• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN

KARYA ILMIAH

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Dalam Ilmu Hukum

Oleh :

DHIAN ERTANTO NIM. 0810113265

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM MALANG

2013

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT

PERLINDUNGAN DENGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN Oleh:

DHIAN ERTANTO NIM. 0810113265

Disetujui pada tanggal:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

YULIATI, SH. LLM Dr. NURINI APRILIANDA, SH. M.HUM

NIP: 196660710 199203 2 003 NIP: 19760429 200212 2 001

Mengetahui Ketua Bagian Hukum Pidana

ENY HARJATI, SH. M.HUM NIP: 19590406 198601 2 001

(3)

1 A. Judul

Kajian Yuridis Pengguguran Kandungan (abortus) dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan perlindungan hak-hak korban perkosaan

DHIAN ERTANTO NIM. 0810113265

Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Malang EMAIL: dhianertanto@ymail.com B. ABSTRACT

Writing a thesis this about The study of juridical of abortion (abortus) in the legislations in Indonesia associated with the protection of the rights of the rape victims. It is background by the presence of abortion (abortus) performed woman the victim of rape that should be protected. This research uses normative juridical approach. KUHP which prohibits all criminal abortion to be imposed without reason but now it had arranged regulated in the Undang-Undang 36 Tahun 2009 about health which abortion due to rape legalized. The protection of the rights of rape victims in the legislations in Indonesia be regulated in general in KUHP and KUHAP and regulated in the Undang-Undang No.13 Tahun 2006 about protection of witnesses and victims with Undang-Undang 36 Tahun 2009 about health which provides protection psychics, psychical and law.

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini membahas mengenai kajian yuridis pengguguran kandungan (abortus) dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan perlindungan hak-hak korban perkosaan. Hal ini dilatarbelakangi adanya pengguguran kandungan (abortus) yang dilakukan wanita yang menjadi korban pemerkosaan yang seharusnya dilindungi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. KUHPidana yang mana melarang semua tindak pidana pengguguran kandungan dipidana tanpa alasan tetapi kini telah diatur dalam Undang-Undang 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang mana pengguguran kandungan akibat pemerkosaan dilegalkan. Perlindungan hak-hak korban perkosaan dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia diatur secara umum dalam KUHAP dan diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Undang-Undang 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang mana memberikan perlindungan fisik, psikis dan hukum.

(Kata Kunci: Abortus, legal protection, victim, rape)

(4)

2 C. Latar Belakang

Perempuan dalam situasi apapun rentan menjadi korban dari struktur atau sistem (sosial, budaya, maupun politik) yang menindas. Hal ini diperkuat oleh adanya pendapat bahwa posisi perempuan yang lemah membuat keberdayaan mereka untuk melindungi diri juga kurang. Dikatakan bahwa perempuan yang berada di dalam rumah pun dapat menjadi korban kekerasan dari suaminya, perempuan di tempat kerja juga dapat memperoleh pelecehan seksual baik dari atasan maupun rekan sekerjanya1. Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan secara fisik, akan tetapi dapat juga meliputi kekerasan terhadap perasaan atau psikologis, kekerasan ekonomi, dan juga kekerasan seksual. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayati yang mengatakan bahwa kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non-verbal, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, terhadap seseorang atau sekelompok orang lainnya, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional, dan psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya. Berdasarkan catatan FBI terdapat sedikitnya 84.000 perempuan yang melaporkan menjadi korban perkosaan dalam satu tahun. Sementara itu di Indonesia, kasus perkosaan menempati peringkat nomor 2 setelah pembunuhan. Data dari Kalyanamitra menunjukkan bahwa setiap 5 jam, ditemui 1 kasus perkosaan. Menurut sumber berita yang dilansir oleh suara merdeka tahun 2000 bahwa Yayasan Kepedulian Untuk Konsumen Anak selama tahun 2000 mencatat 90 kasus seksual yang dialami oleh anak Surakarta dan kasus perkosaan yang ada mencapai 18 orang.

Hal ini menunjukkan betapa banyaknya perempuan yang menjadi korban perkosaan2.

