• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN SATU MENJADI MUSLIM SEJATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAGIAN SATU MENJADI MUSLIM SEJATI"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

HAKIKAT MANUSIA

BAGIAN SATU

MENJADI MUSLIM SEJATI

Brainstorming :

1. Untuk Apa Beragama?

2. Agama Sebagai Candu Masyarakat

3. Segala Yang Ada : Materi.

4. Tuhan, Hasil Rekayasa Pikiran?

5. Tuhan Telah Mati?

6. Manusia Sebagai Makhluk Pencari Kebenaran.

7. Metodologi Ilmiah Paling Baik?

8. Siapakah Pencipta Alam Semesta?

Pelurusan :

1. Manusia, Makhluk yang Lemah

2. Fungsi Berfikir pada Manusia.

3. Kelemahan Metode Ilmiah

(2)

Bab Satu

Agama dan Tuhan, Pandangan Kaum Atheis

Apa yang anda pikirkan, yang menjadi orientasi dalam kehidupan anda saat ini, cara pandang mengenai diri dan masyarakat, mengenai hidup dan kehidupan dalam semua aspek, sangat dipengaruhi oleh paradigma yang anda ikuti dan berlaku dalam masyarakat. Bagaimana paradigma yang berlaku dan diikuti sebagian besar orang dalam suatu masyarakat, secara umum bisa kita cermati dalam logika stereotip yang bisa kita diskusikan dalam buku ini.

1. Untuk Apa Beragama ?

Sebagaimana kita fahami, agama merupakan sebuah jalan bagi manusia untuk mencari kebahagiaan. Agama menjadi pedoman dan ajaran yang dikuti oleh banyak manusia, sebagai upaya untuk mendapatkan kebahagiaan. Orang beragama pada dasarnya adalah untuk mendapatkan kebahagiaan.

Namun bagaimana realitasnya? Banyak manusia beragama justru harus berhadapan dengan berbagai konflik. Suatu kelompok masyarakat ketika mereka mementingkan agamanya, maka masyarakat tersebut akan berhadapan secara diametral dengan masyarakat lain yang juga ingin menjalankan agamanya.

Masyarakat muslim Palestina ketika atas nama agama, mereka mencoba mempertahankan tanah kelahirannya, harus berlawanan dengan tentara Israil, yang juga atas nama agama ingin merebut tanah suci agama Yahudi. Hampir tiap hari pemuda dan remaja Palestina dengan ketapelnya, dengan batu-batu kerikil harus berhadapan dengan tentara Isarail yang membawa senjata modern. Puluhan pemuda dan remaja Palestina menjadi korban pembantaian oleh tentara Israil hampir tiap hari.

Setelah kelompok Hamas memenangkan Pemilu 2006 ini dan memimpin pemerintahan Palestina, terjadi penghentian bantuan dana dari Amerika Serikat dan dunia barat. Di negara Palestina sendiri terjadi pertentangan dan konflik internal antara kelompok Hamas dan kelompok Fatah (partai pemegang pemerintahan sebelumnya).

Di Irak, dalam kepemimpinan Saddam Husein yang mengibarkan bendera “Laa ilaaha illallah” harus menghadapi keganasan pasukan Amerika Serikat yang kemudian menghancur luluhkan negeri 1001 malam itu. Setelah Saddam Husein ditangkap dan diadili, masyarakat Irak mengalami perang saudara, yaitu kaum Sunni dan kaum Syiah, saling baku hantam. Terjadi pengeboman oleh jamaah Sunni di Masjid milik kaum Syiah dan sebaliknya dilakukan pengeboman oleh jamaah Syiah di Masjid milik kaum Sunni.

Di Ambon, beberapa tahun lalu juga terjadi peperangan dengan baku tembak, saling membunuh, dengan peralatan pedang, samurai, tombak, dan pistol rakitan antara kaum muslimin dan kaum nasrani.

(3)

sebagai teroris. Mereka yang dicurigai teroris, akan ditangkap oleh pasukan detasemen 88 antiteror dan harus melakukan serangkaian proses pemeriksaan. Dengan beragama diharapkan akan mendapatkan ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan malah yang didapat sebaliknya, ketakutan dan kecemasan.

Apa yang saya uraikan merupakan realitas di depan mata yang pada akhirnya memunculkan pernyataan yang stereotip, untuk apa kita beragama jika agama justru mengantarkan kita pada peperangan, kehancuran, hilangnya kedamaian? Banyak orang akhirnya tak mau peduli terhadap ajaran agamanya, cenderung bersikap pasif, cuek bahkan tak mau membawa konsep agama dalam kehidupannya, khususnya dalam masyarakat.

2. Agama Sebagai Candu Masyarakat.

Agama bagi sementara orang hanyalah tempat pelarian dari permasalahan hidup. Ketika seseorang mengalami banyak masalah seperti kemiskinan, ketidakberdayaan, kesengsaraan, maka dia akan mencari suatu kekuatan yang dianggapnya dapat menolongnya dari permasalahan hidupnya. Kekuatan tersebut dipercaya dapat membantunya memberikan solusi atas masalah yang dihadapi.

Demikian anggapan yang ada pada sebagian masyarakat. Anggapan semacam ini juga didukung dan diperkuat oleh pemikiran Karl Marx (1818-1883), seorang ahli filsafat kelahiran Jerman. Menurut Marx, agama sebagai candu masyarakat. Dalam pandangan Marx, agama memang pantas disebut sebagai candu masyarakat karena seperti candu, ia memberikan harapan-harapan semu, dapat membantu orang untuk sementara waktu melupakan masalah real hidupnya. Seorang yang sedang terbius oleh candu/opium dengan sendirinya akan lupa dengan diri dan masalah yang sedang dihadapinya. Ketika orang sedang masuk dalam penderitaan yang dibutuhkan tidak lain adalah candu yang dapat membantu melupakan segala penderitaan hidup, kendati hanya sesaat saja. Dalam konteks ini orang memang membutuhkan ilusi-ilusi untuk meringankan penderitaan dalam dunia real. Pertanyaan filosofis yang diajukan Marx adalah: Mengapa masyarakat harus memiliki ilusi? Mengapa pula masyarakat membutuhkan ilusi-ilusi religius?

Bagi Marx, agama merupakan medium dari ilusi sosial. Dalam agama tidak ada pendasaran yang real-obyektif bagi manusia untuk mengabdi pada kekuasaan supranatural. Hal ini bisa dijelaskan dari bagaimana agama berkembang. Agama berkembang karena diwartakan oleh masyarakat yang mempunyai kekuasaan atau oleh masyarakat yang mempunyai kekuasaan atau oleh masyarakat yang didukung oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan itu. Agama tidak berkembang karena ada kesadaran dari manusia akan pembebasan sejati, tetapi lebih karena ada keasadaran dari manusia akan pembebasan sejati, tetapi lebih karena kondisi yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kuasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Propaganda agama yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dipandang oleh Marx sebagai sikap meracuni masyarakat. (Eusta Supono, Agama Solusi atau Ilusi?, 2003)

(4)

kebudayaan dan peradaban bagi perkembangan masyarakatnya. Karena itu agama harus ditolak dan ditinggalkan.

3. Segala Yang Ada : Materi?

Keraguan tentang konsep agama sebagai pedoman hidup yang bisa membawa manusia mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian, berlanjut pada keraguan akan Tuhan. “Sesuatu” yang menjadi pokok keyakinan orang beragama. Mereka pun meragukan keberadaan Tuhan.

Segala yang ada adalah materi. Materi adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan terpengaruh oleh waktu. Materi tersusun dari partikel-partikel yang terdalam, tidak dapat rusak, kecil, bulat, keras, yang dinamakan atom-atom. Atom-atom tersebut bukan hanya tidak pernah terjadi atom-atom baru. Ini berarti bahwa semua bentuk materi hanyalah merupakan pengelompokan baru atom-atom tadi, sebagai semula diyakini kebenarannya, hukum kekekalan materi (Louis O Kattsoff, Pengantar Filsafat, hal 88)

Alam semesta dan manusia menurut paham ini juga materi. Mahluk hidup sebagai materi tersusun dari partikel-partikel hidup yang disebut sel. Sel pada mahluk hidup akan mengalami kerusakan dan digantikan dengan yang baru. Itulah yang terjadi pada binatang, manusia maupun alam semesta. Materi merupakan awal dan akhir suatu kehidupan.

Orang yang berfaham materialisme menganggap bahwa realitas seluruhnya adalah materi belaka. Menurut Ludwig Feuerbach (1804-1872), hanya alamlah yang ada. Manusia adalah alamiah juga. Yang penting bagi manusia bukan akalnya, tetapi usahanya. Sebab pengetahuan hanyalah alat agar usaha manusia berhasil. Kebahagiaan manusia dapat dicapai di dunia ini. Oleh karena itu menurutnya, agama dan metafisika harus ditolak.

Menurut Feuerbach, agama timbul dari sifat egoisme manusia yang mendambakan kebahagiaan. Apa yang tidak ada pada manusia tetapi didambakannya, digambarkan sebagai kenyataan yang ada pada para dewa (atau Tuhan). Karena itu, Dewa (atau Tuhan) sebenarnya merupakan keinginan manusia. (Drs A. Chairil Basori, Filsafat, 1987)

Penganut faham materialisme, menganggap sebenarnya Tuhan itu tidak ada. Adanya Tuhan tak dapat dibuktikan. Mereka lebih percaya Tuhan itu tidak ada. Jika keberadaan Tuhan tidak diakui, maka secara otomatis ajaran dan kebenaran yang bersumber darinya yaitu agama pun tidak diakui. Paling tidak bagi mereka yang berpaham materialisme, menolak keberadaan Tuhan.

Akibat penolakan atas keberadaan Tuhan, mendorong penganut paham ini bebas melakukan tindakan yang mereka sukai, tanpa rasa takut akan mendapat murka dari Tuhan.

