• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr)

UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI Asna Umar, Helina Jusuf, Lintje Boekoesoe1

asnaumarkesmas@gmail.com

Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

Upaya penanggulangan penyakit DBD yang dilakukan adalah mengendalikan nyamuk Aedes aegypti menggunakan insektisida, namun sering menimbulkan masalah gangguan kesehatan manusia maupun resistensi terhadap insektisida tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian, yaitu apakah ada pengaruh anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian terhadap pengendalian dan kematian nyamuk Aedes aegypti?. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian terhadap pengendalian dan kematian nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini adalah Eksperimen Sungguhan dengan metode penelitian RAL. Sampel penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti dewasa 260 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol, 4 kelompok perlakuan dan setiap kotak pengamatan berisi 20 ekor. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan jumlah rata-rata nyamuk Aedes aegypti yang mati pada setiap kotak pengamatan pada interval waktu yang berbeda, kecuali pada kotak kelompok kontrol tidak ada nyamuk Aedes aegypti yang mati (Anova, p≤0,05). Kesimpulannya anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian berpengaruh terhadap pengendalian dan kematian nyamuk Aedes aegypti, hipotesis yang diajukan diterima. Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi konsentrasi larutan kulit durian.

Kata Kunci:

Daur ulang, kulit durian, insektisida nabati, Aedes aegypti

1

Asna Umar, Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo. Dr. Hj. Herlina Jusuf, Dra., M.Kes dan Dr. Lintje Boekoesoe, M. Kes, Dosen Pembimbing pada Jurusan Kesehatan Masyarkat Universitas Negeri Gorontalo

(2)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Kasus DBD setiap tahun di Indonesia terus meningkat dan bahkan makin merajalela dengan adanya pemanasan global. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012, jumlah kasus DBD di Indonesia selama 2011 mencapai 65.432 kasus dengan 595 korban meninggal (Kemenkes RI, 2012).

Menurut WHO “sebanyak 2,5 sampai 3 milyar penduduk dunia beresiko terinfeksi virus Dengue dan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta penduduk dunia terinfeksi virus Dengue, 500 ribu diantaranya membutuhkan perawatan intensif di fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap tahun dilaporkan sebanyak 21.000 anak meninggal karena DBD atau setiap 20 menit terdapat satu orang anak yang meninggal” (Depkes RI, 2008 dalam Santi, 2011).

Penyakit demam berdarah penyebarannya sangat luas hampir disemua daerah tropis diseluruh dunia. Di Indonesia sampai saat ini penyakit demam berdarah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama di Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2011 Jawa barat menempati urutan pertama sebagai kota dengan jumlah kasus DBD terbanyak mencapai 21 persen dari jumlah nasional. Jumlahnya mencapai 13.838 dari total 65.432 kasus DBD di Indonesia pada tahun 2011 (Kemenkes RI, 2012).

Di Provinsi Gorontalo sendiri penyakit DBD penyebarannya telah meluas. Berdasarkan data sekunder yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo bahwa penyakit DBD mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah penderita DBD di Provinsi Gorontalo lima (5) tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Penderita DBD di Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2013. No Tahun Jumlah Penderita Jumlah yang Meninggal

1. 2009 109 2

2. 2010 467 8

3. 2011 23 2

4. 2012 212 5

5. 2013 198 3

Sumber : Data sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2013. Saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue belum tersedia. Cara yang tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah dengan pengendalian vektor nyamuk sebagai penular penyakit DBD.

Pemberantasan vektor nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan dengan cara menggunakan insektisida atau tanpa menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida yang berlebihan dan berulang-ulang dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu matinya musuh alami, pencemaran lingkungan dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Selain itu juga biaya yang diperlukan

(3)

dalam pelaksanaan pemberantasan nyamuk sangat mahal dan nyamuk akan mengalami resisten.

Masyarakat banyak yang menggunakan insektisida sintesis berupa repellent dan anti nyamuk untuk pemberantasan vektor nyamuk. Karena efek dari insektisida sintesis cepat terlihat. Tetapi penggunaan insektida sintesis yang terus-menerus selain mengakibatkan keracunan pada manusia juga dapat menambah timbunan sampah yang dapat mencemari lingkungan terutama penggunaan anti nyamuk elektrik.

