• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR - DOCRPIJM 5f9b29a433 BAB IVBab 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 4 RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR - DOCRPIJM 5f9b29a433 BAB IVBab 4"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

RENCANA PROGRAM INVESTASI

INFRASTRUKTUR

4.1 RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

4.1.1 Petunjuk Umum

Pengembangan Permukiman adalah rangkaian kegiatan yang bersifat multisektor meliputi kegiatan pengembangan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman lama baik di perkotaan (kecil, sedang, besar dan metropolitan), di perdesaan (termasuk daerah-daerah tertinggal dan terpencil) maupun kawasan-kawasan tertentu (perbatasan, pulau-pulau kecil/terluar).

Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D)

 Sebagai skenario pelaksanaan koordinasi dan keterpaduan rencana sektor terkait bidang perumahan dan permukiman (pertanahan, perumahan, pembiayaan, prasarana/sarana, dll)

 Sebagai payung atau acuan baku bagi seluruh pelaku dan penyelenggara perumahan dan permukiman (pemerintah, swasta, dan masyarakat)

 Sebagai cerminan aspirasi / tuntutan masyarakat terhadap perumahan dan permukiman

Rincian Kegiatan Pembangunan

1. Pengembangan Kawasan Permukiman Baru

 Rincian alokasi lahan (kasiba/lisiba, ijin lokasi developer, dll)

 Rencana pengembangan jaringan prasarana dasar (misal. air bersih, sanitasi, drainase, jalan lingkungan, sampah) meliputi lokasi, konstruksi, fungsi dan kapasitas

 Rencana investasi jaringan prasarana

Rencana fasilitas umum

(2)

 Rincian lokasi, yg mencakup luas, penduduk, bentuk penanganan (mis. premajaan, KIP, revitalisasi, dll)

 Rincian Lisiba BS

 Rencana peningkatan dan perluasan prasarana dan sarana (fungsi, kapasitas, dll)

 Rencana fasilitas umum (jenis, jumlah, waktu, pihak yang membangun)

4.1.2 Profil Pembangunan Permukiman 4.1.2.1 Kondisi Umum

4.1.2.1.1 Gambaran Umum Kota Curup

Kota Curup merupakan pusat kota pertumbuhan Kab. Rejang Lebong. Urbanisasi masuk terkonsentrasi di kawasan Kota Curup. Para pekerja urban di sektor informal yang datang dari berbagai penjuru kecamatan dalam Kab. Rejang Lebong dalam radius lebih dari sepuluh kilometer dari pusat kota maupun dari luar Kabupaten Rejang Lebong (seperti dari Kabupaten Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Musi Rawas (Sumsel), Kabupaten Lahat (Sumsel), Kabupaten Sarolangun (Jambi) sebagian menghuni rumah secara sewa dalam jangka waktu terbatas.

(3)

Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi merupakan masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan untuk mendapatkan atau menyewa dan menghuni perumahan yang layak dan sehat. Masyarakat miskin tidak mampu membayar biaya awal untuk mendapatkan perumahan sederhana yang dekat dari tempat usaha sangat dengan harga murah.

4.1.2.1.2 Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

Penyampaian pelayanan sarana prasarana dasar mikro telah mencakup sebagian kawasan permukiman. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan menyebabkan kinerja sarana prasarana tidak berjalan optimal. Rendahnya pengelolaan limbah kota serta pelayanan saluran drainasi menimbulkan ancaman pencemaran bagi lingkungan permukiman juga kualitas sumberdaya air, yang lebih jauh akan berdampak negatip terhadap kualitas kesehatan masyarakat. Kuantitas dan kualitas penyediaan air perpipaan tidak konstan, terkadang keruh. Dilain pihak kualitas pelayanan sumur dangkal kurang terjamin dari pencemaran limbah domestik.

Kepadatan ibukota kabupaten yaitu Kota Curup yang tinggi yaitu diatas 953 jiwa/km2 disisi lain kualitas penanganan limbah domestik

yang tidak memadai cenderung memperburuk lingkungan permukiman. Daya bayar masyarakat terhadap abonemen yang rendah menyebabkan tidak semua rumah tangga mampu mengakses pelayanan komunal kota. Lokasi permukiman yang tidak layak huni di Kota Curup yang sebagian besar ada di Kelurahan Kepala Siring, Pasar Tengah, Talang Benih, Pasar Atas, Adirejo, Talang Rimbo Baru, Kampung Jawa, Sidorejo, Banyumas, dan Pelabuhan Baru. Kriteria tidak layak huni didasarkan pada: a) Kualitas sarana prasarana dasar mikro yang rendah, b) Kerawanan kawasan permukiman terhadap bencana bahaya kebakaran maupun sumber pencemaran.

(4)

No. Pengelola/PSD Satuan Jumlah Kondisi Tingkat

5.Prasarana dan Sarana Persampahan

5.Prasarana dan Sarana Persampahan (Curup) telah ditetapkan dalam RTRW Pulau dan RTRW Provinsi Bengkulu sebagai pusat dari kegiatan wilayah kabupaten, sedangkan Kecamatan Padang Ulak Tanding adalah sebagai Sub Pusat dari Kabupaten Rejang Lebong.

(5)

Rejang (Curup) diambil sebagai titik nolnya (disebabkan karena Ibukota Kabupaten Rejang Lebong terletak di Curup) selain itu dengan mempergunakan model tersebut dapat juga diperhitungkan tingkat potensi pengembangan suatu daerah. Perhatian utama dari model ini adalah daya tarik relatif dari pusat kota (pusat ekonomi, pemerintahan dan jasa) terhadap penduduk yang berada pada kota – kota yang lebih kecil.

Secara matematis model gravitasi reilly ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dxy

Dbx = 1 + ( Py / P x )

dimana :

Dbx = jarak atau besar wilayah pengaruh kota x Dxy = jarak dari kota x ke kota y

Px = Jumlah penduduk kota x Py = jumlah penduduk kota y

Hasil perhitungan dengan mengunakan model gravitasi reily dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari hasil perhitungan seperti yang terlihat pada tabel didapatlah 3 (tiga) kecamatan mempunyai Kemampuan berkembang yang kecil disebabkan pengaruh yang kecil dari Kota Curup, 2 (dua) kecamatan mempunyai kemampuan berkembang yang sedang disebab pengaruh yang sedang dari Kota Curup serta 2 (dua) kecamatan mempunyai kemampuan berkembang yang besar karena pengaruh yang besar dari Kota Curup. Selain mengunakan metode tersebut penentuan struktur wilayah Kabupaten Rejang Lebong ini juga mengacu dari hasil analisis serta dasar – dasar perencanaan yang ada serta fasilitas – fasilitas yang tersedia. Tingkat potensi perkembangan dapat dijadikan petunjuk adanya ketidak seimbangan perkembangan (Disparities) antar kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong.

Tabel 4.2.Perhitungan dengan Gravitasi Reilly

No. Kecamatan Induk

Jumlah Jarak Ke Besar

Penduduk Ibu Kota Kab. Wilayah Klasifikasi

(jiwa) (km) Pengaruh

1 Curup 118.271 0 0 B

2 Bermani Ulu 24.353 20 16.6 S

(6)

4 Sindang Kelingi 26.257 30 24.6 K

5 P U T 20.079 45 38.5 K

6 Kota Padang 14.453 80 77.3 K

Sumber : Hasil Analisis

Keterangan : 0 – 9 : Besar 9 – 18 : Sedang > 18 : Kecil

Tabel 4.3. Parameter Teknis Wilayah di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008

No. Uraian Besaran Keterangan

1. Penetapan Kota Curup sebagai titik/pusat yang positif dengan asumsi :

1. Kota tersebut merupakan tempat kedudukan Ibukota Kabupaten Rejang Lebong yang mempunyai wilayah pengaruh terhadap Kecamatan sekitarnya (terdapat dalam RTRW Pulau serta RTRW Provinsi serta secara historis sejak dahulu Kota Curup mengemban tugas sebagai daerah yang melayani beberapa wilayah lain ) .

2. Pertumbuhan dari Kota Curup sebagai pusat yang melayani beberapa kabupaten diharapkan menjadi motor pengerak bagi ekonomi – ekonomi wilayah sekitarnya serta menjadi pusat pelayanan bagi beberapa Kabupaten.

