KARAKTERISTIK BERPIKIR INTUITIF SISWA SMA
BERGAYA KOGNITIF
FIELD
INDEPENDENT
DAN
FIELD
DEPENDENT
DALAM MENYELESAIKAN
MASALAH GEOMETRI
DISERTASI
M U N I R I
NIM: 08716009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
KARAKTERISTIK BERPIKIR INTUITIF SISWA SMA
BERGAYA KOGNITIF
FIELD
INDEPENDENT
DAN
FIELD
DEPENDENT
DALAM MENYELESAIKAN
MASALAH GEOMETRI
DISERTASI
Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor
Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Matematika
M U N I R I
NIM: 08716009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
HALAMAN PERSETUJUAN
Disertasi oleh Muniri, NIM 08716009, dengan judul Karakteristik Berpikir Intuitif
Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent dalam
Menyelesaikan Masalah Geometri, telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.
PembimbingI Tanggal
Prof. Dr. H. Akbar Sutawijaya, M.Ed ...
PembimbingII
Prof. Dr. Mohamad Nur ...
Konsultan
Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd ...
Mengetahui,
Ketua Program Studi S-3 Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unesa
LEMBAR PENGESAHAN
Disertasi oleh Muniri, NIM 08716009, dengan judul “Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri”, telah dipertahankan dalam ujian terbuka di depan Tim Penguji pada tanggal ... April 2015
Tim Penguji:
Prof. Drs. I Ketut Budayasa, Ph.D
... Ketua Penguji
Prof. Dr. St. Suwarsono
... Anggota
Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja, M.Ed
... Anggota
Prof. Dr. Mohamad Nur
... Anggota
Prof. Dr. Siti M Amin, M.Pd
... Anggota
Dr. Agung Lukito, M.Si
... Anggota
Mengetahui,
Direktur Program Pascasarjana
PERSEMBAHAN
Disertasi ini kupersembahkan kepada orang-orang teristimewa di hatiku:
Ibunda tercinta Ny. Siti Sumna, ayahanda (alm) Moh. Tasyar Istriku tercinta Dra. Yulistiani dan anak-anakku tersayang: Mohammad Alfian
Taufiqi El Kamali dan Ahmad Minatullah El Makki
Padanya aku melihat dan menemukan berjuta kasih & sayang terpancar dari sinar wajah dan terukir pada setiap lukisan garis tangan mereka
Juga kepada guru spritualku:
Hadratus Syeh Kyai Haji Mohammad Harir Sholahudin Al Ayyubi bin Abdul Jalil bin Mustaqim bin Khusen Pondok PETA Tulungagung
dan Romo Kyai Haji Maskun Mukti Bendiljati Tulungagung serta Romo Kyai Haji Suyuthi Asyrof Pondok Pesantren Al Mubarok Malang
Karenanya aku telah mendapati dan menemukan jati diriku sendiri....
Juga kepada para Dosen dan Ustadzku:
Prof. R. Soejadi (alm), Prof. Herman Hudojo, Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja,
M.Ed, Prof. I Ketut Budayasa, Ph.D, Prof. Frans Susilo, Prof. Dr. Suwarsono, Dr. Yansen Marpaung, Dr. Agung Lukito, Prof. Dwi Juniati, Ph.D,
Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd, Prof. Dr. Muhammad Nur, Prof. KH. Moh. Tholhah Hasan, Prof. Dr. H. Surahmat, M.Si.
Darinya aku telah mendapati & menemukan jutaan hasanah ilmu pengetahuan...
Juga kepada sahabatku:
H. Mohammad Athiyah, S.H, Dr. H. Hobri, M.Pd, Dr. Abdussyakir, M.Pd, Dr. H. Akhyak, M.Ag, dan Ir. H. Alfa Isnaini M.Si
ABSTRAK
Muniri, 2015. Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri. Disertasi, Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Promotor: Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja, M.Ed. Kopromotor: Prof. Dr. Mohamad Nur. Konsultan: Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd.
Kata-kata Kunci: berpikir intuitif, gaya kognitif, menyelesaikan masalah
Apabila seorang siswa dihadapkan permasalahan geometri sudah barang tentu melibatkan kemampuan berbagai aktivitas berpikir yang dimiliki. Peran intuisi sebagai bagian dari aktivitas berpikir memiliki posisi strategis dalam menentukan langkah awal atau menemukan cara terbaik dalam memahami dan menyelesaikan masalah tersebut. Setiap individu memiliki sifat, cara pandang dan gaya kognitif berbeda dalam menyikapi permasalahan geometri, sehingga berakibat keterlibatan atau kehadiran intuisipun dimungkinkan berbeda pula dalam menyelesaikan masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan mengeksplorasikan karakteristik berpikir intuitif siswa SMA bergaya kognitif (field independent dan fielddependent) dalam menyelesaikan masalah geometri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menetapkan empat subjek penelitian dan satu masalah utama, yaitu masalah geometri. keempat subjek penelitian tersebut terdiri atas dua subjek bergaya kognitif fieldindependent (GKFI) dan dua subjek bergaya kognitif field dependent (GKFD). Peneliti juga melakukan wawancara mendalam terhadap empat subjek tersebut. Wawancara tersebut dilakukan pada saat atau setelah subjek menyelesaikan tugas. Analisis data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu reduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Secara rinci langkah-langkah analisis data tersebut adalah: (1) mentranskrip data, (2) menelaah seluruh data yang tersedia, (3) mereduksi data dengan mengabstraksi, (4) mengkategorisasikan data dengan pengkodean, (5) menvalidasi data dengan triangulasi, (6) menginterpretasi data, dan (7) menarik kesimpulan.
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Keduanya terjadi perpaduan saling memberikan pengaruh positif antara berpikir analitis dan intuitif seperti memanfaatkan ilustrasi gambar yang muncul begitu saja dalam pikirannya dan ditopang pengalaman sebelumnya. Ketika siswa GKFI mengalami kesulitan atau menemukan jalan buntu untuk menyelesaikan soal, ia memilih istirahat (diam sejenak) sehingga secara diam-diam muncul ide atau gagasan strategi penyelesaian masalah.
Kedua Karakteristik berpikir intuitif yang digunakan siswa SMA bergaya koginitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri adalah directly, globaly, perseverable dan power of synthesis. Sifat directly ini ditunjukkan pada saat siswa GKFD memahami masalah secara langsung saat membaca soal. Sifat globaly ini ditunjukkan siswa GKFD menangkap makna masalah melalui membaca. Pada saat membaca pertama siswa langsung membedakan apa yang diketahui dan apa yang dicari (pemahaman global). Selanjutnya pada saat membaca yang kedua terlintas (muncul tiba-tiba) dalam pikirannya cara yang tepat untuk mencapai solusi. Sifat perseverable terjadi ketika subjek menggambar atau mencorat-coret hasil kerjanya terlintas dalam pikirannya berasosiasi dengan aktivitas analitis yang ditopang dengan feeling dan keyakinan bersifat kokoh. Adapun power of synthesis ini terjadi pada saat subjek menngalami kesulitan, ia mengandalkan kemampuan berhitung, mencoba, menduga, sehingga langkah penyelesaian yang dilakukan terlihat menggunakan prosedur panjang (berbelit-belit), kurang logis, melakukan dugaan, memprediksi dan mencoba-coba, mencorat-coret hasil kerjanya sehingga menemukan ide atau strategi yang cocok muncul secara tiba-tiba berdasarkan feeling.
Ketiga model intuitif siswa SMA bergaya kognitif fieldindependent (GKFI) dalam menyelesaikan masalah geometri adalah model tacit, model diagrammatic, dan model analogy. Model tacit ini ditunjukkan siswa cenderung tidak menuliskan satuan pada jawaban akhir. Siswa GKFI lebih memilih menjawab langsung agar lebih singkat dan cepat. Model diagrammatic ini ditunjukkan saat siswa menggunakan perantara atau memanfaatkan ilustrasi gambar untuk menemukan strategi yang membantu memudahkan menemukan solusi. Siswa GKFI kurang yakin akan jawabannya tanpa bantuan gambar, menurutnya ilustrasi gambar yang dibuat membuka jalan pikiran atau ide yang bersifat spontan dan tiba-tiba (suddently). Adapun model analogy ditunjukkan oleh siswa GKFI memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya menopang munculnya ide dengan segera (immediate). Menurutnya langkah penyelesaian yang dilakukan secara tidak sadar meniru langkah-langkah penyelesaian masalah serupa.
