LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF
PADA PASIEN DENGAN ANGINA PECTORIS
KONSEP DASAR PENYAKIT ANGINA PECTORIS
1. PENGERTIAN
Angina pectoris ditemukan oleh Herbeden pada tahun 1772. Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa perasaan nyeri, terlebih saat sedang berjalan, mendaki, sebelum atau sesudah makan. Nyeri itu sebenarnya tidak hanya karena kelainan organ di dalam toraks, akan tetapi juga dari otot, saraf, tulang, dan faktor psikis. Penyakit angina pectoris ini juga disebut sebagai penyakit kejang jantung. Penyakit ini timbul karena adanya penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu secara terus-menerus karena aktivitas fisik atau mental.
Angina pectoris didefinisikan sebagai suatu sindrom klinis dimana klien mendapat serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu klien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila klien menghentikan aktivitas (Syaifullah, 1998).
Angina pectoris merupakan istilah medis untuk sakit atau ketidaknyamanan pada dada karena penyakit jantung koroner. Angina pectoris merupakan gejala dari kondisi iskemia miokardial yang mana terjadi ketika otot jantung (miokardium) tidak mendapatkan cukup oksigen yang diperlukan. Hal tersebut biasanya terjadi karena satu atau lebih arteri jantung menyempit atau tersumbat (American Heart Association, 2007).
Angina Pectoris juga didefinisikan sebagai nyeri dada khas jantung berupa sekumpulan gejala dengan gambaran rasa terjepit atau terperas di dada kiri sering menjalar ke leher, rahang, dan lengan kiri, lamanya 1-10 menit, terjadi waktu bekerja dan menghilang setelah istirahat (Hudak & Gallo, 2008)
Dari beberapa definisi di tersebut dapat disimpulkan bahwa angina pectoris adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri, lamanya 1-10 menit sebagai akibat dari suatu iskemik miokard tanpa adanya infark. Penyakit ini timbul karena adanya penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu secara terus-menerus karena aktivitas fisik atau mental.
Gambar 1. Penyempitan Pembuluh Darah Jantung pada Angina Pectoris
2. EPIDEMIOLOGI
Di negara-negara maju dan beberapa negara berkembang seperti Indonesia, penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian utama. Di Amerika Serikat didapatkan bahwa kurang lebih 50 % dari penderita PJK mempunyai manifestasi awal Angina Pectoris Stabil (APS). Jumlah pasti penderita angita pectoris ini sulit diketahui. Dilaporkan bahwa insidens angina pectoris per tahun pada penderita diatas usia 30 tahun sebesar 213 penderita per 100.000 penduduk. Asosiasi jantung Amerika memperkirakan ada 6.200.000 penderita APS ini di Amerika serikat. Akan tetapi data ini nampaknya sangat kecil bila dibandingkan dengan laporan dari dua studi besar dari Olmsted Country dan Framingham, yang mendapatkan bahwa kejadian infark miokard akut sebesar 3% sampai 3.5% dari penderita APS pertahun, atau kurang lebih 30 penderita APS untuk setiap penderita infark miokard akut. Unstable angina cenderung lebih sering menyerang orang lanjut usia, sedangkan pada varian angina biasanya terjadi pada yang masih muda. Walaupun demikian jenis variant ini sangat jarang terjadi yaitu 2 dari 100 kasus angina.
3. ETIOLOGI/PENYEBAB
Salah satu penyebab penyakit angina pectoris adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak mudah masuk dalam peredarah darah dan diserap tubuh maka lemak harus diubah oleh enzim lipase menjadi gliserol.
Sebagian sisa lemak akan disimpan di hati dan metabolisme menjadi kolesterol pembentuk asam empedu yang berfungsi sebagai pencerna lemak, berarti semakin meningkat pula kadar kolesterol dalam darah. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan (artherosklerosis) atau penebalan pada pembuluh darah arteri koroner (arteri koronoria). Kondisi ini menyebabkan
kelenturan pembuluh darah arteri menjadi berkurang, serangan angina akan lebih mudah terjadi ketika pembuluh darah arteri mengalami penyumbatan ketika itu pula darah yang membawa oksigen ke jaringan dinding jantung pun terhenti (Sulistiyani,1998).
Adapun beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan munculnya angina pectoris, yaitu sebagai berikut:
a. Dapat Diubah (Changeable Risk Factors) 1) Diet (Kolesterol)
Kolesterol dalam zat makanan yang kita makan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Sejauh pemasukan ini masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh akan tetap sehat, tetapi kelebihan kolesterol dapat mengendap di dalam pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang dikenal aterosklerosis, sehingga menyebabkan suplai darah ke otot jantung tidak cukup jumlahnya sehingga timbul sakit atau nyeri dada yang disebut angina, bahkan dapat menjurus ke serangan jantung.