3. Terdapatnya berbagai fasilitas perekonomian dan sosial di Kota Curup dalam lingkup regional seperti sekolah sampai jenjang perguruan tinggi, fasilitas perbankan untuk kegiatan transaksi ekonomi, fasilitas perdagangan skala regional serta fasilitas trasnportasi skala regional (terminal type B).

4. Pertumbuhan dan perkembangan dari Kota Curup khususnya serta Kecamatan Curup umumnya diharapkan dapat memberikan spread effect (penjalaran efek kegiatan tertentu) bagi perkembangan perekonomian Kabupaten Rejang Lebong serta kabupaten – kabupaten sekitarnya.

2. Adapun berhubung jauhnya jarak tempuh dari Kota Curup dengan Kecamatan Padang Ulak Tanding serta Kecamatan Kota Padang (berdasarkan hasil perhitungan gravitasi reilly) maka diperlukan suatu sub pusat dari Kota Curup yang dapat membawa pengaruh perkembangan dari Kota Curup yaitu Kota Padang Ulak Tanding (sebagai Ibukota Kecamatan Padang Ulak Tanding) dengan pertimbangan selain telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi juga atas dasar pertimbangan :

1. Kecamatan Padang Ulak Tanding berbatasan langsung dengan Kabupaten Lubuk Lingau di Provinsi Sumsel, sehingga diharapkan Padang Ulak Tanding dapat berperan sebagai counter magnet bagi kecamatan–kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong agar tidak berorientasi/tertarik ke arah Sumatra Selatan. 2. Kecamatan Padang Ulak Tanding juga dapat

berperan sebagai pembawa spread effect

(penjalaran kegiatan tertentu) dari peran Kabupaten Rejang Lebong terhadap Kecamatan Kota Padang, maupun dengan hinterlandnya. 3. Telah tersedianya fasilitas sosial ekonomi dan

perbankan di Kecamatan Padang Ulak Tanding.

Luas wilayah 431,57

Adapun parameter teknis wilayah Kabupaten Rejang Lebong adalah : I. Curup sebagai Pusat /PKW (Pusat Kegiatan Wilayah)/Ibukota

(7)

Adapun peran tersebut perlu didukung oleh masing – masing fungsi kecamatan, berupa :

1. Kegiatan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan karet dan peternakan.

2. Kegiatan processing dan ware housing untuk masing – masing kegiatan, baik agropolitan maupun manufaktur karet.

II. Kota Padang Ulak Tanding sebagai Sub Pusat dengan peran yang diembannya adalah mendukung kegiatan manufaktur karet, hal ini disebabkan potensi perkebunan karet berada di Kecamatan PUT serta Kota Padang.

III. Kecamatan Selupu Rejang, sebagai kecamatan yang berperan dalam kegiatan procesing dan warehousing dari kegiatan Agropolitan.

IV. Kecamatan Kota padang berperan sebagai pusat simpul distribusi barang dan jasa ( terkait dengan stasiun kereta api Kecamatan Kota Padang ).

V. Kecamatan Bermani Ulu dan Sindang Kelingi diberikan fungsi sebagai penyedia bahan baku kegiatan Agropolitan/Agribisnis

4.1.2.1.4 Aspek Pendanaan

Pendanaan pembangunan PSD permukiman sebagian besar masih menjadi tanggungan pemerintah pusat dan daerah baik provinsi maupun kota. Pada wilayah perumahan yang dibangun pengembang swasta ditanggung oleh masyarakat. Daya beli masyarakat rendah untuk diperlukan penyediaan rumah sehat yang terjangkau daya beli masyarakat.

4.1.2.1.5 Aspek Kelembagaan

Kelembagaan pembangunan PSD Permukiman saat ini adalah:

1. SNVT Pengembangan Permukiman Ditjen. Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum mengelola pengembangan permukiman yang dibiayai APBN

(8)

3. Bidang Permukiman Dinas Pekerjaan Umum Kab. Rejang Lebong daerah. Selanjutnya bagian ini menguraikan besaran masalah yang harus diselesaikan melalui PSD Permukiman, dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran pembangunan PSD Permukiman baik dari segi teknis, kelembagaan dan keuangan.

Tabel 4.4. Permasalahan yang dihadapi Komponen Pembangunan PSD Permukiman Kab. Rejang Lebong Tahun 2008

Kondisi Sistem permukiman yang layak huni dan terjangkau sebanyak 1,3 juta unit dan dukungan Rusunawa 60 ribu unit dan Rusunami 65 ribu unit dn

meningkatkan permukiman di perdesaan di 665 kawasan serta terentaskannya kemiskinan 6 ribu KK (Renstra PU 2005-2009)

Kondisi rumah di Kab. Rejang Lebong pada tahun 2011 yang layak huni mencapai 90% dari seluruh rumah yang ada

4.1.3 Permasalahan Pembangunan Permukiman 4.1.3.1 Analisis Permasalahan

(9)

tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat menengah ke bawah tersebut.

Sedangkan sebagian masyarakat tetap berupaya untuk tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekononomi, sehingga menyebabkan ketidak-teraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru di perkotaan. Masalah ini diperparah dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan pertambahan penduduk di perdesaan, yang disebabkan karena fenomea urbanisasi aktif, yaitu berpindahnya penduduk desa ke wilayah perkotaan, terutama di wilayah kumuh perkotaan. Urbanisasi di wilayah perkotaan di Kota Curup juga disebabkan oleh fenomena urbanisasi pasif yaitu penduduk pedesaan yang tiba-tiba menjadi penduduk perkotaan yang disebabkan terjadinya pemekaran wilayah perkotaan. Pemekaran wilayah perkotaan ini telah menimbulkan kawasan-kawasan kumuh baru.

Hal ini telah menyebabkan kondisi kemasyarakatan di kawasan perkotaan menjadi lebih kompleks berikut permasalahan yang timbul. Terutama dengan bertambahnya jumlah masyarakat kawasan permukiman maupun rumah sewa yang tidak layak huni, kurang sarana – prasarana, dan tidak teratur (kumuh). Permukiman kumuh tersebut cenderung berada pada kawasan yang tidak diperuntukan sebagai kawasan hunian seperti pinggir kali, dan areal tidak resmi lainnya. Akibatnya berbagai dampak lingkungan lanjutan seperti banjir, penyakit menular dan keamanan lingkungan menambah tugas pekerjaan rumah bagi pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat.

4.1.3.2 Alternatif Pemecahan

(10)

Selain itu pemerintah daerah juga harus mengupayakan penyediaan kawasan permukiman beserta fasilitas inftrastruktur yang memadai, terutama di wilayah hinterland Kota Curup di sekitar pusat mampu meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman.

Melihat adanya keterbatasan keuangan daerah, maka pemerintah daerah juga diharapkan mampu mendorong minat investor untuk membangun kawasan perumahan dan permukiman sederhana yang sehat beserta fasilitas pendukungnya bagi masyarakat luas. Arah pembangunan infrastruktur sebagai daya dukung pembangunan wilayah perumahan dan permukiman di Curup harus lebih diarahkan ke wilayah Curup Timur, Curup Tengah, dan Curup Selatan. Hal ini mengingat wilayah perumahan dan permukiman penduduk sudah tumbuh jauh lebih pesat di wilayah Curup Utara dan Curup Kota.

Tabel 4.5.Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah PSD Permukiman Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008

No. Parameter yang Diperbandingkan Satuan Alternatif 1 1. sosial ekonomi dan fasilitas umum yang memadai

Luas wilayah

Terwujudnya pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta berdasarkan pada prioritas kegiatan yang memberikan keuntungan (manfaat) yang besar bagi masyarakat.

Pengembangan kawasan permukiman perdesaan diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki kesesuaian lahan permukiman, serta pertanian.

