• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bekatul Beras Merah dalam Sistem Pangan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bekatul Beras Merah dalam Sistem Pangan."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

I Wayan Rai Widarta1), I Gusti Putu Tengah1), I Ketut Suter1), I Wayan Arnata2) 1)Staf Pengajar Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 1) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud

Email: rai_widarta@yahoo.com

Bekatul merupakan limbah penggilingan padi yang mengandung komponen bioaktif yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode ekstraksi komponen bioaktif yang tepat sehingga menghasilkan aktivitas antioksidan yang tinggi dan mendapatkan sistem pangan yang tepat untuk aplikasinya. Pada penelitian tahap I dilakukan ekstraksi komponen bioaktif pada bekatul beras merah pada konsentrasi etanol yang berbeda (48%, 60%, 78% dan 96%). Hasil terbaik pada tahap ini digunakan pada penelitian tahap II yaitu ekstraksi dengan pelarut etanol dengan dan tanpa pengasaman serta waktu maserasi yang berbeda (6, 12, 18, 24, 30 dan 36 jam). Ekstrak terpilih hasil penelitian ini, selanjutnya diuji aktivitas antioksidannya pada sistem pangan (aqoeus dan minyak). Parameter yang diamati meliputi: total fenolik, total antosianin, aktivitas antioksidan dan IC50. Data yang diperoleh dianalisis keragamannya dan dilakukan uji

perbandingan berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi bekatul beras merah dengan pelarut etanol 96% dalam waktu ekstraksi optimum 30 jam dengan pelarut yang diasamkan menghasilkan total antosianin, total fenolik dan aktivitas antioksidan yang paling tinggi yaitu 106,90 mg/100 g bekatul, 4,30 mg/100 g bekatul, dan 88,07% dengan nilai IC50 sebesar 0,51%. Sistem pangan yang tepat digunakan untuk

aplikasi ekstrak bekatul beras merah adalah dalam sistem aqoeus.

Kata kunci : aktivitas antioksidan, bekatul beras merah, ekstraksi, sistem pangan

!" # $! % &

! '( ' ( )" )! % *

+ %

$! &

)"

(2)

-." " .' /

+

0 1

Proses penggilingan padi dengan kadar air 14% akan menghasilkan rendemen

beras 57>60%, sekam 18>20%, dan bekatul 8>10%. Bekatul merupakan limbah proses

penggilingan padi yang jarang dimanfaatkan sebagai produk makanan oleh masyarakat,

padahal potensinya sangat besar apabila dapat dimanfaatkan secara optimal. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa bekatul mengandung komponen bioaktif yang tinggi seperti

antioksidan senyawa fenolik (Wiboonsirikul 2007). Sompong (2010) melaporkan

bahwa beras merah yang diperoleh di China, Thailand dan Sri Lanka mengandung

senyawa polifenol dan antosianin yang berbeda>beda tergantung tempat tumbuhnya yang

juga dapat berperan sebagai antioksidan yang baik. Menurut Rattanachitthawat .

(2010) pigmen merah pada beras merah dapat berperan dalam pencegahan stres oksidatif

pada tikus percobaan. Oleh karena itu, penelitian untuk mendapatkan komponen bioaktif

dan aktivitas antioksidan pada bekatul beras merah perlu dilakukan untuk pengembangan

lebih lanjut bekatul beras merah sebagai pangan fungsional.

Penelitian yang berkembang saat ini lebih banyak menggali komponen bioaktif dan

aktivitas antioksidan pada berasnya (Sompong 2010). Komposisi komponen bioaktif

pada bekatul berbeda>beda tergantung pada tempat tumbuh dan salinitas lahan pertanian

(Daiponmak 2010). Untuk mendapatkan ekstrak komponen bioaktif, ada beberapa

hal yang harus diperhatikan diantaranya metode ekstraksi, jenis/polaritas pelarut, pH,

waktu ekstraksi, dan rasio antara bahan dengan pelarut (Hismath 2011).