2) Rokok
Asap merokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin, zat ini merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO2) yang memiliki kemampuan jauh lebih kuat dari pada sel darah merah untuk menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas darah merah tersebut untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan termasuk jantung.
3) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus beban pembuluh arteri perlahan- lahan. Arteri mengalami proses pengerasan, menjadi tebal dan kaku, sehingga mengurangi elastisitasnya. Tekanan darah yang terus menerus tinggi dapat pula menyebabkan dinding arteri rusak atau luka dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner (aterosklerosis). Proses ini menyempitkan lumen yang terdapat pada pembuluh darah, sehingga aliran darah menjadi terhalang.
Dengan demikian hipertensi merupakan salah satu resiko angina (Soeharto, 2000).
4) Stress
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi dan dapat berakibat mempercepat kekejangan arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu. Dalam jangka panjang, terlalu banyak peristiwa yang menegangkan dalam satu tahun dapat menjadi awal serangan jantung.
5) Obesitas dan Kurang aktifitas
Kegemukan dan kurang aktivitas merupakan salah satu faktor risiko angina pectoris, namun berbeda dengan faktor risiko yang lain, kegemukan mendorong timbulnya faktor risiko yang lain seperti diabetes melitus, hipertensi yang pada taraf selanjutnya meningkatkan risiko angina pectoris. Tekanan darah tinggi tidak jarang terjadi pada penderita obesitas. Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras.
Adanya beban ekstra bagi jantung itu, ditambah dengan terjadinya pengerasan pembuluh darah arteri koroner, cenderung mendorong terjadinya kegagalan jantung (Soeharto, 2000).
6) Diabetes Mellitus
Diabetes menyebabkan faktor resiko angina pectoris yaitu bila kadar glukosa darah naik, terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama, gula darah tersebut dapat mendorong terjadinya pengendapan (arterosklerosis) pada arteri koroner.
Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida. Kadar glukosa darah stabil berkisar antara 70-140 mg/dl. Jika kadar glukosa darah melebihi angka tadi maka dapat dipastikan jika seseorang telah positif menderita diabetes melitus (Vitahealth, 2004).
b. Tidak dapat diubah
1) Usia
Jelas sekali usia merupakan faktor yang amat berpengaruh terhadap terjadinya angina, terutama terhadap terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner. Saluran arteri koroner ini dapat dibandingkan dengan saluran pipa ledeng, makin tua umurnya makin besar kemungkinan timbulnya ”kerak” di dindingnya, yang menyebabkan terganggunya aliran dalam pipa (Soeharto,2000).
2) Jenis Kelamin
Pria lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan wanita, setelah manopause frekuensinya sama antara pria dan wanita. Pria beresiko terkena serangan angina setelah berusia 40 tahun, sedangkan wanita setelah berusia 50 tahun. Wanita lebih terlindungi dari angina mungkin karena hormon estrogen pada wanita (Soeharto, 200) Pravalensi angina lebih tinggi pada laki-laki dari pada wanita. Pada umur 45-54 tahun rasio terkena PJK pada laki-laki 6 kali dari pada wanita. Pada umur 50 tahun ASDR
laki-laki dan wanita akibat angina tidak berbeda, dan pada umur 80 tahun ASDR pada kedua jenis kelamin sama (Sitepu, M, 1997).
3) Keturunan
Keturunan mengambil peranan penting dalam menentukan resiko alamiah dari angina.
Penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita angina di bawah umur 55 tahun menunjukkan bahwa ada anggota lain dari keluarga tersebut yang mempunyai penyakit jantung yang bersifat premature.
Beberapa kelompok keluarga yang mempunyai predisposisi angina adalah ayah (37%), ibu (9,98%), saudara sekandung (27,6%), saudara kembar laki-laki ( 43%) dan saudara kembar perempuan 21%, (Bustan, 2000).
4) Kepribadian tipe A 5) Ras
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain : (1) Emosi
(2) Stress
(3) Kerja fisik terlalu berat
(4) Hawa terlalu panas dan lembab (5) Terlalu kenyang
(6) Banyak merokok
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme timbulnya angina pectoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat
menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.
PATHWAY :
a. Aterosklerosis
b. Spasme pembuluh darah koroner
c. Stenosis katup aorta ( penyempitan katup aorta) d. Regurgitasi katup aorta
( kebocoran katup aorta) e. Anemia yang berat.
f. Hipoksemia g. Policytemia
Pajanan terhadap dingin
Stress Latihan fisik Makan makanan
berat
Penurunan aliran darah ke arteri koroner
Vasokontriksi pembuluh darah Adrenalin meningkat
Peningkatan penggunaan O2 untuk metabolisme
Kebutuhan O2 ke organ pencernaan (mesentrikus)
Aliran O2 ke jantung menurun
Penurunan suplai O2 ke jantung
Iskemia Miokardium
Angina Pectoris
5. KLASIFIKASI ANGINA PECTORIS a. Angina stabil
Pada angina stabil keluhan nyeri dada timbul hilang berulang kali dalam periode waktu lebih dari 2 bulan dan tidak berubah polanya dalan frekuensi serangan, lama dan beratnya rasanyeri ataupun kondisi yang mencetuskan timbulnya serangan.