(11)

Rencana Kebijakan Program dan Rencana Kegiatan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Kab. Rejang Lebong yang diusulkan dalam lima tahun mendatang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa fokus program, yaitu:

 Pembangunan perumahan sehat sederhana dan rumah susun sewa

 Penataan kawasan permukiman kumuh

 Pencegahan penyimpangan penggunaan lahan

 Pembangunan fasilitas infrastruktur perumahan dan permukiman (jalan lingkungan dan utilitas lainnya)

 Peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman

 Penyediaan lahan-lahan untuk pembangunan perumahan sederhana untuk mengatasi permasalahan backlock perumahan sederhana

 Proses legalitas dan sosialisasi kebijakan pengembangan program perumahan dan pemukiman di Kota Curup

4.1.4 Usulan Pembangunan Permukiman

4.1.4.1 Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan

4.1.4.2 Usulan dan Prioritas Program Pembangunan PS Permukiman

Usulan program pengembangan pemukiman di Kab. Rejang Lebong yang diusulkan adalah ” Rejang Lebong Seribu Rumah, Lingkungan Sehat, Nyaman Huni, Sederhana, dan Murah”. Dalam Program Bidang Permukiman yang diusulkan dalam empat tahun (2008 -2012) mendatang tersebut meliputi Program-program :

1.Program Pengembangan Permukiman Meliputi kegiatan :

 Penyusunan Masterplan dan DED RSH dan Rusunawa

 Pembangunan Rumah RSH dan Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa)

2. Program Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Meliputi kegiatan :

(12)

4.1.4.3 Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan PS Permukiman

(13)

Tabel 4.6. Kerangka Dasar Usulan dan Prioritas Pengembangan PS Permukiman

(14)

4.2 RENCANA INVESTASI PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 4.2.1 Petunjuk Umum

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaaatn ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah: (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Dalam penatan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain :

1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung

• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana

• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian

• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan

2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan

• Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata.

• Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.

• Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan hampir di semua kota, terutama kota Metro dan Besar.

3. Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

(15)

• Komitmen terhadap kesepakatan intemasional MDGs, bahwa pada tahun 2015, 200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan bangunan dan lingkungan antara lain:

1. Peran dan fungsi Kabupaten/Kota,

2. Rencana pembangunan Kabupaten/Kota (lihat Buku Panduan 2 : Rencana Pembangunan Kabupaten/Kota,

3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten/Kota bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi, dan sebagainya,

4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

5. Dalam penyusunan RPUM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan) Pengembangan Kota,

6. Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan pengembangan,

7. Keterpaduan penataan bangunan dan lingkungan sektor lain dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik,

8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia,

9. Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efisiensi penataan bangunan dan lingkungan pada kota bersangkutan,

10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan lingkungan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan, 11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat

maupun swasta,

12. Kelembagaan yang mengelola penataan bangunan dan lingkungan, 13. Penataan bangunan dan lingkungan memperhatikan kelayakan

terutama dalam hal pemulihan biaya investasi,

14. Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam penataan bangunan dan lingkungan, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut,

(16)

16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis disertakan dalam bentuk lampiran.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat.

Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terlihat bahwa masih banyak daerah yang belam menindak lanjutinya sebagaimana mestinya, sebagaimana terlihat dari:

1. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menyesuaikan Perda Bangunan Gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG, atau terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran masih belum memiliki Perda Bangunan Gedung;

2. Masih banyak Kabupaten/Kota; terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran yang belum memiliki atau melembagakan institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan;

3. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum memulai pelaksanaan pendataan bangunan gedung;

4. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan yang baru hasil pembangunan sejak 2003-2006;

5. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum menyusun manajemen pencegahan kebakaran Kabupaten/Kota atau belum melakukan pemeriksaan berkala terhadap prasarana dan sarana penanggulangan bahaya kebakaran agar selaku siap pakai setiap saat;

6. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;

7. Masih banyak Kabupaten/Kota pengembangannya belum berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

(17)

9. Masih banyak daerah yang belum memiliki rencana penanganan kawasan kumuh, kawasan nelayan, kawasan tradisional, dan kawasan bersejarah yang secara kewenangan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Kabupaten/Kota;

10.Masih banyak Kabupaten/Kota belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman yang berkelanjutan.

Untuk itu, Departemen Pekerjaan Urnum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 2009-2012, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota.

Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatif dan responsif.

Selaras dengan upaya pencapaian target Millenium (MDGs), yakni: mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); dan mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarakat setempat, kelompk peduli dan dunia usaha secara aktif.Penyelenggaraan pengembangan lingkungan permukiman perlu dilakukan secara komprehensive dengan berbasis konsep tridaya melalui proses pemberdayaan masyarakat sesuai siklus P2KP.

4.2.1.1. Strategi Pendukung Penataan Bangunan

(18)

Tujuan :

Terwujudnya bangunan gedung yang fungsional dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Sasaran :

• Tersusunnya Perda bangunan gedung untuk kabupaten di seluruh Kab. Rejang Lebong tahun 2013.

• Terwujudnya bangunan gedung untuk umum yang laik fungsi pada tahun 2014.

• Terselenggaranya pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung yang efektif dengan melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan peraturan bangunan gedung pada tahun 2013.

• Terlaksananya sosialisasi, fasilitasi, pelatihan, bantuan teknis dan wasdal kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di seluruh Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2012.

• Terbentuknya kelembagaan penataan bangunan dan lingkungan di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota yang didukung oleh SDM dan prasarana dan sarana kerja pendukungnya pada tahun 2012.

• Terwujudnya tertib pengelolaan aset negara, propinsi, kabupaten dan kota berupa tanah dan bangunan gedung pada tahun 2012.

• Terlaksananya Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) di Propinsi Bengkulu, Kota Curup hingga tahun 2012

Grand Strategy 2: Menyelenggarakan Penataan Lingkungan Permukiman Agar Produktif dan Berjatidiri

Tujuan :

Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, produktif dan berkelanjutan.

Sasaran :

• Terlaksananya revitalisasi kawasan permukiman tradisional bersejarah di kawasan Kab. Rejang Lebong pada tahun 2014.

(19)

• Terlaksananya pembangunan sarana penunjang di kawasan pariwisata tahun 2014.

Grand Strategy 3: Menyelenggarakan Penataan dan Revitalisasi Kawasan Bangunan Agar Dapat Memberi Nilai Tambah Fisik, Sosial, dan Ekonomi

Tujuan:

Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas fisik, sosial, ekonomi masyarakat yang menjadi penunjang bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Sasaran :

• Terlaksananya revitalisasi kawasan strategis pada tahun 2014.

• Terlaksananya pemberdayaan bagi masyarakat untuk menyelenggarakan revitalisasi kawasan.

Grand Strategy 4: Menyelenggarakan Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk Mewujudkan Arsitektur Perkotaan dan Pelestarian Arsitektur Bangunan Gedung yang Dilindungi dan Dilestarikan untuk Menunjang Kearifan Lokal

Tujuan:

Terwujudnya bangunan gedung yang memiliki kualitas fungsional, visual dan kualitas lingkungan yang seimbang, serasi, dan selaras dengan memunculkan ciri arsitektur kota yang berwawasan budaya dan wisata lokal yang menjadi teladan bagi lingkungannya, serta yang dapat secara arif mengakomodasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Sasaran :

Terlaksananya penataan bangunan dan lingkungan serta pelestarian bangunan bersejarah dan wisata yang mendukung terwujudnya kualitas arsitektur perkotaan di Kab. Rejang Lebong pada tahun 2013

Grand Strategy 5: Mengembangkan Teknologi dan Rekayasa Arsitektur Bangunan Gedung untuk Menunjang Regional/Internasional yang Berkelanjutan

Tujuan:

(20)

internasional untuk menarik masuknya investasi di bidang bangunan gedung dan lingkungan secara internasional.

Sasaran :

Terlaksananya perencanaan bangunan gedung dan lingkungan dengan teknologi dan rekayasa arsitektur melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten pada tahun 2014.

4.2.2 Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

4.2.2.1Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Bangunan-bangunan di Kota Curup dalam wilayah Kab. Rejang Lebong secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan yaitu perdagangan dan jasa, pemukiman, perkantoran dan pendidikan. Dari sisi tata letak ibu kota kabupaten, bangunan-bangunan memiliki fungsi sebagaimana disebutkan di atas. Untuk lebih detailnya dapat dilihat ada tabel berikut ini.

Tabel 4.7.Fungsi Bangunan di Kota Curup

Fungsi Bangunan Lokasi

Perdagangan dan Jasa Jl. Merdeka, Pasar Atas, Jl. Baru, Pasar Bang Mego, Pasar DE, Jl. Kartini, Jl. Sp . Lebong

Pemukiman Kel. Adirejo, Kel. Talang Benih, Kel. Talang Benih Baru, Kel. Talang Rimbo Lama, Kel. Air Putih Baru, Kel. Air Rambai, BTN Air Bang, BTN Desa Batu Galing, Kel. Timbul Rejo, Desa Banyumas, Kel. Kampung Jawa, Kel. Sukaraja, Kel. Pelabuhan Baru, Kel. Dwi Tunggal, Kel. Sidorejo, Kel. Dusun Curup.