4. Tuhan, Hasil Rekayasa Pikiran?

Pada masyarakat yang tidak mengakui dan menolak keberadaan Tuhan, juga berpendapat bahwa adanya Tuhan pada kepercayaan orang-orang beragama, hanyalah hasil rekayasa pikiran. Manusia merupakan makhluk yang berakal, yang mampu berfikir, maka dengan pikirannya dia bisa mengadakan obyek tertentu dalam alam pikirannya.

(5)

“mengada”. Tuhanpun menjadi ada, dengan cara dipikirkan. Jika manusia berpikir Tuhan ada, maka jadilah Dia ada. Sebaliknya, jika Tuhan tidak dipikirkan, maka Tuhan tidak ada.

Dengan cara yang sama, pembaca bisa berpikir mengenai seorang wanita cantik berambut pirang, maka akan muncul dan menjadi ada dalam alam pikiran pembaca seorang wanita cantik berambut pirang. Pun pembaca bisa berpikir mengenai seekor harimau besar berwarna putih yang siap menerkam, maka akan muncul dan menjadi ada dalam alam pikiran pembaca, seekor harimau besar berwarna putih yang siap menerkam. Meski dalam alam nyata tak pernah ada di depan pembaca.

Demikianlah, analogi yang sama mereka anggap, bahwa adanya Tuhan adalah hasil rekayasa pikiran manusia.

Perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun masyarakat, manurut Auguste Comte (1798-1857) berlangsung dalam tiga zaman yaitu zaman teologis, metafisis dan zaman positif.

a. Zaman Teologis

Zaman dimana manusia percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam, terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Pada masyarakat primitive, mereka percaya benda-benda seperti batu, pusaka, keris, dan sebagainya mempunyai kekuatan atau berjiwa (animisme), sehingga mereka begitu mengagungkan dan memuliakan benda-benda tersebut. Pada tahap selanjutnya, manusia percaya akan adanya Dewa-dewa (politheisme), sehingga mereka mengagungkan dan melakukan penyembahan terhadap Dewa-dewa tersebut, seperti Dewa Matahari, Dewa Padi, Dewa Gunung, Dewa Cinta. Dewa Pemberi Harta dan lain-lainnya. Mereka bahkan siap mengorbankan apapun agar Sang Dewa tidak murka pada masyarakat. Selanjutnya, manusia percaya adanya satu kekuatan besar, pemimpin para Dewa atau terkumpulnya Dewa-dewa menjadi satu yaitu Tuhan yang Maha Kuasa. (monotheisme).

b. Zaman Metafisis

Kekuatan-kekuatan yang dimiliki para dewa itu, kekuatan adikodrati diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak. Mereka percaya benda-benda di alam semesta itu menyimpan energi, yang dengan suatu cara tertentu kekuatan energinya dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan dan kepentingan hidup masyarakat.

c. Zaman Positif

Ketika masyarakat tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang yang mutlak baik dari sisi teologis maupun metafisis. Manusia berusaha mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapatinya dengan pengamatan dan akalnya. Tujuan tertinggi dari zaman ini, akan tercapai bilamana gejala-gejala telah dapat disusun dan diatur di bawah satu fakta yang umum saja.

Hukum ketiga tahap zaman tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap perseorangan. Umpamanya sebagai kanak-kanak adalah seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisikus, dan sebagai orang dewasa adalah seorang fisikus. (Drs A. Chairil Basori, Filsafat, 1987)

(6)

mesin industri, traktor dan sebagainya, maka seluruh kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi dengan mempergunakan akal dan pengetahuannya. Maka pada tahap ini manusia tidak lagi membutuhkan Dewa-dewa maupun Tuhan untuk membantu mengatasi permasalahannya.

5. Tuhan Telah Mati?

Dengan kemampuan akal dan pengetahuannya, manusia bahkan berkeinginan untuk bisa menguasai alam. Kehendak untuk berkuasa merupakan dasar dan sumber tingkah laku manusia. Kehendak untuk berkuasa memasuki semua bidang kegiatan manusia: kesadaran hidup, perwujudan nilai-nilai agama, kebudayaan dan lain-lain. Kehendak untuk berkuasa bahkan merupakan kenyataan yang benar akan dunia ini. Dunia ini adalah kehendak untuk berkuasa, lain tidak.

Inilah salah satu pokok pikiran Friedrich Nietzsche (1844 – 1900), tokoh filsafat yang Anti-Theisme. Menurut Nietzsche, kehendak untuk berkuasa ini nampak dalam ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan, manusia ingin menyelidiki dunia untuk menemukan kenyataan dunia yang menjadi. Dengan ilmu, semua yang ada diubah kedalam bentuk-bentuk yang pasti. Maka ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai penjelmaan alam menjadi konsep-konsep, dengan tujuan untuk menguasai alam.

Agama juga dinyatakan sebagai perwujudan kehendak untuk berkuasa. Semua agama hakekatnya berasal dari kehendak untuk berkuasa. Karena kehendak untuk berkuasa ini tidak dapat dipenuhi dengan kekuatan manusia sendiri, maka manusia menyerahkan usahanya kepada pribadi yang lebih tinggi. Manusia lari kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena ia sendirian tidak dapat mengalahkan kekuatan yang dihadapinya.

Bagi Nietzsche, manusia yang ideal adalah superman. Dengan superman kehendak untuk berkuasa atas dunia menjadi sempurna. Sejarah akan mencapai kesudahannya pada kehadiran manusia superman ini. Superman adalah manusia yang mengetahui bahwa Tuhan telah mati, bahwa tidak ada sesuatupun yang melebihi atau mengatasi dunia ini. Superman akan muncul bila manusia telah mempunyai keberanian untuk mengubah system nilai, untuk menghancurkan nilai-nilai yang ada terutama nilai-nilai lama, dan menyusun dan menggantinya dengan nilai-nilai baru yang melebihi sebelumnya. (Drs A. Chairil Basori, Filsafat, 1987)

Pernyataan yang cukup berani dari Nietzche bahwa “God is dead” (Tuhan telah mati) telah mampu membuat masyarakat yang anti Tuhan untuk melangkah dengan keyakinan diri yang penuh, untuk melakukan kreativitas yang liberal. Jika tuhan telah mati dengan segala perintah dan larngannya, maka berarti dunia sudah terbuka untuk sebuah kebebasan dan kreativitasnya.

Segalanya berjalan dengan sendirinya, alam semesta bergerak dan berputar mengikuti hokum alam, tanpa campur tangan lagi dari Tuhan. Demikianlah, pemikiran yang liberal semacam ini banyak yang melanda masyarakat modern, yang meski tidak secara terus terang, telah menganggap bahwa God is dead. Tuhan telah mati!

6. Manusia Sebagai Makhluk Pencari Kebenaran.

(7)

pikir dunia masa lampau. Manusia menyadari bahwa dirinya berbeda dengan binatang. Adanya akal yang melengkapi makhluk bernama manusia, membedakannya dari makhluk yang lain. Dengan akalnya manusia terus bertanya, mencari jawaban atas setiap pertanyaan. Pertanyaan yang paling mendasar adalah Siapakah aku? Dari mana aku? Hendak kemana Aku? Pertanyaan-pertanyaan ini terus mengusiknya yang membutuhkan jawaban yang memuaskan. Termasuk pertanyaan tentang Tuhan dan alam semesta? Manusia ingin mengetahuinya dengan cara bertanya dan berpikir.

Dengan menggunakan akalnya inilah manusia berusaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang muncul pada dirinya. Menurut Endang Syaifudin Ansori, Manusia adalah hewan yang berpikir. Berpikir adalah bertanya. Bertanya adalah mencari jawaban. Mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Mencari kebenaran akan Tuhan, alam dan manusia. Jadi pada akhirnya : Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. (Endang Syaefuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1987)

Lalu apa itu kebenaran? Dalam dunia ilmu pengetahuan, kebenaran adalah kebenaran ilmiah, suatu pengetahuan yang jelas dari suatu obyek materi yang dicapai menurut obyek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang sesuai dan ditunjang oleh suatu system yang relevan. Pengetahuan demikian ini tahan uji baik dari verifikasi empiris maupun yang rasional.

Dalam pembahasan tentang teori kebenaran, Endang mengemukakan tiga teori yaitu teori korespondensi, teori konsistensi dan teori pragmatis. Uraian tiga teori itu dijelaskan sebagai berikut.

a. Teori korespondensi (coorespondence theory)

Adalah kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.

Menurut teori korespondensi, suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu adalah berkorespondens (bersesuaian) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Dengan kata lain, kebenaran itu adalah suatu pernyataan yang sesuai dengan kenyataan (fakta), tanpa memperhatikan idea atau pikiran. Contohnya “di luar rumah udaranya dingin”, pernyataan ini benar jika faktanya ketika kita keluar rumah memang udaranya dingin.

b. Teori konsistensi (consistence theory)

Teori ini disebut pula coherence, adalah kebenaran, tidak dibentuk atas hubungan antar putusan (gudgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Atau secara sederhana dapat dikatakan nahwa menurut teori konsistensi, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten atau koheren dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar, tanpa mempedulikan fakta yang ada. Contohnya, “murid SMA Satu pintar-pintar” adalah pernyataan awal (terdahulu) yang benar. “Harno adalah murid yang pintar”, pernyataan ini dianggap benar jika Harno adalah murid SMA Satu. Dasar pembenaran pernyataan “Harno murid yang pintar” karena koheren dengan pernyataan sebelumnya, “murid SMA Satu pintar-pintar”.

(8)

Suatu proposisi adalah benar sepanjang proposisi itu berlaku, atau memuaskan. Menurut teori pragmatis, kebenaran bergantung kepada kondisi-kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (workability) dan konsekuensi yang memuaskan (satisfactory results).