Menurut deMan (1997), penambahan asam sebagai pelarut tidak selalu

diperlukan. Metode ekstraksi yang digunakan untuk analisis kuantitatif harus diperiksa

secara menyeluruh pada tanaman dan jenis pigmen tertentu. Jika terdapat gugus asil pada

antosianin misalnya di dalam kubis ungu, maka penggunaan asam sebagai campuran

pelarut harus dihindarkan. Hal ini disebabkan ikatan asil ini mudah terhidrolisis. Oleh

(3)

mengandung gugus asil atau tidak maka dilakukan tahapan penelitian mengenai pengaruh

pelarut etanol yang diasamkan dan tidak diasamkan terhadap komposisi komponen

bioaktif khususnya total antosianin dan total fenolik dalam ekstrak bekatul.

Selain metode yang tepat, faktor lain yang juga penting adalah kestabilan ekstrak

yang diperoleh karena aplikasinya pada produk pangan membutuhkan stabilitas dan sifat

kelarutan yang baik. Dalam aplikasinya, aktivitas antioksidan juga dipengaruhi oleh sistem

pangan yang merupakan medium bagi antioksidan tersebut (Tensiska . 2003). Oleh

karena itu, pengujian aktivitas antioksidan dalam sistem pangan perlu dilakukan sehingga

diperoleh sistem pangan yang paling tepat untuk aplikasi ekstrak bekatul beras merah

sebagai indgridien pangan fungsional.

Bahan>bahan yang digunakan adalah bekatul (dedak halus) dari varietas beras

merah cendana dan beras putih bali yang diperoleh dari pabrik penyosohan beras di

Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Bekatul yang telah diayak dengan ayakan

60 mesh, etanol 95%, standar asam galat, DPPH, reagen Folin>Ciocalteu, HCl, etanol pa,

sodium karbonat, aquades, buffer potasium klorida (pH 1), buffer sodium asetat (pH 4,5).

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan. Tahapan penelitian pertama

adalah penentuan konsentrasi etanol yang tepat sehingga dihasilkan aktivitas antioksidan

ekstrak bekatul beras merah yang tertinggi. Konsentrasi etanol yang digunakan adalah

42%, 60%, 78%, dan 96%. Parameter yang diamati adalah aktivitas antioksidan (Sompong

. 2011). Hasil terbaik dari penelitian tahap I digunakan dalam penelitian tahap II.

Penelitian tahap kedua adalah penentuan waktu ekstraksi komponen bioaktif

bekatul beras merah dengan pelarut etanol yang diasamkan dan tanpa pengasaman.

Sebanyak 20 g bekatul beras merah dilarutkan dengan pelarut etanol (untuk perlakuan

dengan pengasaman, pelarut etanol diasamkan dengan HCl 37% sampai pH 1).

Perbandingan bahan dengan pelarut adalah 1 : 6 b/v kemudian di 2 merk Eyela

(4)

dengan kertas saring whatman no 1. Filtrat yang diperoleh di pekatkan dalam rotari

evaporator vakum merk IKA pada suhu 30oC.

Penelitian tahap kedua ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

faktorial. Faktor pertama adalah keasaman pelarut (A) dan yang kedua adalah waktu

maserasi (B).

Faktor pertama terdiri dari dua taraf yaitu :

A1 = Etanol tanpa pengasaman

A2 = Etanol dengan pengasaman (pH 1)

Faktor kedua terdiri dari tiga taraf yaitu :

W1 = waktu maserasi 6 jam

percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan apabila terdapat

pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati, maka akan dilanjutkan dengan uji

Duncan (Steel dan Torrie 1993). Parameter yang diamati meliputi : Total fenol dianalisis

dengan metode Folin–Ciocalteau (Garcia 2007), penentuan kadar total antosianin

dengan metode 3differential (Giusti dan Wrolstad 2001), penentuan aktivitas antioksidan

dengan 2,2>diphenyl>1>picrylhydrazyl (DPPH) (Sompong . 2011), dan Pengukuran IC50

(Pourmorad 2006). Hasil terbaik penelitian tahap kedua digunakan untuk penelitian

tahap ketiga.