1 Ekandari Sulistyaningsih, Fahturochman, Juni 2002, Dampak Sosial Psikologi Korban Perkosaan (online), Hal 1, Buletin Psikologi, Universitas Gajah mada,http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-%20Dampak%20Sosial-

Psikologis%20Perkosaan.pdf, Diakses Tanggal 18 Mei 2012.

2Ibid, hal 2

(5)

3

Masalah kekerasan seksual (pemerkosaan) merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat manusia, secara patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan (crime againts humanity).3

Sejak awal tahun 1960 tumbuh kesadaran terhadap tindakan pemerkosaan sebagai suatu tindakan yang didasari banyak hal dan pemerkosa itu tidaklah sama dalam hal latar belakang lainnya, hal ini menyangkut karakter psikologis seseorang. Bisa dikatakan pemerkosa adalah pria yang dengan kekerasan merampas apa yang mereka mau, baik uang, materi, ataupun kehormatan wanita, tindakan pemerkosaan tersebut merupakan akibat dari tindakan kriminal mereka.4

Pada kasus perkosaan, setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan. Hal ini senada dengan hasil penelitian dari Abar & Subardjono, yang mengatakan bahwa berdasarkan data usia pelaku tindak kejahatan perkosaan, dapat dikatakan bahwa pelaku perkosaan sesungguhnya tidak mengenal batas usia. Demikian pula dengan korban. Setiap perempuan dapat menjadi korban dari kasus perkosaan tanpa mengenal usia, kedudukan, pendidikan, dan status.5

Pengguguran kandungan juga sering dilakukan oleh para wanita yang menjadi korban perkosaan. Alasan yang sering diajukan oleh para wanita yang diperkosa itu adalah bahwa mengandung anak hasil perkosaan itu akan menambah derita batinnya dikarenakan melihat anak itu akan selalu mengingatkannya akan peristiwa buruk tersebut. Namun demikian tidak selamanya kejadian-kejadian pemicu seperti sudah terlalu banyak anak, kehamilan di luar nikah, dan korban perkosaan tersebut membuat seorang wanita memilih untuk menggugurkan kandungannya. Ada juga yang tetap mempertahankan kandungannya tersebut

3Abdul Wahid dan M.Irfan, Perlindungan Terhadap Korban kekerasan Seksual, Rafika Aditama. Bandung. 2001, hal 25

4 Suryono Ekotama, Harun, Widiartana, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Prespektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta, Univ. Atmajaya Yogyakarta, 2001, hal 55.

5 Ekandari Sulistyaningsih, Fahturochman, Opcit, Hal 3

(6)

4

dengan alasan bahwa menggugurkan kandungan tersebut merupakan perbuatan dosa sehingga dia memilih untuk tetap mempertahankan kandungannya.6

Kasus kehamilan akibat pemerkosaan, memang merugikan si korban, sebab akan memberi luka batin yang lebih parah ketimbang tidak terjadi kehamilan Oleh karena itu tidak heran bila muncul kecenderungan melaksanakan pengguguran kandungan, di mana tindakan seperti ini minimal dianggap sebagai salah satu upaya terapi terhadap si korban. Tetapi perlu dipertanyakan, apakah tindakan pengguguran kandungan itu akan memecahkan persoalannya dan merupakan tindakan yang tepat serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral.7

Berikut ini diuraikan contoh peraturan hukum pengguguran kandungan di Argentina. Mahkamah Agung Argentina menyatakan melegalkan pelaksanaan aborsi bagi korban perkosaan. Menurut MA, keputusan ini diambil setelah mereka mengkaji ulang isu aborsi. Menurut Alvaro Herrero dari Asosiasi Hak Masyarakat Sipil Argentina, selain karena UU Anti Aborsi yang selama ini berlaku sudah berusia 80 tahun, UU juga diinterpretasikan secara berbeda di pengadilan seluruh negeri. Menurut sumber berita yang dilansirkan oleh CNN (Cable News Network) pada tanggal 14 maret 2012 bahwa MA mengklarifikasi isu aborsi dan menyatakan bahwa di setiap kasus perkosaan terdapat hak untuk aborsi.8

Berdasarkan uraian diatas, dimana artikel ilmiah ini akan membahas tentang ” Kajian yuridis pengguguran kandungan (abortus) dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan perlindungan hak-hak korban perkosaan”.