Pendidikan dan Kantor Jl. Sukowati, Lapangan Setia Negara, Jl. Basuki Rahmat, Jalan Jalur Dua, Terminal Sp. Nangka

Bangunan Tradisional Bersejarah Kawasan Tabarenah, Kawasan Kesambe

Kawasan Wisata Danau Mas Harun Bastari, Danau Bermanei, Suban Air Panas, Kawasan Wisata Bukit Kaba

(21)

Bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas umum adalah sebagian dari bangunan yang memiliki fungsi jasa, misalnya rumah sakit, kantor pos, kantor dinas pemadam kebakaran dan lain-lain. Secara umum di Kota Curup bangunan-bangunan fasilitas umum ini seharusnya dijadikan fasilitas pendukung dari fungsi-fungsi bangunan lainnya sehingga lokasi dan keberadaannya tidak berjauhan dari bangunan lainnya terurama kawasan pemukiman. Namun hal ini sering tidak bisa tertata secara baik karena perkembangan pembangunan kota yang kurang terkendali dan cenderung tidak terencana. Dari sisi historis banyak bangunan – bangunan dan kawasan di Kab. Rejang Lebong yang memiliki nilai historis tinggi karena merupakan bangunan dan kawasan peninggalan sejarah. Di Kab. Rejang Lebong Bangunan ini antara lain berada di Tabarenah, Kesambe dan lain-lain.

Bangunan-bangunan tersebut di atas berdasarkan fungsinya baik bangunan perdagangan dan jasa, perkantoran dan pendidikan, bangunan tradisional tentu saja memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda. Nilai perbedaan ini bisa didasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan, umur atau usia bangunan dan nilai historis bangunan.

Bangunan yang berada di kawasan perkotaan tentu saja mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada yang berada di pedesaan. Begitu pula bangunan fungsi perdaganan biasanya memilki nilai ekonomi yang kebih tinggi dari pada bangunan perkantoran, pendidikan ataupun pemukiman. Bangunan yang memiliki nilai historis sejarah dan berumur tua lebih tinggi nilai ekonominya dari bangunan biasa dan berumur muda. Berkaitan dengan pendapatan atau penerimaan bangunan-bangunan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan tersebut serta nilai sejarah/historis bangunan.

4.2.2.2Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

1. Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan dan Kenyamanan.

(22)

bangunan-bangunan tersebut harus tahan dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi tehadap ancaman bencana tersebut.

2. Kondisi Prasarana dan Sarana Hidran

Hidran adalah cadangan air pada media tertentu sebagai sarana penaggulangan bencana kebakaran. Sarana hidran ini biasanya berbentuk tabung dan selang pemadaman, seharsunya dimilki oleh setiap bangunan terutama yang rawan bencana kebakaran, seperti bangunan pabrik, gudang, bangunan bertingkat, perkantoran, pusat perbelanjaan, pasar dan lain-lain.

Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana hidran tersebut, atau kalau pun ada kondisinya belum sesuai dengan standar yang telah ditentukan bahkan ada yang dalam kondisi rusak. Keberadan hidran ini sangat penting untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik materi maupun korban jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran ini dengan membuat rencana induk sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait.

3. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan

Beberapa daerah kawasan di Kabupaten Rejang Lebong belum memiliki rencana tata bangunan dan lingkungan dan belum terdapat penegakan aturan tata bangunan dan lingkungan. Keadaan demikian tentu saja sangat mengganggu proses perijinan pendirian bangunan yang sesuai dengan fungsi kawasan. Akibat pelayanan publik terhadap perijinan mendirikan bangunan gedung ini tidak terlaksanakan secara baik, maka bermunculan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi lahan/kawasan. Akhirnya ini berdampak pada tidak tertibnya kawasan yang telah direncanakan dan akan menurunkannya citra kawasan itu sendiri. Tingkat keselamatan, keamanan serta kenyamanan bangunan dan lingkungan tidak bisa terwujud dengan baik.

4.2.3 Permasalahan yang Dihadapi

(23)

Sasaran dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan adalah penegakan aturan tata bangunan gedung dan lingkungan yaitu dengan menyusun peraturan dan legeslasi. Dari sasaran ini maka dibutuhkan kemantapan kelembagaan penataan bangunan gedung dan lingkungan serta peningkatan sarana parasarana pemeliharaan bangunan dan lingkungan. Sasaran selanjutnya adalah ketercapaian Indeks Kenyamanan Lingkungan (IKL) sebesar 10%.

4.2.3.2Rumusan Masalah

Dari kondisi yang ada dan sasaran yang akan dicapai pada penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kabupaten Rejang Lebong, maka dapat diidentifikasi masalah yang terjadi sebagai berikut:

a. Belum tertatanya Bangunan dan Lingkungan.

b. Belum adanya penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran c. Tidak adanya program penataan dan pelestarian bangunan tradisonal/

bersejarah.

d. Belum maksimalnya tersedianya ruang terbuka hijau.

e. Tidak ada penataan dan pembangunan sarana prasarana permukiman kumuh.

f. Belum tertibnya sarana reklame dan belum tertanya perijinan Bis Transmistion System (BTS).

g. Belum adanya penataan yang terpadu terhadap Usaha Pedagang Kaki Lima (UPKL).

h. Belum adanya penataan dan pembangunan sarana prasarana penunjang kawasan pariwisata.

Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang ada maka dari sektor tata ruang, bangunan dan lingkungan tersebut maka permasalahan yang dihadapi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Permasalahan dan Tantangan di

Bidang Bangunan Gedung

Pada Bidang Bangunan Gedung dihadapi permasalahan sebagai berikut : 1) Saat ini belum ada penataan terhadap bangunan gedung. Ini berdampak

(24)

2) Saat ini belum ada penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang terhadap penataan bangunan gedung. Ini meyebabkan tidak ada sanksi yang tegas terhadap pelanggaran ketentuan bangunan gedung misalnya pembanguan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan. 3) Letak bangunan yang semakin padat dan bentuk bangunan yang semakin

bervariatif seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kawasan aglomerasi perkotaan Kota Curup sering menyulitkan penanggulangan terhadap bencana kebakaran.

2. Permasalahan dan Tantangan di

Bidang Penataan Lingkungan

Pada bidang penataan lingkungan, dihadapi permasalahan sebagai berikut : 1) Saat ini terdapat banyak bangunan tradisional bersejarah yang tidak

terpelihara, rusak bahkan hilang karena pembangunan fasilitas perkotaan yang tidak terencana, tertata dan terkendali.

2) Sarana lingkungan hijau berupa ruang terbuka hijau dan taman jalan belum tersedia dengan baik sehingga belum dilakukan penataan dan pemeliharaan terhadap ruang terbuka hijau dan taman jalan ini. Selain itu pula banyaknya alih fungsi ruang terbuka hijau akibat pembangunan gedung yang tidak terencana semakin menurunkan kuantitas dan kulaitas sarana lingkungan tersebut.

3) Banyaknya permukiman penduduk yang tergolong kumuh dapat menyebabkan penurunan citra kawasan daerah sebagai kawasan wisata dan budaya. Permukiman kumuh tersebut memiliki keterbatasan sarana parasarana untuk berkembang menjadi permukiman sehat.

4) Belum terkelolanya reklame dan Bis Transmistion System (BTS) menjadikan sarana-sarana tersebut memiliki dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan di wilayah perkotaan.

5) Keberadaan Usaha Pedagang Kaki Lima di ruang-ruang publik yang tidak tertib ikut memberikan dampak negatif terhadap citra lingkungan yang serasi dan selaras.

6) Belum adanya penataan dan pembangunan sarana prasarana penunjang kawasan pariwisata.