Dengan perkataan yang lebih sederhana, sesuatu dianggap benar jika itu mempunyai manfaat fungsional atau menguntungkan dalam kehidupan praktis. Contohnya, pernyataan “system komputerisasi kantor adalah baik”. Pernyataan tersebut benar karena penggunaan computer di kantor-kantor sangat membantu proses (memper mudah dan mempercepat kerja) kegiatan di kantor.

Ketiga teori ini meski tidak seluruhnya tepat, namun yang paling mendekati adalah teori korespondensi, dimana pernyataan bisa dikatakan benar jika faktanya sesuai dengan pernyataan.

Bagaimana manusia dalam upaya mencari kebenaran? Jika permasalahan yang dipertanyakan menyangkut masalah-masalah idea, filsafat atau metafisika maka sulit untuk bisa memperoleh jawaban sebagai kebenaran. Siapa aku sebenarnya? Untuk apa aku hidup? Kemana aku nantinya? Benarkah Tuhan itu ada? Bagaimana membuktikannya? Mencari jawaban atas pertanyaan tersebut sangatlah sulit, demikianlah untuk menemukan kebenaran tentang permasalahan yang essensial dalam kehidupan manusia tidaklah bisa dicapai dengan teori-teori diatas.

7. Mencari Kebenaran Dengan Metodologi Ilmiah

Bagaimana cara kita mendapatkan suatu kebenaran. Dalam dunia ilmu pengetahuan, kita mengenal apa yang dinamakan metodologi ilmiah. Metode ilmiah adalah sebuah cara untuk mencari sebuah kebenaran. Kebenaran ilmiah ini harus memenuhi persyaratan empiris, obyektif, rasional, dan sistematis.

Empiris berarti suatu kebenaran berdasarkan pengalaman yang dapat ditangkap dengan pancaindra. Pengetahuan tersebut berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap dengan pancaindranya. Sehingga kebenaran tersebut dapat juga diketahui oleh orang lain sebagai kebenaran yang dapat ditangkap dengan pancaindranya pula. Misalnya kebenaran mengenai air yang dipanaskan dalam suhu 100 derajat celcius akan mendidih. Ini merupakan kebenaran yang berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pernah dijalani manusia, maka terhadap hal tersebut secara empiris manusia lainpun akan menemui hal yang sama.

Obyektif berarti suatu kebenaran harus mengandung nilai obyektifitas, berdasarkan fakta yang menjadi obyek pengetahuan, bukan berdasarkan yang menilai atau yang mengamati (subyek-nya). Sebuah kebenaran harus dapat dibuktikan oleh orang lain dan akan memperoleh pengetahuan yang sama. Misalnya air akan bergerak mengalir pada tempat yang lebih rendah atau menurun. Kebenaran demikian dapat dibuktikan orang lain dan diperoleh pengetahuan yang sama pula.

(9)

Sistematis berarti berurutan, yakni dalam menemukan kebenaran harus melalui proses yang berurutan. Dalam suatu penelitian ilmiah, sistematis itu bila dilakukan melalui tahapan-tahapan memilih dan merumuskan masalah, menyusun latar belakang teoritis, menetapkan hipotesis, menetapkan variable, memilih alat pengump[ulan data, menyusun rancangan penelitian, menentukan sample, menyimpulkan dan menyajikan data, mengolah dan menganalisis data, menginterpretasi hasil analisis dan mengambil kesimpulan, menyusun laporan dan mengemukakan implikasi. (Drs. Cholid Narbuko dan Drs H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, 2003)

Untuk menghasilkan sebuah kebenaran ilmiah juga harus didukung dengan berpikir dan bersikap ilmiah yaitu dengan tahapan skeptis, analitis, dan kritis. Skeptis adalah upaya untuk selalu menanyakan bukti-bukti atau fakta-fakta terhadap setiap pernyataan. Analitis adalah kegiatan untuk selalu menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya, mana yang relevan, mana yang menjadi masalah utama dan sebagainya. Kritis adalah berupaya untuk mengembangkan kemampuan menimbangnya selalu obyektif. Untuk ini maka dituntut agar data dan pola berpikirnya selalu logis. (Drs. Cholid Narbuko dan Drs H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, 2003)

8. Asal Usul Kehidupan

Untuk mengetahui realitas kehidupan manusia dan alam semesta, pertanyaan yang muncul mengemuka adalah bagaimana awal mula kehidupan di dunia ini. Siapakah yang menciptakan alam semesta dan bagaimana proses penciptaannya?

Dalam buku pelajaran Biologi Kelas III di SMA, kita dapatkan penjelasan mengenai asal-usul kehidupan. Bagi mereka yang sempat duduk di bangku SMA Jurusan IPA/Biologi, tentu pernah mendapatkan sub materi pelajaran Asal Usul Kehidupan ini.

Ada beberapa teori yang dikemukakan yaitu teori-teori abgiogenesis, biogenesis, kosmozaik, evolusi kimia dan evolusi biologi.

a. Teori Abiogenesis

Menurut teori Abiogenesis, kehidupan berasal dari materi yang tidak hidup atau benda mati dan terjadi begitu saja (spontan). Itulah sebabnya, teori ini dinamakan pula teori generatio spontanea. Teori abiogenesis ini dikemukakan pertama kali oleh Aristoteles (334 – 332 SM), seorang filsuf dan ilmuwan Yunani Kuno. Teori ini bertahan ratusan tahun. Munculnya teori ini didasarkan pada pengamatan sederhana terhadap apa yang mereka lihat di sekelilingnya tanpa didukung oleh peralatan yang memadai. Sebagai contoh, karena cacing berada di dalam tanah, maka cacing berasal dari tanah. Dengan alasan yang sama, mereka menganggap katak berasal dari Lumpur, belatung berasal dari daging yang membusuk, dan sebagainya.

Pada abad 17, Antonie van Leeuwenhoek menemukan mikroskop. Penemuan mikroskop ini membuka cakrawala baru bagi dunia saina. Namun bagi para pendukung teori abiogenesis, adanya makhluk hidup kecil yang mereka lihat melalui mikroskop makin memperkuat mereka tentang teori abiogenesis tersebut.

(10)

Teori biogenesis merupakan lawan dari teori abiogenesis. Teori ini menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup pula. Teori biogenesis mendapat dukungan dari Francesco Redi (1626 – 1697), Lazzaro Spallanzani (1727 –1799) dan Louis Pasteur (1822 –1895). Ketiganya melakukan percobaan untuk membuktikan teori biogenesis.

Francesco Redi mengadakan serangkaian percobaan dengan bahan daging yang dimasukkan ke delapan stoples dengan kondisi yang berbeda-beda. Setelah beberapa hari di dalam stoples yang terbuka, Redi mendapatkan larva, sedangkan di dalam stoples yang tertutup tidak terdapat larva Berdasarkan percobaan ini, Redi berkesimpulan bahwa larva bukan berasal dari daging, melainkan berasal dari telur lalat yang disimpan dalam daging.

Lazzaro Spallanzani juga melakukan percobaan dengan menggunakan dua tipe medium dengan prinsip yang sama dengan Redi, tetapi dengan rancangan yang lebih sempurna. Berdasarkan hasil percobaan Spallanzani, ditemukan kenyataan bahwa udara memberi pengaruh besar terhadap terbentuknya kekeruhan pada air kaldu, membuat para pendukung abiogenesis menolak hasil percobaan spallanzani. Mereka menganggap udara mempunyai daya hidup (vital force) yang dapat memicu terbentuknya kehidupan.

Konsep tentang adanya daya hidup yang diyakini pendukung teori abiogenesis membuat Louis Pasteur berpikir bagaimana merancang percobaan yang memungkinkan udara (daya hidup) tetap dpat berhubungan dengan labu tetapi tidak mempengaruhi isi labu.

Hasil percobaan Pasteur menunjang teori biogenesis dan sekaligus menumbangkan teori abiogenesis. Teori biogenesis dapat dirumuskan dalam postulat berikut ini.

Omne vivum ex ovo yang berarti makhluk hidup berasal dari telur, omne ovum ex vivo

yang berarti telur berasal dari makhluk hidup, dan omne vivum ex vivo berarti makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.

c. Teori Kosmozoik

Teori ini dikemukakan oleh Richter (1865) dan didukung oleh Thompson, Helmholtz dan Van Tieghan. Menurut teori ini, benda-benda langit yang panas berpijar pada bagian permukaannnya saja. Bagian-Bagian dalamnya tetap dingin sehingga embrio suatu organisme yang menempati bagian dalamnya tetap hidup. Selanjutnya, organisme-organisme menyebar sampai ke bumi dan tumbuh subur di bumi. Kemudian organisme-organisme ini berkembang dan berevolusi hingga menghasilkan seluruh spesies yang ada sekarang ini.

d. Teori Evolusi Kimia

(11)

mula terbentuknya planet-planet. Meteorit terbentuk sekitar 4550 juta tahun yang lalu; bulan 4600 juta tahun yang lalu dan bumi 4550 juta tahun yang lalu, membuktikan bahwa system tata surya berumur kira-kira 5000 juta tahun atau 5 milyar tahun.

Kondisi bumi pada awal pembentukan sangat berbeda dengan keadaan sekarang. Pada saat itu, suhu permukaan bumi antara 4000-8000 derajat celcius. Sewaktu permukaan bumi mulai dingin, senyawa-senyawa karbon © dan unsure logam membentuk lapisan bumi bagian dalam (mantel), tersusun dari batuan yang mencair dan terdiri atas senyawa silicon, aluminium, besi dan sebagainya.

Para ilmuwan berpendapat bahwa pada saat itu di atmosfer terkumpul gas-gas ringan, seperti hydrogen (H2), helium (He), argon (Ar), nitrogen (N), dan oksigen(O2). Akibatnya, di atmosfer terbentuk senyawa-senyawa yang mengandung unsure-unsur ringan, misalnya uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan ammonia (NH3).