Penelitian tahap ketiga adalah pengujian aktivitas antioksidan ekstrak bekatul

terbaik hasil penelitian tahap kedua pada sistem pangan (sistem aqueos dan minyak).

Aktivitas antioksidan ekstrak bekatul beras merah dalam sistem aqueos (Skerget .

2005). Larutan β>karoten dibuat dengan melarutkan 2,0 mg β>karoten dalam 10 ml

Chloroform. Sebanyak 1 ml larutan tersebut dipipet ke dalam erlenmeyer. Setelah itu

ditambahkan 20 ml asam linoleat, 0,2 ml Tween 20, 2 mgl ekstrak antioksidan, dan 50 ml

air destilasi yang sudah diaerasi dengan oksigen selama 15 menit. Campuran kemudian

(5)

pada suhu 50oC. Segera emulsi ditambahkan pada masing>masing tabung dan absorbansi

pada waktu 0 menit dibaca pada panjang gelombang 470 nm yang merupakan panjang

gelombang β>karoten. Absorbansi berikutnya segera dibaca setelah sampel disimpan pada

penangas air suhu 50oC selama 120 menit. Aktivitas antioksidan sampel (s) dihitung

sebagai persen penghambatan oksidasi terhadap kontrol (k).

% aktivitas antioksidan dalam sistem =

   

 −

; dimana : As

adalah absorbansi sampel pada waktu t= 0 menit dan t=120 menit, sedangkan Ak adalah

absorbansi kontrol pada waktu t=0 menit dan t=120 menit.

Aktivitas antioksidan ekstrak bekatul beras merah dalam sistem minyak (Azizkhani

dan Zandi 2010). Aktivitas antioksidan dalam sistem minyak dilakukan dengan uji

Rancimat. Sebanyak 200 ppm ekstrak dan 0,5% tween 80 ditambahkan ke dalam minyak

kedelai murni. Periode induksi sampel ditentukan dengan rancimat pada suhu 110oC.

!

Hasil penelitian pendahuluan (tahap I) menunjukkan bahwa konsentrasi etanol

terbaik yang mampu menghasilkan ekstrak bekatul beras merah dengan aktivitas

antioksidan yang tinggi adalah konsentrasi pelarut etanol 96%. Hal ini dapat dilihat pada

(6)

Gambar 1 Hubungan antara konsentrasi etanol dengan aktivitas antioksidan ekstrak bekatul beras merah

Semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidan

ekstrak bekatul beras merah. Hal ini dapat disebabkan oleh polaritas komponen bioaktif

pada ekstrak bekatul beras merah yang memberikan aktivitas sebagai antioksidan mirip

dengan polaritas etanol 96%. Menurut Franco (2008), polaritas pelarut berpengaruh

terhadap aktivitas antioksidan dari ekstrak yang dihasilkan. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa ekstrak yang diperoleh dari pelarut etanol menghasilkan aktivitas

antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak dari pelarut air dan metanol,

dimana polaritas pelarut etanol lebih rendah dari metanol dan air.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan waktu maserasi dan

pengasaman pelarut berpengaruh sangat nyata terhadap kadar total antosianin (P<0,01).