Lamanya tiap serangan nyeri dada berkisar antara 3-5 menit dan jarang melebihi 10 menit.
Latar belakang AP stabil adalah kebutuhan aliran darah koroner yang meningkat, misalnya pada waktu kerja fisik atau saat olah raga dan suplay coroner tidak dapat memenuhi kebutuhan aliran darah tersebut.
EKG : terjadi depresi segment ST. Hal ini hilang bila istirahat dan diberikan nitrogliserin.
Dapat dirasakan, konsisten, terjadi pada saat latihan dan hilang pada saat istirahat. Angina stabil dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) Angina noctural
Nyeri terjadi malam hari, biasanya pada saat tidur tetapi ini dapat di kurangi dengan duduk tegak. Biasanya angina noctural disebabkan oleh gagal ventrikel kiri.
Transport O2 ke tubuh terganggu
Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob akibat penurunan suplay
oksigen ke jantung
Pemenuhan kebutuhan O2 di paru terganggu Penurunan kontraksi
miokardium
Kebutuhan O2 untuk metabolism terganggu
Kelemahan
Intoleransi Aktivitas
Penumpukan Asam laktat
Nyeri akut
Penurunan curah jantung Tachipnea
Ketidakefektifan pola nafas
Mekanisme kompensasi tubuh untuk hiperventilasi
Klien dan keluarga bertanya-tanya mengenai penyakitya
Ansietas
2) Angina dekubitus
Angina yang terjadi saat berbaring lama 3) Iskemia tersamar
Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes pada stress ) tetapi pasien tidak menunjukan gejala
b. Angina non stabil
Angina pectoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard akut yang berada di antara angina pectoris stabil dan anfark miokard akut. Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai berikut :
1) Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh penderita dalam priode 1 bulan terakhir
2) Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa dilakukan.
Penderita sebelumnya menderita angina pectoris stabil.
3) Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15 menit.
4) Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.
Adapun kriteria lain dari angina non stabil yaitu:
AP tidak stabil yang sering disebut sebagai angina pre infark disebabkan aterosklerosis arteri koronaria yang disertai trombosis akibat terkoyaknya bercak aterom yang memperberat stenosis dan menghambat aliran koroner secara mendadak, sehingga akhirnya dapat menyebabkan miokard.
Dalam keadaan ini dapat dikatakan bahwa episode AP yang tidak stabil lebih disebabkan suplay aliran koroner yang cepat menurun.
Timbul pada saat istirahat.
Frekwensi, intensitas dan durasi serangan angina meningkat secara progresif.
c. Varian angina /Angina prinzmental
● Serangan nyeri dada pada angina pectoris prinzmental terjadi pada waktu istirahat dan berlangsung selama 1-15 menit kadang sampai 20 menit.
● Seringkali timbul pada harian yang hampir sama
● Serangan nyeri dada tersebut kadang kal dapat dicetuskan oleh merokok sigaret atau karena emosi berat.
● Angina pectoris prinzmental lebih disebabkan oleh spasme arteri koroneria yang menyertai ateroskerosis arteri tersebut.
● Nyeri angina yang bersifat spontan disertai elevasi segment ST pada EKG
6. MANIFESTASI KLINIS/ TANDA DAN GEJALA a. Subyektif
1) Perasaan tidak enak pada daerah dada substernal selama 1-4 menit berkurang dengan istirahat atau pemberian obat nitrat
nyeri dada seperti tertekan, terbakar, berat
dapat menjalar kebahu, punggung,
lengan,dan leher sampai epigastrium
umumnya akibat faktor pencetus sbb : latihan fisik, kerja berat, emosi, makan , suhu yang dingin, dan merokok
2) dyspnea / sesak nafas 3) mual / muntah 4) cemas
5) lemas b. Obyektif
1) Tachicardi
2) hypotensi / hypertensi 3) tachipnea
4) keringat dingin
7. PEMERIKSAAN FISIK
(a) Inspeksi:
- Klien tampak memegangi dada karena nyeri - Klien tampak meringis
- Klien tampak sesak - Klien tampak lemah - Adanya diaphoresis - Adanya dilatasi pupil - RR>20 X/menit (b) Palpasi:
- Nadi >100 x/menit (c) Auskultasi:
- TD >140/90mmHg
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. EKG
Karakteristik ischemia :
depresi ST
gelombang t inversi
b. Monitor holter
yaitu EKG Portable
EKG monitor 24 jam pasien tetap mengerjakan harian c. Angiografi koroner
Untuk melihat adanya penyempitan / sumbatan melalui suatu kateter yang dimasukan ke pembuluh koroner.