ABSTRACT
Muniri, 2015. Intuitive Thinking Characteristics of The Independent-Field-Cognitive-Styled and Dependent-Field-Independent-Field-Cognitive-Styled Students of Senior High School in Solving The Geometric Problems. Dissertation, Mathematics Education Department, Graduate School of State University of Surabaya. Promoter: Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja, M.Ed, Co-promoter: Prof. Dr. Mohamad Nur, Consultant: Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd
Keywords: intuitive thinking, cognitive style, problem solving
Solving mathematics problems, especially geometric problems, surely involves the process of thinking. Intuition plays the strategic role in the process of thinking in selecting the initial step or finding out the best way in solving the mathematics problems. Every individual possess different characteristics, points of views, and cognitive styles in solving the geometric problems. As the result, the involvement of intuition plays different role in solving those problems. This study is intended to describe and investigate the intuitive thinking characteristics of the independent-field-cognitive-styled and dependent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems.
To achieve the objective in question, the researcher assigns four subjects and selects one main problem, the geometric problem. Those four subjects encompass two instyled students and two dependent-field-cognitive-styled students of senior high school. The researcher conducts deep interview with those four subjects. The interview is conducted while the subjects are working with the geometric problems and soon after the work is finished. The data analysis is done through the following steps: data reduction, data presentation, and conclusion drawing. In more detail, the data analysis is conducted through the following steps: (1) data transcription, (2) data analysis, (3) data reduction and abstraction, (4) data coding and categorization, (5) data validation and triangulation, (6) data interpretation, and (7) conclusion drawing.
passes in their mind and is influenced by their prior experiences. When the students of this characteristic find it difficult to solve the problems, they tend to keep silent for a moment so that intuitive ideas or strategies may automatically emerge.
Second, the intuitive thinking characteristics of the dependent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems are directly, globally, per severable and power of synthesis. The direct characteristic is shown when the students read the questions. The global characteristic is identified when the students understand the essence of the problems through reading them. When reading the problems for the first time, the students directly differentiate what has been known from what is questioned (global understanding). Then, at the second reading, suddenly appear in their mind the appropriate solutions to the problems. The perseverable characteristics take place when the subjects are making some drawing or sketches on their work which are associated to the analytical activities supported by the feeling and strong belief. The power of synthesis happens when the subjects find difficulties. They tend to count on their ability in counting, trying out, predicting so that it seems the strategy or the procedure to solve the problems is complicated, illogical, involving prediction and trying out, making sketches on their work until they come to suitable ideas or strategies which emerge suddenly based on the feeling.
Third, the intuitive thinking models of the independent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems are tacit model, diagrammatic model, and analogy model. The tacit model is shown when the students tend not to mention the measurement after the number. The students of this type prefer directly mention the number only in order that they can answer it quickly. The diagrammatic model is shown when the students use cues or illustrative picture to find out the appropriate strategy to solve the geometric problems. They may feel unconvinced with their final answer when they do not utilize the illustrative pictures because the illustrative pictures function to spontaneously or suddenly open their mind to the ideas. The analogy model is shown by utilizing schemata and prior experiences which yield in the immediate emergence of ideas.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan dari lubuk hati yang tulus ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Matematika pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Berbagai hambatan, rintangan dan kesulitan sudah pasti menghiasi hari demi hari dalam proses penyelesaian disertasi ini, namun berkat bantuan, bimbingan, dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak, maka kesulitan dan rintangan tersebut dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Akbar Sutawijaya, M.Ed selaku promotor yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan pada penulis dengan penuh kesabaran, keihlasan tanpa mengenal waktu sampai pada penyelesaian penulisan disertasi ini, bahkan beliau banyak memberi nasehat dan wawasan kepada penulis tentang keilmuan dan kehidupan untuk masa kini maupun masa yang akan dijalani.
2. Bapak Prof. Dr. Mohamad Nur selaku kopromotor yang senantiasa bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan teladan kepada penulis selama dalam menyelesaikan disertasi ini.
3. Bapak Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd selaku konsultan dan sekaligus menjadi validator yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan ide-ide cemerlang serta dukungannya berupa referensi yang terkait dengan topik utama disertasi ini.
4. Bapak (alm) Prof. Dr. Suryanto, M.Ed selaku reviwer sekaligus penguji pada ujian tertutup yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan disertasi ini, teriring do‟a semoga segala amal baiknya senantiasa memperoleh pahala yang tiada putus dan medapatkan tempat terindah disisi Tuhan Allah SWT, amien.
pendidikan dan segenap karyawan dan staf yang telah memberikan bantuan pelayanan administrasi akademik.
6. Bapak/Ibu reviewer Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd, dan Prof. Dr. Siti Amin M, M.Pd, yang bersedia meluangkan waktunya untuk memeriksa atau mereview dengan tekun, cermat dan teliti demi kesempurnaan penulisan disertasi ini.
7. Bapak Dr. Subanji, M.Si, Dr. Sri Mulyati, M.Pd dari Universitas Negeri Malang, Drs. Aries Yuwono, M.Pd (guru SMAN Kedungwaru), Drs. Yasip Gautama, M.Pd (dosen STKIP PGRI Tulungagung) yang bersedia menjadi validator instrumen penelitian ini
8. Bapak Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberi izin dan dukungan untuk melanjutkan studi di Program Studi S3 Pendidikan Matematika PPs. Unesa Surabaya.
9. Bapak Ketua STKIP PGRI Tulungagung yang telah memberi dukungan untuk melanjutkan studi di Program Studi S3 Pendidikan Matematika PPs. Unesa Surabaya.
10. Teman-teman mahasiswa S3 Pendidikan Matematika PPs. Unesa Surabaya dan teristmewa angkatan 2008, Dr. Jackson Pasimi Mairing, M.Pd, Dr. Muhrizal, M.Si, Drs. Suryo Widodo, M.Pd, Drs. Wiryanto, M.Si, Drs. Qodri Ali Hasan, M.Pd, Drs. Irwani, M.Kes, Dra. Desti Hariningsih, M.Pd.
11. Bapak Kepala SMA Negeri Kedungwaru Tulungagung yang memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolahnya. 12. Istriku tercinta Dra. Yulistiani, dan anak-anakku tersayang Mohamad Alfian
Taufiqi El Kamali, dan Ahmad Minatullah El Makki yang telah mensupport dan penuh kesabaran serta medoakan penulis dalam menyelesaikan studi di PPs. Unesa Surabaya.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, yang banyak memberi bantuan baik berupa materi maupun berupa moril.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap bahwa disertasi ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak. Semoga keikhlasan dan bantuan yang telah diberikan senantiasa memperoleh balasan yang lebih baik dari sisi-Nya. Amin….
Surabaya, April 2015
DAFTAR ISI
G. Keterkaitan Berpikir Intuitif dan Gaya Kognitif dalam Menyelesaikan Masalah ………... 68
H. Kriteria Keabsahan data Penelitian ... 85
I. Hasil Penelitian yang Relevan ... 89
J. Kerangka Konseptual ... 93
BAB 3 METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………... 95
C. Instrumen Penelitian ………... . 100
D. Teknik Pengumpulan Data ………... 105
E. Teknik Analisis Data ………... 108
F. Prosedur Penelitian ………... 115
BAB 4 PAPARAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN A. Deskripsi Gaya Kognitif Siswa ... 120
B.
Deskripsi Hasil Validasi dan Uji Coba Instrumen Penelitian...