Pada saat suhu atmosfer turun menjadi sekita 100 derajat Celcius, terjadi hujan air mendidih selama beberapa ribu tahun. Pada kondisi seperti ini, kehidupan di bumi tidak mungkin terbentuk, tetapi sangat memungkinkan terjadi reaksi-reaksi kimia karena tersedianya materi dan energi yang berlimpah.

e. Teori Evolusi Biologi

A.I. Oparin dalam bukunya Asal Mula Terjadinya Kehidupan (The Origin of Life), mengemukakan bahwa asal mula kehidupan terjadi di lautan melalui pembentukan senyawa-senyawa organic dari senyawa-senyawa sederhana seperti H2O, CO2, CH4, NH3 dan H2, yang memang berlimpah pada saat itu. Pembentukan senyawa organic ini dibantu oleh energi radiasi benda-benda angkasa yang juga sangat intensif pada saat itu. Senyawa kompleks pertama diduga semacam alkohol dan asam amino yang selama jutaan tahun senyawa-senyawa ini bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks, seperti asam organic, purin dan pirimidin. Senyawa-senyawa ini merupakan bahan pembentuk sel.

9. Evolusi Menurut Darwin

(12)

Dua teori evolusi pokok yang terkandung dalam buku tersebut adalah sebagai berikut (a) Spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies yang hidup di masa lampau. Dan (b) Evolusi terjadi melalui seleksi alam.

Ahli evolusi lain, Alfred R. Wallace (1823-1913) ternyata mempunyai pemikiran yang sama dengan pemikiran Darwin, meskipun diantara mereka tidak saling mengenal. Pemikiran mereka disajikan bersama dalam pertemuan antar ilmuwan di London yang tergabung dalam Linneon Society of London pada tanggal 1 Juli 1858. Sejak saat itu teori evolusi Darwin didukung oleh banyak ilmuwan di dunia.Menurut teori evolusi Darwin, manusia merupakan hasil proses evolusi dari spesies lain yang hidup lebih dahulu yaitu kera.

Dalam perkembangan selanjutnya, oleh para pendukung teori evolusi ini dengan mengemukakan teori neo-Darwinisme. Menurut teori ini spesies berkembang sebagai hasil dari mutasi-mutasi, perubahan-perubahan kecil dalam gen mereka, dan yang paling sesuailah yang bertahan hidup melalui mekanisme seleksi alam. Selanjutnya mereka juga mengembangkan teori punctuated equilibrium (keseimbangan bersela) yang menyatakan bahwa makhluk hidup tiba-tiba berkembang menjadi spesies lain, meski tanpa bentuk transisinya. Dengan kata lain, spesies tanpa ”nenek moyang” evolusioner tiba-tiba muncul. (Harun Yahya, Allah is Known Through Reason, 52)

Menurut teori evolusi, manusia dan kera modern mempunyai leluhur yang sama. Makhl-makhluk ini berkembang seiring dengan waktu dan beberapa diantara mereka menjadi kera-kera masa kini, sedangkan sekelompok lain yang mengikuti cabang evolusi lain menjadi manusia manusia masa kini.

Para evolusionis menyebut ”leluhur bersama” pertama manusia dan kera ini ”Australopithecus” yang berarti ”Kera Afrika Selatan”. Terdapat berbagai jenis Australopithecus, yang hanya spesies kera lama yang telah menjadi berbeda. Sebagiannya tegap, sementara yang lainnya kecil dan rapuh.

Para evolusionis menggolongkan tahap evolusi manusia berikutnya sebagai ”Homo”, yakni ”manusia”. Menurut klain evolusionis, makhluk hidup dalam tahap ”homo” ini lebih berkembang dari pada Australpithecus, dan tidak banyak berbeda dari manusia modern. Manusia modern masa kini, Homo sapiens, konon terbentuk pada tahap terakhir evolusi spesies ini. (Harun Yahya, Allah is Known Through Reason, 58-59)

10. Dimanakah Tuhan?

(13)

Bab Dua

Existensi Tuhan, Bantahan Atas Paradigma Kaum

Atheis

Serangkaian teori, konsep dan pemikiran yang diuraikan pada Bab 1 disadari ataupun tidak telah memperangkap kebanyakan orang dalam paradigma kaum Atheis yang menolak keberadaan agama, Tuhan dan ajarannya. Dalam Bab 2 ini penulis mencoba untuk kembali mendiskusikan konsep dan pemikiran tersebut dengan kejernihan dan ketajaman berpikir kita. Dalam pembahasan ini diharapkan akan timbul kesadaran pembaca akan kekeliruan dalam cara pandang dan pola berpikir selama ini.

1. Manusia, Makhluk yang Lemah

Dalam diri manusia terdapat suatu potensi yang disebut akal atau rasio. Akal berfungsi untuk berpikir, dalam rangka mendapatkan pengetahuan dan mencari kebenaran. Mencari kebenaran merupakan hasrat manusiawi, sebagai makhluk yang berakal. Guna mendapatkan pengetahuan dan kebenaran tersebut, dalam diri manusia juga dilengkapi perangkat yang namanya panca indera berupa mata, telinga, hidung, kulit dan lidah. Dengan panca indera ini manusia berusaha untuk menangkap fenomena alam dan lingkungan, yang kemudian akan ditransfer ke dalam akal untuk diolah menjadi sebuah pengetahuan. Dengan proses menangkap fenomena alam oleh panca indera dan menstranfer ke dalam akal, secara menerus itulah, manusia berusaha untuk mencari kebenaran.

Namun panca indera yang digunakan untuk mengenali dan menangkap fenomena alam dan lingkungan ini memiliki keterbatasan dan kelemahan. Mata misalnya, hanya dapat melihat pada jarak tertentu saja dan menginformasikan dengan benar apa yang dilihatnya. Tetapi diluar jarak yang mampu dilihatnya itu, mata tak mampu melihat obyek secara tepat, sehingga yang diinformasikan ke dalam akal pun pengetahuan yang keliru. Terhadap obyek yang cukup jauh mata tak mampu melihat secara tepat, seperti melihat gunung dalam jarak yang jauh seolah berwarna biru, melihat laut seolah berwarna biru, melihat dua garis sejajar (rel kereta api) seolah bertemu pada satu titik, melihat pinsil yang dimasukkan sebagian ke dalam air di ember seolah patah dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Telinga dalam fungsinya sebagai indera pendengar, juga memiliki keterbatasan. Telinga hanya mampu mendengarkan suara dengan frekuensi tertentu saja. Pada suara yang sangat lemah ataupun suara yang sangat keras, telinga tak dapat berfungsi dan menginformasikannya pada akal. Dan sering informasi yang ditangkappun keliru ketika ditransfer ke akal.

Demikian pula indera-indera lainnya memiliki keterbatasan dan kelemahan. Padahal panca indera inilah yang diandalkan untuk memberikan masukan pengetahuan pada akal/otak untuk dianalisis dan disimpulkan menjadi suatu kebenaran.

(14)

kesimpulan-kesimpulan suatu pengetahuan. Tetapi pengetahuan yang mampu didapatkan sebatas pada informasi yang diberikan oleh panca indera (yang sering keliru), dan kemampuan berpikirnya juga sebatas pengalaman-pengalaman yang pernah didapatnya. Kalaupun berpikir untuk sebuah idea dan gagasan baru, tetap terbatas pada abstraksi yang mampu dibentuknya yang sifatnya subyektif. Sehingga belum tentu bisa diterima orang lain dan komunitas lainnya. Maka kebenaran yang didapatnya adalah kebenaran yang subyektif, kebenaran yang relative sifatnya. Tidak bisa dijadikan sebagai pedoman.

Emmanuel Kant (1724-1804) dalam bukunya yang terkenal Critic der Theoritische Vernunft, mengakui akan keterbatasan akal manusia. Dia menandaskan bahwa penyelidikan dengan akal (budi) benar-benar dapat memberikan sesuatu pengetahuan mengenai dunia yang tampak, akan tetapi akal (budi) itu sendiri tidak sanggup untuk membeikan kepastian-kepastian, dan bahwa berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan terdalam mengenai Tuhan, manusia, dunia, dan akhirat, akal (budi) manusia itu tidak mungkin memperoleh kepastian-kepastian, melainkan hidup dalam pengandaian. (Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, 2004)

2. Kelemahan Teori-teori Filsafat Barat

Teori dan konsep filsafat barat yang telah mempengaruhi cara pandang dan pola berpikir kebanyakan orang selama ini juga terdapat banyak kelemahannya. Marilah kita coba bahas teori dan konsep yang ada pada bab satu secara rinci sebagai berikut:

a. Klarifikasi atas Pandangan Marx

Menurut Marx, agama sebagai candu masyarakat. Dalam pandangan Marx, agama seperti candu, ia memberikan harapan-harapan semu, dapat membantu orang untuk sementara waktu melupakan masalah real hidupnya. Seorang yang sedang terbius oleh candu/opium dengan sendirinya akan lupa dengan diri dan masalah yang sedang dihadapinya.

Bagi Marx, agama juga merupakan medium dari ilusi sosial. Agama tidak berkembang karena ada kesadaran dari manusia akan pembebasan sejati, tetapi lebih karena kondisi yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kuasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Propaganda agama yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dipandang oleh Marx sebagai sikap meracuni masyarakat.

Pernyataan Marx bahwa agama sebagai candu masyarakat, muncul tatkala dia mengamati realitas empiris di sekitarnya pada saat itu, dimana orang beragama dan melakukan ritualitas karena menghindari realitas hidup yang dihadapinya dan agama mampu meninabobokan para penganut agama tersebut.

Juga masalah penyebaran agama yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama untuk melanggengkan kekuasaan bisa dimaklumi, karena memang demikian kenyataan saat itu. Dan ini terjadi pada agama Kristiani, yang menjadi fokus kritik Marx pada fungsi politik agama, khususnya yang menjadikan agama sebagai ideologi Negara. Agama telah dijadikan alat pukul oleh Negara untuk membungkam para pemeluknya yang memprotes sikap otoriter para pemimpin politik dan ekonomi Prussia.

