.fkui.anfis) ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
(Anatomi, ganong, 2005) Tabel Fungsi Saraf Otonom
Parasimpatik Simpatik
1. mengecilkan pupil
2. menstimulasi aliran ludah 3. memperlambat denyut jantung 4. membesarkan bronkus
5. menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan
6. mengerutkan kantung kemih
1. memperbesar pupil 2. menghambat aliran ludah 3. mempercepat denyut jantung 4. mengecilkan bronkus
5. menghambat sekresi kelenjar pencernaan
6. menghambat kontraksi kandung kemih
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING (CVA HEMORAGIC)
A. PENGKAJIAN
a.
Airway.Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b.
Breathing.Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
Sirkulasi
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2) Pengkajian Sekunder a. Aktivitas dan istirahat
Data subyektif :
1. kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
2. Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif :
1. Perubahan tingkat kesadaran.
2. Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia) , kelemahan umum
3. Gangguan penglihatan. b. Sirkulasi
Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung, endokarditis bakterial), polisitem
Data obyektif :
1. Hipertensi arterial
2. Disritmia, perubahan EKG 3. Pulsasi : kemungkinan bervariasi
4. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
Integritas ego
Data Subyektif: Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif :
2. Kesulitan berekspresi diri.
Eliminasi
Data Subyektif:
1. Inkontinensia, anuria
2. Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik).
Makan/minum
Data Subyektif:
1. Nafsu makan hilang.
2. Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
3. Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia. 4. Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
1. Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
2. Obesitas (faktor resiko).
Sensori Neural
Data Subyektif:
1. Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
2. Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
3. Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
4. Penglihatan berkurang.
5. Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada 6. ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama). 7. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
8. Status mental : koma biasanya menandai stadium
9. perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
Data obyektif :
1. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
3. Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
4. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
5. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
6. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
Nyeri / kenyamanan
Data subjektif: Sakit kepala, bervariasi intensitasnya .
Data obyektif : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
otot
Respirasi
Data Subyektif: Perokok (faktor resiko), Keamanan
Data obyektif:
1. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
2. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. 3. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali.
4. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
5. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
Interaksi social
Data obyektif: Problem bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).
3) Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan radiologi
CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.
(Brunner & Suddarth, 2002)
B. DIAGNSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan pendarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED.
2. Gangguan mobillitas fisilk yang berhubungan dengan hemiparesethemiplagia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas. 3. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control koordinasi otot.
4. Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. 5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada areabicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum
6. Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan pendarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam jaringan otak dapat tercapai secara optimal Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,
GCS : 4,5,6 pupil isokor, refleks cahaya (+) tanda – tanda vital normal (nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 36,70C, RR: 16– 20 x/mnt.
Intervensi Rasional
1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya. 2. Baringkan klien (tirah baring) total
dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
3. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
4. Monitor tanda-tanda vital, seperti, tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernapasan, Serta hati-hati pada hipertensi sistolik
5. Monitor asupan dan keluaran.
6. Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk.
7. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napss apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
8. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
9. Kolaborasi berikan cairan per infus dengan perhatian ketat.
10.Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen.
1. Keluarga lebih berpartisipasi daiam proses penyernbuhan.
2. Perubahan pada tekanan intracranial akan dapat menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
3. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
4. Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskular serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi
5. Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan risiko dehidrasi terutama pada klien yang tidak sadar, mual yang
menurunkan asupan peroral. 6. Aktivitas ini dapat meningkatkan,
tekanan intracranial dan
intraabcomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
7. Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ularig.
8. Rangsangan aktivitas yang rneningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik lainnya 9. Meminimalkan fluktuasi pada beban
disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
Gangguan mobillitas fisilk yang berhubungan dengan hemiparese themiplagia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi meningkatnya kegiatan otot, Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasional
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.
2. Ubah posisi klien tiap 2 jam. 3. Ajarkan klien untuk melakukan
latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
4. Lakukan gerak pasif pada ekstrenitas yang sakit.
5. Pertahankan sendi 90° terhadap papan kaki.
6. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.
7. Pantau kulit dan membran
mukosaterhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet,
8. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi 9. Kolaborasi dengan ahli fisicterapi
untuk latihan fisik klien.
1. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalarn melakukan aktivitas.
2. Menurunkan risiko terjadinya Iskemia jaringan akibat
3. sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
4. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
5. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak di latih untuk digerakkan.
6. Telapak kaki dalam posisi 90° dapat mencegah footdrop.
7. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi. 8. Untuk memelihara fleksibilitas sendi
sesuai kemampuan.
9. Peningkatan kemampuan dalam rnobilisasi ekstremitas dapat