122C. Paparan dan Penyimpulan Data Subjek S1 Bergaya Kognitif Field Independent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 124
D. Paparan dan Penyimpulan Data Subjek S2 Bergaya Kognitif Field Independent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... ... 141
E. Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek Bergaya Kognitif Field Independent (GKFI) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri. ... 158
F. Paparan dan Penyimpulan Data Subjek S3 Bergaya Kognitif Field Dependent (GKFD) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 166
G. Paparan dan Penyimpulan Data Subjek S4 Bergaya Kognitif Field Dependent (GKFD) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 182
H. Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek Bergaya Kognitif Field Dependent (GKFD) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 196
BAB 5 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek Bergaya Kognitif Field Independent (GKFI) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 209
B. Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek Bergaya Kognitif Field Dependent (GKFD) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 217
C. Perbedaan dan Kesamaan Karakteristik Berpikir Intuitif antara Subjek Bergaya Kognitif FI dan Subjek Bergaya Kognitif Field Dependent (GKFD) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 224
D. Temuan Samping ... 230
E. Keterbatasan dan Tindak lanjut Penelitian ... 233
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Karakteristik Berpikir Intuitif ... 47 Tabel 2.2 Indikator Model-model Intuitif ... 53 Tabel 2.3 Proses Belajar Berdasarkan Gaya Kognitif Siswa
(didasarkan pada Thomas, 1990) ... 66
Tabel 2.4 Indikator Berpikir Intuitif Subjek yang Dapat Diamati pada saat Menyelesaikan Masalah ... 83
Tabel 2.5 Indikator Model-model Intuitif Subjek yang Dapat Diamati
pada saat Menyelesaikan Masalah ... 84
Tabel 3.1 Daftar Subjek Penelitian Berdasarkan Karakter yang
Dimiliki 100
Tabel 4.1 Daftar Nama Subjek Penelitian Berdasarkan Gaya Kognitif .. 120
Tabel 4.2 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S1 Dalam Menyelesaikan Soal nomor 1 (S1M1) Pada Tanggal 24
Maret 2014 ... 125
Tabel 4.3 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S1 dalam Menyelesaikan Soal nomor 2 (S1M2) Pada Tanggal 31
Maret 2014 ... 130
Tabel 4.4 Validasi Data Hasil wawancara Berbasis Tugas S1M1 dan
S1M2 ... 135
Tabel 4.5 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S2 dalam Menyelesaikan Soal nomor 1 (S2M1) Pada Tanggal 24
Maret 2014 ... 142
Tabel 4.6 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S2 dalam Menyelesaikan Soal nomor 2 (S2M2) Pada Tanggal 31
Maret 2014 ... 147
Tabel 4.7 Validasi Data Hasil wawancara Berbasis Tugas S2M1 dan
S2M2 ... 152
Tabel 4.8 Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek GKFI dalam
Tabel 4.9 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S3 dalam Menyelesaikan Soal nomor 1 (S3M1) Pada Tanggal 26
Maret 2014 ... 166
Tabel 4.10 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S2 dalam
Menyelesaikan Soal nomor 2 (S3M2) Pada Tanggal 2 April 2014 ... 171
Tabel 4.11 Validasi Data Hasil wawancara Berbasis Tugas S3M1 dan
S3M2 ... 176
Tabel 4.12 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S4 dalam Menyelesaikan Soal nomor 1 (S4M1) Pada Tanggal 26
Maret 2014 ... 182
Tabel 4.13 Transkrip Wawancara dan Hasil Jawaban S4 dalam
Menyelesaikan Soal nomor 2 (S4M2) Pada Tanggal 2 April 2014 ... 187
Tabel 4.14 Validasi Data Hasil wawancara Berbasis Tugas S4M1 dan
S4M2 ... 190
Tabel 4.15 Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek GKFD dalam
Menyelesaikan Masalah Geometri ... 197
Tabel 5.1 Kesamaan dan Perbedaan Karakteristik Berpikir Intuitif (BI) Subjek GKFI dan Subjek GKFD dalam Menyelesaikan
Masalah Geometri ... 228
Tabel 5.2 Kesamaan dan Perbedaan Model Intuitif (MI) Subjek GKFI
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 3.1 Prosedur Pemilihan Subjek Penelitian ... 99
Diagram 3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen Penelitian ... 105
Diagram 3.3 Prosedur Pengumpulan Data (Triangulasi Data) ... 108
Diagram 3.4 Metode Triangulasi Sumber untuk Subjek GKFI ... 114
Diagram 3.5 Metode Triangulasi Sumber untuk Subjek GKFD ... 115
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kesamaan Luas daerah Segitiga ABD dan segitiga ADC .... 14
Gambar 1.2 Hasil Jawaban Subjek R1 ... 15
Gambar 1.3 Hasil Jawaban Subjek R2 ... 17
Gambar 2.1 Model intuitif menurut Baylor ... 41
Gambar 2.2 Diagram Venn A subset B ... 52
Gambar 2.3 Heuristik Means-Ends ... 59
Gambar 2.4 Ilustrasi Pandangan Fovea dan Periveral ... 75
Gambar 2.5 Alur Aktivitas Berpikir Intuitif Subjek dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 78
Gambar 5.1 Alur Aktivitas Berpikir Intuitif Subjek GKFI dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ... 217
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Petunjuk Penyelenggaraan Tes Gaya Kognitif ... 249
Lampiran 2 Group Embedded Figure Test (GEFT) ... 250
Lampiran 3 Tabel Hasil Tes GEFT ... 262
Lampiran 4 Distribusi Hasil Tes GEFT ... 264
Lampiran 5 Analisis Validitas butir soal GEFT ... 266
Lampiran 6 Lembar Masalah Geometri ... 270
Lampiran 7 Pedoman Wawancara Berbasis Tugas (PWBT) ... 271
Lampiran 8 Alternatif Jawaban Masalah Geometri ... 275
Lampiran 9 Hasil Jawaban Subjek penelitian ... 276
Lampiran 10 Transkrip Hasil Wawancara ... 284
Lampiran 11 Daftar Nama Validator ... 301
Lampiran 12 Validasi Ahli terhadap Lembar Masalah ... 302
Lampiran 13 Validasi Investigator ... 321
Lampiran 14 Surat Pengantar Penelitian dari Unesa ... 342
Lampiran 15 Surat Keterangan Dinas Pendidikan (SMA Negeri Kedungwaru Tulungagung) ... 343
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu pengetahuan bersifat universal yang dapat
dimanfaatkan sebagai dasar bagi perkembangan disiplin ilmu pengetahuan dan
teknologi modern serta mempunyai peran penting dalam perkembangan berpikir
manusia. Demikian juga kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini banyak dilandasi perkembangan matematika seperti halnya bidang
geometri, teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit.
Oleh karenanya, dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi di masa depan tentu
tidak terlepas adanya dukungan pemahaman dan penguasaan matematika.
Ditegaskan dalam Kurikulum 2004 tentang tujuan pembelajaran matematika, yaitu (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam penarikan kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksperimen, eksplorasi dalam menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsisten; (2) mengembangkan aktivitas rasa ingin tahu yang kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba; (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomuni-kasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003: 6).
Berdasarkan tujuan kurikulum di atas, berarti dalam belajar matematika
siswa hendaknya dilatih dan dibiasakan untuk mempertajam atau memperkuat
aktivitas mental dan berpikir melalui proses penyelesaian masalah (secara tepat dan
cepat) melalui serangkaian aktivitas yang melibatkan berbagai kemampuan, antara
lain kemampuan imajinatif, prediktif dan intuitif. Melalui kemampuan imajinatif
seseorang mampu membayangkan objek permasalahan yang dihadapi, sehingga ia
mampu memberikan interpretasi atau representasi terhadap masalah tersebut.
Kemampuan prediktif dapat mengarahkan seseorang peka dan mampu menentukan
solusi alternatif masalah yang dihadapi, sedangkan kemampuan intuitif dapat
dijadikan sebagai “kognisi antara” yang digunakan sebagai “jembatan” untuk
memudahkan dalam melakukan pengaitan objek yang dibayangkan dengan
alternatif solusi yang diharapkan serta mampu menuntun seseorang dalam
menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai solusi tersebut
secara formal.