d. Foto Thoraks
Fhoto thorak pada Angina Pectoris biasanya normal. Foto thorak lebih sering menunjukan kelainan pada infark miokard atau penderita dengan nyeri dada yang bukan dari jantung.
e. Pemeriksaan stress ( stress testing )
mengayuh pedal sepeda yang diam atau berjalan pada tretmill, selama pemeriksaan EKG direkam
resiko infark miokard yaitu < 1/500
resiko kematian < 1/10000
9. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.
a. Pengobatan medikal
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3 jenis obat yaitu:
(1) Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut.
Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh darah koroner.
Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler. Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise pada penderita angina sebelum terjadi hipoksia miokard. Bila di berikan sebelum exercise dapat mencegah serangan angina
(2) Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi serangan pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya :
- Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
- Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard - Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
- Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.
(3) Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadiorotektif, obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah serangan angina pectoris pada sebagian besar penderita.
(Bahri Anwar, 2004)
b. Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk :
- memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung - memperbaiki obstruksi arteri koroner.
Ada 4 dasar jenis pembedahan :
1) Ventricular aneurysmectomy : Rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri 2) Coronary arteriotomy : Memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri koroner 3) Internal thoracic mammary : Revaskularisasi terhadap miokard.
4) Coronary artery baypass grafting (CABG) : Hasilnya cukup memuaskan dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
1) Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA) 2) Percutaneous ratational coronary angioplasty (PCRA) 3) Laser angioplasty
(Bahri Anwar, 2004)
Penatalaksanaan menurut gejala meliputi:
a. Mengurangi rasa sakit
- Nitrogliserin ( ntg ) sublingual, tablet, iv - Calsium chanel bloker ( nifedipine ) b. Meningkatkan suplai oksigen
- Pemberian O2 melalui nasal kanul 4-5 liter/menit - Pemberian chanel bloker atau nitrat, jika ada spasme - Pemberian tranfusi darah, jika ada anemia
- Pengontrolan disritmia
c. Mengurangi kebutuhan oksigen miokard
- Istirahatkan pasien/ menghentikan aktivitas - Pertahankan posisi bedrest selama nyeri dada - Pemberian nitrat ( mengurangi preload )
- Pemberian beta bloker ( mengurangi hr dan kontraktilitas ) - Pemberian calsium chanel bloker
- Pengontrolan disritmia
- Ciptakan lingkungan yang tenang d. Monitor terjadinya komplikasi
- Infark miokard
- Disritmiakongestif healt failure
10. KOMPLIKASI
1) Infarksi miokardium yang akut (serangan jantung) 2) kematian karena jantung secara mendadak
3) Aritmia kardiak
11. PROGNOSIS
Faktor penentu dalam meramalkan apa yang akan terjadi pada penderita angina adalah umur, luasnya penyakit arteri koroner, beratnya gejala dan yang terpenting adalah jumlah otot jantung yang masih berfungsi normal. Makin luas arteri koroner yang terkena atau makin buruk penyumbatannya, maka prognosisnya makin jelek.
Prognosis yang baik ditemukan pada penderita stable angina dan penderita dengan kemampuan memompa yang normal (fungsi otot ventrikelnya normal). Berkurangnya kemampuan memompa akan memperburuk prognosis.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA PECTORIS
1. Pengkajian a. Data Umum
1) Keluhan utama Data Subjektif Pasien mengeluh :
Nyeri pada dada sebelah kiri menjalar ke leher, rahang, lengan kiri, lengan kanan, punggung.
Sesak
Lemas
Lelah
Tidak nyaman
Data Objektif
Klien tampak pucat
Wajah klian terlihat tegang
Klien tampak memegangi dada karena nyeri
Kliien tampak meringis
Peningkatan tanda-tanda vital TTV (TD>140/90mmHg, Nadi >100 x/menit, RR>20 X/menit S: 36,5oC), wajah tampak meringis
diaphoresis, dilatasi pupil.
2) Dasar Data Pengkajian Klien a) Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan, Kelelahan, perasaan tidak berdaya setelah melakukan aktivitas.
Nyeri dada bila melakukan kerja.
Menjadi terbangun bila nyeri dada Tanda : Dispnea saat kerja.
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit hipertensi dan mengalami obesitas Tanda : Takikardia, disritmia.
Tekanan darah normal, meningkat, atau menurun.
