BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini tidak bisa dipungkiri keberadaan masyarakat semakin
kritis dalam melihat setiap situasi yang terjadi, terlebih setiap perkembangan
dalam hal ekonomi, salah satunya dalam dunia bisnis. Dan hal itu menjadi
tantangan yang kepada setiap pengelolaan perusahaan karena pengelola
perusahaan tidak hanya melihat kepentingan para pemegang saham dan
pihak-pihak terkait dalam perusahaan, namun era globalisasi mengakibatkan setiap
pihak dapat memperhatikan setiap tindakan perusahaan juga menyebabkan para
pengelola perusahaan harus berlaku baik dalam mengelola perusahaan karena
setiap pihak dapat menilai perbuatannya dalam melakukan tindakan bagi
perusahaan.
Badan Usaha Milik Negara atau yang dikenal dengan BUMN, yang
seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian
nasional, di samping usaha swasta dan koperasi.Dalam menjalankan kegiatan
usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung
berdasarkan demokrasi ekonomi.1
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara atau yang dikenal dengan BUMN
di Indonesia didasari oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya
disebut UUD 1945), yang berbunyi:
1
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan;
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Untuk mewujudkan Pasal 33 UUD 1945 maka Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) hadir dalam perekonomian nasional, untuk ikut berperan dalam
menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan
sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Di dalam penjelasan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan
Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan
Perseroan (PERSERO) secara tegas menyatakan bahwa berdasarkan
kedudukannya perusahaan negara memiliki dua fungsi, yaitu sebagai aparatur
perekonomian Negara untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di bidang
usaha Negara, dan sebagai salah satu unsur di dalam kehidupan perekonomian
nasional di samping perusahaan swasta dan koperasi.2
Pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN),menyebutkan bahwa,Badan
Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.Badan Usaha
Milik Negara mempunyai peran strategis yaitusebagai pelaksana pelayanan
2
publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu
pengembangan usaha kecil/koperasi. Pelaksanaan peran BUMN tersebut
diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian,
seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur,
pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri
dan perdagangan, serta konstruksi.3
Pada tahun 1969, ditetapkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969.Dalam
Undang-undang tersebut, BUMN, Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero). Memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk memupuk
keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, maka dalam UU BUMN
disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang
bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut
UUPT), serta Perusahaan Umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk
melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna
menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untuk bentuk usaha Perum, walaupun keberadaannya untuk melaksanakan
kemanfaatan umum, namun demikian sebagai badan usaha diupayakan untuk
tetap mandiri dan untuk itu Perum harus diupayakan juga untuk mendapat laba
agar bisa hidup berkelanjutan.4
3
Republik Indonesia, Penjenlasan Undang-Undang Dasar Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
4 Ibid.
Pasal 1 angka 2, UU BUMN memberi pengertian
bahwa,Perusahaan Perseroan (selanjutnya disebut Persero) adalah BUMN yang
atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Perkembangan zaman yang disertai arus globalisasi membuat Indonesia
tidak bisa tutup mata atas perkembangan ekonomi dunia yang sangat dinamis,
terutama dalam hal yang berkaitan dengan liberalisasi dan globalisasi
perdagangan yang sudah disepakati dalam dunia Internasional, antara lain World
Trade Organization (WTO), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN
Framework Agreement on Service, dan kerjasama ekonomi regional Asia Pasifik
(Asia Pacific Economic Cooperation/APEC), dan perkembangan ekonomi dunia
yang terbaru adalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Perkembangan ekonomi
Internasional ini, menuntut Indonesia juga harus bersiap dan ikut dalam
perkembangan-perkembangan tersebut.
Badan Usaha Milik Negara yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh
pemerintah, dan juga yang sejak semula keberadaannya adalah untuk membangun
perekonomian nasional haruslah bersiap dan berpengaruh bagi Indonesia untuk
menghadapi perkembangan ekonomi Internasional yang terus berkembang.Hal ini
mengharuskan BUMN agar melakukan peningkatan efisiensi dan efektivitas serta
penciptaan iklim yang sehat sehingga terbuka kesempatan yang cukup leluasa
bagi BUMN untuk tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis sesuai dengan
perkembangan dunia usaha.