Fischbein & Dooren et al. (dalam Nicholas, 2010: 20) menyatakan bahwa
“intuition in mathematics, is primarily used as a bridge between mathematical
concepts and the real word.” Pendapat tersebut berarti intuisi dalam matematika
digunakan sebagai “jembatan” berpikir antara konsep abstrak matematika dengan
dunia nyata. Dengan demikian intuisi dapat berguna mempermudah memahami
konsep-konsep abstrak matematika menjadi kongkret berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki dan mungkin bercampur aduk dengan perasaan atau
feeling.
Berkaitan dengan berpikir intuitif, secara eksplisit Bruner (1999: 58)
berpikir analitis. Menurutnya berpikir analitis adalah proses berpikir yang
diekpresikan melalui langkah demi langkah (memahami objek dari bagian-bagian
khusus), masing-masing langkah terkait dengan langkah sebelumnya, biasanya
terencana secara sadar dan lebih hati-hati dalam menangkap informasi dan operasi
yang terkait di dalamnya, misalnya langkah-langkah proses induksi atau percobaan
dan analisis statistik dalam kegiatan penelitian, sedangkan berpikir intuitif
merupakan komplemen dari berpikir analitik. Berpikir intuitif bekerja secara
implisit dan cenderung memahami objek secara langsung bersifat keseluruhan
(globaly), menemukan strategi untuk mencapai jawaban yang diharapkan secara
tiba-tiba, tidak terencana dan kurang hati-hati, kurang detail, bersifat acak atau
kurang runtut, serta terkadamg melalui dugaan atau perasaan.
Fischbein (1999: 12) memberikan pengertian intuisi ditinjau dari sifat dan
bentuknya. Menurut sifatnya intuisi berguna untuk mengantisipasi dan mengawali
aktivitas dalam perspektif global. Dengan demikian kognisi intuisi merupakan cara
atau strategi mengatasi masalah atau memprediksi kemungkinan terjadinya
peristiwa. Pendapat serupa disampaikan Hinden (2004: 32) bahwa “Intuition gives
the advantage of taking action early. The analysis is introduced later and provides
secondary support and documentation required when setting the decision.” Dengan
kata lain intuisi memberikan keuntungan dalam menentukan solusi lebih awal,
sedangkan analisis bisa dilakukan pada tahap berikutnya. Ini berarti bahwa analisis
memberikan dukungan sekunder dan dokumentasi dibutuhkan sebagai alat pada saat
Uraian di atas memberikan makna bahwa intuisi merupakan aktivitas
berpikir yang berfungsi sebagai pembuka ide, inspirasi yang mengarahkan
seseorang menetapkan langkah-langkah mengkonstruksi dan menemukan solusi
masalah yang dihadapi atau mungkin bersifat global atau prediktif. Akan tetapi jika
ditinjau dari bentuknya yang conclusive, berarti intuisi berperan mengembangkan
cara cepat dan tepat menganalisis suatu solusi yang telah diperoleh sebelumnya.
Dengan demikian, intuisi dapat digunakan untuk mempersiapkan dan memulai
tindakan atau aktivitas penyelesaian masalah berdasarkan pengetahuan yang sudah
dimiliki melalui interpretasi (difokuskan atau dirancang untuk menemukan solusi
secara langsung) dan sangat bermanfaat bagi proses berpikir secara aktif dan
produktif.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, berpikir intuitif berfungsi sebagai
“mediating cognitive” atau “kognisi perantara” yang dapat membantu atau
memudahkan untuk memulai menentukan langkah-langkah penyelesaian masalah
atau menemukan solusi, sedangkan sifat berpikir intuitif adalah berlangsung segera
(immediate) atau muncul secara tiba-tiba (suddent). Berlangsung segera artinya
seseorang memahami, menemukan strategi penyelesaian masalah matematika
terjadi dalam kurun waktu tertentu tanpa dipisahkan oleh aktivitas berpikir lainnya.
Proses berpikir tersebut muncul secara tiba-tiba artinya munculnya strategi yang
digunakan seseorang untuk menemukan solusi pada saat menyelesaikan masalah
matematika bersifat spontan (tidak diketahui asal-usulnya) atau terkadang muncul
Mengenai pentingnya memecahkan masalah bagi siswa diungkapkan
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam Principles and
Standards for School Mathematics (NCTM, 2000: 52) yaitu “Solving problem is not
only a goal of learning mathematics but also a majors means of doing so …By
learning problem solving in mathematics, students should acquire ways of thinking,
habits of persistence and curiosity and confidence in unfamiliar situations…” yang
berarti pemecahan masalah bukan hanya tujuan matematika tapi melatih cara
berpikir siswa, membiasakan tekun dalam mengerjakan sesuatu dan menumbuhkan
rasa ingin tahu serta percaya diri dalam menyikapi masalah yang tidak biasa
dihadapi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Krulik, Rudnik & Milou (2003: 90)
bahwa salah satu cara untuk membelajarkan siswa berpikir adalah melalui proses
pemecahan masalah. Dengan kata lain, dalam menyelsaikan masalah siswa harus
melakukan serangkaian aktivitas berpikir yang merupakan salah satu hal mendasar
dalam pembelajaran matematika. Ketika siswa menyelsaikan masalah matematika
(termasuk masalah geometri) menggunakan strategi-strategi khusus dan
memungkinkan adanya keterlibatan intuisi pada saat menentukan strategi yang
cocok atau menemukan solusi.
Dalam hal penyelesaian masalah geometri, penggunaan berpikir yang
melibatkan intuisi memiliki peranan penting untuk membantu siswa menemukan
solusi yang tepat atau muncul secara cepat, seperti diungkapkan oleh Bruner (1977:
119) bahwa peran penggunaan intuisi dapat dimaknai dalam dua aspek yang agak
melakukan kegiatan menyelesaikan masalah dalam waktu yang cukup lama, dan
tiba-tiba ia memperoleh dan menemukan solusinya berdasarkan pengalamannya
walaupun bukti formal belum dilakukan. Pada sisi lain, dikatakan bahwa seorang
ahli matematika dikatakan berpikir intuitif yang baik apabila orang tersebut
dihadapkan pada suatu masalah, ia dapat memberikan tebakan jawaban dengan
segera terhadap pertanyaan yang diajukan kepadanya, atau dia dapat menyelesaikan
atau memeriksa dengan berbagai pendekatan untuk mencapai bukti yang
diinginkan. Misalnya aktivitas-aktivitas berpikir intuitif yang mungkin digunakan
untuk memahami atau menyelesaikan masalah antara lain, melalui ilustrasi gambar,
membuat diagram, atau coretan-coretan, membayangkan atau imajinasi, analogi,
dan memprediksi. Hal yang demikian menunjukkan betapa pentingnya peran intuisi
dalam menyelesaikan masalah geometri yang tidak hanya dititikberatkan pada
pemahaman konsep, namun juga penentuan strategi penyelesaian masalah
diperlukan kesiapan intelektual yang memadahi, aktivitas mental tinggi, serta
kemampuan kognitif yang kompleks (seperti kemampuan berpikir divergen dan
berpikir konvergen, kreativitas, kemampuan pemecahan masalah).
Terjadinya perbedaan strategi dalam menyelesaikan masalah geometri bagi
sebagian siswa bukan semata-mata disebabkan keabstrakan dan banyaknya konsep
geometri yang dipelajari mereka, namun penyebab lainnya mungkin dipengaruhi
adanya perbedaan persepsi, karakteristik individu siswa saat belajar atau dalam
memahami masalah, seperti perbedaan kemampuan berpikir atau gaya kognitif
penetapan strategi, pendekatan dan model yang digunakan dalam menyelesaikan
masalah. Selain itu juga harus mempertimbangkan perbedaan karakteristik materi
atau bobot masalah yang dihadapi, artinya perbedaan gaya kognitif siswa
memungkinkan terjadi perbedaan persepsi, aktivitas berpikir (mengorganisasi
informasi) dalam menyelesaikan masalah. Menurut Jung (1921: 567) bahwa intuisi
merupakan fungsi psikologis yang mentransmisikan persepsi bawah sadar yang
dipandang sebagai fungsi kognitif diluar nalar dan terjadi ketika rasional dan
kognitif lainnya tidak bekerja. Menurut beliau setiap individu memiliki intuisi tetapi
dengan derajat yang berbeda-beda dan diwujudkan dalam tipe kepribadian.