Bunyi jantung lambat atau murmur sistolik transien lambat (disfungsi otot papilaris) ada saat nyeri.
c) Integritas Ego
Gejala : Mual, nyeri ulu hati/ epigastrium saat makan.
Diet tinggi kolesterol/ lemak, garam, kafein, minuman keras Tanda : Ikat pinggang sesak, distensi gaster.
d) Integritas Ego Gejala : Stress
Tanda : Ketakutan dan mudah marah
e) Nyeri/ Ketidaknyamanan Gejala :
- Nyeri dada substernal,anterior yang menyebar ke rahang,leher,bahu dan ekstremitas atas. Kualitas : macam,ringan sampai sedang,tekanan berat,tertekan,terjepit,terbakar.
- Durasi : biasanya berkisar antara 5 – 15 menit.
- Faktor pencetus : nyeri sehubungan dengan kerja fisik dan emosi besar, yaitu marah, tak dapat diperkirakan dan dapat terjadi selama istirahat.
- Faktor penghilang : istirahat atau mengkonsumsi obat antiangina
- Nyeri dada baru atau terus-menerus yang telah berubah frekuensi, durasi, dan karakter.
Tanda : Wajah berkerut, meletakkan pergelangan tangan pada midsternum, memijit tangan kiri, tegangan otot, gelisah,
Respon otomatis (contoh: takikardi,perubahan TD)
f) Pernapasan
Gejala : Dispnea saat kerja Riwayat merokok
Tanda : Meningkat pada frekuensi /irama dan gangguan kedalaman
g) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga sakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes.
Penggunaan /kesalahan penggunaan obat jantung ,hipertensi atau obat yang dijual benbas
Penggunaan alkohol teratur
b. Pengkajian Intensif 1) Breathing
Terjadi peningkatan kerja pernapasan RR > 16-20x/menit, sesak napas, dan takipnea, dispnea. Meningkat pada frekuensi /irama dan gangguan kedalaman, lemas, lelah.
2) Blood
Takikardia, disritmia, tekanan darah normal, meningkat, atau menurun, bunyi jantung lambat atau murmur sistolik transien lambat (disfungsi otot papilaris) ada saat nyeri.
3) Brain
Kesadaran menurun, bicara lambat, GCS mengalami penurunan (< 15), bicara lambat.
4) Bladder
Bisa terjadi oliguri, nyeri BAK, penurunan output urine
5) Bowel
Napsu makan menurun, mual, muntah, perut kembung, BAB tidak lancar, perkusi abdomen timpani, perkusi hati pekak, diatensi abdomen (+) dan keluhan mual, BU menurun (< 5-12 x/mnt).
6) Bone
Nyeri, kekuatan otot menurun, kemampuan pergerakan sendi mungkin terbatas, tonus otot mengalami penurunan, akral dingin apabila terjadi syok hipovolemi atau penurunan curah jantung.
c. Pemeriksaan Penunjang (Data Objektif) 1) EKG
Karakteristik ischemia :
depresi ST
gelombang t terbalik 2) Monitor holter
yaitu EKG fortable
EKG monitor 24 jan – pasien tetap mengerjakan harian 3) Angiografi koroner
Untuk melihat adanya penyempitan / sumbatan melalui suatu kateter yang dimasukan ke pembuluh koroner.
4) Foto Thoraks
Foto thorak pada Angina Pectoris biasanya normal. Foto thorak lebih sering menunjukan kelainan pada infark miokard atau penderita dengan nyeri dada yang bukan dari jantung.
5) Pemeriksaan stress ( stress testing )
mengayuh pedal sepeda yang diam atau berjalan pada tretmill, selama pemeriksaan EKG direkam
resiko infark miokard yaitu < 1/500
resiko kematian < 1/10000
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Rumusan Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan O2 terganggu ditandai dengan perubahan frekuensi pernafasan, adanya takipnea (RR>20x/mnt), tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dinding dada.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraksi miokardium ditandai dengan perubahan HR (HR>100x/mnt), klien tampak gelisah, adanya palpitasi, kelelahan, perubahan EKG.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis iskema miokardium ditandai dengan peningkatan TTV (TD: 140/90mmHg, nadi>100 x/menit, RR>20 x/menit, S: 36,5oC), wajah tampak meringis, mengungkapkan nyeri dada dengan skala 8 ( skala 1-10), diaphoresis, dilatasi pupil.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan penggunaan oksigen ditandai dengan klien tampak lemah, kelelahan, ketidaknormalan denyut jantung dalam merespon aktivitas, dipsnea, kesulitan bernafas saat beraktivitas.
5) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap status kesehatan ditandai dengan klien dan keluarga tampak gelisah, klien dan keluarga tampak tegang, keluarga terus menanyakan kondisi kesehatan klien.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN 1) Menyusun Prioritas
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan O2 terganggu ditandai dengan perubahan frekuensi pernafasan, adanya takipnea (RR>20x/mnt), tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dinding dada.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraksi miokardium ditandai dengan perubahan HR (HR>100x/mnt), klien tampak gelisah, adanya palpitasi, kelelahan, perubahan EKG.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis iskema miokardium ditandai dengan peningkatan TTV (TD: 140/90mmHg, nadi>100 x/menit, RR>20 x/menit, S: 36,5oC), wajah tampak meringis, mengungkapkan nyeri dada dengan skala 8 ( skala 1-10), diaphoresis, dilatasi pupil.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan penggunaan oksigen ditandai dengan klien tampak lemah, kelelahan, ketidaknormalan denyut jantung dalam merespon aktivitas, dipsnea, kesulitan bernafas saat beraktivitas.
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap status kesehatan ditandai dengan klien dan keluarga tampak gelisah, klien dan keluarga tampak tegang, keluarga terus menanyakan kondisi kesehatan klien.
2) Intervensi
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan O2 terganggu ditandai dengan perubahan frekuensi pernafasan, adanya takipnea (RR>20x/mnt), tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dinding dada.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas klien efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status (ventilation):
- RR normal 16-20 x/menit (5 = no deviation from normal range) - Penggunaan otot bantu pernafasan tidak tampak (5 = none) - Tidak ada retraksi dinding (5 = none)
- Irama pernafasan normal (5 = no deviation from normal range) Intervensi:
Respiratory monitoring
1. Pantau frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan klien
R/: mengkaji pernafasan secara menyeluruh membantu menentukan gangguan yang dialami klien
2. Pantau pola pernafasan seperti adanya dipsnea, takipnea, dan hiperventilasi R/: adanya takipnea, nafas ireguler menandakan adanya kompensasi tubuh meningkatkan asupan oksigen
3. Pantau adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi dinding dada R/: adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi dinding dada menandakan adanya kompensasi tubuh meningkatkan asupan oksigen
Oxygen terapy
1. Kolaborasi pemberian terapi oksigen
R/: Dengan pemberian O2 dapat menstabilkan suplai O2 ke jantung dan mengurangi sesak nafas.
2. Berikan posisi semi fowler untuk pasien
R/: posisi semi fowler membantu mempermudah aliran oksigen mencapai paru-paru
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraksi miokardium ditandai dengan perubahan HR (HR>100x/mnt), klien tampak gelisah, adanya palpitasi, kelelahan, perubahan EKG.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan curah jantung klien adekuat dengan kriteria hasil:
Cardiopulmonal status and Circulation Status
- TD systole dan diastole normal 110-130/80-90 mmHg (5 = no deviation from normal range)
- HR normal 60-100 x/menit (5 = no deviation from normal range) - Retraksi dinding dada tidak ada (5 = none)
- Dipsnea saat beristirahat tidak ada (5 = none) - Kelelahan tidak ada (5 = none)
Intervensi:
Cardiac Care: Acute and Rehabilitative 1. Pantau tanda-tanda vital klien
R/: pemantauan TTV dapat menentukan adanya gejala dan menentukan intervensi
2. Pantau HR dan irama nadi
R/: adanya takikardia, palpitasi dan perubahan irama jantung menandakan adanya penurunan curah jantung
3. Anjurkan klien untuk tirah baring
R/: tirah baring dapat membantu menurunkan beban jantung serta mengurangi rasa sesak dan memperlancar pernafasan
4. Lakukan pemeriksaan EKG jika memungkinkan
R/: pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan penunjang angina pectoris 5. Kolaborasi : pemberian kalsium antagonis
R/: Dengan pemberian kalsium antagonis dapat melebarkan dinding otot polos anterior koroner dan tidak terjadi vasokontriksi
Oxygen terapy
1. Kolaborasi pemberian terapi oksigen
R/: Dengan pemberian O2 dapat menstabilkan suplai O2 ke jantung dan mengurangi sesak nafas.
2. Berikan posisi semi fowler untuk pasien
R/: posisi semi fowler membantu mempermudah aliran oksigen mencapai paru-paru
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis iskema miokardium ditandai dengan peningkatan TTV (TD: 140/90mmHg, nadi>100 x/menit, RR>20 x/menit, S: 36,5oC), wajah tampak meringis, mengungkapkan nyeri dada dengan skala 8 ( skala 1-10), diaphoresis, dilatasi pupil.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil :
Kontrol nyeri
- Menjelaskan faktor penyebab nyeri ( 5 = consistenly demonstrated) - Menggunakan teknik non analgetik untuk mengurangi nyeri ( 5 =
consistenly demonstrated)
- Menggunakan analgetik sesuai rekomendasi ( 5 = consistenly demonstrated) Level nyeri
- Tidak melaporkan nyeri ( 5 = none) - Tidak ada agitasi atau gelisah ( 5 = none) TTV klien dalam batas normal.