Keberadaan BUMN sebagai pendukung yang strategis dalam
perekonomian nasional diharapkan dapat bersaing dalam menghadapi
dipungkiri bahwa masih ada BUMN yang secara ekonomi tidak berjalan efisien.
Kondisi BUMN yang tidak berjalan efisien seperti ini dapat menjadi persoalan,
dan pada akhirnya juga dapat mengakibatkan besarnya beban yang
akanditanggung langsung oleh negara dalam upaya mempertahankan
pengelolaannya.
Melihat setiap kondisi dari BUMN yang terdapat di Indonesia dan juga
perkembangan ekonomi dunia yang tidak dapat dibatasi perkembangannya serta
harus dihadapi oleh bangsa Indonesia,maka diperlukanlah peningkatan efisiensi
dan efektivitas serta penciptaan iklim yang sehat bagi bidang usaha dan dalam
sektor BUMN secara terkhusus, agar siap bersaing dalam perkembangan ekonomi
dunia. Peningkatan efisiensi dan efektivitas serta penciptaan iklim yang sehat
dalam BUMN dapat dilakukan dengan Restrukturisasi BUMN.5
Pelaksanaan restrukturisasi dalam sektor BUMN bila dilihat dalam
UUBUMN maka dapat dibagi menjadi dua, yaitu restrukturisasi sektoral, yang
dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai
efisiensi dan pelayanan yang optimal dan, restrukturisasi perusahaan yang
meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi,
manajemen, dan keuangan.6
5
Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab I, Pasal 1 angka 11.
6
Restrukturisasi meliputi:
Restrukturisasi BUMN dapat dilakukan dengan
1.restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi:
tindakan Penggabungan (merger), Peleburan (konsolidasi), Pengambilalihan
(akuisisi)BUMN.7
Di Indonesia sejarah tentang konsolidasi atau peleburan dapat dibilang
masih baru dalam undang-undang, karena pengaturan mengenai konsolidasi di
Indonesia baru dimulai sejak adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun
1995 yang kini diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut dengan UUPT. Peleburan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan
diri dengan mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum
Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.8
b. penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN
selaku badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha
Milik Negara (selanjutnya disebut PP No. 43 Tahun 2005)Pasal 1 angka 5
dituliskan bahwa,Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan dua BUMN
atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu BUMN baru dan
masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.
c. restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/ manajemen, operasional, sistem, dan prosedur.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab VIII, Pasal 73.
7
Republik Indonesia, Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Negara.
8
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis
Sebagaimana dengan pranata hukum yang lain, maka konsolidasi
perusahaan juga dilarang jika merugikan pihak-pihak lain. Dalam Pasal 7 PP No.
43 Tahun 2005 diatur bahwa pelaksanaan dari Merger, Konsolidasi, dan juga
Akuisisi harus memperhatikan kepentingan Persero dan/atau Perum yang
bersangkutan, pemegang saham minoritas dan karyawan Persero dan/atau Perum
yang bersangkutan.9
9
Republik Indonesia, Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Dengan begitu keberadaan BUMN tidak memberi kontribusi
bagi perekonomian saja, namun juga mampu berharga bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Sangat penting untuk dilakukan upaya-upaya perlindungan hukum
terhadap kepemilikan saham pemegang saham minoritas terlebih dalam BUMN,
dikarenakan pemegang saham mayoritas dalam BUMN adalah Pemerintah,
sehingga Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas dalam BUMN tidak
bertindak sewenang-wenang dan agar keberadaan pemegang saham minoritas
tetap dipandang dalam RUPS setelah terlaksana konsolidasi BUMN.
Berdasarkan uraian di atas, maka hal yang ingin dibahas adalah mengenai
akibat hukum terhadap pemegang saham minoritas atas pelaksanaan konsolidasi
BUMN persero yang dilaksanakan beserta perlindungan terhadap kepemilikan
saham dari pemegang saham minoritas. Dan pembahasan tersebut akan dibahas
dengan mengangkat judul “Akibat Hukum atas Konsolidasi BUMN Persero
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang untuk judul skripsi “Akibat Hukum
atas Konsolidasi BUMN Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas” yang
sudah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang dapat ditarik yaitu :
1. Bagaimana pengaturan mengenai peleburan (konsolidasi) BUMN persero di
Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan dari pemegang saham minoritas dalam BUMN
persero?