4.2.4 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

(25)

Setelah mengetahui beberapa permasalahan di atas selanjutnya dilakukan analisis permasalahan dengan kerangka fikir analisis yaitu :

1. Mengetahui penyebab permasalahan yang terjadi 2. Mengetahui urgensitas permasalahan

3. Menawarkan solusi alternatif pemecahan masalah (rekomendasi)

Dari tiga aspek permasalahan di atas maka dapat dianalisis penyebab permasalahan sebagai berikut :

1. Permasalahan di Bidang Bangunan Gedung a. Tata Bangunan Gedung

Permasalahan yang muncul pada penataan bangunan yang tidak tertib karena belum memiliki Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) terutama pada kawasan-kawasan perkotaan. Salah satu bentuk ketidak tertiban ini adalah munculnya overlapping pada fungsi lahan di perkotaan. Di sisi yang lain permasalahan kota terus berkembang dan semakin kompleks sehingga menuntut adanya penataan baik pada bangunan maupun lingkungan kota. Pertumbuhan Kab. Rejang Lebong dalam Aglomerasi Perkotaan Curup lumayan cepat, sehingga menuntut penataan kawasan yang serasi melalui perencanaan tata bangunan dan lingkungan. Di samping itu adanya penataan bangunan dan lingkungan secara baik dan terkendali dapat mengurangi konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang kota, misalnya penggunaan untuk usaha-usaha informal.

Adapun permasalahan tentang belum adanya penegakan hukum pada tata bangunan gedung disebabkan belum adanya RTBL yang disusun sehingga belum ada acuan dan landasan hukum pelaksanaan penataan ruang, bangunan dan lingkungan. Ini juga dapat menyebabkan lemahnya fungsi kontrol pemerintah terhadap persyaratan bangunan dan penataan lingkungan kota.

b. Proteksi Kebakaran

(26)

harus dimiliki oleh bangunan gedung dan sesuai dengan kepadatan dan variasi bentuk bangunan gedung.

2. Permasalahan di bidang penataan lingkungan a. Permukiman Kumuh

Permukiman kumuh merupakan fenomena yang sering muncul di daerah perkotaan termasuk di Kota Curup. Di daerah perkotaan, kondisi ini tidak lepas dari ketidakseimbangan pendapatan perekonomian masyarakat kota dan desa sehingga memunculkan arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Perpindahan ini tidak diimbangi dengan penataan ruang perkotaan yang baik dan peningkatan sumberdaya manusia yang terampil. Hal ini mendukung munculnya daerah-daerah kumuh perkotaan. Sedangkan di daerah perdesaan, faktor kemiskinan dan ketidakpahaman masyarakat pedesaan terhadap pola hidup sehat memicu munculnya kawasan permukiman kumuh dan tidak layak huni perdesaan. Bila dianalisis maka kemiskinan ini disebabkan beberapa faktor yaitu:

1) kurangnya kebutuhan dasar 2) tidak mempunyai usaha produktif 3) tidak mempunyai keterampilan 4) tidak mempunyai modal

5) daerah tertinggal, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan daerah yang kurang produktif.

Selama ini berbagi program penanganan penanggulangan kemiskinan oleh berbagai pihak masih secara parsial dan terkesan kurang komprehensif dan terpadu.

b. Penataan Bangunan Tradisional Bersejarah dan Wisata

Kota Curup selain dikenal kota pendidikan juga dikenal sebagai kota budaya dan wisata. Berbagai bangunan tradisonal bersejarah menjadi objek wisata budaya yang merupakan peninggalan sejarah baik kerajaan maupun perjuangan kemerdekaan Indonesia, juga tidak lepas dari nuansa budaya yang hidup dengan subur di daerah ini. Daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata di kab. Rejang Lebong antara lain :

(27)

2) Air panas desa Tempel Rejo 3) Danau Mas Harun Bastari 4) Danau Bermanei

5) Air Terjun Talang Rimbo 6) Telaga Tiga Warna 7) Air Terjun Bertingkat

8) Kawasan Agro Politan Selupu Rejang 9) Kawasan Bukit Kaba

10)Kawasan Cagar Alam Bukit Kaba

11)Air Panas dan Air Terjun Sindang Kelingi 12)Air Terjun desa Beringin Tiga

13)Air Terjun Kepala Curup

14)Air Terjun / Gua Curup Beraput desa Apur 15)Air Terjun Sungai Napal

16)Gua sarang walet Sindang Kelingi 17)Air terjun desa Cahaya Negeri

18)Air Terjun Curup Embun desa UPT Trans Derati 19)Air Terjun Angin desa Lubuk Mumpo

20)Air Terjun dan Gua La desa Sukamerindu 21)Peninggalan benda sejarah di desa Apur

22)Kawasan Bangunan cagar budaya Tabarenah dan Kesambe Lama 23)Monumen perjuangan desa Tabarenah

Permasalahan yang sering dihadapi di daerah-daerah tersebut adalah menurunnya kualitas dan citra daerah wisata dikarenakan pembangunan bangunan-bangunan baru permanen maupun tidak permanen akibat penataan ruang tidak terkendali. Munculnya bangunan-bangunan perdagangan dan jasa membuat kawasan tersebut menjadi tidak teratur dan cenderung kumuh sehingga menghilankan nuansa budayanya. Di sisi lain penataan ruang parkir menjadi problelm penting mengingat kawasan tersebut banyak dikunjungi oleh wisatawan.

c. Ruang Terbuka Hijau dan Taman Jalan

(28)

belum adanya sistem pengendalian pemanfaatan ruang terbuka kota , tata bangunan dan lingkungan.

Keberadaan ruang terbuka kota sangat dibutuhkan karena mempunyai fungsi :

1. media dan sarana sosial, misalnya sebagai ruang berkumpulnya individu-individu masyarakat untuk kegiatan-kegiatan informal

2. estetika, yaitu menambah keindahan dan keasrian kota.

3. Lingkungan, yaitu mengurangi dampak polusi kota, pemanasan bumi serta daerah resapan kota.

Selain itu pula kondisi jalan dan lingkungan belum tertata secara baik karena tidak ada perencanaan yang detail terhadap penataan lingkungan jalan khususnya taman jalan. Akibatnya beberapa sarana lingkungan jalan seperti taman sebagai pendukung fungsi jalan tidak terfungsikan secara baik. Dengan adanya pengadaan taman jalan yang terdiri pohon-pohon pelindung dan sarana taman lainnya dapat membantu memberikan fungsi : 1. lingkungan, yaitu menyerap polusi udara jalan dan mengurangi panas

bumi

2. estetika, yaitu menciptakan suasana indah dan asri/sejuk ruangdan dapat meningkatkan citra kawasan

3. kenyamanan pengguna jalan, yaitu peneduhan

Untuk pemeliharaan taman jalan sampai saat belum dimiliki tenaga operasional yang handal di bidang perawatan taman jalan beserta sarana pendukung operasionalnya menyebabkan sarara lingkungan jalan yang telah ada mudah rusak dan tidak terawat.

d. Sarana Reklame dan Bangunan Telepon Selular (BTS)

(29)

sarana reklame ini sering mengganggu pengguna jalan dan dalam jangka panjang dapat menurunkan kualitas ruang kota.

Di sisi lain terbatasnya ruang publik untuk lokasi sarana reklame mengurangi tingkat kenyamanan masyarakat untuk memberikan atau mendapatkan informasi yang berkualitas. Selain itu informasi yang diharapkan tidak tersampaikan secara baik kepada masyarakat dikarenakan posisi atau lokasi sarana reklame yang tidak strategis dam mudah terbaca oleh masyarakat. Keterbatasan ruang publik untuk lokasi sarana reklame juga berakibat munculnya sarana reklame ilegal dan menyajikan informasi yang tidak berkualitas. Dengan demikian diperlukan penataan sarana reklame di ruang publik kota.

Saat ini di Kab. Rejang Lebong telah berkembang banyak provider/operator telepon seluler. Persaingan untuk memberikan pelayanan yang terbaik di antara masing-masing operator telepon seluler salah satunya diwujudkan dengan perluasan jangkauan area sinyal. Untuk mendukung hal ini pendirian BTS terus dikembangkan. Akibatnya penentuan lokasi bangunan tidak terencana dengan baik karena berada pada kawasan permukiman kota. Tentu saja hal ini memiliki dampak yang negatif pada sektor sosial, kesehatan maupun kualitas lingkungan atau kawasan.

e. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Kota Curup juga merupakan kota pendidikan dengan jumlah pendatang sangat tinggi dan dimayoritasi oleh pelajar dari kecamatan-kecamatan dalam Kabupaten Rejang Lebong maupun dari luar kabupaten. Keberadaan kos-kosan yang tidak tertata memancing meningkatnya jumlah PKL sehingga lokasi PKL tidak tertata dan sering menggunakan ruang publik yang memiliki dampak negatif pada pembangunan Oleh karena itu perlu dilakukan penataan PKL dengan terlebih dahulu melakukan studi karakteristik PKL dan dampaknya terhadap pembangunan.

