• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Berpikir intuitif

Dalam dokumen Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa Be (Halaman 61-67)

KAJIAN PUSTAKA

C. Karakteristik Berpikir intuitif

Fischbein merupakan seorang yang tergolong sebagai pelopor kajian intuisi

dalam pembelajaran, terutama pembelajaran matematika dan sains. Menurut

Fischbein (1987: 14) intuisi merupakan proses mental (kognisi) yang memiliki

ciri-ciri tertentu. Menurutnya bahwa intuisi dipandang sebagai suatu tipe kognisi.

Pengetahuan dibangun melalui proses mental ini disebut pengetahuan intuitif. Pada

sisi lain, intuisi didefinisikan sebagai kognisi segera (immediate cognition) dan

memiliki sifat-sifat di antaranya; (1) self-evident, (2) intrinsic certainty, (3)

perseverance, (4) coerciveness, (5) extrapolativaness, (6) teori status, dan (7)

globaly, dan (8) implicitness. Adapun makna karakteristik tersebut diuraikan

sebagai berikut:

Sifat intuisi pertama adalah self–evidence yang berarti konklusi yang diambil secara intuitif dianggap benar dengan sendirinya. Ini berarti kebenaran

suatu konklusi secara intuitif diterima berdasarkan feeling dan cenderung tidak

memerlukan jastifikasi atau verifikasi lebih lanjut. Sebagai contoh, apabila

seseorang menyimpulkan secara intuitif bahwa dua titik selalu dapat menentukan

sebuah garis atau jika titik-titik A, B, dan C titik-titik segaris maka pasti ada tepat

satu titik di antara dua titik lainnya.

Sifat intuisi kedua adalah intrinsic certainty yang berarti kepastian dari

dalam yang bersifat sudah mutlak. Seperti halnya seseorang merasa bahwa

untuk memastikan kebenarannya tidak perlu ada dukungan eksternal (baik secara

formal atau empiris).

Sifat intuisi ketiga adalah perseverable yang berarti intuisi yang dibangun

memiliki kekokohan atau stabil. Dengan demikian intuisi merupakan strategi

berpikir individual yang bersifat kokoh, tidak mudah berubah.

Sifat intuisi keempat adalah coerciveness yang berarti bersifat memaksa.

Hal ini berarti seseorang cenderung menolak representasi atau interpretasi alternatif yang berbeda dengan keyakinannya. Sebagai contoh, seorang mengatakan bahwa persegi panjang bukanlah jajar genjang adalah sesuatu yang muncul berdasarkan

keyakinannya. Kondisi semacam ini sulit dilakukan perubahan untuk menjadikan mereka menerima bahwa persegi panjang adalah jajaran genjang.

Sifat intuisi kelima adalah extrapolativeness yang berarti sifat meramal,

menduga, memperkirakan. Berarti melalui intuisi seseorang mampu menangkap

secara universal suatu prinsip, relasi, aturan melalui realitas khusus. Dengan kata

lain bahwa intuisi bersifat extrapolativeness juga dapat dipahami bahwa kognisi

intuitif mempunyai kemampuan untuk meramalkan, menerka, menebak makna di

balik fakta pendukung empiris. Sebagai contoh jika seseorang menyebut angka 2

kemudian angka 4 maka ia dapat menebak secara cepat dan spontan bahwa angka

berikutnya adalah 6, meskipun aturan tersebut tidak diberikan. Padahal boleh jadi

angka berikutnya adalah angka 8 jika aturan yang diberikan adalah dengan

Sifat intuisi keenam adalah theory status, yang berarti seseorang merasa

bahwa representasi atau interpretasinya diyakini sebagai sebuah teori, bukan berupa

persepsi, artinya seseorang tidak merepresentasikan atau menginterpretasikan

sesuatu berdasarkan hasil pengamatan semata.

Sifat intuisi ketujuh adalah globaly artinya bahwa kognisi intuisi bersifat

global, utuh, bersifat holistik yang terkadang berlawanan dengan kognisi yang

diperoleh secara logika, tidak selalu berurutan dan berpikir analitis. Sifat globaly

ini dapat diartikan bahwa orang yang berpikir intuitif lebih memandang keseluruhan

objek daripada bagian-bagian dan terkesan kurang detailnya.

Sifat intuisi kedelapan adalah implicitness artinya tersembunyi, tidak

tampak, berada di balik fakta. Berarti dalam membuat interpretasi, keputusan atau

konklusi tertentu atau dalam menyelesaikan masalah tidak dinyatakan dalam alasan

atau langkah-langkah yang jelas (explicit) adakalanya kemampuan kognisi

seseorang dalam menyelesaikan masalah bersifat implisit dan tidak dinyatakan

melalui langkah demi langkah (stepbystep) seperti aturan inferensi dalam logika.

Fischbein (1987: 17) juga mengelompokkan intuisi berdasarkan proses

terbentuknya ke dalam dua kelompok, yaitu intuisi primer dan intuisi sekunder.