Dalam penelitian ini, pemilihan subjek difokuskan bagi siswa yang memiliki
perbedaan gaya kognitif. Witkin (dalam Elkind & Weiner, 1978) mengatakan
bahwa gaya kognitif adalah perbedaan cara siswa memproses informasi dan
memberlakukan lingkungannya. Gaya kognitif merujuk pada bagaimana siswa
memproses informasi dan menggunakan strategi dalam merespon tugas. Hal ini
berarti bahwa masing-masing siswa atau individu memiliki perbedaan kemampuan
dalam memahami, memilih strategi atau metode menyelesaikan masalah yang
mungkin dipengaruhi taraf kecerdasan, kemampuan berpikir, serta cara
memperoleh, menyimpan, serta menerapkan pengetahuan tersebut.
Lebih lanjut Rahman (2003) mengemukakan adanya perbedaan yang
signifikan antara hasil belajar matematika siswa bergaya kognitif field-independent
dengan hasil belajar matematika siswa bergaya kognitif field-dependent.
kognitif mempengaruhi prestasi siswa dalam mata pelajaran tertentu serta sikap
disiplin pada profesi tertentu pula. Clar (dalam Slameto, 1995) menemukan bahwa
makin tinggi kadar field-independent seseorang, maka makin realistis bidang
kejuruan yang dipilih, mereka menunjukkan pilihan-pilihan lebih spesifik dan
merupakan minat mereka yang utama. Sebaliknya makin tinggi kadar field
-dependent seseorang, maka semakin ragu-ragu dan bimbang untuk menentukan
bidang kujuruan yang akan dipilih.
Hasil penelitian di atas, memperkuat dugaan peneliti bahwa kemampuan
siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dipengaruhi oleh gaya kognitif
serta kecakapan intuisi mereka. Berarti strategi, pendekatan atau model yang
digunakan siswa bergaya kognitif berbeda dimungkinkan berbeda pula karakter
berpikir intuitif yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Sejalan dengan
hasil penelitian di atas, Mahlios (dalam Slameto, 1995) memperhatikan tingkah
laku siswa berdasarkan gaya kognitifnya dalam belajar antara lain: (a) Siswa
bergaya kognitif field independent (GKFI) cenderung bekerja secara mandiri. (b)
Siswa bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam memberikan jawaban
banyak tergantung pada pujian yang diberikan oleh guru. (c) siswa dengan GKFI
lebih banyak menerima unpan balik berkaitan dengan konsep atau materi pelajaran
yang disampaikan guru. (d) Siswa dengan GKFD lebih banyak menerima umpan
balik terkait hal yang bersifat pribadi.
Uraian di atas memberikan gambaran akan pentingnya dilakukan kajian
siswa dalam menyelesaikan masalah. penelitian ini dimaksudkan untuk
mengeksplorasi (menggali, menelusuri dan mengungkap) bagaimana karakteristik
berpikir intuitif berdasarkan gaya kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah
geometri.
Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstrak
berdasarkan pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, ruang, pola,
pengukuran dan pemetaan, dan sebagainya. Sedangkan dari sudut pandang
matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan dalam memahami dan
menyelesaikan masalah, misalnya persoalan verbal dapat diilustrasikan dalam
bentuk gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi.
Pendekatan secara geometri juga merupakan sarana yang memberikan kemudahan
dalam memahami struktur dan pemecahan masalah matematika (Burger &
Shaughnessy, 1986: 40).
Suydam (dalam Clements & Battista, 1992: 421) menyatakan bahwa tujuan
pembelajaran geometri adalah (1) mengembangkan kemampuan berpikir logis, (2)
mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, (3) menanamkan
pengetahuan yang dibutuhkan matematika lanjut, dan (4) mengajarkan cara
membaca dan menginterpretasikan argumentasi matematika.
Berdasarkan uraian di atas, berarti konsep geometri mempunyai peluang
lebih besar untuk dipahami siswa secara intuitif disebabkan konsep geometri yang
sudah dikenal dan akrab dengan siswa sejak mereka belum memasuki dunia
besar dalam menyelesaikan masalah geometri, seperti penggunaan diagram,
gambar, dan model bangun lainnya.
Pada saat siswa dihadapkan pada masalah geometri, tentu ia akan berusaha
memahami dan ingin menyelesaikan masalah tersebut, mungkin saja siswa tersebut
menyelesaikan masalah dengan segera apabila memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang baik mengenai masalah tersebut. Bahkan pada saat seseorang
mengalami kesulitan, kebuntuan dalam menyelesaikannya mungkin ia berusaha
menyelesaikan dengan merenung (diam sejenak) dan berpikir dalam beberapa saat
sehingga muncul ide, atau menggunakan perantara penyajian dalam bentuk
mencoba-coba atau menduga melalui aktivitas coretan-coretan, gambar, grafik yang
munculnya ide mungkin berlangsung segera atau secara tiba-tiba. Strategi
penggunakan perantara yang dapat memunculkan ide/gagasan dengan segera atau
tiba-tiba tersebut dikenal sebagai model intuitif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gentner (dalam Fieschbein, 1987: 121) bahwa model diartikan sebagai sarana atau
media esensial yang memberi kemudahan bagi seseorang memahami objek atau
konsep tertentu yang sebelumnya sulit dipahami atau dibayangkan.
Karakteristik berpikir intuitif dapat diamati berdasarkan aktivitas siswa
pada saat menyelesaikan masalah akan tetapi tidak dapat dipisahkan secara
dikotomi dengan aktivitas berpikir analitis, artinya kedua aktivitas berpikir ini
(analitis dan intuitif) merupakan rangkaian aktivitas berpikir yang saling
melengkapi dan saling menyempurnakan satu dengan lainnya. Beberapa klasifikasi
berpikir intuitif dan model-model intuitif yang digunakan saat menyelesaikan
masalah. Karakteristik berpikir intuitif yang dimaksud adalah sebagaimana
dikemukakan Bunge (dalam Henden, 2004: 17) yang membagi karakteristik
berpikir intuitif menjadi tiga bagian, yaitu: (1) catalytic inference, (2) power of
synthesis dan (3) common sense.
Karakteristik pertama, yaitu catalytic inference adalah berpikir dengan
jalan pintas dari suatu proposisi ke proposisi lainnya, yaitu dengan loncatan ke
suatu proposisi ke proposisi lain, mungkin melalui lompatan rangkaian secara cepat
tanpa mempertimbangkan premis atau proses langkah-langkah yang harus dilewati,
sehingga langkah dalam menentukan kesimpulan tidak kelihatan. Biasanya sifat
berpikir tersebut digunakan langsung untuk menemukan jawaban sebelum
kegiatan-kegiatan analitis dilakukan. Karakteristik kedua, yaitu power of synthesis,
yaitu aktivitas berpikir yang ditopang kemampuan mengkombinasikan pengetahuan
yang dimiliki, baik berupa pemahaman konsep, prinsip-prinsip, dan rumus-rumus
atau aturan-aturan yang dipelajari sebelumnya. Bentuk berpikir ini dapat berupa
kegiatan algoritma, biasanya sifat berpikir ini digunakan apabila seseorang tidak
bisa menemukan solusi secara langsung atau tidak ada keyakinan kuat terhadap
kebenaran jawaban yang ditemukan, sedangkan karakteristik ketiga, yaitu common
sense adalah aktivitas berpikir yang ditopang oleh pengalaman atau pengetahuan
(ordinary knowledge) yang pernah dimiliki sebelumnya. Sifat berpikir ini tidak
terlihat adanya usaha yang terlalu berat, disebabkan pengetahuan yang memadai,
melalui kegiatan algoritmis, menggambar untuk memudahkan dalam menyelesaikan
masalah.