(30)

fleksibel dan sangat mengganggu/memenuhi ruang publik menyebabkan bangunan usaha PKL tidak dapat ditata dengan baik. PKL membutuhkan bangunan usaha yang lebih fleksibel dan ramah lingkungan. Penggunaan ruang publik oleh PKL ini karena tidak tersedianya lahan-lahan untuk usaha informal seperti PKL dan bentuk bangunan usaha PKL yang tidak fleksibel. Akhirnyat PKL cenderung tidak tertib dan mengeksploitasi ruang publik. Sehingga dibutuhkan penertiban PKL pada semua aspek.

Dengan alasan untuk mendekati konsumennya PKL sering menempatkan usahanya di sepanjang Jalan Protokol Kota sehingga menghilangkan citra kawasan dan mengganggu pemandangan ketertiban jalan-jalan tersebut terutama bila ada kunjungan tamu pemerintahan atau wisatawan.dan hal ini melanggar Perda Jalan.

Salah satu kesulitan dalam menata PKL adalah dikarenakan mental PKL yang cenderung tidak mau ditata, mau menguasai secara penuh lahan publik yang ada dan tidak memiliki modal yang memadai untuk usaha, sering menyebabkan PKL mengambil jalan pintas dan ilegal dalam menjalankan usahanya. Perilaku itu tercermin perolehan lahan untuk usaha dengan cara dalam jual beli kapling ilegal, penggunaan sarana listrik dan pembayaran restribusi yang ilegal. Di sisi lain PKL juga sering tidak memahami pentingnya kebersihan dan perawatan lingkungan membuat usaha PKL cenderung kumuh dan tidak ramah lingkungan.

3. Analisis Indeks Kenyaman Lingkungan

Indeks kenyaman lingkungan digunakan untuk mengukur tingkat kenyaman lingkungan. Indeks kenyamanan lingkungan diasumsikan berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Indeks keyamaan lingkungan adalah perbandingan antara kepadatan penduduk ideal (1000 jiwa/km2) dengan kepadatan penduduk. Sehingga seiring pertambahan

penduduk indeks kenyamanan angka semakin kecil jika tidak melakukan upaya-upaya penataan lingkungan.

4.2.4.2Rekomendasi

a. Penataan Bangunan Gedung

(31)

2. Untuk menegakkan hukum pada sektor penataan bangunan gedung perlu dilakukan legalisasi rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah disusun.

3. Perlu ada sosialisasi RTBL yang telah disusun kepada masyarakat secara umum

4. Perlu ada langkah-langkah penguatan fungsi kelembagaan dalam penegakan hukum di bidang penataan bangunan dan lingkungan.

5. Untuk menanggulangi bencana kebakaran perlu disusun Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran.

b. Penataan Lingkungan

1. Pelestarian Bangunan Tradisional Bersejarah dan Pembangunan Sarana Pariwisata

Untuk menunjang sarana kawasan wisata dan merevitalisasi bangunan tradisonal bersejarah perlu disusun program pengembangan dan pembangunan khusus untuk kawasan wisata dan revitalisasi tradisional bersejarah

2. Permukiman Kumuh

Untuk meningkatkan kualitas pemukiman penduduk di kawasan kumuh perlu dilakukan penataan dan peningkatan sarana prasarana misalnya: perkerasan jalan, pembuatan conblock, pembuatan talud dan lain-lain. 3. Ruang Terbuka Hijau dan taman Jalan

a. Perlu dilakukan pemetaan dan studi karakter ruang kota sehingga dapat diketahui pola, tingkat kebutuhan dan lokasi pengadaan ruang terbuka kota.

b. Perlu ada penyusunan masterplan taman jalan dan ruang terbuka hijau sebagai acuan pemerintah kabupaten

c. Perlu ada pemberdayaan SDM di bidang perawatan taman jalan dan pengadaan ataupun penambahan sarana pendukung perawatan taman jalan. Keberadaan tenaga opersional dibidang perawatan taman jalan harus ditunjang dengan sarana pendukung perawatan, misalnya mobil penyiram tanaman, mesing pemotong rumput dll. 4. Sarana Reklame dan BTS

(32)

b. Diperlukan penataan pendirian Bis Transmistion System (BTS) dengan terlebih dahulu melakukan studi dampak keberadaan Bis Transmistion System di kawasan permukiman kota. Studi ini akan dilanjutkan dengan penyusunan regulasi pendirian dan penataan BTS. 5. Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)

a. Diperlukan relokasi bagi PKL yang menempati Jalan Protokol Kota. Namun demikian relokasi yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan PKL dan tidak semakin membebani usaha PKL

b. Perlu penyediaan bangunan usaha PKL yang baik

c. Diperlukan pembinaan oleh pemerintah daerah setempat melalui jalur kelembagaan PKL misalnya koperasi atau paguyuban yang memberikan berbagai macam pelatihan dan penyuluhan.

4.2.5 Program yang Diusulkan 4.2.5.1Usulan dan Prioritas Program

(33)

A. Pembinaan Teknis Bangunan dan Gedung

1.Kegiatan Diseminasi Peraturan Perundang-undangan Penataan Bangunan (PPBG) dan Lingkungan

Tabel 4.8. Usulan Diseminasi Peraturan Perundang-undangan Penataan Bangunan (PPBG) dan Lingkungan

No

Tahun 2013 a. Meningkatkan peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan

b. Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menyeleraskan peraturan perundangan tentang bangunan gedung di wilayahnya agar memenuhi persyaratan administratif dan teknis

Tahun 2013 Perda Kota - Sosialisasi RTBL

Kota Curup

2. Kegiatan Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

Tabel 4.9. Usulan Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

No Instansi Penyelenggara Waktu Penyelenggaraan Sasaran

Usulan Kegiatan Keterangan

1 2 3 4 7 8

1 Pemerintah Kab. Rejang Lebong 2013 tersedianya panduan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di kabupaten/kota, dalam rangka meningkatkan kemampuan kelembagaan pemadam kebakaran/Dinas Pemadam kebakaran dan masyarakat dalam pelaksanaan tugas pencegahan dan

penanggulangan kebakaran, serta menurunnya kejadian kebakaran, jumlah kerugian dan korban jiwa akibat bencana.

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

Belum disusun

3. Kegiatan Penyusunan RAPERDA Bangunan Gedung

Tabel 4.10. Usulan Penyusunan Raperda Bangunan Gedung

No Perda Terkait Dengan Bangunan Gedung Proses Penyusunan Raperda BG Usulan Kegiatan Ket.

(34)

Nomor

4. Kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Tabel 4.11. Usulan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

No Nama Lokasi Luas Lingkungan (Ha) Cakupan Wilayah Administrasi Karakter Lokasi

1 2 3 4 5

1 Kel. Kepala Siring 8,7 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 2 Kel. Pasar Tengah 153,94 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 3 Kel. Adirejo 200 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 4 Kel. Talang Benih Baru 356 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 5 Kel. Air Putih Lama 82,25 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 6 Kel. Timbul Rejo 29,69 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 7 Kel. Pelabuhan Baru 70,9 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 8 Kel. Kampung Jawa 18,4 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 9 Kel. Sukaraja 113,5 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 10 Desa Banyumas 35 Kec. Curup Tengah Kawasan Perkotaan 11 Kel. Air Rambai 46 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 12 Kel. Dwi Tunggal 62,35 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 14 Kel. Pasar Baru 186 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 15 Kel. Jalan Baru 50 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 16 Kel. Karang Anyar 449,6 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 17 Kel. Sidorejo 30 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 18 Kel. Banyumas 35 Kec. Curup Tengah Kawasan Perkotaan 19 Kel. Talang Rimba Lama 450 Kec. Curup Tengah Kawasan Perkotaan 20 Kel. Talang Rimba Baru 400 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 21 Kel. Timbalrejo 29,69 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan

B. Penataan Lingkungan

1. Kegiatan Dukungan Sarana dan Prasarana Permukiman Kumuh

Tabel 4.12. Usulan Bantuan Sarana dan Prasarana Permukiman Kumuh

No Nama Lokasi Cakupan Wilayah Administrasi Karakter Lokasi

1 2 3 4

(35)