- TD : 110-130/80-90 mmHg ( 5 = no deviation per normal range) - RR : 16-20x/menit ( 5 = no deviation per normal range)
- RR: 60-100x/menit ( 5 = no deviation per normal range)
- T: 36-37 oC ( 5 = no deviation per normal range) Intervensi:
Pain Control and Vital Sign
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor pencetus, dan intensitas nyeri
R/: Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien
R/: Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien, dapat mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila nyeri terjadi.
3. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
R/: Dengan mengeliminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat mengurangi risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)
4. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery, terapi music, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri datang.
R/:Dengan teknik manajemen nyeri, klien bisa mengalihkan nyeri sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang
e. Berikan lingkungan yang nyaman, misalnya tingkat kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan.
R/: Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
f. Kolaborasi pemberian nitrogliserin ( ntg ) sublingual, tablet, iv dan calsium chanel bloker ( nifedipine )
R/: Obat-obat jenis diatas membantu mengurangi rasa nyeri dada klien
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan penggunaan oksigen ditandai dengan klien tampak lemah, kelelahan, ketidaknormalan denyut jantung dalam merespon aktivitas, dipsnea, kesulitan bernafas saat beraktivitas.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien toleran terhadap aktivitas dengan criteria hasil:
Activity tolerance
- RR saat beraktivitas normal (5 = not compromised) - TD saat beraktivitas normal (5 = not compromised) - HR saat beraktivitas normal (5 = not compromised)
- Tidak ada kesulitan bernafas saat beraktivitas (5 = not compromised) Intervensi:
Energy Management
1. Identifikasi penyebab kelemahan dalam beraktivitas
R/: mengetahui penyebab dapat membantu menentukan intervensi 2. Anjurkan klien lebih banyak tirah baring dalam fase akut
R/: tirah baring dapat membantu menurunkan beban jantung serta mengurangi rasa sesak dan memperlancar pernafasan
3. Lakukan range of motion pasif atau aktif sesuai kondisi klien R/: ROM dapat membantu mencegah atropi otot akibat tirah baring Activity Therapy
1. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk terapi aktivitas klien
R/: terapi aktivitas diperlukan agar tubuh klien dapat kembali toleran dapat beraktivitas
2. Pantau TD, HR, RR sebelum, saat dan setelah beraktivitas
R/: adanya perubahan TTV saat beraktivitas dapat mengindikasikan intoleransi aktivitas
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap status kesehatan ditandai dengan klien dan keluarga tampak gelisah, klien dan keluarga tampak tegang, keluarga terus menanyakan kondisi kesehatan klien.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan level ansietas klien berkurang, dengan kriteria hasil:
Level Ansietas
- Klien dan keluarga tidak gelisah (skala 5 = None)
- Klien dan keluarga tidak mengalami distress (skala 5 = None) - Klien dan keluarga tidak panik (skala 5 = None)
- Klien dan keluarga tidak mengungkapkan ansietas (skala 5 = None)
- Klien tidak mengalami peningkatan tekanan darah (TD = 120/80 mmHg) (skala 5 = None)
- Klien tidak mengalami peningkatan denyut nadi (60-100 x/menit) (skala 5
= None)
- Klien tidak mengalami peningkatan RR (16-20 x/menit) (skala 5 = None) Intervensi :
a. Anxiety Reduction (pengurangan ansietas)
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan dan menenteramkan hati.
R/: pendekatan yang menenangkan dapat mengurangi kecemasan klien.
2. Kaji mengenai pandangan klien dan keluarga tentang situasi stress.
R/: untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
3. Sediakan informasi yang aktual mengenai diagnosa, terapi, dan prognosis.
R/: pemberian informasi yang aktual dapat mengurangi kecemasan klien terhadap penyakitnya.
4. Temani klien untuk meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi rasa takut.R/: dengan menemani klien, dapat memberikan rasa aman dan mengurangi kecemasan klien.
5. Dorong keluarga untuk selalu menemani klien.
R/: dengan ditemani keluarga, klien akan merasa termotivasi menghadapi penyakitnya.
6. Dorong klien dan keluarga untuk dapat mengungkapkan perasaan, persepsi dan rasa takut secara verbal.
R/: untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien.
7. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi situasi yang dapat memunculkan kecemasan.
R/: untuk membantu klien mengatasi kecemasan yang dialami secara mandiri
8. Kontrol stimuli secara tepat sesuai dengan kebutuhan klien dan keluarga.
R/: membantu klien untuk mengontrol faktor-faktor yang dapat menstimulasi kecemasannya.
9. Dukung mekanisme pertahanan yang diperlukan secara tepat.
R/: mekanisme pertahanan diri yang tepat dapat membantu mengurangi kecemasan.