Untuk mengurangi efek samping dan resistensi nyamuk terhadap bahan kimia yang terdapat dalam anti nyamuk, maka perlu dikembangkan obat-obat penolak nyamuk dari bahan yang terdapat di alam yang lebih aman untuk manusia dan lingkungan, serta sumbernya tersedia dalam jumlah yang besar. Pemanfaatan insektisida alami dalam pemberantasan vektor diharapkan mampu menurunkan kasus DBD. Selain itu karena terbuat dari bahan alami, maka diharapkan insektisida jenis ini akan lebih mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia.

Tanaman durian (Durio zibethinus Murr) adalah salah satu contoh tanaman yang berpotensi sebagai insektisida alami yang aman bagi lingkungan. Namun saat ini pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal. Buah durian merupakan salah satu buah-buahan khas Indonesia.

Di Provinsi Gorontalo banyak orang yang menyukai buah durian. Selain rasanya yang enak, aromanya pun sangat khas, menggoda untuk dimakan. Namun tidak semua orang menyukai buah ini. Kebanyakan dari mereka tidak suka dengan aromanya yang cukup tajam dan bisa membuat pusing bahkan mabuk. Bukan hanya aroma dari buah durian utuh saja, tetapi juga dari kulit duriannya. Karena penggemar buah durian yang cukup banyak, maka produksi limbah kulit durian pun banyak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Santi dengan melihat efektivitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) sebagai pengendali nyamuk Aedes aegypti bahwa ekstrak kulit durian yang diperoleh dengan cara penyulingan dan diujikan dengan konsentrasi 25% efektif untuk mematikan nyamuk (Santi, 2011).

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang : “ Sistem Daur Ulang Anti Nyamuk Elektrik dengan Menggunakan Kulit Durian (Durio zibethinus Murr) untuk Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian Eksperimen Sungguhan (True Experimental), yaitu meneliti penggunaan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Populasi dalam penelitian ini adalah nyamuk Aedes aegypti dewasa sebanyak 260 ekor. Sampel dalam penelitian ini adalah 260 ekor nyamuk Aedes aegypti dewasa yang diambil secara acak dengan teknik purpose sampling dan

(4)

setiap kotak pengamatan berisi 20 ekor nyamuk. Teknik analisis data yang digunakan adalah Uji One Way Anova.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh penggunaan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian (Durio zibethinus Murr ) terhadap pengendalian dan kematian nyamuk Aedes aegypti. Untuk melakukan penelitian ini diperlukan kulit durian, larva nyamuk Aedes aegypti, dan nyamuk Aedes aegypti dewasa. Kulit durian diperoleh dari pasar buah, larva nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Kelurahan Hunggaluwa Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo, dan nyamuk Aedes aegypti dewasa diperoleh dari larva nyamuk yang dipelihara ±7 hari.

Lokasi pembuatan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang, yaitu Kost Merah Maron Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. Kulit durian bagian dalam yang berwarna putih dipotong dalam ukuran kecil kemudian ditimbang sebanyak 300 gram. Setelah itu kulit durian diblender dengan ditambahkan alkohol 70% sebanyak 100 ml, dan aquades sebanyak 300 ml. Kulit durian yang telah diblender diperas dengan menggunakan saringan. Larutan kulit durian yang telah dihasilkan kemudian digunakan untuk merendam anti nyamuk elektrik bekas selama ±5 menit. Anti nyamuk elektrik bekas yang telah direndam dalam larutan kulit durian diangkat dan dijemur antara 1-3 jam.

Lokasi pengambilan sampel nyamuk Aedes aegypti, yaitu berlokasi di Kandang ayam Kelurahan Hunggaluwa Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo, di lokasi ini banyak terdapat tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk diantaranya yaitu ban-ban bekas dan tempat penampungan air yang digunakan sebagai tempat minum ayam. Larva yang berada dalam ban-ban bekas diambil dengan menggunakan pipet dan ditempatkan dalam botol sampel, kemudian dibawa untuk dipelihara sampai menjadi nyamuk dewasa. Alasan pengambilan sampel tidak menggunakan nyamuk Aedes aegypti dewasa yamg ditangkap langsung melainkan menggunakan larva yang dipelihara untuk menjadi nyamuk Aedes aegypti dewasa adalah agar sampel nyamuk Aedes aegypti dewasa yang digunakan dalam penelitian dalam keadaan steril.