Keberadaan intuisi primer merupakan anugrah Tuhan yang bersifat istimewa yang

juga disebut talenta. Keberadaan intuisi sekunder yang dapat ditata-ulang atau

direkonstruksi melalui pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari proses

Selain penjelasan di atas, Bunge (2001: 39) memandang bahwa proses dan

hasil berpikir yang melibatkan intuisi merupakan hal yang memiliki alasan tertentu

atau elaborates on intuition as reason. Intuisi lebih diorientasikan pada suatu

strategi penetapan langkah dalam menyelesaikan masalah. Beliau membagi

karakteristik berpikir intuitif terdiri atas tiga kategori, yaitu (1) inférence

catalytique, (2) pouvoir de synthèse, dan (3) sens commun. Adapun penjabaran

mengenai karakteristik berpikir intuitif tersebut dinyatakan oleh Henden (2004: 64)

bahwa (1) catalytic inference is a quick passage from some propositions to other

propositions perhaps by skipping stages so rapidly that the premises and the intermediary processes are not noticed. But the premises and the intermediary steps, that have been skipped or forgotten, are so many that only a trained mind can arrive in this way at likely conclusions. Dengan kata lain catalytic inference

merupakan strategi pengambilan kesimpulan yang sifatnya sangat cepat, atau proses

menggunakan jalan pintas dari suatu proposisi ke proposisi lainnya, yaitu dengan

meloncati beberapa langkah ke suatu konklusi/kesimpulan dengan sangat cepat

sehingga premis dan perantaranya menjadi tidak kelihatan, (2) power of synthesis is defined as “the ability to combine heterogeneous, or scattered elements into a unified or harmonious whole.” However, only a highly logical mentality is capable of achieving the synthetic apperception of a logical relation or set of relations. Such a skill is defined as intellectual intuition. Dengan kata lain power of synthesis

yang heterogen dan berserakan menjadi kesatuan yang harmonis. Makanya, hanya

dengan mental logika yang bagus yang mampu melakukan apersepsi sintetis dari

relasi logika atau kumpulan relasi-relasi tersebut. Kemampuan ini didefinisikan

sebagai intuisi intelektual, dan (3) common sense is judgment founded upon

ordinary knowledge. In this account, we start to see an emphasis on rapid, automatic, effortless inference. Dengan kata lain common sense merupakan

kemampuan mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki.

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa proses pengambilan keputusan berlangsung

cepat, otomatis, dan tanpa mengeluarkan banyak usaha.

Westcott (dalam Henden, 2004) menyatakan bahwa simpulan yang

didasarkan pada intuisi, secara khas dikarakterisasikan informasi eksplisit yang

sedikit/kurang dibanding informasi yang umumnya dibutuhkan untuk memperoleh

simpulan (A conclusion based on intuition typically is characterized by less

explicit information than is ordinarily required to reach that conclusion). Sebagai

contoh jika seseorang mengatakan “satu dan dua,” selanjutnya mengatakan “tiga

dan berapa?” Orang lain yang mendengarkan mungkin mengatakan “empat” atau mungkin yang lainnya mengatakan “enam.” Akan tetapi berbeda dengan ketika seorang diminta untuk melanjutkan urutan bilangan 1, 3, 5, …, …. hampir bisa dipastikan bahwa mereka akan menjawab angka berikutnya adalah 7 dan 9.

Lebih lanjut Westcott menyatakan bahwa subjek sebenarnya menggunakan

masalah, dan kemungkinan mereka dapat meraih penyelesaian yang akurat.

Menurutnya, para pemikir intuitif yang sukses cenderung memiliki kecerdasan yang

lebih tinggi dibandingkan pemikir lainnya (pemikir analitis), hal ini terjadi karena

intuisi berfungsi dapat dijadikan sebagai jembatan berpikir berdasarkan fakta,

pengalaman sehingga mampu memunculkan ide atau gagasan untuk mencapai

tujuan yang diharapkan.

Adapun indikator dari karakter berpikir intuitif yang dapat diamati dari aktivitas subjek mengacu pada pendapat Bunge yang disajikan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel2.1 Indikator karakteristik berpikir intuitif

Karakteristik

berpikir intuitif Indikator

Catalytic Inference

Berpikir cepat dalam memahami masalah, langkah-langkahnya singkat, menggunakan jalan pintas, terlihat kurang runtut (implicitly), ada lompatan langkah

penyelesaian karena sifat global, dan mengabaikan kelogisan.

Power of synthesis

Berpikir heterogen berdasarkan kemampuan yang dimiliki, melakukan apersepsi sintetis, menggunakan kombinasi prinsip, rumus dan algoritme beravariatif dalam menentukan jawaban yang muncul tiba-tiba, jawaban terlihat kurang teratur.

Common Sense

Berpikir menggunakan akal sehat, berdasarkan

pengalaman dan pengetahuan sebelumnya, kemunculan ide bersifat segera, spontan dan otomatis, langkah-langkahnya terlihat rapi, teratur dengan sendirinya tanpa mengeluarkan banyak usaha.

Dalam dokumen Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa Be (Halaman 61-67)