(15)

b. Materi Bukan Segalanya

Materialisme menganggap segala yang ada adalah materi. Unsur pokok, dasar dan hakekat segala sesuatu yang ada itu materi. Materi adalah suatu yang abadi, tidak diciptakan dan ada dengan sendirinya. Materi adalah awal dan akhir kehidupan. Paham materialisme menganggap pikiran, gagasan dan idea merupakan hasil dari kerja materi. Pada akhirnya paham materialisme mengingkari keberadaan agama dan Tuhan.

Pandangan yang menyatakan bahwa segala yang ada materi adalah sebuah kekeliruan. Dalam diri manusia sendiri, disamping adanya materi juga ada unsur non materi yang mampu menggerakkan tubuh materinya. Yang membuat tubuh materi tersebut hidup. Dan ketika manusia meninggal, ada sesuatu yang lepas dari tubuh materinya. Lalu bagaimana materialisme memandang sesuatu (yang non materi) yang lepas dari tubuh tersebut?

Dalam kehidupannya, manusia juga dihadapkan berbagai hal yang non materi. Energi listrik yang mampu menggerakkan peralatan elektronik, yang terdiri dari elektron-elektron bersifat gelombang tak bisa dikatakan sebagai materi. Energi tersebut kenyataannya ada, dan manusia tak pernah dapat menangkapnya secara langsung.

Masih banyak lagi dalam dunia ini ‘sesuatu’ yang bukan materi. Dus anggapan bahwa segala sesuatu adalah materi tidak lah tepat. Dan teori materialisme tak bisa dijadikan dasar pengetahuan akan sebuah kebenaran.

c. Berpikir Tak Dapat “mengadakan” Sesuatu

Apa yang dikatakan Rene Descartes yaitu “cogito ergo sum” yang artinya aku berpikir, maka aku ada, bukanlah bermakna bahwa dengan berpikir mampu “mengadakan” sesuatu. Hakekat berpikir adalah bertanya, bertanya adalah mencari jawaban. Maka dengan berpikir akan didapat suatu pengetahuan, suatu kepahaman, kesadaran akan adanya sesuatu. Berpikir bukanlah bisa mengadakan sesuatu tetapi hanya bisa menyadari keberadaan sesuatu.

Kenyataannya sejumlah benda yang ada di sekitar kita, baik kita pikirkan maupun tidak, tetaplah ada. Dan suatu benda yang tak ada, tak akan pernah diwujudkan hanya dengan sekedar berpikir. Terhadap sesuatu yang tidak nyata, yang kemudian kita pikirkan adanya hanyalah dalam abstraksi pada pikiran kita.

Anggapan bahwa Tuhan pada kepercayaan orang-orang beragama, hanyalah hasil rekayasa pikiran, adalah sebuah kesalahan. Jika Tuhan merupakan hasil rekayasa pikiran, betapa hebatnya pemilik pikiran tersebut yang mampu merekayasa adanya Tuhan. Dan seseorang akan merekayasa sejumlah Tuhan sesuai keinginannya. Jika pemilik pikiran tersebut mengalami kematian, Tuhan pun akan ikut mati. Maka untuk peran apakah Tuhan direkayasa?

Demikianlah, sesungguhnya pikiran manusia tidak akan pernah menjangkau hakekat keberadaan Tuhan. Apalagi merekayasa atau menciptakan Tuhan, kecuali hanyalah Tuhan-tuhan illutif dan Tuhan-tuhan semu.

d. Skeptisisme Kaum Atheis

(16)

mampu diatasi dengan sains dan teknologi itu sendiri. Pandangan demikian jauh dari kenyataan. Tahapan-tahapan secara keilmuan, bisa saja terjadi perkembangan pemikiran manusia, namun masalah kepercayaan, agama dan Tuhan, tak sepenuhnya hilang dari pemikiran mereka, meski berusaha mereka ingkari.

Masyarakat komunis yang anti Tuhan, yang menolak keberadaan Tuhan pun tak sepenuhnya bisa menghilangkan akan perasaan akan adanya Tuhan. Mereka sendiri sebetulnya skeptis (meragukan) akan apa yang dipahaminya tentang ketiadaan Tuhan. Bahkan pada saat-saat tertentu, mereka masih berharap adanya kekuatan-kekuatan di luar dirinya (mistis) yang bisa menolongnya.

Dan pernyataan “God is dead” adalah lontaran dari kesombongan ilmiah, kesombongan intelektualitas yang menyesatkan, yang sebenarnya merupakan pengingkaran akan hati nurani sendiri.

3. Kelemahan Teori-teori Kebenaran

Sebagai makhluk yang mencari kebenaran, manusia dengan potensi akalnya akan terus berusaha untuk menemukan hakekat kebenaran. Namun pengetahuan hanya mengantarkan pada kebenaran-kebenaran yang subyektif. Kebenaran-kebenaran yang secara teoritis merupakan hasil temuan ilmiah yang sebetulnya memiliki banyak kelemahan, yang bisa kita diskusikan berikut ini :

a. Kelemahan Teori Koherensi

Teori kebenaran ini banyak dianut oleh kaum idealis, menurut mereka sesuatu yang disebut benar itu adalah yang benar menurut idea dan dalam idea tanpa memperhatikan fakta. Plato mengatakan bahwa yang disebut kuda yang sebenarnya adalah kuda yang ada dalam idea. Sedangkan kuda menurut kenyataan dan yang nyata adalah bayangan dari kuda yang ada dalam idea. Dari pernyataan Plato ini lalu timbul pertanyaan “Plato yang sebenarnya itu ada dalam idea siapa?”, mengingat dari teorinya sendiri menyatakan bahwa Plato yang ada adalah bayangan dari Plato yang ada dalam idea (pikiran). Filosof Britania Bradley (1864 -1924) sebagai penganut idealisme menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada orang yang menentukan tanpa harus memandang realitas peristiwa, asalkan dalam pikiran itu ada, jika pikiran itu tidak ada maka apapun yang ada di dunia ini tidak ada. Padahal orang yang berakal sehat akan mengatakan bahwa setiap yang ada di luar manusia, berpikir atau tidak berpikir kalau zat/sesuatu tersebut memang ada, maka akan tetap ada.

b. Kelemahan Teori Korespondensi

(17)

c. Kelemahan Teori Pragmatisme

Sesuatu dianggap benar jika bermanfaat, teori ini bagaimana kalau diterapkan terhadap pernyataan “Menyontek sewaktu ujian” dan “ Mencuri” serta “Narkoba”, apakah ketiga hal tersebut merupakan kebenaran? Kalau ya, kenapa setiap siswa/mahasiswa ujian selalu dijaga ketat, dan jika ketahuan ada yang menyontek diberika sangsi? Lalu mencuri. Apakah dengan mencuri yang mana hasil dari curian tersebut sangat bermanfaat bagi si pencuri itu juga dapat dikatakan benar? Kemudian dengan keberadaan narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya) apakah juga dibenarkan oleh akal sehat dan diterima oleh setiap orang?

4. Kelemahan Metode Ilmiah

Untuk bisa mendapatkan kebenaran ilmiah, harus dilakukan melalui metode ilmiah. Kebenaran seperti apa yang dihasilkan dari metode ilmiah? Sebetulnya kalau kita mau cermati, maka metodologi ilmiah itu sendiri memiliki kelemahan bahkan sangat lemah untuk bisa digunakan mencari hakekat kebenaran.

Dalam metodologi ilmiah, harus memenuhi persyaratan empiris, obyektif, rasional dan sistematis. Empiris berarti suatu kebenaran berdasarkan pengalaman yang dapat ditangkap dengan pancaindra, dan dapat dibuktikan. Padahal sebagaimana dalam uraian mengenai kelemahan panca indra kita yang tak pernah mampu berfungsi terhadap seluruh obyek dan mampu menangkap dengan tepat apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Maka pengetahuan sebagai hasil dari pengalam berdasarkan panca indera, tak sepenuhnya benar.

Obyektif berarti suatu kebenaran harus mengandung nilai obyektifitas, berdasarkan fakta yang menjadi obyek pengetahuan, bukan berdasarkan yang menilai atau yang mengamati (subyek-nya). Dalam kenyataannya, banyak pengetahuan yang dijadikan sebagai kebenaran hanya atas asumsi dan dugaan sementara dari orang perorang. Jadi kebenaran tersebut sebenarnya bersifat subyektif, yang belum tentu dapat diterima orang lain.

Rasional berarti kebenaran tersebut bersumber dari akal (rasio) atau pikiran manusia, dimana pengalaman-pengalaman hanya sebagai perangsang bagi pikiran. Kebenaran demikian merupakan kesimpulan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dan menjadi pengetahuan dalam akal manusia. Namun pada realitasnya banyak kebenaran yang tidak masuk diakal, yang tidak rasional, namun diikuti oleh banyak orang dan dijadikan sebagai sebuah kebenaran.

Sistematis berarti berurutan, yakni dalam menemukan kebenaran harus melalui proses yang berurutan. Sistematis sebagai sebuah metode bisa menjadi keharusan, namun tahapan yang dikerjakan secara berurutan itu belum tentu sebagai kebenaran yang hakiki.

Berdasakan uraian dan penjelasan tersebut diatas, maka metodologi ilmiah sebagai cara untuk menemukan kebenaran tidak bisa untuk dijadikan patokan secara mutlak. Kebenaran yang didapat dari metodologi ilmiah sebatas kebenaran yang relative, bahkan terkadang tidak konsisten dengan persyaratan ilmiah itu sendiri.