6 Sumarto, Ditemukan Janin Hasil Aborsi , Kedaulatan Rakyat, 23 Februari 2004, hal.

VIII.

7 Iskandar Santoso, Salahkah Pengguguran Kandungan Karena Perkosaan, Jurnal Theologia Aletheia, Volume 3 Nomor 5, 1998, hal 24

8 Armandhanu Denny, Indrani Putri, Selasa, 11 April 2011, Argentina Sahkan Aborsi Bagi Korban Perkosaan, UU baru Argentina mencantumkan hak aborsi di setiap kasus perkosaan (online), http://dunia.vivanews.com/news/read/296450-argentina-sahkan- aborsi-bagi-korban-perkosaan, Di Akses Tanggal 25 Maret 2012.

(7)

5 D. Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah pengaturan tentang pengguguran kandungan tindak pidana perkosaan dalam peraturan perundang–undangan di Indonesia?

2) Bagaimanakah perlindungan hak-hak korban pemerkosaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia?

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan peraturan perundang- undangan (statue-approach). Jenis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

F. Hasil Dan Pembahasan

1. Pengaturan Tentang Pengguguran Kandungan Tindak Pidana Perkosaan Dalam Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia.

a) Peraturan perbandingan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Dalam pandangan hukum pidana di Indonesia tindakan pengguguran kandungan tidak selalu merupakan perbuatan jahat atau merupakan tindak pidana, hanya aborsi provokatus criminalis saja yang dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, adapun pengguguran kandungan yang lainnya terutama yang bersifat spontan dan medikalis, bukan merupakan suatu tindak pidana9.

Makna kejahatan dalam pengguguran kandungan sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut dalam suatu masyarakat tertentu, misalnya hanya negara Canada yang deskriminalisasi pengguguran kandungan secara radikal. Artinya, larangan pengguguran kandungan dihapuskan begitu saja dari hukum pidana. Masyarakat memang memiliki penilaian

9 Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi, Cetakan Pertama, Alumni, Bandung, 2006, hal 22

(8)

6

tertentu untuk persoalan ini. Dalam banyak hal yang melarang pengguguran kandungan secara mutlak memang tidak memecahkan masalah, karena pada dasarnya masyarakat membutuhkan aborsi, menolak pengguguran kandungan sangatlah dilematis. Di Indonesia pengguran kandungan (aborsi) diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang terpisah.10 Di dalam peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur pengguguran kandungan korban tindak pidana pemerkosaan.

Di dalam peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur pengguguran kandungan korban tindak pidana pemerkosaan.

i. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana mengatur pengguguran kandungan yaitu dapat ditemukan dalam KUHP pada Buku II Bab XIV (tentang kejahatan terhadap kesusilaan) pada Pasal 299 menyebutkan bahwa seseorang yang sengaja mengobati wanita untuk menggugurkan kandungannya yaitu :

(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.

(2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

(3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pekerjaannya maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan itu.11

KUHPidana yang menjelaskan bahwa segala macam pengguguran kandungan dilarang. Menurut Pasal 299 KUHP, Pasal 346 KUHP, Pasal 347 KUHP, Pasal 348 KUHP, Pasal 349 KUHP diatas secara singkat dapat disimpulkan bahwa yang dapat dihukum.

10 Ibid, hal 24

11 Ibid, hal 24

(9)

7

ii. Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan mengatur adanya pengguguran kandungan korban pemerkosaan

Undang-Undang kesehatan yang mengatur mengenai masalah pengguguran kandungan yang secara substansial berbeda dengan KUHPidana. Dalam Undang-Undang tersebut pengguguran kandungan diatur dalam Pasal 75. Menurut Undang-undang ini pengguguran kandungan dapat dilakukan apabila ada indikasi medis.12

Jadi menurut KUHP serta Hukum Kesehatan diatas bahwa menganut asas lex specialis derograt lex generalis yang artinya ketentuan yang bersifat khusus mengalahkan ketentuan yang bersifat umum yang digunakan untuk pengguguran kandungan bagi korban perkosaan yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan diatur secara garis besarnya dalam pasal 75 ayat (1) dan ayat (2), di Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 (ketentuan khusus) lebih spesifik aturannya di dalam kasus pengguguran kandungan korban pemerkosaan dari pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (ketentuan umum) karena yang mana tindakan pengguguran kandungan bagi korban perkosaan tidak diatur dalam KUHPidana dan semua tindak pidana pengguguran kandungan dipidana tanpa alasan. Sehingga harus adanya perlindungan bagi korban perkosaan.

b) Perlindungan hak-hak korban perkosaan dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.