Nilai rata>rata total antosianin (mg/100g bekatul) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Hubungan antara waktu maserasi dengan total antosianin ekstrak bekatul beras merah pada pelarut dengan dan tanpa pengasaman

Gambar 2 menunjukkan bahwa waktu maserasi berpengaruh nyata terhadap

kadar total antosianin ekstrak bekatul beras merah. Semakin lama waktu maserasi maka

semakin tinggi pula kadar antosianin yang dihasilkan hingga pada waktu tertentu. Begitu

pula dengan pengaruh pelarut yang diasamkan, pada waktu maserasi yang sama terlihat

(7)

dibandingkan dengan pelarut yang tidak diasamkan. Kadar total antosianin tertinggi

diperoleh dengan waktu maserasi 36 jam menggunakan pelarut yang diasamkan yaitu

sebesar 109,33 mg/100g bekatul yang tidak berbeda nyata dengan waktu maserasi 18, 24

dan 30 jam yaitu 106,41, 106,70, 106,90 mg/100g bekatul. Kadar total antosianin tertinggi

yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda nyata dengan kadar total antosianin yang

diperoleh dari bekatul beras ketan hitam yang diekstraksi dengan pelarut metanol yang

diasamkan dengan 1% HCl yaitu 116,75 ± 12,84 mg/100g, sedangkan ekstraksi dengan

larutan basa menghasilkan rendemen antosianin yang lebih rendah (Hanum 2000).

Tananuwong dan Tewaruth (2010) melaporkan bahwa keasaman pelarut memberikan

hasil yang lebih besar terhadap kadar total monomer antosianin. Lebih lanjut dilaporkan

bahwa pada durasi ekstraksi yang sama, pelarut yang diasamkan menghasilkan total

monomer antosianin yang lebih besar dibandingkan pelarut yang tidak diasamkan. Hal ini

disebabkan oleh stabilitas antosianin yang lebih tinggi dalam larutan asam.

"

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan waktu maserasi dan

pengasaman pelarut berpengaruh sangat nyata terhadap kadar total fenolik (P<0,01). Nilai

rata>rata total fenolik (mg/100g bekatul) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Hubungan antara waktu maserasi dengan total fenol ekstrak bekatul beras merah pada pelarut dengan dan tanpa pengasaman

Gambar 3 menunjukkan bahwa waktu maserasi berpengaruh nyata terhadap

kadar total fenolik ekstrak bekatul beras merah. Semakin lama waktu maserasi maka

(8)

Menurut Tananuwong dan Tewaruth (2010), waktu reaksi yang pendek belum

menunjukkan reaksi yang sempurna pada ekstraksi senyawa fenolik. Hal serupa juga

dilaporkan oleh Devi dan Arumughan (2007) bahwa waktu ekstraksi berpengaruh terhadap

rendemen ekstrak senyawa fitokimia termasuk senyawa fenolik. Pengaruh pelarut yang

diasamkan pada waktu maserasi yang sama terlihat bahwa pelarut yang diasamkan

menghasilkan total fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut yang tidak

diasamkan. Menurut Lestario (2001) diacu dalam Dewi (2007) menyatakan

bahwa penggunaan pelarut yang diasamkan dengan HCl disarankan karena HCl dapat

mendestruksi sel tumbuhan sehingga senyawa antioksidan yang terdapat dalam sel dapat

terekstrak dengan baik. Kadar total fenolik tertinggi diperoleh dengan waktu maserasi 36

jam menggunakan pelarut yang diasamkan yaitu sebesar 4,38 mg/100g bekatul yang tidak

berbeda nyata dengan waktu maserasi 18, 24 dan 30 jam yaitu sebesar 4,20, 4,21 dan

4,30 mg/100g bekatul. Kadar total fenolik terendah diperoleh dengan waktu maserasi 6

jam dengan pelarut yang tidak diasamkan yaitu sebesar 1,62 mg/100g bekatul.

#

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan waktu maserasi dan

pengasaman pelarut berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak

bekatul beras merah (P<0,01). Nilai rata>rata aktivitas antioksidan dapat dilihat pada

Gambar 4.