4 Kel. Timbulrejo Kec. Curup Kota Kawasan Permukiman Kumuh 5 Kel. Pasar Tengah Kec. Curup Kota Kawasan Permukiman Kumuh 6 Kel.Pelabuhan baru Kec. Curup Kota Kawasan Permukiman Kumuh 7 Kel. Pasar Baru Kec. Curup Kota Kawasan Permukiman Kumuh 8 Desa Banyumas Kec. Curup Tengah Kawasan Permukiman Kumuh

2. Kegiatan Penataan Bangunan Tradisional Bersejarah dan Pariwisata

Tabel 4.13. Usulan Bantuan Penataan Bangunan Tradisional Bersejarah

No Nama Lokasi Cakupan Wilayah Administrasi Karakter Lokasi

1 2 3 4

1 Tabarenah Curup Utara Kawasan Wisata 2 Kesambe Curup Timur Kawasan Wisata

3. Kegiatan Bantuan Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Tabel 4.14. Usulan Bantuan Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

No. Ruang Terbuka Hijau (Taman Kota)

Lokasi Luas Tahun

Pembangunan

Karakter Lokasi Karakter lokasi

1 Taman Korem Kel. Air Putih Baru 5 m2, 9 m2, 24 m2 1992/1993 Kawasan Perkotaan 3 bagia terpisah 2 Taman Sp. Rimbo Recap Kel. Air Putih Baru 60 m2

1992/1993 Kawasan Perkotaan

3 Taman Air Putih Samping Jembatan Air Putih 297 m2 1992/1993 Kawasan Perkotaan 4 Taman Bundaran Sp. Empat Kel. Air Putih Lama 37,77 m2

1991/1992 Kawasan Perkotaan

5 Taman Lpg. Tennis Bawah Lpg. Tennis depan Wisma Kaba 1.267,4 m2 2003 Kawasan Perkotaan 6 Taman Lpg. Tennis Atas Samping Rumah Dinas Bupati 392,08 m2 1992/1993 Kawasan Perkotaan

7 Taman depan GOR GOR Curup 160 m2

2003 Kawasan Perkotaan

8 Taman median jalan lampu merah Sp. lampu merah Jl. Merdeka 143,9 m2 2004 Kawasan Perkotaan 4 bagian terpisah

9 Taman Sp. Kejora Blkg. Psr. Bang Mego 54 m2

1991/1992 Kawasan Perkotaan

10 Taman PBSI Jl. Suprapto 190 m2 1991/1992 Kawasan Perkotaan

11 Taman Sp. DKT Sp. Tiga DKT 54 m2 1991/1992 Kawasan Perkotaan

12 Taman Sp. Sukaraja Sp. Sukaraja 5,13 m2

1991/1992 Kawasan Perkotaan

13 Taman Sp. Nangka Sp. Nangka 17,76 m2 2002 Kawasan Perkotaan

14 Taman Sp. Suban Sp. Suban Air Panas 35,7 m2

, 28,6 m2

1991/1992 Kawasan Perkotaan 2 bagian terpisah

15 Taman Setia Negara Lp. Setia Negara 0,75 Ha 1997 Kawasan Perkotaan

16 Taman Suban Air Panas Desa Talang Ulu 2 Ha 1968 Kawasan Perkotaan

(36)

18 Hutan Rajo Pejenjang Bumei Desa Duku Ulu 14 Ha - Hutan Kota

4. Kegiatan Bantuan Teknis Pengelolaan Sarana Reklame

Tabel 4.15. Usulan Bantuan Teknis Pengelolaan Sarana Reklame

No Nama Lokasi Luas Lingkungan (Ha) Cakupan Wilayah Administrasi Karakter Lokasi

1 2 3 4 5

1 Kawasan Pasar TengahJl. Merdeka 15,4 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 2 Kawasan Bundaran, Kel. Air Putih Baru, Kel. Air Rambai,

Kel. Air Putih Lama

9,13 Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 3 Kawasan Pasar DE - Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan 4 Kawasan Pasar Atas - Kec. Curup Kota Kawasan Perkotaan

5. Kegiatan Bantuan Teknis Penataan Bis Transmistion System (BTS)

Tabel 4.15. Bantuan Teknis Penataan Bis Transmisi System (BTS)

No Nama Lokasi Luas Lingkungan (Km2) Cakupan Wilayah Administrasi Karakter Lokasi

1 2 3 4 5

(37)

4.2.5.2Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Usulan dan prioritas kegiatan-kegiatan/proyek program investasi jangka menengah dan rencana pembiayaan sub bidang Tata Bangunan Lingkungan empat tahun kedepan (2009-2012) disajikan dalam lampiran

4.2.5.3Pembiayaan Proyek dan Penyediaan Pengelolaan

 SNVT Pengembangan Permukiman Ditjen. Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum mengelola proyek pengembangan permukiman yang dibiayai APBN

 Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu mengelola proyek pengembangan permukiman yang dibiayai APBD Provinsi.

 Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kab. Rejang Lebong mengelola proyek pengembangan permukiman yang dibiayai APBD Kabupaten.

4.3 RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG AIR LIMBAH

4.3.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah

4.3.1.1 Umum

Sub Bidang Air Limbah pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondidi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastetare) yang terdiri dari limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari sisa mandi, cuci dapur, dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah dari industri. Rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain.

4.3.1.2 Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah dalam Rencana Kabupaten

(38)

pada tahun 2010, sistem pembuangan air limbah rumah tangga sudah dapat diterapkan pada tiap-tiap kawasan permukiman yang dilayani melalui Sambungan Rumah (SR) yang didukung dengan pembangunan jaringan primer dan sekunder bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Bengkulu dan Pusat. Bagi penduduk yang belum terjangkau sambungan rumah akan dilayani melalui IPAL Komunal atau membuat IPAL rumah tangga yang memenuhi persyaratan teknis.

Kebijakan tersebut tercantum dalam RPJMD Kab. Rejang Lebong 2005-2010 untuk mencapai misi ke-3 yaitu “Mewujudkan pembangunan infrastruktur yang sinergis dan berkualitas dalam mendukung percepatan pertumbuhan daerah”.

4.3.2 Profil Rinci Pengelolaan Air Limbah

4.3.2.1 Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Saat Ini

Bagian ini menyajikan gambaran secara umum tentang sistem pengelolaan air limbah permukiman yang ada saat ini di Kabupaten Rejang Lebong. Pengelolaan air limbah permukiman rumah tangga dilakukan dengan sistem on-site dan sistem off-site serta kombinasi dari kedua sistem. Sedangkan untuk limbah lumpur tinja dilakukan dengan sistem tanki septik/cubluk baru disedot kalau fasilitasnya sudah buntu (dan sudah lama tidak berfungsi) untuk kemudian dapat diolah di IPAL Tasikmalaya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu bahwa penduduk yang sudah memiliki sistem pengolahan air limbah dalam bentuk septic tank, cubluk, aqua privy atau sejenisnya di Kab. Rejang Lebong adalah 26,15 %, atau jika dihitung cakupan layanan air limbah hanya di Kota Curup saja adalah 23 %.

4.3.2.1.1 Tingkat Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan

(39)

kesehatan di Rejang Lebong, yaitu meningkatnnya kualitas kesehatan masyarakat yang dapat dilihat melalui pencapaian indikator Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 58.6 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2002. Umur Harapan Hidup (AHH) telah meningkat menjadi 64,50 untuk laki-laki dan 60.7 untuk perempuan. Namun demikian permasalahan kesehatan selalu akan timbul seiring dengan perubahan politik, ekonomi dan sosial sehingga hal ini merupakan tantangan kedepan untuk dapat dipecahkan dalam upaya menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Sasaran pembangunan kesehatan di Rejang Lebong pada tahun 2010 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya melalui peningkatan jangkauan/akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin dari beberapa indikator sebagai berikut : Meningkatnya umur harapan hidup dari 64,50 tahun menjadi 67,75 tahun untuk laki-laki dan dari 60,7 menjadi 64,3 tahun untuk perempuan ; Menurunnya angka kematian bayi dari 58,6 menjadi 45,2 per 1.000 kelahiran hidup; Menurunnya prevalensi gizi-kurang pada anak Balita dari 25 % menjadi 18 %. Cakupan Peserta aktif KB dari 86,59 % menjadi 90 %. Cakupan Air Bersih dari 39,9 % menjadi 48 %. Peningkatan Mutu SDM Kesehatan yang terakreditasi menjadi 50%. Meningkatnya akses sistem informasi kesehatan dari 40 % menjadi 80 %.