1. Dasar Hukum Perlindungan Terhadap Korban Perkosaan Untuk Melindungi Hak Korban.

i. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan penjelasan adanya perlindungan hukum terhadap korban pemerkosaan untuk melindungi hak korban.

Ditinjau dari segi yuridis kata perkosaan dapat ditemukan dalam KUHP pada Buku II Bab XIV (tentang kejahatan terhadap kesusilaan)

12 Ibid, hal 27

(10)

8

pada Pasal 285 KUHP memberikan kejelasan tentang kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap wanita untuk bersetubuh dengan dia di luar perkawinan sebagian dikutip sebagai berikut :

"Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".

Ditinjau dari segi yuridis penggabungan perkara gugatan ganti kerugian pada kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu ganti kerugian bagi pengguguran korban perkosaan dapat ditemukan dalam KUHAP Bab XIII (tentang penggabungan perkara gugatan ganti kerugian) pada Pasal 98 KUHAP menentukan bahwa perbuatan yang menjadi dasar dakwaan dalam suatu tuntutan perkara yang diajukan oleh penuntut umum di pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi korban, maka korban dapat mengajukan permintaan ganti rugi dan hakim ketua sidang dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian itu kepada perkara pidananya yaitu:

(1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.

(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntutan umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan

ii. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur adanya perlindungan hukum terhadap korban secara umum untuk melindungi hak korban.

(11)

9

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, terlihat bahwa pengaturan saksi dan korban adalah merupakan satu paket yang tidak terpisahkan. Maka oleh sebab itu perlu ditambahkan unsur ”korban”,sehingga dapat terakomodasi kedua hal tersebut, yaitu saksi dan korban. Menurut Peraturan Undang-Undangan Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, mengatur Perlindungan Hak Korban secara umum.

iii. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan memberikan penjelasan adanya perlindungan hukum terhadap korban pemerkosaan untuk melindungi hak korban.

Didalam Pasal 75 ayat (2) huruf b yang menyatakan bahwa

“kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan” maka dapat diberikan perlindungan hukum terhadap korban terdapat pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu memberikan kejelasan bahwa Pemerintah wajib melindungi korban perkosaan yang berbunyi:

“Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Menurut Pasal 77 diatas Memberikan kejelasan bahwa Pemerintah wajib melindungi dan mencegah korban akibat perkosaan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggung jawab yang bertentangan dengan norma agama dan peraturan lain. Karena didalam Pasal 2 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu memberikan kejelasan bahwa adanya menganut asas perlindungan yang berbunyi:

“Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusian, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatifvdan norma-norma agama”.

(12)

10

Jadi dalam KUHP dan KUHAP serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dapat ditarik kesimpulkan bahwa perlindungan hak korban juga dapat berupa ganti kerugian bagi korban berupa :

a) Restitusi, ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku b) Kompensasi, ganti kerugian yang diberikan Negara

karena pelaku tak mampu. Dimungkinkan sebagai upaya pemberian pelayanan pada para korban kejahatan dalam rangka mengembangkan kesejahteraan dan keadilan

c) Bantuan : pengobatan, pemulihan mental ( psikiater, psikolog, sukarelawan), korban harus diberitahukan tentang kondisi kesehatan. Aparat penegak hukum harus senantiasa siap siaga membantu juga memberikan perhatian yang istimewa terhadap tiap korban.