5. Teori Asal Usul Kehidupan dan Evolusi Darwin

(18)

kehidupan diatas sebagai pengetahuan yang benar.. Dalam kebenaran ilmiah senantiasa terjadi perubahan dan pembaharuan manakala ada hasil temuan dan penelitian lainnya yang dapat menumbangkan teori pengetahuan sebelumnya. Inilah sifat kebenaran ilmiah. Kebenaran teori-teori tersebut bersifat relative.

Teori Darwin tentang evolusi sudah banyak yang menyanggah. Telah terbukti ketidakbenarannya. Teman selaboratoriumnya sendiri sudah membantah teorinya habis-habisan dengan mencoba mengawinkan tikus yang sudah dipotong ekornya, ternyata tak ada anak tikus yang berekor pendek, demikian juga keturunannya. Dalam teorinya mengenai manusia sebagai hasil proses evolusi dari kerapun tak memperoleh data lengkap. Ada mata rantai yang terputus (missing link} antara manusia dengan kera. Demikianlah, teori evolusi Darwin ini juga tak bisa dijadikan sebuah pengetahuan yang benar.

Harun Yahya mengupas cukup dalam tentang tipudaya teori evolusi Darwin ini dalam bukunya ”Allah is Known Through Reason” yang diterjemahkan Muhammad Shodiq, S. Ag. Menurut Harun, teori evolusi adalah suatu filosofi dan konsepsi dunia yang menghasilkan suatu keasalahan hipotesis, asumsi dan scenario khayalan dengan tujuan menjelaskan keberadaan dan asal-usul kehidupan dengan hanya secara kebetulan. Filosofi ini berakar jauh di zaman lalu sekuno Yunani-kuno.

Ide khayal Darwin dianut dan dikembangkan oleh kalangan ideologis dan politis tertentu dan teorinya menjadi sangat populer. Alasan utamanya adalah bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk menyingkapkan bahwa skenario imajinasi Darwin itu sala. Ketika Darwin mengajukan asumsinya, disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia belum ada. Jikalau ada, Darwin mungkin dengan mudah mengenali bahwa teorinya tidak ilmiah sama sekali, dan sehingga takkan ada yang berusaha mengajukan pernyataan omong kosong tersebut, informasi yang menentukan spesies telah ada dalam gen dan seleksi alamiah tidak mungkin menghasilkan spesies baru dengan mengubah gen.

Pada masa bergaungnya buku darwin, ahli botani Austria yang bernama Gregor Mendel menemukan kaidah pewarisan sifat di tahun 1865. Meskipun kurang dikenal hingga akhir abad itu, penemuan Mendel menjadi sangat penting awal 1900-an dengan lahirnya ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada 1950-an, penemuan molekul DNA, yang menghimpun informasi genetik, menempatkan teori evolusi pada krisis yang hebat, karena keluarbiasaaan informasi dalam DNA, tidak mungkin diterangkan sebagai kejadian kebetulan.

Selauin semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk-bentuk transisi, yang diduga menunjukkan evolusi organisme hidup secara bertahap dari yang primitif menuju spesies yang maju, yang pernah ditemukan walaupun dengan pencarian bertahun-tahun. 6. Existensi Tuhan

Kebenaran yang dicapai dengan melalui ilmu pengetahuan maupun filsafat hanya kebenaran yang bersifat subyektif, kebenaran yang bersifat relative bukan kebenaran yang hakiki. Karena perangkat yang digunakan untuk mencapai kebenaran tersebut diatas memiliki keterbatasan dan kelemahan. Panca indera dan akal manusia memiliki keterbatasan untuk mencapai pada kebenaran yang hakiki.

(19)

sesuatu sebelum dan sesudah adanya alam. Ada sesuatu yang tak terjangkau panca indera dan akalnya, “sesuatu” itulah yang mengawali dan mengakhiri kehidupan ini. “Sesuatu” yang memiliki super power, yang menciptakan alam semesta beserta isinya, yang mengelola dan mengatur ciptaannya. Terhadap “sesuatu” itu, orang menyebutnya dengan “Tuhan”.

Banyaknya suku, bangsa, aliran, kepercayaan dan agama menimbulkan banyaknya konsepsi akan ketuhanan dari masing-masing komonitas. Untuk melakukan pendekatan akan pengetahuan mengenai Tuhan yang hakiki, kita perlu mengenal karakteristik dari Tuhan yang bisa diakui secara obyektif, sebagai kebenaran universal.

Dari uraian bab sebelumnya dan pembahasan mengenai kelemahan ilmu pengetahuan dan filsafat, kita telah ketahui pengetahuan akan kebenaran yang dihasilkannya adalah subyektif, sifatnya relative. Maka Tuhan dalam arti sebenarnya tentu tidak memiliki sifat relative, Tuhan yang tidak terjangkau, yang tidak dikenal dengan akal pikiran manusia. Dia memiliki sifat Mutlak. Mutlak dalam segala kehendak dan perbuatannya. Siapapun tak ada yang dapat mempengaruhi kehendaknya, mempengaruhi perbuatannya, mempengaruhi keputusan-keputusannya. Karakteristik demikian disebut Absolut (mutlak).

Karena karakternya mutlak, maka Dia tentu berbeda dengan keberadaan makhluknya. Tak ada sesuatu yang dapat menyerupainya. Menyerupai dalam seluruh sifat, dzat, kehendak dan perbuatannya. Karakteristik demikian disebut Distinct yang artinya berbeda. Karena Tuhan berbeda dengan yang lain, maka Dia juga memiliki karakter yang lain yaitu khas atau unique, artinya tak ada sesuatu yang menyamainya.

Demikianlah, Tuhan dalam arti yang sebenarnya memiliki karakter Absolut (mutlak), Distinc (berbeda dengan lainnya) dan Unique (tak ada yang menyamainya). Inilah karakteristik Tuhan yang sebenarnya.

(20)

Bab 3

Perbandingan Agama

Adanya agama atau kepercayaan yang jumlahnya lebih dari satu, menuntut kita untuk memilih yang benar. Anggapan bahwa semua agama benar, secara logika tidaklah mungkin. Adakah semua agama benar, jika beberapa konsep ketuhanan dan ajaran masing-masing berbeda atau bahkan saling bertentangan? Tentulah tidak mungkin! Lalu hanya satu saja yang salah, lainnya benar? Inipun tidak mungkin. Dalam logika yang bisa diterima akal sehat, adalah satu benar dan lainnya salah. Lalu manakah diantara agama yang ada itu yang benar?

Dalam upaya mendapatkan kebenaran yang bisa kita pilih untuk menjadi pedoman dan tuntunan hidup, perlu dilakukan suatu kajian dengan menggunakan kriteria yang dapat diterima akal sehat serta obyektif dalam penilaiannya.Untuk mengenal kebenaran mutlak (Tuhan) bisa didapat hanya dengan informasi yang diberikan sendiri oleh Sang Mutlak kepada manusia, mengenai dirinya melalui firman-firmanNya, yang dalam ajaran agama terkumpul dalam sebuah Kitab Suci. Kitab suci adalah informasi, petunjuk dari Tuhan sehingga iapun memiliki bobot kemutlakan juga karena bersumber dari kebenaran yang sejati (mutlak).

Untuk dapat menguji dan menganalisis suatu ajaran agama, perlu dilakukan pengkajian Kitab Sucinya, ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya serta nabi atau penerima wahyu/pembawa agama tersebut. Sebuah agama dapat dikatakan benar jika memiliki konsep ketuhanan yang benar, dengan karakteristik Tuhannya memenuhi kriteria absolute, distinc dan unique (ADU). Isi firman-firmannya benar dan menginformasikan tentang konsep Ketuhanan tersebut. Konsep ajaran agamanya juga menginformasikan mengenai masalah alam semesta dan manusia. Disamping itu, penerima wahyu atau pembawa ajarannya pun orang yang kridible, memiliki kepribadian yang suci dilihat dari sisi historisnya.

Marilah kita coba lakukan kajian dan analisis atas agama yang ada, secara rinci: agama Hindu, Budha, Kong Hucu, Kristen dan Islam.

A. Agama Hindu

Agama Hindu adalah sebuah agama yang berasal dan berkembang di India. Konsep ketuhanan agama Hindu pada awalnya adalah bertuhankan Brahma yang mempunyai sifat wisnu (membangun, memelihara) dan syiwa (merusak). Namun dalam perkembangannya dua sifat yang menyertainya itu menjadi “Tuhan” tersendiri yang menyatu dalam konsep Trimurti. Trimurti terdiri dari Brahma (Dewa Pencipta), Wisnu (Dewa Pemelihara) dan Syiwa (Dewa Perusak). Dengan demikian konsep awalnya adalah monotheisme kemudian berubah menjadi polytheisme. Selain adanya Tuhan Trimurti tersebut, dalam agama Hindu juga dikenal Dewa-dewa perantara, seperti Dewa Matahari, Dewa Bulan, Dewa Angin, dan lain sebagainya.

(21)

Kitab Weda terdiri dari Regweda, Samaweda, Yayurweda dan Athawaweda. Kitab ini menggunakan bahasa Sansekerta tinggi, dan tidak semua penganut agama Hindu diperbolehkan membaca/mempelejari kita ini. Mengenai masalah ini, Gotama Risyi pernah berkata : “Apabila seorang sudra kebetulan mendengarkan kitab Weda dibaca, maka adalah kewajiban raja untuk mengecor dengan cor-coran timah ke dalam kupingnya, dan apabila orang sudra membaca mantera-mantera Weda, maka raja harus memotong lidahnya, dan apabila ia berusaha membaca Weda maka raja harus memotong badannya (Gotama Smarti : 12)

Yang dipercaya sebagai penerima wahyu Tuhan dalam agama Hindu ini adalah orang-orang suci yang disebut Rsi, Rsi menerima wahyu Tuhan dengan cara memandang dan melihat. Rsi tidak hanya seorang tetapi jumlahnya ada tujuh orang Rsi, yaitu Rsi Rrtsamada berhubungan dengan turunnya Rg veda Mandala II; Visvamitra berhubungan dengan turunnya Rg veda Mandala III; Vamadeva berhubungan dengan Mandala IV Rg veda; Atri dikaitkan dengan turunnya Mandala V Rg Veda; Bhradvaja berhubungan dengan turunnya Mandala VI; Vasistha berhubungan dengan turunnya Mandala VII; dan Kanva berhubungan dengan Mandala VIII Rg veda.