Adapun model-model intuitif yang dimaksud adalah sebagaimana telah
dijabarkan Fischbein (1987: 123), yaitu (1) model implicit (tacit), (2) model
analogy, (3) modeldiagrammatic, dan (4) model paradigmatic. Adapun penjelasan
dan penjabaran dari model-model intuitif tersebut adalah berikut ini.
Model implicit (tacit) merupakan alat atau perantara yangseringdigunakan
seseorang untuk memudahkan atau mengarahkan dalam menyelesaikan masalah.
Suatu model dipilih dan diciptakan secara otomatis dihubungkan dengan realitas
tertentu untuk membantu seseorang menemukan solusi. Sebagai contoh, seseorang
membuat maket atau alat peraga atau bentuk simulasi untuk kepentingan tertentu,
seperti gambar grafik, diagram, dan histogram.
Model Analogy merupakan model yang digunakan untuk dua konsep yang
berbeda, dimana sistem konsep yang satu memiliki kesamaan dengan sistem konsep
lainnya. Sebagai contoh, untuk memudahkan pemahaman terhadap konsep
penjumlahan menggunakan pendekatan konsep gabungan (union) dua himpunan
saling asing (disjoint). Ini berarti bahwa pada saat siswa melakukan penjumlahan, ia
akan melakukan penggabungan objek-objek tersebut untuk memudahkan proses
penghitungannya. Contoh lain adalah pada saat siswa diminta untuk mencari luas
daerah jajargenjang dengan rumus panjang alas kali tinggi (ditulis L = a.t), ia
diperoleh rumus luas daerah jajargenjang sama dengan dua kali luas daerah segitiga
atau L = 2.½.a.t = a.t.
Model paradigmatic merupakan suatu model yang memuat subkelas dari
sistem yang dimodelkan. Sebagai contoh, seorang anak menganggap zat cair adalah
air. Jadi air adalah model paradigmatik untuk zat cair. Sama halnya “lelehan lilin”
merupakan model paradikmatik untuk zat cair, disebabkan ia mengalir dan tidak
terbakar sebagai halnya sifat air.
Model intuitif yang terakhir adalah model diagrammatik. Model ini
menggunakan diagram atau grafik merupakan representasi fenomena dan sesuatu
yang terkait dengan fenomena tersebut. Sebagai contoh diagram Venn digunakan
untuk menyatakan himpunan, diagram pohon digunakan untuk memudahkan
menentukan FPB dan KPK dua bilangan atau lebih.
Lebih spesifik mengenai kegunaan intuisi dalam matematika diungkapkan
oleh Raman (2002) bahwa representasi dan interpretasi intuitif dapat memandu
individu membuat strategi atau langkah-langkah untuk membagi segitiga ABC
menjadi dua bagian dengan luas sama, dapat dilakukan dengan menggambar
segitiga tersebut, kemudian membagi salah satu sisinya (sebut ) menjadi dua
bagian yang sama sehingga � = � , kemudian melalui titik D tersebut dibuat
garis melalui titik sudut dihadapan garis tersebut diperoleh ruas garis .
Berdasarkan ilustrasi di atas diperoleh dua segitiga ABD dan segitiga ADC yang
Gambar1.1 Kesamaan Luas Daerah Segitiga ABD dan Segitiga ADC
Melengkapi beberapa pendapat di atas, Fensham & Marton (1992: 115)
menyatakan tentang kegunaan intuisi bagi ilmu pengetahuan dalam tiga cara
berbeda, yaitu pertama intuisi sebagai outcome, artinya intuisi dinyatakan dengan
munculnya suatu ide, ungkapan, atau jawaban melalui feeling, kedua intuisi
didasarkan pada pengalaman (experience), yaitu intuisi dapat digunakan untuk
mempengaruhi tindakan berdasarkan pengalaman atau kejadian masa lalu, dan
ketiga intuisi sebagai individual capability, yaitu intuisi dapat meningkatkan
kemampuan individu secara maksimal.
Minggi (2010; 207) merekomendasikan bahwa penggunaan intuisi berperan
positif dalam memahami konsep matematika secara umum termasuk limit fungsi
secara verbal maupun secara visual. Ia menyatakan bahwa berpikir intuitif dapat
digunakan untuk mempermudah menjelaskan makna notasi limit dan
mengkonstruksi definisi limit melalui grafik atau gambar.
Observasi awal yang dilakukan peneliti saat melalukan penelitian
pendahuluan (uji coba) untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sumbergempol
A
B C
Tulungagung pada tanggal 16 Juni 2011 terhadap 2 orang responden, yaitu R1 dan
R2. Temuan berdasarkan hasil uji coba tersebut adalah terdapat perbedaan cara atau
stretegi dalam menyelesaikan soal geometri tersebut. Responden R1 dapat
menyelesaikan dengan bantuan gambar, sementara responden R2 menyelesaikan
tanpa bantuan gambar. Perbedaan strategi penyelesaian masalah tersebut
dimungkinkan beberapa faktor seperti perbedaan kemampuan akademik atau
perbedaan gaya kognitif mereka. Jawaban responden terhadap masalah geometri
yang diberikan, yaitu “Luas persegi panjang adalah 48 cm2. Apabila lebarnya ditambah 1 cm dan panjangnya dikurangi 1 cm, maka diperoleh suatu persegi.
Tentukan keliling persegi tersebut!”dapat diamati pada Gambar 1.2 berikut.
Berdasarkan pengamatan peneliti selama R1 meyelesaikan soal, ia memulai
dengan membaca untuk memahami soal, kurang lebih berselang waktu 30 detik
diam beberapa saat dan melanjutkan melengkapi data pada gambar sesuai dengan
informasi pada soal, terkadang serius dan terkadang rileks seperti
memukul-mukulkan pensilnya pada kepala, sehingga soal dapat diselesaikan dalam waktu
kurang lebih 2 menit. Jika dilihat waktu 30 detik untuk memahami masalah, berarti
R1 dengan segera memahami masalah yang diekpresikan melalui gambar dan
bersifat globalyang merupakan indikator berpikir intuitif.
Berdasarkan hasil wawancara, pada saat membaca soal, R1 membayangkan
objek dan cara penyelesaiannya, yaitu gambar persegipanjang dan rumus
kelilingnya, seperti ungkapan R1 “yang saya bayangkan gambar dan rumusnya”,
lebih lanjut ia mengatakan “ya biasanya lebih mudah dibayangkan kalo ada
gambarnya”. Sebenarnya soal dapat diselesaikan tersebut tanpa gambar, namun
menurut R1 agak sulit, ia mengatakan “sebenarnya bisa, tapi sulit.”. Peran gambar
yang dibuat selain memudahkan menyelesaikan soal, juga membuat R1 lebih yakin
terhadap apa yang dilakukan. R1 mengatakan ”ya sulit untuk dibayangkan, jadi
hasilnya kurang yakin.” Hal ini berarti responden menggunakan ilustrasi gambar
untuk memudahkan dan lebih meyakinkan jawabannya. R1 memiliki pengalaman
menyelesaikan masalah. ia mengatakan “kelihatannya pernah, tapi saya lupa
persisnya“. Kemungkinan langkah penyelesaiannya meniru langkah soal yang
terdahulu. Responden R1 mengatakan “sulit mengingatnya, yang jelas otomatis
karena pengalaman”. Berdasarkan wawancara tersebut, dapat ditemukan aktivitas
global. R1 memanfaatkan gambar sebagai alat bantu memudahkan menyelesaikan
masalah, yang berarti R1 memiliki strategi penyelesaian menggunakan perantara
atau model intuitif yang disebut modeldiagramatic. R1 memanfaatkan pengetahuan
dan pengalaman sebelumnya sebagai “jembatan” untuk menyelesaikan masalah
tersebut, ini berarti bahwa R1 melibatkan model intuitif yang disebut model
analogy.