(13)

11 G. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka dalam tulisan skripsi ini dapat ditarik beberapa simpulan, sebagai berikut : 1. Peraturan hukum pidana di Indonesia yang mengatur pengguguran

kandungan korban pemerkosaan adalah KUHPidana yang menjelaskan bahwa segala macam pengguguran kandungan dilarang, dengan tanpa pengecualian. Sedangkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah pengguguran kandungan diatur dalam pasal 75. Menurut Undang-undang ini pengguguran kandungan dapat dilakukan apabila ada indikasi medis, Pengguguran kandungan pada kasus korban pemerkosaan dianggap sebagai tindak pidana. Namun pengguguran kandungan korban permerkosaan telah dilegalkan.

Dengan mengacu pada pasal 75 ayat (2) huruf b Undang-Undang 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

2. Ketentuan yuridis pengguguran kandungan dilakukan oleh korban perkosaan diberikan perlindungan hak-hak korban secara umum diatur dalam Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut :

i. Pasal 98 KUHAP, Pasal 99 KUHAP, Pasal 100 KUHAP, Pasal 101 KUHAP

ii. Pasal 285 KUHP, 286 KUHP, 287 KUHP

iii. Pasal 5, Pasal 12, Pasal 37, Pasal 38 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 telah mengatur untuk melindungi hak korban secara umum.

iv. Pasal 2, Pasal 75, Pasal 77 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

(14)

12 H. Daftar Pustaka

Abdul Wahid, M. Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban kekerasan Seksual.

Rafika Aditama. Bandung.

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Harun, Suryono Ekotama, Widiartana, 2001, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Prespektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta, Univ. Atmajaya Yogyakarta.

Mien Rukmini, 2006, Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi, Cetakan Pertama, Alumni, Bandung.

Sumarto, 2004 , “ Ditemukan Janin Hasil Aborsi “, Kedaulatan Rakyat.

Jurnal

Iskandar Santoso, 1998, Salahkah Pengguguran Kandungan Karena Perkosaan, Jurnal Theologia Aletheia, Volume 3 Nomor 5, Institut Theologia Aletheia, Malang.

Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 1996, Politeia, Bogor.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, 1997, Politeia, Bogor.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban, 2009, Penerbit Asa Mandiri, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, 2009, Citra Umbara, Bandung.

Internet

Armandhanu Denny, Indrani Putri , Selasa, 11 April 2011, Argentina Sahkan Aborsi Bagi Korban Perkosaan, UU baru Argentina mencantumkan hak aborsi di setiap kasus perkosaan (online), http://dunia.vivanews.com/news/read/296450-argentina-sahkan-aborsi-bagi- korban-perkosaan.

Ekandari Sulistyaningsih, Fahturochman, Juni 2002, Dampak Sosial Psikologi Korban Perkosaan, Buletin Psikologi, Universitas Gajah mada (online), http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-%20Dampak%20Sosial

Psikologis%20Perkosaan.pdf.

Referensi

Dokumen terkait

51.. duduk dekat Arya Prabangkara. Sedang asyik menikmati tarian dan musik, Arya Pra- bangkara dikejutkan oleh pertanyaan Sri Ong Te, "Wahai Anakku, mengapa

ARGUMENTASI KASASI PENUNTUT UMUM ATAS DASAR JUDEX FACTI MENGABAIKAN ALAT BUKTI PETUNJUK DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA PEMALSUAN SURAT (STUDI

Kegiatan perekaman data ke dalam sofware microsoft access telah direkam sebanyak 3.035 data (table 2), yang diperoleh dari data yang terekam di buku induk

ALD = adrenoleukodystrophia; ALS = amyotrophiás la- teralsclerosis; AMN = adrenomyeloneuropathia; AOA = ataxia, oculomotoros apraxia; COX = citokrómoxidáz; FXTAS = fragi- lis

Berdasarkan prestasi observasi guru dapat merefleksi diri tentang penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode Drill (latihan) dalam menyelesaikan soal operasi

Selain itu, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang diperoleh dari putusan-putusan penyebaran berita bohong (hoax), dan data sekunder yang

Suplementasi mineral S, P dan daun ubi kayu pada penggunaan daun sawit yang diamoniasi dalam ransum domba tidak mempengaruhi konsumsi ransum, tetapi dapat meningkatkan

Perlakuan pakan bervaksin 15 hari tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan pakan bervaksin 10 hari terhadap produksi titer antibodi, pertambahan