(9)

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa waktu maserasi berpengaruh nyata

terhadap aktivitas antioksidan ekstrak bekatul beras merah. Semakin lama waktu maserasi

maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Begitu pula dengan

pengaruh pelarut yang diasamkan, pada waktu maserasi yang sama terlihat bahwa pelarut

yang diasamkan menghasilkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

pelarut yang tidak diasamkan. Aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dengan waktu

maserasi 36 jam menggunakan pelarut yang diasamkan yaitu sebesar 88,10% yang tidak

berbeda nyata dengan waktu maserasi 30 jam yaitu sebesar 88,07%. Hal ini dapat

disebabkan oleh kadar komponen bioaktif (total antosianin dan fenolik) pada ekstrak

bekatul beras merah yang dihasilkan semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu

maserasi. Hasil analisis regresi linier antara kadar total antosianin dan total fenolik

terhadap aktivitas antioksidan ekstrak bekatul beras merah yang diekstrak dalam pelarut

asam menunjukkan koefisien determinasi yang tinggi mendekati 1 dengan persamaan

garis y=0,185x+67,64; r2=0,973 dan y=16,80x+20,99; r2=0,931.

Adanya gugus hidroksil yang terikat pada cincin aromatis pada molekul senyawa

fenolik dan antosianin memberikan kemampuan mendonorkan proton ke senyawa radikal

sehingga dapat berperan sebagai antioksidan (Franco 2008). Aktivitas antioksidan

yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh oleh

Damayanthi (2010) yaitu sebesar 83,89% dan lebih lanjut dilaporkan bahwa aktivitas

antioksidan jus tomat lebih rendah dibandingkan bekatul yaitu sebesar 60,74%.

Pourmorad (2006) melaporkan bahwa ekstrak M. yang

mengandung senyawa fenolik dan flavonoid paling tinggi menghasilkan aktivitas

antioksidan yang tertinggi. Sifat antioksidan yang tinggi disebabkan oleh gugus hidroksil

yang ada dalam struktur kimia senyawa fenolik dapat memberikan komponen yang

diperlukan sebagai penangkap senyawa radikal. Tananuwong dan Tewaruth (2010) juga

melaporkan bahwa ekstrak kasar yang diperoleh dari waktu ekstraksi yang lebih lama

cenderung memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar.

$%&

IC50 didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang menyebabkan 50%

kehilangan aktivitas DPPH yang dihitung dengan regresi linier antara persentase aktivitas

(10)

bahwa senyawa tersebut memiliki kemampuan menangkap radikal bebas yang tinggi (Riaz

2012). Berdasarkan persamaan yang diperoleh y = 8,203x + 7,629 maka dapat

ditentukan nilai IC50 ekstrak bekatul beras merah adalah 0,51%.

# ! ' ' ' ( !

Prinsip uji aktivitas antioksidan dengan metode ini adalah sejauh mana proteksi

antioksidan yang diuji terhadap oksidasi asam linoleat dan β>karoten akibat pengaruh

oksidasi air yang jenuh dengan oksigen dan pemanasan. Metode ini didasarkan pada

hilangnya warna kuning β>karoten akibat bereaksi dengan radikal yang terbentuk melalui

oksidasi asam linoleat dalam emulsi. Laju pemucatan β>karoten dapat dihambat dengan

adanya antioksidan (Almeida . 2011). Hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak

bekatul beras merah dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan bahwa ekstrak bekatul beras merah memiliki aktivitas

antioksidan yang lebih rendah dalam sistem aqoeus dibandingkan dengan BHT. Hal

serupa juga dilaporkan oleh Almeida (2011) bahwa BHT memiliki aktivitas

antioksidan yang paling kuat dalam sistem β>karoten linoleat dibandingkan dengan BHA,

asam askorbat serta ekstrak tanaman 4 dan 5 .