3. Bagaimana perlindungan saham pemegang saham minoritas pada BUMN
persero bila terjadi konsolidasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dilihat dari judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan dari skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran
atas permasalahan di atas, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai peleburan (konsolidasi) BUMN
persero di Indonesia.
2. Untuk mengetahui kedudukan dari pemegang saham minoritas dalam BUMN
persero.
3. Untuk mengetahui perlindungan saham pemegang saham minoritas pada
BUMN persero bila terjadi konsolidasi.
Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
1. Secara teoritis
Secara teoritis, pembahasan mengenai Akibat Hukum atas Konsolidasi
BUMN Persero terhadap Pemegang Saham Minoritas ini akan memberi suatu
pemahaman dan pengetahuan bagi setiap pembaca mengenai akibat hukum
terhadap pemegang saham minoritas dalam pelaksanaan konsolidasi di BUMN
persero, serta perlindungan saham bagi pemegang saham minoritas, sehingga
ilmu ini dapat berkembang dan dimanfaatkan.
2. Secara praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan dan acuan
pegangan kepada pembaca, khususnya para pemegang saham, dan masyarakat
agar mengetahui akibat hukum atas konsolidasi BUMN persero terhadap
pemegang saham minoritas beserta perlindungan saham terhadap pemegang
saham minoritas.Dan menjadi bahan masukan kepada akademisi, mahasiswa
dan praktisi hukum.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan judul skripsi pada Perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, judul “Akibat Hukum atas Konsolidasi
BUMN Persero terhadap Pemegang Saham Minoritas” belum pernah ditulis.
Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan referensi buku di perpustakaan,
media cetak maupun elektronik dan bantuan diskusi dari berbagai pihak.Demikian
penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan jika di kemudian hari
terdapat judul yang sama atau pembahasan yang sama, maka hal itu dapat
E. Tinjauan Kepustakaan
Penelitian ini membahas tentang BUMN yang dapat melakukan
konsolidasi atau peleburan dalam strateginya untuk meningkatkan perekonomian
nasional.Dimana dalam pelaksanaan konsolidasi ini, haruslah tetap
memperhatikan kepentingan-kepentingan para pihak yang terkait, dalam hal ini
termasuk pemegang saham minoritas.
Pasal 122 UUPTmenyebutkan bahwa,
1. Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan
atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
2. Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa
dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
3. Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri
karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena
hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Pengaturan mengenai BUMN dapat ditemukan dalam UU BUMN, dan
dalam Pasal 3 dari undang-undang tersebut diatur bahwa, terhadap BUMN
berlaku undang-undang ini, anggaran dasar, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya. Dan pengaturan mengenai peleburan BUMN terdapat dalam PP
No. 43 Tahun 2005, dan di dalam Pasal 11 ayat (1) diatur bahwa, tata cara
Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.Dalam hal ini berarti
Istilah BUMN baru muncul padaUU BUMN sekalipun pengaturannya
sudah ada sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969.Menurut
UU BUMN, Pasal 1 angka 1, yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara
adalah, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Perusahaan perseroan (persero) diatur Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 1998 diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001.10
Istilah “peleburan” dipakai dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, sedangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menggunakan istilah
“konsolidasi” serapan dari kata bahasa Inggris consolidation. Dengan demikian,
istilah peleburan berarti sama dengan konsolidasi.
Dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN, yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan
adalah, Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN
yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
11
Pada sektor BUMN, pelaksanaan peleburandiizinkan untuk dilakukan
peleburan untuk meningkatkan efisiensi BUMN dan juga penciptaan iklim yang
10
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam Ekonomi (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), hlm. 83.
11
sehat bagi BUMNdalam UU BUMN.Dan selanjutnya diatur dalam PP No. 43
Tahun 2005.Pengertian daripada peleburan BUMN terdapat dalam PP No. 43
Tahun 2005 yaitu, Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu BUMN
baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.
Salah satu yang menjadi syarat dalam peleburan BUMN diatur dalam
Pasal 7 PP No. 43 Tahun 2005, yaitu :
1. Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan dengan memperhatikan;
a. kepentingan Persero dan/atau Perum yang bersangkutan, pemegang saham
minoritas dan karyawan Persero dan/atau Perum yang bersangkutan;
b. asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan masyarakat.
2. Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN harus pula
memperhatikan kepentingan kreditor.
Salah satu alasan mengapa hak-hak pemegang saham minoritas perlu
dilindungi adalah karena sifat putusan mayoritas dalam suatu Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang tidak selamanya fair bagi pemegang saham
minoritas, meskipun cara pengambilan putusan secara mayoritas tersebut
dianggap paling demokratis. Sebab, dengan sistem putusan mayoritas tersebut,
bisa saja seorang yang sudah membiayai perusahaan sampai 48% (empat puluh
delapan persen) dengan memegang saham 48% (empat puluh delapan persen)
mempunyai kedudukan persis sama dalam pemberian suara dengan pemegang
hanya 1% (satu persen) saham, dan akan sangat berbeda dengan pemegang saham
51% (lima puluh satu persen). Ini menjadi tidak fair.12
12
F. Metode Penulisan
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan cara melakukan analisis. Selain
itu, diadakan pada pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum yang
relevan, untuk kemudian mengupayakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.13
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif bisa juga disebut sebagai
penelitian hukum doktrinal.14 Pada penelitian ini, hukum dikonsepsikan sebagai
apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang
dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku
masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif hanya
meneliti peraturan perundang-undangan, dan mempunyai beberapa konsekuensi,
dan sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder.15
Penelitian ini dikaji atas peraturan perundang-undangan, antara lain: UU
BUMN tentang Badan Usaha Milik Negara, UUPT, dan PP No. 43 Tahun 2005
tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk
Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.Sifat penelitian yang dipergunakan
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, Jakarta, 2007), hlm. 4.
14
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006), hal. 118.
15
adalah penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif adalah penelitian untuk
mempertegas hipotesa tertentu, dan memberikan data seteliti
mungkin.16
2. Data penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis.Pendekatan
yuridis tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan tema sentral penelitian.
Materi dari penelitian ini diambil dari data sekunder.17Dimana data
sekunder adalah, data yang tidak diperoleh dari sumber pertama, data sekunder
bisa diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku penelitian, laporan, buku
harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.18
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan terkait,
antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang tentang Badan
Usaha Milik Negara
2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
16
Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, tanggal 10 April 2014.
17
Ciri-ciri umum dari data sekunder menurut Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, adalah: 1. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan
dengan segera,
2. Isi dan bentuk data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu,
3. Tidak terbatas oleh tempat dan waktu Dalam Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 12.
18
3) Peraturan Pemerintah Nomo 43 Tahun 2005 tentang
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan
Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku-buku yang berkaitan
dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian,
laporan-laporan dan sebagainya yang dapat diperoleh melalui media cetak
maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti: jurnal ilmiah, kamus hukum, dan
bahan-bahan lain yang sesuai dan dapat digunakan dalam penyusunan skripsi
ini.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
teknik studi pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan, mempelajari, menganalisa
dan membandingan dengan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi
ini. Dan juga dilakukan pengumpulan data melalui media elektronik.
4. Analisis data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan metode kualitatif. Dalam hal ini data yang diperoleh disusun secara
sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan
bentuk skripsi. Penggunaan metode kualitatif ini akan menghasilkan data yang
bersifat deskriptif analistik.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibagi atas lima bab untuk mempermudah
penulisan dan penjabaran dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang berkaitan dengan
pembahasan akibat hukum atas konsolidasi bumn persero terhadap
pemegang saham minoritas .
BAB II PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN
PERSERO DI INDONESIA
Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah tinjauan umum
BUMN, pendirian BUMN di Indonesia, pengertian konsolidasi
(peleburan), tujuan konsolidasi (peleburan), tata cara konsolidasi
(peleburan) BUMN Persero.
BAB III KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM
BUMN
Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah pengertian
pemegang saham, jenis-jenis pemegang saham, hak dan kewajiban
BAB IV AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO
TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS
Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah kepemilikan saham
oleh pemegang saham minoritas setelah dilaksanakannya
konsolidasi BUMN, perlindungan hukum terhadap pemegang
saham minoritas berdasarkan peraturan di Indonesia, perlindungan
hukum terhadap pemegang saham minoritas berdasarkan prinsip
Good Corporate Governance.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran menyangkut