10. Instruksikan klien dalam penggunaan teknik relaksasi.
R/: teknik relaksasi dapat membantu memberikan rasa nyaman kepada klien
11. Observasi tanda verbal dan nonverbal ansietas klien dan keluarga.
R/: dengan mengobservasi tanda verbal dan nonverbal dapat mengetahui tingkat ansietas klien.
12. Berikan informasi yang memadai pada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan perawatan yang dilakukan, prosedur, perjalanan penyakit, tujuan perawatan.
R/: informasi yang memadai dapat mengurangi kecemasan klien dan meningkatkan kesiapan klien dalam menghadapi penyakitnya.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat
5. EVALUASI
a. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas klien efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status (ventilation):
- RR normal 16-20 x/menit (5 = no deviation from normal range) - Penggunaan otot bantu pernafasan tidak tampak (5 = none) - Tidak ada retraksi dinding (5 = none)
- Irama pernafasan normal (5 = no deviation from normal range)
b. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan curah jantung klien adekuat dengan kriteria hasil:
Cardiopulmonal status and Circulation Status
- TD systole dan diastole normal 110-130/80-90 mmHg (5 = no deviation from normal range)
- HR normal 60-100 x/menit (5 = no deviation from normal range) - Retraksi dinding dada tidak ada (5 = none)
- Dipsnea saat beristirahat tidak ada (5 = none) - Kelelahan tidak ada (5 = none)
c. Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil :
Kontrol nyeri
- Menjelaskan faktor penyebab nyeri ( 5 = consistenly demonstrated)
- Menggunakan teknik non analgetik untuk mengurangi nyeri ( 5 = consistenly demonstrated)
- Menggunakan analgetik sesuai rekomendasi ( 5 = consistenly demonstrated) Level nyeri
- Tidak melaporkan nyeri ( 5 = none) - Tidak ada agitasi atau gelisah ( 5 = none) TTV klien dalam batas normal.
- TD : 110-130/80-90 mmHg ( 5 = no deviation per normal range) - RR : 16-20x/menit ( 5 = no deviation per normal range)
- RR: 60-100x/menit ( 5 = no deviation per normal range) - T: 36-37 oC ( 5 = no deviation per normal range)
d. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien toleran terhadap aktivitas dengan criteria hasil:
Activity tolerance
- RR saat beraktivitas normal (5 = not compromised) - TD saat beraktivitas normal (5 = not compromised) - HR saat beraktivitas normal (5 = not compromised)
- Tidak ada kesulitan bernafas saat beraktivitas (5 = not compromised)
e. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan level ansietas klien berkurang, dengan kriteria hasil:
Level Ansietas
- Klien dan keluarga tidak gelisah (skala 5 = None)
- Klien dan keluarga tidak mengalami distress (skala 5 = None) - Klien dan keluarga tidak panik (skala 5 = None)
- Klien dan keluarga tidak mengungkapkan ansietas (skala 5 = None)
- Klien tidak mengalami peningkatan tekanan darah (TD = 120/80 mmHg) (skala 5 = None)
- Klien tidak mengalami peningkatan denyut nadi (60-100 x/menit) (skala 5 = None)
- Klien tidak mengalami peningkatan RR (16-20 x/menit) (skala 5 = None)
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2007. Angina Pectoris. Available at:
http://www.heart.org/HEARTORG/ (Acessed: 30 September 2013)
Anwar, Bahhri. 2004. Angina Pectoris Tidak Stabil. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf (Acessed: 30 September 2013)
Aulia. 2011. Komplikasi dan Pencegahan Angina Pectoris. Available at:
http://siswa.univpancasila.ac.id/riskacychaaulia/2011/01/02/komplikasi-dan- pencegahan-angina-pectoris/ (Acessed: 30 September 2013)
Cunha, John. 2011. Angina Pectoris. Available at:
http://www.emedicinehealth.com/angina_pectoris/page8_em.htm#Medical Treatment (Acessed: 30 September 2013)
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3.
Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC..
Hudak, CM. Gallo, BM. Fontaine, D. Morton, PG. 2008. Critical Care Nursing: A Holistic Approach, 8th Ed.USA. Lippincott Williams & Wilkins
Johnson, Marion, dkk. 2008. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation (NOC), Fourth edition. USA : Mosby.
McCloskey, Joanne C. dkk. 2004. IOWA Intervention Project Nursing Intervention Classifcation (NIC), Fourth edition. USA : Mosby.
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta: EGC.
Rizka, Marich Amilia. 2007. Drug Utilization Study In Hospitalized Angina Pectoris Patients ( Study was done at RSU Dr. Saiful Anwar Malang ). Available at: http://
[email protected] (Acessed: 30 September 2013)