# ! ' ' ' ' )

Aktivitas antioksidan dalam sistem minyak diuji dengan menggunakan alat

Rancimat. Medium yang digunakan adalah minyak kedelai murni. Proses oksidasi

dipercepat dengan adanya aliran udara dan panas. Aktivitas antioksidan dinyatakan

dengan waktu induksi (Tensiska 2003). Standar yang digunakan adalah tokoferol,

(11)

Gambar 6 Periode induksi masing>masing jenis antioksidan dan kombinasinya pada sistem minyak

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa ekstrak bekatul beras merah tidak

menunjukkan aktivitas antioksidan dalam sistem minyak. Periode induksi minyak kedelai

yang ditambahkan ekstrak bekatul beras merah bahkan lebih rendah dari kontrol (tanpa

antioksidan). Antioksidan BHT menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling tinggi

dibandingkan yang lain. Maisuthisakul (2005) juga melaporkan bahwa antioksidan

BHT lebih efektif dalam sistem minyak dibandingkan dengan ekstrak Teaw

Dyer). Gugus butil tersier BHT efektif dalam menghambat reaksi gugus >OH

aktif melalui dan selanjutnya meningkatkan stabilitas radikal antioksidan

serta memperpanjang masa aktif antioksidan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bekatul beras merah terbaik

diperoleh dengan menggunakan pelarut etanol 96% dalam kondisi asam dengan waktu

maserasi optimum 30 jam. Pada kondisi tersebut dihasilkan total antosianin, total fenolik

dan aktivitas antioksidan yang paling tinggi yaitu 106,90 mg/100g bekatul, 4,30 mg/100 g

bekatul, dan 88,07% dengan nilai IC50 sebesar 0,51%. Berdasarkan hasil pengujian

ekstrak bekatul beras merah dalam dua sistem pangan yang berbeda (aqueos dan

minyak) dapat disimpulkan bahwa ekstrak bekatul beras merah lebih tepat diaplikasikan

(12)

*

Almeida JRGDS, Oliveira MRD, Guimarães AL, Oliveira APD, Ribeiro LADA, Lúcio ASSC, Júnior LJQ. 2011. Phenolic quantification and antioxidant activity of 4

and (Annonaceae). Int J Pharma and Bio Sci 2(4): P367>P374

Azizkhani M dan Zandi P. 2010. Effects of some natural antioxidant mixtures on margarine stability. Pak J Agri Sci 47(3): 251>257

Daiponmak W, Theerakulpisut P, Thanonkao P, Vanavichit A, Prathepha P. 2010. Changes of anthocyanin cyanidin>3>glucoside content and antioxidant activity in Thai rice varieties under salinity stress. Science Asia 36: 286–291

Damayanthi E, Kustiyah L, Khalid M, Farizal H. 2010. Aktivitas antioksidan bekatul lebih tinggi daripada jus tomat dan penurunan aktivitas antioksidan serum darah setelah intervensi minuman kaya antioksidan. Jurnal Gizi dan Pangan 5(3): 205–210

deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB, Bandung

Devi RR, Arumughan C. 2006. Phytochemical characterization of defatted rice bran and optimization of a process for their extraction and enrichment. Bioresource Technol 98: 3037>3043. DOI:10.1016/j.biortech.2006.10.009

Dewi JR, Estiasih T, Murtini ES. 2007. Aktivitas antioksidan dedak sorgum lokal varietas coklat ( ) hasil ekstraksi berbagai pelarut. J Teknologi Pertanian. Vol 8 (3):184>192

Franco D, Sineiro J, Rubilar M, Sánchez M, Jerez M, Pinelo M, Costoya N, Núñez MJ. 2008. Polyphenols from plant materials: extraction and Antioxidant power. Electron J Env Agric Food Chem. 7 (8) :3210>3216

Garcia CA, Gavino G, Mosqueda MB, Hevia P, Gavino VC. 2007. Correlation of tocopherol, tokotrienol, γ>oryzanol and total polyphenol content in rice bran with different antioxidant capacity assays. J Food Chem 102 : 1228–1232. DOI:10.1016/j.foodchem.2006.07.012

Giusti MM dan Wrolstad RE. 2001. Unit F1.2: Anthocynins. Characterization and Measurement with UV>visible Spectroscopy. In “Current Protocols in Food Analytical Chemistry”. pp. 1>13. Wrolstad, R.E., ed. John Wiley and Sons. New York, USA.