Pada sisi lain, ketika peneliti mengamati hasil pekerjaan responden R2
dengan soal yang sama. Ketika responden diberi soal, subjek langsung memahami
soal dengan menulis apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Kemudian ia
langsung menyelesaikannya tanpa gambar. R2 berupaya dengan cara mencoba-coba
atau menduga. Adapun hasil penyelesaian R2 disajikan pada Gambar 1.3 berikut.
Berdasarkan hasil jawaban responden R2 di atas, berarti ia menggunakan
intuisi saat memahami masalah, seperti halnya memahami secara langsung (direct)
dan segera pada saat membaca soal. Sifat ke-segera-an atau kognisi segera
merupakan indikator dari berpikir yang melibatkan intuisi. Hasil wawancara dengan
responden R2 dalam memahami masalah bersifat langsung (direct) dan bersifat
segera saat membaca soal dan R2 membayangkan gambar persegipanjang dan
rumus kelilingnya saat membaca soal. R2 mampu menyelesaikan soal tersebut
dalam waktu 2 menit. Jawaban R2 terlihat cukup rinci, menggunakan berbagai
kaidah algoritma seperti penggunaan rumus-rumus. Selanjutnya untuk karakteristik
berpikir intuitif peneliti melanjutkan wawancara dengan R2, seperti “mengapa
kamu tidak menggunakan gambar untuk soal ini? Responden R2 langsung
mengatakan “ya cukup dipikiran aja, kan bisa dibayangkan”. R2 tidak
menggunakan perantara gambar secara eksplisit, akan tetapi gambar dibayangkan
secara implisit. Ia mengatakan bahwa “untuk soal ini cukup dipikiran aja, agar
cepat, kan bisa dibayangkan tidak perlu digambar. R2 pernah menyelesaikan
masalah serupa, namun ia lupa, seperti yang diungkapkan “pernah waktu dulu, tapi
udah lupa?
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat ditemukan aktivitas berpikir R2
melibatkan intuisi yakni sifat ke-segera-an dan pemahaman bersifat global. Selain
hal tersebut R2 memanfaatkan perantara gambar secara implisitberdasarkan feeling
sebagai model tacit. R2 juga memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya untuk menyelesaikan masalah tersebut, ini berarti bahwa R2
melibatkan model intuitif yang disebut model analogy.
Fenomena adanya perbedaan cara atau strategi penyelesaian masalah oleh
kedua subjek R1 dan R2 di atas, dimungkinkan oleh adanya perbedaan aktivitas
berpikir yang melibatkan intuisi mereka. Sehingga mengelitik peneliti melakukan
kajian lebih mendalam untuk melihat lebih detail kesamaan atau perbedaan berpikir
intuitif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Oleh karenanya, peneliti
ingin menelusuri lebih jauh tentang aktivitas berpikir siswa dalam menyelesaikan
masalah geometri, sehingga dapat menemukan karakteristik berpikir intuitif siswa
SMA bergaya kognitif field dependent dan field independent dalam menyelesaikan
masalah Geometri.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian
ini adalah bagaimana karakteristik dan model berpikir intuitif siswa SMA bergaya
kognitif field dependent dan field independent dalam menyelesaikan masalah
Geometri?
Untuk mengungkap secara detail pertanyaan umum penelitian diatas, maka
diajukan beberapa pertanyaan yang lebih rinci berikut:
1. Bagaimana karakteristik berpikir intuitif siswa SMA bergaya kognitif field
2. Bagaimana karakteristik berpikir intuitif siswa SMA bergaya kognitif field
dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri?
3. Bagaimana model intuitif siswa SMA bergaya kognitif field independent
(GKFI) dalam menyelesaikan masalah geometri?
4. Bagaimana model intuitif siswa SMA bergaya kognitif field dependent
(GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan karakteristik berpikir intuitif siswa SMA bergaya
kognitif fieldindependent (GKFI) dalam menyelesaikan masalah geometri.
2. Untuk mendeskripsikan karakteristik berpikir intuitif siswa SMA bergaya
kognitif fielddependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri.
3. Untuk mendeskripsikan model intuitif siswa SMA bergaya kognitif field
independent (GKFI) dalam menyelesaikan masalah geometri.
4. Untuk mendeskripsikan model intuitif siswa SMA bergaya kognitif field
dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri.
D. Batasan Istilah
Berikut diberikan batasan beberapa istilah penting yang digunakan dalam
mengenai variabel-valriabel penelitian sehingga terhindar dari kesalahfahaman.
Adapun batasan beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Intuisi adalah aktivitas mental untuk memahami informasi dalam bentuk
menangkap, menyingkap atau mengungkap ide secara utuh (globaly)
berdasarkan perasaan (feeling), bersifat langsung (direct), cepat (quick), segera
(immediate), tiba-tiba (suddent).
2. Feeling adalah perasaan bawah sadar, tanpa usaha keras, tanpa banyak
melakukan refleksi atau pengetahuan yang tidak memperhatikan dari mana
asal-usulnya.
3. Direct adalah bersifat langsung, artinya menyingkap ide/pengetahuan dari
kontek masalah yang dihadapi.
4. Immediate adalah bersifat segera, artinya terjadinya pemahaman, menemukan
strategi penyelesaian masalah matematika berlangsung dalam kurun waktu
tertentu tanpa dipisahkan oleh aktivitas lainnya.
5. Suddent adalah bersifat tiba-tiba, artinya kahadiran atau munculnya ide atau
gagasan (memahami, strategi, menemukan solusi) bersifat spontan (tidak
diketahui asal-usulnya).
6. Quick adalah bersifat cepat, artinya menyelesaikan dalam waktu yang singkat.
7. Berpikir adalah suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi
pengetahuan dalam sistem kognisi.
9. Berpikir yang melibatkan intuisi dalam menyelesaikan masalah apabila; (1)
seseorang merepresetasi atau interpretasi ide atau gagasan secara langsung
(direct) bersifat segera (immediate), tiba-tiba (suddent), cepat (quick), spontan,
berdasar kematangan pengetahuan dan pengalaman, (2) representasi dan
interpretasi bersifat menduga-duga (extrapolative), berdasarkan feeling dan
membuat lompatan dalam mencari hubungan atau pola (implicit), (3)
representasi dan interpretasi yang kurang memperhatikan langkah-langkah
logis, terjadi secara otomatis (dibawah sadar), tanpa usaha keras, tanpa banyak
melakukan refleksi, tanpa memerlukan pertimbangan sebelumnya.
10.Berpikir segera (immediate cognition) adalah aktivitas mental atau muncul ide
secara otomatis untuk menghasilkan representasi atau interpretasi berlangsung
dalam kurun waktu tertentu tanpa dipisahkan oleh aktivitas lainnya atau terjadi
secara tiba-tiba (suddent) dalam menemukan solusi.
11.Masalah adalah suatu keadaan yang memungkinkan seseorang tertantang untuk
menyelesaikannya, tetapi tidak memiliki cara atau langkah-langkah
penyelesaian secara langsung.
12.Masalah geometri adalah soal matematika yang melibatkan konsep geometri
yang dirancang dalam bentuk verbal yang tidak memiliki cara atau
langkah-langkah penyelesaian secara langsung. Soal yang dimaksud adalah masalah
konsep limas.
13.Menyelesaikan masalah adalah serangkaian aktivitas yang diarahkan untuk
teknik, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Adapun tahapan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini adalah memahami masalah,
menetapkan strategi, dan menemukan solusi.
14.Gaya kognitif adalah karakteristik seseorang yang konsisten dalam
mengorganisir proses informasi yang merupakan aktivitas mental, tercermin
dari tipe individu dalam berpikir, mengingat dan menyelesaikan masalah
geometri.