Pokok ajaran : tujuan agama Hindu adalah tujuan beragama atau darma, yaitu mencapai pelepasan, kebebasan atau kesempurnaan roh (moksa) dan kesejahteraan ummat manusia, kedamaian, kelestarian dunia (jagaddhita). Pengertian moksa adalah kebebasan roh dari kehidupan duniawi atau pelepasan, bebas dari dosa.

Sebelum mencapai moksa, setiap orang akan mengalami reinkarnasi (kehidupan kembali setelah kematian dalam wujud lainnya). reinkarnasi ini sangat ditentukan oleh kehidupan sebelumnya. Jika baik kehidupannya akan mengalami Reinkarnasi menjadi lebih baik dan sebaliknya jika buruk kehidupan sebelumnya, maka akan mengalami reinkarnasi menjadi lebih buruk. Manusia yang berbuat jahat atau maksiat, akan terkena karma di dunia ini dalam kehidupan berikutnya. Proses kehidupan yang tiada akhir ini dalam ajaran Hindu disebut Samsara. Jika seseorang telah mampu memperbaiki diri menjadi manusia sempurna, maka akan mencapai Moksa (Pelepasan Roh) dan menyatunya jiwa atman dengan Brahman.

Analisis:

Konsep ketuhanan dalam agama Hindu dikenal dengan Tuhan Trimurti yang terdiri dari Brahma, Wisnu dan Siwa dan adanya Dewa-dewa Perantara seperti Dewa Matahari, Dewa Bulan, Dewa Angin, dan lain sebagainya. Dilihat dari konsep ketuhanan yang demikian telah jelas tidak sesuai dengan criteria absolute. Tuhan terpersonifikasi dalam Dewa yang banyak (polytheisme) maka tidak distinc dan karenanya tidak unique.

Kitab Suci Weda berdasarkan tinjauan diatas, maka tak dapat dipercaya sebagai Wahyu dari Tuhan, juga dengan turunnya wahyu tersebut melalui banyak orang suci yang dipertanyakan kemurniannya, karena mereka tak bisa secara jujur mengatakan yang sebenarnya. Ajarannya mengenai reinkarnasi, secara akal sehat tak bisa dipercaya, karena bertentangnya dengan realitas sebenarnya.

(22)

B. Agama Budha

Asal usul agama Budha bersumber dari seorang laki-laki yang dikenal dengan nama Siddharta Gautama, anak seorang raja atau pimpinan dari Suku Sakya dari sebuah Negara kecil di bagian Utara India. Suddhodana, ayah Siddharta, memberikan kesempatan kepada putranya untuk belajar dan berkembang, mengajarkan semua keahlian yang harus dimiliki seorang pangeran. Sang ayah membawa guru terbaik dari setiap bidang, yang mengajari Siddharta pelajaran Hindu Klasik. Untuk membahagiakan anaknya, Suddhodana memanjakan Siddharta dengan memberikan segalanya yang dapat ia berikan, termasuk istana indah dan hidangan lezat. Ia juga mengatur pernikahan putranya dengan Yosadhara, putri yang paling cantik di kerajaan.

Harta benda dan kemewahan yang diberikan ayahnya ternyata tak bisa membahagiakan Siddharta. Pikirannya juga terus bergejolak memikirkan penderitaan manusia, tatkala suatu hari ia keluar dari Istana dan mendapati seorang lelaki yang kurus kering karena sakit meminta-minta dan melihat seorang lelaki lain tua yang bungkuk, gemetaran bersandar pada tiang di pinggir jalan. Dia menyadari bahwa kebahagiaan kehidupannya hanyalah sementara.

Akhirnya pada usia 29 tahun, Sidharta meninggalkan istana, meninggalkan istri dan seorang anak yang dicintainya. Ia bergabung dengan kelompok pertapa yang telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari kebenaran tertinggi dengan menjadi penganut Hindu. Dari guru yang satu ke guru yang lain tak mendapatkan cara untuk menghapus penderitaan, akhirnya Siddharta memutuskan untuk berkelana seorang diri, menjalani meditasi, melakukan pertapaan di hutan belantara, menyiksa diri dan akhirnya duduk mematung hingga burung pun hinggap dan mematuki bahunya dan seekor tupai meloncat di lututnya.

Menjalani pengembaraan dan pertapaan selama tujuh tahun, Siddharta tak menemukan kebenaran yang dicarinya. Tiba-tiba dia menyudahi pertapaan itu dengan meminum segelas susu dan makan nasi yang diberikan seorang wanita yang baik hati ketika melihatnya. Ia kemudian duduk di bawah pohon Bodhi yang dikenal sebagai ‘ficus religiosos’ (pohon kebijaksanaan), berniat untuk tidak meninggalkan pohon tersebut sampai dia mendapatkan jawaban untuk mengatasi penderitaan.

Saat matahari terbit, Siddharta diterangi dengan cahaya kebijaksanaan yang berasal dari tubuhnya sendiri. Seluruh pertanyaannya terjawab dengan jelas. Ia mengalami realisasi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, penghentian dari pendeitaan, pemahaman intuisi terhadap kehidupan dan kematian. Ia bangkit dengan pancaran sinar dan kuat, penerangan sempurna. Sejak itu, Siddharta Gautama dikenal sebagai Buddha.

Dari uraian dan penjelasan histories munculnya agama Budha, menunjukkan bahwa konsep ketuhanan agama Budha tidaklah jelas, karena sang Buddha dalam agama ini telah menjadi guru sekaligus Tuhan sesembahan bagi penganut Buddha.

Kitab suci agama Buddha bernama Tripitaka, yang mana kitab ini terhimpun dari pidato Buddha, yaitu Windyapittaka (peraturan hidup), Sutrantapittaka

(wejangan/pelajaran Buddha) Abbidharmapittaka (soal keagamaan). Ajaran Agama Budha adalah dua hal, yaitu Aryasatyani (kebenaran yang utama) dan Paratyasamutpada

(rantai lingkaran sebab akibat).

(23)

dan pikiran yang benar, perkataan yang benar, kelakuan yang benar, penghidupan yang benar, tindakan yang benar, perhatian yang benar (tidak boleh terkena pengaruh sedih/senang) Semedi (pemusatan pikiran) yang benar.

Dalam Aryasatyani juga diterangkan, bahwa hidup adalah penderitaan, akibat dari nafsu, maka nafsu harus ditindas. Tetapi nafsu ini timbul karena kebodohan, sehingga kebodohanlah yang harus ditindas terlebih dahulu. Dengan demikian terhentilah hidup yang terjalin karena penderitaan, tinggal hidup yang abadi. Orang-orang yang yang telah mencapai hidup yang abadi ini tidak akan menitis kembali di atas bumi karena telah masuk nirwana.

Apabila dicermati, sebenarnya ajaran ini bukanlah merupakan suatu agama, karena kitab suci yang seharusnya memberikan informasi dari TuhanNya mengenai konsep ketuhanan, mengenai utusanNya telah gugur bila diukur dengan kaidah-kaidah kebenaran. Apalagi dengan kitabnya.

Analisis:

Konsep ketuhanan dalam agama Budha tidaklah jelas, karena sang Buddha dalam agama ini telah menjadi guru sekaligus Tuhan sesembahan bagi penganut Buddha. Dalam agama ini juga dikenal banyak Dewa disamping Sang Budha, sehingga termasuk dalam agama polytheisme. Dengan demikian Tuhan dalam agama Buddha tidak distinc dan karenanya tidak unique.

Kitab Suci Tripittaka merupakan kumpulan pidato dan konsep-konsep kebijakan dari Sidharta Gautama setelah dianggap mencapai penerangan yang sempurna (Buddha), bukan merupakan wahyu yang datangnya dari Tuhan yang absolute, distinc dan unique. Tidak menjelaskan mengenai konsep ketuhanan maupun informasi mengenai alam semesta.

Pembawa agama ini adalah seorang manusia yang meninggalkan kehidupan duniawinya dengan hidup menderita, bertapa, menyiksa diri, melakukan meditasi untuk mendapatkan kebenaran sejati. Cara-cara yang dilakukan dengan menjauhkan diri dari kehidupan dunia justru bertentangan dengan hasrat terdalam manusia untuk memanfaatkan alam semesta ini.

Ajaran pokoknya adalah penderitaan, penderitaan akibat hawa nafsu, penderitaan dapat dibuang dengan jalan membuang hawa nafsu, dan hawa nafsu ini dapat dibuang dengan delapan cara (astaweda). Konsep demikian merupakan hasil dari pemikiran dan meditasi sehingga lebih menyerupai konsep filsafat bukan agama yang sebenarnya.

(24)

C. Agama Kristen

Ajaran Kristen mempunyai kaitan erat dengan ajaran Nabi Musa dengan kitabnya Taurat dan ajaran Nabi Isa dengan kitabnya Injil, karena itu perlu diketahui terlebih dahulu mengenai ajaran Yahudi dan ajaran Nasrani yang secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Ajaran Yahudi.