Hasil penelitian diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap penggunaan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang yang direndam dalam larutan kulit durian yang digunakan dalam ruangan tertutup untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti selama 8 jam dengan interval waktu yang berbeda, yaitu 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam dengan 3 kali pengulangan menunjukkan hasil seperti pada Tabel 2. Penelitian ini mengunakan sebanyak 260 ekor nyamuk Aedes aegypti dewasa dengan masing-masing sebanyak 20 ekor nyamuk yang berada dalam kotak pengamatan.

(5)

Tabel 2 Jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti setelah digunakan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti paling banyak berada pada interval waktu pegamatan 8 jam, yaitu sebanyak 11 ekor atau sebesar 55% sedangkan jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti yang paling rendah berada pada interval waktu pengamatan 2 jam, yaitu sebanyak 2 ekor atau sebesar 10%.

Adapun hubungan antara jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti dengan interval waktu pengamatan setelah pemakaian anti nyamuk elektrik hasil daur ulang menggunakan kulit durian dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1 Hubungan jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti dengan waktu pengamatan setelah pemakaian anti nyamuk elektrik hasil daur

ulang.

Berdasarkan hasil pengamatan pada grafik 1 menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengamatan, maka semakin banyak jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mati.

Waktu pengamatan

(jam)

Jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mati setelah perlakuan

Rata-rata Rata-rata (%) Ulangan I II III 2 2 3 2 2 10 4 5 7 6 6 30 6 8 10 8 9 45 8 10 13 11 11 55

(6)

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti antar kelompok uji setelah diberi perlakuan dengan menggunakan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian.

Penelitian ini menggunakan anti nyamuk elektrik bekas yang didaur ulang dengan menggunakan kulit durian dan nyamuk Aedes aegypti dewasa sebanyak 260 ekor serta dilakukan pada ruangan tertutup. Nyamuk dewasa diperoleh dari larva Aedes aegypti yang dipelihara sampai menjadi nyamuk Aedes aegypti dewasa. Agar larva tidak mati setelah dipindahkan dari habitatnya, maka diberi makanan berupa olahan hati ayam (makanan khusus larva).

Suhu dan kelembaban udara dalam ruangan yang digunakan sebagai tempat pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa diukur dengan menggunakan Hygrometer. Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu dan kelembaban yang cocok untuk pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa. Karena suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah akan mempengaruhi pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa. Pada saat pengukuran suhu dan kelembaban diperoleh hasil antara lain, yaitu suhu dalam ruangan adalah berkisar antara 26,80C sampai 30,60C, sedangkan untuk kelembaban udara adalah berkisar antara 81,8% sampai 86,8%.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Susanna et al. (2003) dalam Oktaviani dkk (2009), mengemukakan bahwa kisaran temperatur antara 250C sampai 270C dan kelembaban udara berkisar antara 80-90,5% merupakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, dan pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari (Soegijanto, 2006 dalam Wijaya, 2009).

Berdasarkan asumsi peneliti bahwa suhu dan kelembaban udara dalam ruangan penelitian tidak menggangu pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa karena setelah suhu dan kelembaban udara dalam ruangan penelitian diukur, diperoleh hasil bahwa suhu dan kelembaban udara dalam ruangan penelitian berada dikisaran nilai optimal atau berada pada kondisi optimum untuk pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti menjadi nyamuk dewasa.

Penelitian ini menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang steril. Alasan pengambilan sampel tidak menggunakan nyamuk Aedes aegypti dewasa yang ditangkap langsung melainkan menggunakan larva yang dipelihara untuk menjadi nyamuk Aedes aegypti dewasa adalah agar sampel nyamuk Aedes aegypti dewasa yang digunakan dalam penelitian dalam keadaan steril.