15.Gaya kognitif Field independent (GKFI) adalah karakteristik individu yang
memiliki kecenderungan tidak terpengaruh oleh manipulasi dan efek pengecoh
yang melatarbelakangi elemen dengan cara analitik dalam menentukan
bagian-bagian sederhana yang tersembunyi pada konteks aslinya.
16.Gaya kognitif Field dependent (GKFD) adalah karakteristik individu yang
memiliki kecenderungan sulit menemukan bagian sederhana dari konteks
aslinya dan mudah dipengaruhi oleh unsur pengecoh yang melatarbelakangi
elemen dengan cara pandang secara global.
17.Karakteristik berpikir intuitif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sifat
khusus berpikir intuitif yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah
geometri, yaitu (1) catalytic inference, yaitu berpikir yang digunakan sebagai
strategi pengambilan kesimpulan yang sifatnya sangat cepat, atau proses
menggunakan jalan pintas dari suatu proposisi ke proposisi lainnya, yaitu
dengan meloncati beberapa langkah ke suatu konklusi/kesimpulan dengan
power of synthesis, yaitu berpikir sebagai strategi menyelesaikan masalah
melalui kemampuan kekuatan mengkombinasikan elemen-elemen yang
heterogen dan berserakan menjadi kesatuan yang harmonis dengan melakukan
apersepsi sintetis dari relasi logika atau kumpulan relasi-relasi tersebut, dan (3)
common sense, yaitu aktivitas berpikir yang digunakan sebagai strategi
pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
sebelumnya umum yang berlangsung segera, otomatis, dan tanpa mengeluarkan
banyak usaha.
18. Model intuitif yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan sarana yang
memberi kemudahan dalam memahami konsep geometri ketika saat konsep
tersebut sulit diterima atau dibayangkan. Model ini dapat berupa representasi,
interpretasi atau manipulasi objek yang dimodelkan meliputi: (1) model implicit
(tacit), yaitu representasi, interpretasi yang dipilih dan diciptakan secara
implisit dan otomatis dianggap dapat membantu mempermudah menemukan
solusi, (2) model analogy, yaitu representasi, interpretasi atau manipulasi alat
yang dipilih dan diciptakan berdasarkan sistem konsep lain yang memiliki
kesamaan dengan konsep tertentu, (3) model paradigmatic, yaitu representasi,
interpretasi atau manipulasi objek yang termuat dalam klas sistem yang
dimodelkan, dan (4) model diagrammatic, yaitu representasi, interpretasi atau
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat setidaknya dalam dua hal,
yaitu secara teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan khususnya
teori psikologi kognitif mengenai aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi siswa
dalam menyelesaikan masalah geometri atau masalah umum matematika.
2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi khususnya kepada para guru matematika tentang
karakteristik berpikir intuitif yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika berdasarkan gaya kognitif mereka khususnya masalah geometri,
sehingga dapat dijadikan contoh bagi siswa-siswa lainnya bergaya kognitif serupa
dalam menyelesaikan masalah matematika.
Menjadikan gaya kognitif siswa sebagai salah satu pertimbangan bagi guru
dalam memberikan pelayanan, membimbing dalam proses pembelajaran di kelas.
Selain itu juga karakteristik berpikir intuitif dapat dimanfaatkan oleh guru/praktisi
pendidikan sebagai pendekatan atau strategi penyelesaian masalah geometri atau
secara umum masalah matematika, sehingga diperoleh improvisasi model
pembelajaran yang dapat menumbuhkan intuisi atau mengembangkan berpikir
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Intuisi
Makna intuisi dalam kamus on line Wikipedia, intuition is receiving input
and ideas without knowing exactly how and where you got them from. Ini berarti
intuisi bekerja untuk pemerolehan input dan ide/gagasan tanpa mengetahui secara
jelas bagaimana dan darimana memperolehnya.
Makna lain istilah intuisi juga diungkapkan dalam The Encyclopedia of
Philosopy bahwa intuisi didefinisikan sebagai pemahaman segera (immediate
apprehension). Makna kata “immediate” adalah dapat ditempuh atau berlangsung
dalam waktu tertentu dan tidak ada aktivitas lain yang mengahalangi, tidak
memerlukan definisi dari istilah yang digunakan, tidak memerlukan jastifikasi, dan
tidak memerlukan pemikiran kembali.
Pengertian intuisi juga diungkapkan dalam Dictionary of Philisophy,
seperti intuitions is a mode of understanding or knowing characterized as direct
and immediate and occurring without conscious thought or judgment” yang berarti
sebagai suatu strategi memahami atau mengetahui sesuatu yang bersifat langsung,
segera dan terjadi tanpa pemikiran sadar atau pertimbangan.”
Dalam The Oxford English Dictionary diungkapkan bahwa intuition is
knowledge or mental perception that consists in immediate apprehension without
the intervention of any reasoning process, artinya intuisi adalah pengetahuan atau
persepsi mental yang terjadi begitu saja (immediate apprehension) tanpa intervensi
proses berpikir atau penalaran.
Wescott dan Ranzani (dalam Dane & Pratt, 2007: 34) mendefinisikan
intuisi sebagai sebuah proses pencapaian suatu kesimpulan terbaik berdasarkan
informasi lebih sedikit dari jumlah normal yang diperlukan. Dalam situasi ini,
individu tentu saja melakukan kegiatan ekstrapolasi atau generalisasi dengan
bantuan intuisi untuk mencapai kesimpulan.
Fischbein (1987:12 ) mengungkapkan bahwa “Intuition as a predictive
cognitive tool used to effectively find the most pragmatic strategy when undertaking
a particular task” Artinya, intuisi merupakan alat yang digunakan untuk
memprediksi suatu pikiran/teori dan sangat efektif untuk menemukan strategi yang
tepat ketika menghadapi atau sedang mengerjakan tugas-tugas khusus (termasuk
pada saat menghadapi dan menemukan strategi dalam menyelesaikan
masalah-masalah matematika). Hal ini berarti intuisi dapat bekerja bersamaan
(spontaniously) dengan proses kerja analisis maupun sintesis.
Sedangkan Hinden (2004: 25) mengatakan “A number of respondents
emphasized the mutual reinforcement of analysis and intuition”, artinya beberapa
responden menekankan pada adanya saling memberikan pengaruh positif atau
saling menguntungkan antara berpikir analisis dan berpikir intuitif. Dengan kata
Menurut beliau tidak bisa dibedakan secara tegas antara aktivitas analisis dan
intuitif, beliau mengatakan “there is no divergence between intuition and analysis.”
Mujamil (2005: 322) mengatakan bahwa intuisi bukan sekedar fakta
psikologis, namun telah menjadi salah satu metode epistemologi. Oleh karenanya
intuisi bersifat aktif dan produktif dalam memroses menemukan dan memperoleh
pengetahuan. Menurut beliau pengetahuan yang diraih melalui proses intuisi dapat
dipergunakan sebagai hipotesis yang selanjutnya dapat dianalisis untuk menentukan
kebenaran pernyataan yang dikemukakan. Hal ini berarti kegitan intuitif dan analitis
bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran, dimana kegiatan
intuitif membantu menyingkap pengetahuan yang masih tersembunyi atau berada
di luar jangkauan nalar, sedangkan kegiatan analitis membantu mensistematisasikan
pengetahuan yang dihasilkan intuisi tersebut.
Pendapat di atas didukung pernyataan Winerman (dalam Nicholas, 2010:
3) bahwa “Intuition as the act or process of coming to direct knowledge or
certaintly with little reasoning or inferring” dengan kata lain bahwa intuisi
merupakan tindakan atau proses memperoleh pengetahuan secara langsung atau
diyakini pasti benar dengan dugaan atau sedikit penalaran. Dengan demikian intuisi
memiliki potensi lebih besar yang dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam
memahami dan sekaligus menuntun dalam memverifikasi kebenaran tersebut ketika
menghadapi persoalan-persoalan yang tidak bisa dijangkau akal maupun indra.
Beberapa pengertian di atas menggambarkan bahwa intuisi merupakan