Sewaktu Bani Israil bermukim di Mesir sejak Nabi Yusuf hingga Nabi Musa selama lebih dari 400 tahun, Bani Israil makin tidak mengenal Tuhan yang Esa lagi, dan sebagai puncaknya pada zaman Musa/Ramses II. Dengan mu’jizat Musa yang hebat itu, Bani Israil kembali ke agama Tauhid. Namun setelah Musa berkhalwat di bukit Sinai, didapatinya Bani Israil tersebut telah berbalik, yaitu menyembah anak lembu yang terbuat dari emas. Ini membuktikan bahwa mu’jizat Musa telah mulai pudar. Setelah Musa tidak ada, kitab Taurat sebagai ajaran dari Musa dikotori oleh tangan-tangan Yahudi, sehingga memindahkan kedudukan Allah dan selanjutnya kitab itu diganti dengan kitab Talmud, yaitu kitab yang berisi tafsiran kitab Taurat yang berisi 34 kitab tebal. Dan kitab Talmud itulah yang kemudian dipakai sebagai pegangan utama Bani Israil. Jadi bolehlah dikatakan bahwa pengaruh dari mu’jizat Musa telah lenyap.

Sejak 63 tahun sebelum Masehi, Palestina dikuasai oleh kaisar Pompanyus dari Romawi, dan akhirnya orang-orang Yahudi meniru-niru kebiasaan gaya hidup orang Romawi, sehingga penyelewengan Bani Israil, terutama Yahudinya, telah melampaui batas, diantaranya di dalam Baitul Maqdis dijadikan tempat maksiat yang luar biasa.

2. Ajaran Nasrani

Pada saat kehidupan agama Yahudi yang sangat kritis di tempat itu, turunlah Isa AS untuk menyelamatkan umat. Dengan mu’jizatnya yang hebat dalam waktu tiga tahun tiga bulan lebih tiga hari, berpuluh Bani Israil kembali ke agama tauhid. Imam-imam jahat Yahudi yang biasanya memeras umatnya untuk kepentingan duniawi, kini tidak dapat berkutik lagi. Karena rasa amarahnya yang sangat, maka imam-imam jahat itu kemudian memfitnah Nabi Isa AS hingga pengikutnya murtad secara masal. Setelah Isa AS tidak mempunyai kekuatan yang berarti maka imam-imam tadi dibantu oleh laskar Romawi, berusaha membunuh dan menyalib Nabi isa AS, maka terjadilah peristiwa salib yang misterius itu. Jika toh ada yang mengimani ajaran Isa yang tauhid itu diketahui oleh kaisar, sehingga mereka dikejar-kejar dan lari menyembunyikan diri di dalam gua dan tertidur di sana selama 309 tahun seperti tersebut dalam Al-Quran surat Kahfi. Jadi dapatlah dimengerti kalau pada waktu itu agama tauhid sedang tidak ada.

3. Paulus dan Gerakannya

(25)

maka ia pergi ke Yerusalem di negeri Palestina. Disana ia belajar kitab Taurat dan kitab Nabi lain kepada Imam Gamaliel. Disamping itu ia mempelajari ajaran-ajaran yang ditinggalkan Nabi AS. Ia termasuk anak yang cerdas sehingga dalam waktu yang singkat dapat menguasai ajaran dari Gamaliel dan ia menjadi orang penting bagi Gamaliel.

Sewaktu diutus ke Damsyik (Damaskus) untuk menangkap sisa-sisa pengikut Isa AS, sekonyong-konyong terjadfi peristiwa yang mengubah jalan sejarah agama. Karena perjalanan itu sangat jauh maka sewaktu sampai di Damaskus, ia amat lelah dan rebah (tidur). Setelah bangun dari rebah ia bercerita kepada pengikutnya bahwa ia bertemu dengan Yesus sewaktu rebah tadi, dan ia diangkat jadi Rasul.

Sejak itu ia mengajarkan bahwa Yesus itu Tuhan yang kehadirannya di dunia ini untuk disalib dalam rangka menyelamatkan orang-orang yang beriman. Ajaran Paulus ini ditentang oleh murid-murid Yesus yang banyaknya 12 orang, namun Paulus terus melakukan propaganda. Karena daerah operasinya di daerah yang pada umumnya merupakan daerah paganisme (kepercayaan dan pemujaan kepada dewa-dewa) yaitu Antiochia, dimana kebanyakan orang-orangnya memuja dewa Mithra (dewa yang mati dibunuh dalam rangka menebus dosa). Setelah setahun ia mengajar di sana, kemudian lahirlah agama Kristen (Kisah Rasul-rasul 11 : 26).

Atas dasar ini, maka orang-orang barat yang melakukan penyelidikan dan jujur mengatakan bahwa agama Kristen itu bukan ciptaan Tuhan, juga bukan didirikan Yesus/murid-murid Yesus. Jadi kira-kira 15 tahun dari peristiwa salib yang misterius itu, yaitu pada tahun 48 Masehi lahirlah agama Kristen yang disamping percaya kepada Allah juga percaya kepada Kristus (Sang Kristus = Yesus).

4. Konsep Ketuhanan

Umat Kristen beriman kepada Tuhan Bapa atau Tuhan Allah, Tuhan Putra, atau Firman atau Yesus atau dikenal juga sebagai Isa Almasih dan Roh Kudus atau Malaikat Jibril. Konsep ini disebut sebagai doktrin Trinitas. Dasar dari keyakinan demikian dijelaskan dalam Injil Yohanes, 5 : 7 – 8 --- ”Sebab ada tiga yang memberikan kesaksian di dalam sorga : Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberikan kesaksian di bumi : Roh, darah dan air dan ketiganya adalah satu.”

Dan Injil Matius, 28 : 19 --- ”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”

Demikianlah, doktrin yang telah ditanamkan terhadap umat Kristiani sejak mereka kecil hingga besar untuk menerima keyakinan dan konsep tersebut tanpa adanya suatu pertanyaan dan sanggahan yang kritis terhadapnya.

5. Kitab Suci Umat Kristen

Kitab suci umat Kristen disebut Bible atau Byble atau Gospel dan masih banyak lagi sebutan yang lain. Kitab tersebut terdiri dari kitab-kitab :

a. Kitab Perjanjian Lama, yaitu kitab-kitab yang ditulis sebelum masehi yang meliputi : Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat, Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan. Kelima Kitab ini dahulunya hanya berupa sebuah kitab saja yang dikenal dengan Kitab Taurat. Selain itu adalah Kitab nabi Yesayas, dan lain-lainnya.

(26)

Perlu dijelaskan disini bahwa, Markus adalah pembantu Paulus (Timotius 4:11), Lukas adalah tabibnya Paulus (Kolese 4 : 14). Matius dan Lukas menulis Injil dengan mengambil bahan dari Markus. Jadi selain Yahya surat-surat lain dan Kitab Wahyu adalah karya Paulus dan orang-orang yang telah kena pengaruhnya.

Bibel yang kita jumpai sekarang ini, pada zaman dahulu belum ada. Kitab Taurat ditulis kira-kira 1200 tahun sebelum masehi. Dan Kitab terakhir dan Perjanjian Baru (Kitab Wahyu) ditulis sekitar tahun 105. Kitab Injil Markus ditulis dalam bahasa Yunani dan kemudian disalin, dan salinan ini kemudian disalin lagi.

Kini tulisan Markus dan salinan yang pertama telah tiada, yang ada hanya salinan kedua. Bibel dijadikan berpasal-pasal oleh Hugo pada tahun 1236 dan kemudian dijadikan berayat-ayat oleh Robertus pada tahun 1551. Jadi Bibel dalam ujud seperti yang sekarang ini dibentuk dalam waktu 551, yuitu dari tahun 1200 SM hingga 1551 M. Bahwa isi Bibel banyak yang irasional dan bertentangan, memang telah diakui banyak sarjana.

Analisis:

Konsep ketuhanan dalam agama Kristen atau Katholik adalah Trinitas, mempercayai adanya Tuhan Bapa, Tuhan Putra dan Roh Kudus. Konsep Ketuhanan demikian menunjukkan bahwa konsep ketuhanannya adalah monoteisme, bukan poleteisme. Walau umat Kristen yakin dengan konsep Trinitas ini, ternyata konsep itu ada dalam Injil ”The King James Version”, yang diresmikan pada tahun 1611, dan menjadi bukti paling kuat tentang doktrin trinitas. Tetapi sekarang bagian ini, ”Bapa, Firman dan Roh Kudus dan tiga ini adalah satu,” telah dihapus dalam Revised Standard Version

cetakan 1952 dan 1971 dan juga dalam banyak kitab lainnya sehingga perubahan ini jelas telah mempengaruhi teks Yunani. Injil Yohanes 5 : 7-8, dalam The New American Standard Bible, berbunyi : ”Dan rohlah yang bersaksi karena Roh adalah benar. Karena ada tiga yang bersaksi, Roh, air dan darah dan ketiganya sudah sepakat. ” juga dalam

The New Word Translation of Holy Scriptures, digunakan oleh kesaksian Jehovah, ditemukan penjelasan : ”Karena ada tiga yang bersaksi : Roh, air dan darah dan ketigany dalam kesepakatan.” Isi ayat tersebut telah dirubah dan digantikan, namun banyak Pendeta, Pengkhotbah dan Umat Kristiani yang tidak menyadari tentang masalah ini.

Disamping itu Doktrin Trinitas bukanlah Ayat Al-Kitab. Kata Trinitas ini tidak ada dalam Al-Kitab atau kamus-kamus Al-Kitab. Trinitas juga tidak pernah d

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan informasi, fenomena, dan permasalahan yang terjadi penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, ” Pengaruh Iklan dan Atribut Produk

Gambar 8 Grafik Hubungan Nilai pH Terhadap Waktu pada Variasi LB dengan IB Tetap 30% Berdasarkan Gambar 8 dapat dinyatakan bahwa hubungan nilai pH permeat terhadap waktu

Dalam UU Wakaf, pasal 62 yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa mengenai wakaf, disebutkan apabila penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Dekomposisi serasah memainkan peran yang sangat penting dalam kesuburan tanah, seperti regenerasi dan keseimbangan nutrisi dari senyawa organik yang ada di

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan,

Foto morfologi permukaan dari spesimen baja dalam larutan NaCl yang telah dilapisi ekstrak daun teh selama 24 jam, setelah itu direndam pada medium korosif pada perendaman