Menurut asumsi peneliti apabila nyamuk Aedes aegypti yang digunakan dalam penelitian tidak steril melainkan menangkap langsung nyamuk yang dewasa, maka yang dikhawatirkan nyamuk tersebut sudah terkontaminasi insektisida yang lain sehingga pada saat diberi perlakuan nyamuk Aedes aegypti mati bukan karena pengaruh dari insektisida yang diujikan melainkan pengaruh dari insektisida pengontaminasi lainnya. Hal ini juga menyebabkan penelitian yang dilakukan kurang efektif. Selain itu, apabila nyamuk yang digunakan dalam penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti yang tidak steril yang ditakutkan bahwa

(7)

dalam tubuh nyamuk tersebut sudah mengandung virus dengue sehingga berpotensi besar menularkannya kepada peneliti, apabila peneliti tersebut digigit.

Setelah larva berubah menjadi nyamuk dewasa, maka akan dipindahkan ke dalam kotak pengamatan dengan menggunakan aspirator. Pada saat penelitian dibutuhkan 5 kotak pengamatan yang berisi masing-masing 20 ekor nyamuk Aedes aegypti dewasa dimana 4 kotak pengamatan diberi perlakuan dan diamati pada interval waktu yang berbeda, yaitu 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam. Sedangkan 1 kotak lainnya tidak diberikan perlakuan dan dijadikan kelompok kontrol sebagai pembanding dengan 4 kotak yang diberi perlakuan dan diamati selama 8 jam. Penelitian dilakukan dengan 3 kali pengulangan dan nyamuk pada kotak pengamatan kelompok kontrol tidak diganti selama 3 kali pengulangan, karena selama penelitian tidak nyamuk yang mati dalam kotak pengamatan kelompok kontrol.

Pada saat penelitian 5 kotak yang berisi nyamuk Aedes aegypti dewasa diletakkan diruangan yang berbeda dan diukur suhu dan kelembaban udara dalam ruangan tersebut, karena tinggi dan rendahnya suhu dan kelembaban udara dapat mempengaruhi pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti.

Hasil pengukuran suhu ruangan selama penelitian adalah sekitar 29,90 C-33,20C, suhu ruangan tersebut tidak mempengaruhi penelitian karena menurut Jumar (2000) dalam Santi (2011) bahwa suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup nyamuk, dimana suhu minimum adalah 150C dan suhu maksimum adalah 450C. Hasil pengukuran kelembaban udara dalam ruangan penelitian adalah sekitar 68,06%-73%, hal ini tidak mempengaruhi kelancaran penelitian karena menurut Jumar (2000) dalam Santi (2011) bahwa kelembaban udara yang mendukung kehidupan nyamuk adalah sekitar 60%-89% .

Berdasarkan asumsi peneliti bahwa hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara dalam ruangan penelitian tidak mempengaruhi kelancaran penelitian, karena suhu dan kelembaban udara dalam ruangan penelitian setelah diukur hasilnya masih dalam kisaran yang mendukung kehidupan nyamuk Aedes aegypti.

Anti nyamuk elektrik hasil daur ulang diletakkan di samping kotak pengamatan. Pada setiap kotak pengematan diletakkan 1 buah anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dan untuk kotak yang dijadikan kontrol diletakkan ditempat yang jauh dari pemasangan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang.

Berdasarkan hasil pengamatan selama 8 jam pada 5 kotak penelitian menunjukkan jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti untuk setiap kotak pengamatan berbeda kecuali untuk kelompok kontrol tidak satupun nyamuk yang mati. Kematian nyamuk Aedes aegypti bila dilihat dari waktu lamanya pemakaian anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian (Durio zibenthinus Murr) bahwa pada interval waktu 2 jam, nyamuk Aedes aegypti yang mati rata-rata hanya 2 ekor, tetapi nyamuk lainnya mulai lamban pergerakannya bila disentuh. Pada interval waktu 4 jam, sudah mulai banyak nyamuk Aedes aegypti yang mati sampai pada interval waktu 8 jam dan nyamuk yang paling banyak mati adalah pada interval waktu 8 jam, yaitu sebanyak rata-rata 11 ekor atau sebesar rata-rata 55%. Setelah nyamuk Aedes aegypti dalam kotak