Hanum T. 2000. Ekstraksi dan stabilitas zat pewarna dari katul beras ketan hitam (6 & ). Buletin Teknologi dan Industri Pangan Vol XI. No. 1, 2000

(13)

Maisuthisakul P, Pongsawatmanit R, Gordon MH. 2005. Antioxidant properties of Teaw (- Dryer) extract in soybean oil and emulsions. Kasetsart University, Thailand

Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity, phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants. Afr J Biotechnol Vol. 5 (11): 1142>1145

Rattanachitthawat S, Suwannalert P, Riengrojpitak S, Chaiyasut C, Pantuwatana S. 2010. Phenolic content and antioxidant activities in red unpolished Thai rice prevents oxidative stress in rats. J Med Plants Res 4(9): 796>801. Doi: 10.5897/JMPR10.067

Riaz T, Abbasi MA, Rehman A, Shahzadi T, Ajaib M, Khan KM. 2012. Phytochemical screening, free radical scavenging, antioxidant activity and phenolic content of

5 Jacq. J Serb Chem Soc. 77 (4):423–435. Doi:

10.2298/JSC110621183R

Skerget M, Kotnik P, Hadolin M, Hras AR, Simonic M, Knez Z. 2005. Phenols, proanthocyanidins, flavones and flavonols in some plant materials and their antioxidant activities. Food Chem 89:191–198. Doi:10.1016/j.foodchem.2004.02.025

Sompong R, Siebenhandl>Ehn S, Linsberger>Martin G, Berghofer E.2011. Physicochemical and antioxidative properties of red and black rice varieties from Thailand, China and Sri Lanka. J Food Chem 124 (2011) 132–140. Doi:10.1016/j.foodchem.2010.05.115

Tananuwong K danTewaruth W. 2010. Extraction and application of antioxidants from black glutinous rice. J Food Sci and Tech. 43 : 476–481. DOI:10.1016/j.lwt.2009.09.014

Tensiska, Wijaya CH, Andarwulan N. 2003. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (7 DC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. Jurnal Teknol. dan Industri Pangan. Vol. XIV (1): 29>39

Gambar

Gambar 1. ��
Gambar 2 Hubungan antara waktu maserasi dengan total antosianin ekstrak bekatul beras merah pada pelarut dengan dan tanpa pengasaman  �
Gambar 4.
Gambar 5 menunjukkan bahwa ekstrak bekatul beras merah memiliki aktivitas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Populasi

Pujian ini merupakan luapan terima kasih peneliti kepada Allah SWT,karena atas kehendak-Nya peneliti masih berkesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir dengan judul :

Dengan melihat potensi bahan pangan altenatif di Indonesia cukup besar dan beragam serta memiliki manfaat yang sangat banyak, membuat tepung sorgum sangat

Uji kualitatif andrografolid dalam ekstrak dilakukan dengan jalan melarutkan andrografolid ataupun ekstrak dalam etil asetat, ditotolkan pada plat KLTKT, dieluasikan pada

You can choose between flying to Vegas and placing a bet at one of the flashy casino sportsbook while watching sports on big plasma screens, staying at home and wagering at one of

Berdasarkan latar belakang tersebut, tim peneliti tertarik untuk menganalisis bagaimana personal branding yang dilakukan Diana Rikasari melalui blog-nya pada awal

Pengabdian penyusunan soal cerita berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dilaksanakan di SDN Melayu 7 dengan sasaran jumlah guru yang

Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa Umuhengerin memiliki presentase kemiripin dengan protein target karena memiliki nilai RMSD yang lebih kecil dibandingkan