4.3.2.1.2 Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah

Masyarakat Kab. Rejang Lebong saat ini belum pernah dilayani dengan sistem air limbah terpusat. Sistem pembuangan air limbah rumah tangga sampai dengan saat ini langsung dibuang ke sungai. Pelayanan pengurasan tanki septik atau cubluk biasanya dilakukan oleh pemerintah daerah dengan truk tinja atau secara manual. Biasanya lumpur dari tangki septik/cubluk baru disedot kalau fasilitasnya sudah buntu (dan sudah lama tidak berfungsi). Lumpur limbah ini dapat diolah di IPAL, tetapi masih sering langsung dibuang ke lingkungan.

4.3.2.2 Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah 1. Aspek Teknis

(40)

Pelayanan sanitasi sistem setempat (individual) untuk limbah tinja berupa pembuangan lumpur tinja dari septick tank ke pengolahan akhir (IPAL). Badan Lingkungan Hidup, Kebesihan dan Pertamanan Kab. Rejang Lebong memiliki 2 (dua) buah truk tinja untuk pelayanan jasa penyedotan tinja. Pelayanan penyedotan di Kab. Rejang Lebong saat ini ditangani oleh pemerintah daerah yang dilengkapi dengan fasilitas penyedotan dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Tasikmalaya.

Membuang limbah air mandi, cuci dan dapur langsung ke saluran drainase masih sering dijumpai. Tanggung jawab terhadap pembangunan fasilitas sanitasi setempat berada pada tingkat keluarga.

B. Cakupan Pelayanan PS Sanitasi

Pelayanan prasarana dan sarana sanitasi didasarkan pada kerangka Rencana Tata Ruang Wilayah pelayanan sanitasi. Kriteria untuk memilih jenis fasilitas sanitasi adalah sebagai berikut:

• penduduk (jumlah KK)

• tingkat cakupan pelayanan

•jumlah KK yang tidak mampu membangun fasilitas sanitasi individual

•jumlah KK yang tinggal di kompleks perumahan • kepadatan penduduk

• permeabilitas tanah

• ketinggian air tanah.

Dua kondisi penting lainnya dalam kaitannya dengan pemilihan fasilitas sanitasi adalah:

• Semua kompleks perumahan menggunakan sistem air limbah komunal.

• Sekitar 30% kelompok yang berpenghasilan rendah tidak memiliki

fasilitas sendiri dan dilayani dengan MCK dan satu MCK melayani 10 KK.

C. Pengumpulan dan Pengolahan Lumpur Tinja

Tangki septik yang sudah terisi perlu dikuras secara rutin untuk menjaga efisiensi pengolahan dari tangki septik tersebut. Pemerintah Kab. Rejang Lebong telah memiliki truk penyedot tinja, dan memiliki instalasi pengolahan lumpur tinja IPLT Tasikmalaya guna menangani lumpur tersebut namun belum optimal dalam pengelolaanya.

(41)

Jumlah timbulan lumpur tinja dapat dihitung dengan pendekatan formulasi atau asumsi bahwa lumpur tinja yang dihasilkan adalah 30 liter/jiwa/tahun (0,03 m3/jiwa/tahun).

E. Cakupan Pelayanan Sistem Air Limbah dan Sanitasi

Tabel 4.16. Kapasitas Pelayanan Air Limbah Kab. Rejang Lebong 2007

Prasarana Jumlah

(unit)

Kapasitas Sistem Pengolahan Pengelola

Truck Tinja 2 6 m3 Pengangkutan Badan Lingkungan Hidup, Kebesihan dan

Pertamanan

IPAL Tasik Malaya 1 72,9 m3 Kolam Maturasi Badan Lingkungan Hidup, Kebesihan dan Pertamanan

Jamban 21.322 - Septick tank Masyarakat

Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga

11.365 - Pembuangan ke

saluran air

Masyarakat

Tabel 4.17. Parameter Teknis Wilayah

Tahun : 2008 Kota Curup Kabupaten Rejang Lebong

NO. URAIAN BESARAN KETERANGAN

A. Karakteristik Fisik Kota

1. Jumlah Penduduk 118.271 orang

Tingkat Kepadatan

* Tinggi (> 200 jiwa/ha)

-* Sedang (100-200 jiwa/ha)

-* Rendah (50-100 jiwa/ha) 95,3 jiwa/ha

2. Tipe Bangunan

* Permanen

-* Semi Permanen

-* Tidak Permanen

-3. Jenis Tanah Andosol Hasil uji tanah Unib

4. Permeabilitas Tanah

-5. Tinggi Muka Air Tanah 2-3 M

6. Badan Air

• Penyediaan dan pengelolaan fasilitas sanitasi lingkungan merupakan inisiatif murni dari pemerintah daerah.

• Arahan dan standar yang berlaku akan digunakan sebagai instrumen/alat utama untuk memenuhi peran dan tanggung jawab dari sektor publik.

3. Aspek Kelembagaan Pelayanan Air Limbah

(42)

pengendalian, dan pemanfaatan sarana dan prasarana di bidang teknik penyehatan yang meliputi urusan-urusan air limbah, kebersihan, dan pertamanan.

4. Aspek Peraturan Perundangan Pelayanan Air Limbah

Peraturan yang ada belum berfungsi secara efektif karena aparat khusus yang bertugas mengawasi pelaksanan peraturan daerah dan penerapan belum berjalan sebagaimana mestinya (baru batasan rencana)

5. Peran Serta Masyarakat dalam Pelayanan Air Limbah

- Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam pelaksanaan pengelolaan air limbah karena adanya anggapan dari masyarakat bahwa pengelolaan air limbah adalah tanggung jawab Pemerintah Daerah.

- Peran serta masyarakat kurang terarah dan bersifat insidentil seperti kerja bakti.

- Kurangnya personil yang mampu memberikan arahan, sosialisasi, dan menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat terhadap penanganan masalah air limbah.

6. Aspek Lingkungan

Faktor - faktor yang penting dipertimbangkan dalam penanganan limbah dalam kaitannya dengan sanitasi lingkungan antara lain adalah jumlah penduduk, cara kehidupan masyarakat, corak dan besaran kegiatan industri, iklim, topografi dan daya serap tanah. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka penanganan limbah tidak hanya memperhatikan aspek teknis dan manajemen saja, tetapi menyangkut juga aspek yang lainnya yaitu :

- Peran Masyarakat

- Peraturan dan perundang-undangan - Kelembagaan

- Keuangan - Teknik

Gambar

Tabel 4.3. Parameter Teknis Wilayah di Kabupaten Rejang Lebong
Tabel 4.6. Kerangka Dasar Usulan dan Prioritas Pengembangan PS Permukiman
Tabel 4.8. Usulan Diseminasi Peraturan Perundang-undangan Penataan Bangunan (PPBG) dan Lingkungan
Tabel 4.12.  Usulan Bantuan Sarana dan Prasarana Permukiman Kumuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan tepung daun Kayambang (Salvinia molesta) sebagai bahan pakan alternatif sampai level 7,5% tidak menaikkan maupun menurunkan nilai konsumsi protein, rasio

Dari hasil analisis diatas dapat dinyatakan bahwa alat TGDTA yang berada di laboratorium Instalasi Radiometalurgi BATAN mampu digunakan untuk menganalis

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol terhadap karakteristik fisik dan mekanik edible film tepung jali, serta mengetahui

yang dijual berupa makanan tradisional zaman dahulu hingga alat transaksinya pun menggunakan uang kepeng berbentuk bulat yang terbuat dari batok kelapa. Kebersihan di

Usaha ini diperlukan pencatatan dan penilaian persediaan yang akurat sehingga menghasilkan laporan keuangan yang akurat sesuai dengan PSAK NO.14, karena metode yang digunakan

Pada Februari 2012, jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan untuk semua golongan pendidikan mengalami kenaikan jika dibandingkan keadaan

Bagi para urban di wilayah Winnipeg Manitoba, baik bagi pelaku yang masih remaja atau sudah dewasa dilakukan dengan model resolusi restoratif yaitu suatu proses

 peserta memerlukan pelayanan kesehatan ruukan &in*kat ;anutan atas indikasi medis sesuai den*an sisitem ruukan yan* diatur dalam ketentuan peraturan