(8)

pengamatan diberi perlakuan, kemudian dijauhkan dari insektisida dan dibiarkan selama 24 jam untuk dilihat apakah masih ada pengaruh dari insektisida yang diujikan. Setelah 24 jam, nyamuk Aedes aegypti yang berada dalam kotak pengamatan 4 jam, 6 jam, dan 8 jam semuanya mati, kecuali untuk kotak pengamatan 2 jam masih tersisa 6 ekor yang belum mati.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktavianingrum dkk (2007), dimana dalam penelitian tersebut digunakan anti nyamuk elektrik yang direndam dalam larutan kulit dan daging durian serta diuji cobakan pada nyamuk Aedes aegypti dengan metode elektrik dan nyamuk mulai berjatuhan pada menit ke-45 sampai menit ke-240.

Berdasarkan asumsi peneliti bahwa lamanya waktu pemaparan oleh insektisida pada kotak pengamatan berpengaruh terhadap jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti, dimana semakin lama waktu paparan oleh insektisida pada kotak pengamatan maka semakin banyak pula nyamuk Aedes aegypti yang mulai berjatuhan dan akhirnya mati.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penggunaan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian, terlihat adanya perbedaan jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti yang ada pada 4 kotak pengamatan dalam interval waktu yang berbeda, yaitu 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisis data dengan menggunakan Uji Anova One Way, dimana Hasil Uji Anova One Way menunjukkan bahwa nilai probabilitas ≤ α 0,05 (p 0,000 ≤ α 0,05, hasil Uji Anova One Way dapat dilihat pada lampiran 2), maka kesimpulannya adalah terdapat perbedaan jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti setelah penggunaan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian dalam kotak pengamatan dengan interval waktu 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam (H1 diterima dan H0 ditolak).

Berdasarkan hasil analisis uji Anova One Way kemudian dilanjutkan dengan Uji LSD, diperoleh hasil bahwa semua pasangan kelompok (6 pasangan kelompok) memiliki perbedaan jumlah kematian nyamuk yang signifikan, yaitu jumlah rata-rata kematian nyamuk antara kotak pengamatan 2 jam dengan dengan kotak pengamatan 4 jam, kotak pengamatan 2 jam dengan kotak pengamatan 6 jam, dan kotak pengamatan 2 jam dengan kotak pengamatan 8 jam, kotak pengamatan 4 jam dengan kotak pengamatan 6 jam, kotak pengamatan 6 jam dengan kotak pengamatan 8 jam, dan kotak pengamatan 6 jam dengan kotak pengamatan 8 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semua pasangan kelompok memiliki perbedaan jumlah rata-rata kematian nyamuk yang signifikan, memiliki pengaruh yang terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti.

Hasil penelitian yang pada tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti pada interval waktu 2 jam pengamatan adalah sebanyak 2 ekor atau sesbesar 10%, pada interval waktu 4 jam pengamatan adalah sebanyak 6 ekor atau sebesar 30%, pada interval waktu 6 jam pengamatan adalah sebanyak 9 ekor atau sebesar 45%, dan pada interval waktu pengamatan 8 jam adalah sebanyak 11 ekor atau sebesar 55%. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan kimia dalam kulit durian (Durio Zibenthinus Murr), yaitu minyak atsiri dan alkohol yang berfungsi sebagai insektisida nabati untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti.

(9)

Berdasarkan cara masuk insektisida dalam hal ini anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian (Durio zibethinus Murr) ke dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat dinyatakan sebagai racun pernafasan. Sebagai racun pernafasan, nyamuk menghirup insektisida dalam anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian dalam jumlah yang cukup yang menyebabkan nyamuk mengalami kelumpuhan dan akhirnya mati. Racun pernafasan bekerja lewat saluran pernafasan. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair (Djojosumarto, 2008 dalam Sembiring, 2009).

Penggunaan anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian (Durio Zibethinus Murr) sebagai pengendali nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Berbagai penelitian tentang kulit dan daging durian untuk pengendalian nyamuk telah dilakukan, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Santi dengan melihat efektivitas ekstrak kulit durian (Durio Zibethinus Murr) sebagai pengendali nyamuk Aedes aegypti bahwa ekstrak kulit durian yang diperoleh dengan cara penyulingan dan diujikan dengan konsentrasi 25% efektif untuk mematikan nyamuk (Santi L, 2011).

Penelitian lainnya dilakukan oleh Oktavianingrum beserta kawan-kawannya (2007) dengan membuat larutan kulit dan daging durian untuk membunuh nyamuk dengan metode elektrik dan nyamuk mulai berjatuhan pada menit ke-45 sampai menit ke-240. Peneliti meneruskan penelitian daur ulang anti nyamuk elektrik dengan menggunakan kulit durian tanpa menggunakan daging durian dan dengan interval waktu pengamatan yang berbeda, yaitu interval waktu 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil uji Anova diperoleh nilai p≤α 0,05 (p 0,000≤α 0,05), maka anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian (Durio zibethinus Murr) memiliki pengaruh yang berbeda untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti pada interval waktu yang berbeda.

Lama pemakaian Anti nyamuk elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian (Durio zibethinus Murr) memiliki pengaruh yang berbeda untuk mematikan nyamuk Aedes aegypti, yaitu lama pemakaian anti nyamuk elektrik yang paling berpengaruh untuk mematikan nyamuk Aedes aegypti adalah pada waktu pengamatan 8 jam dengan jumlah nyamuk yang mati rata-rata sebanyak 11 ekor (55%) dan yang paling kecil pengaruhnya adalah pada waktu 2 pengamatan 2 jam dengan jumlah nyamuk yang mati rata-rata 2 sebanyak 2 ekor (10%).

(10)

Saran

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pengendalian vektor khusunya untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti sebagai insektida nabati yang aman bagi lingkugan dan manusia. Bagi peneliti selanjutnya, perlunya penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi konsentrasi kulit durian.

DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Provinsi Gorontalo, 2013. Data Kasus DBD Per Bulan Per DATI II Di Provinsi Gorontalo. Gorontalo : Dinkes Gorontalo.

Kemenkes RI, 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta : Kemenkes RI.

Oktaviani, dkk. 2010. Jumlah Densitas Larva dan Pupa Nyamuk Aedes aegypti Di Desa Bebel Di Kecamatan Wonokerto. Jurnal. Fakultas Ilmu Kesehatan : Universitas Pekalongan.

Oktavianingrum, dkk. 2007. Larutan Buah Durian Ampuh untuk Mengusir Nyamuk. Karya Ilmiah. Jawa Timur.

Santi, L. 2010. Efektifits Ekstrak Kulit Durian (Durio Zibethinus Murr) Sebagai Pengedali Nyamuk Aedes spp. Skripsi. Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Sembiring, O. 2009. Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Wijaya, Ayu. 2009. Daya Bunuh Ekstrak Biji Kecubung (Datura metel) Terhadap

Larva Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

(11)
(12)

Gambar

Tabel 2 Jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti setelah digunakan anti nyamuk  elektrik hasil daur ulang dengan menggunakan kulit durian

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur saya haturkan kepada Tuhan YME karena atas berkat dan karunia- Nya, skripsi saya yang berjudul “ Strategi Militer Jepang Dan Cina Dalam Mempertahankan

Pada studi awal di Gedung P UK Petra ditemukan bahwa pengguna - pengguna bangunan yang baru (terutama mahasiswa tingkat pertama) mengalami kesulitan untuk

Akta Pengangkutan Jalan, 1987 (Akta 333) dan Akta Pengangkutan Awam Darat, 2010 (Akta 715) tidak menyentuh keperluan-keperluan dari sudut kategori, lokasi dan jarak,

Instrument penelitian adalah alat untuk mengukur data. Instrument dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kompetensi dasar yang sesuai dengan kurikulum SMP yang

Yaitu gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatannya dan tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya

Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dapat

Several machines learning algorithms (i.e. Multilayer Perceptron, Support Vector Machine, Naïve Bayes, Bayes Net, Random Forest, J48, and Random Tree) have been used for

gagasan Feminis yang diusung oleh Zainab ketika bergabung pada EFU ( Egyptian Feminist Unioin) di berupa upaya menyuarakan hak-hak wanita dengan segala norma