• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinda Khofidhotuz Zuhroh (Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dinda Khofidhotuz Zuhroh (Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) ("

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI TANPA PEMERIKSAAN SUBSTANTIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DESAIN INDUSTRI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 594

K/PDT.SUS-HKI.2017)

Dinda Khofidhotuz Zuhroh

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: kzdinda@gmail.com)

Rakhmita Desmayanti

(Dosen Fakultas Hukum Trisakti) (Email: rakhmita.d@trisakti.ac.id)

Pemeriksaan substantif dilakukan terhadap adanya keberatan permohonan pendaftaran desain industri yang dilakukan dalam 3 (tiga) bulan dari tanggal pengumuman, salah satu masalah yang terjadi adalah adanya gugatan dikemudian hari terhadap permohonan desain yang tidak diajukan keberatan dalam proses pendaftaran sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 594 K/Pdt.Sus-HKI.2017 yang pokok permasalahan penelitiannya adalah (1) Apakah pendaftaran desain industri tanpa pemeriksaan substantif dapat dibenarkan berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (2) Bagaimana Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor 594 K/Pdt.Sus-HKI.2017 terhadap sengketa Desain Industri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Desain Industri Untuk menjawab permasalahan tersebut, tipe penelitian ini ialah penelitian normatif terhadap azaz-azaz hukum. Data yang digunakan data primer dan data sekunder, pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara, analisis data kualitatif serta cara penarikan kesimpulan metode deduktif. Kesimpulan dari studi putusan ini menyebutkan bahwa (1) Pendaftaran desain industri tanpa pemeriksaan substantif dibenarkan berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Desain Industri, karena pemeriksaan substantif hanya dapat dilakukan apabila terdapat pihak yang mengajukan keberatan. (2) Pertimbangan hakim terhadap penerimaan gugatan penggugat untuk menyatakan konfigurasi biolife borneo yang diedarkan terguggat memiliki persamaan dengan eco bottle tupperware kurang tepat, mengingat ketentuan pada Pasal 38 Ayat (1) menyatakan gugatan dengan alasan kebaruan diajukan dalam rangka gugatan pembatalan desain industri, yang seharusnya diajukan kepada pemilik hak desain industri biolife borneo yaitu PT Mitra Mulia Makmur.

Katakunci: Pendaftaran Desain Industri, Pemeriksaan Substantif, Gugatan dengan Alasan Kebaruan.

(2)

2 A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang lahir dari adanya kegiatan intelektual. Hak Kekayaan intelektual merupakan konstruksi hukum terhadap perlindungan kekayaan intelektual sebagai hasil karsa pencipta atau penemunya.1 Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Right ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri yang meliputi Hak Paten, Hak Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Varietas Tanaman.2 Penulis membahas tentang

salah satu Hak Kekayaan Industri yaitu Desain Industri. Unsur seni atau estetika dalam desain Industri sangatlah penting, dengan unsur keindahan seni dalam kreatifitas manusia yang dituangkan dalam Desain Industri ini merupakan karya intelektual yang sudah sepatutnya dilindungi. Jika karya Intelektual dapat diterapkan dan menghasilkan suatu produk berupa barang industri, maka gabungan antara keduanya (antara nilai estetika dan nilai produk) dirumuskan sebagai Desain Industri.3

Setiap pemegang hak desain industri atau pendesain memiliki hak eksklusif yaitu hak yang hanya diberikan kepada pendesain untuk dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri secara perusahaan atau memberi hak lanjut untuk itu kepada orang lain.4 Untuk

mendapatkan hak tersebut, pendesain harus melakukan permohonan desain industri kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Desain industri mendapatkan perlindungan apabila memiliki kebaruan. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Desain Industri suatu Desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.5 Terhadap permohonan pendaftaran desain industri yang telah memenuhi persyaratan akan diumumkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan cara menempatkan pada sarana khusus untuk itu yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan terhitung

1Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Bandar Maju, 2012). hal.1.

2Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialitas: Aset Intelektual, (Bandung: CV Nuansa Aulia, 2010), hal.9.

3Endang Purwaningsih, Op.Cit, hal.468.

4Yusran Isnani, Buku Pintar HAKI, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 106-107. 5Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 2 Ayat (2).

(3)

3

sejak tanggal penerimaan.6 Pada saat pengumuman tersebut setiap pihak dapat

mengajukan keberatan terhadap pendaftaran Desain Industri terkait secara tertulis dalam adanya keberatan terhadap permohonan pendaftaran desain industri dilakukan pemeriksaan substantif oleh pemeriksa, dalam hal tidak adanya pihak yang mengajukan keberatan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan memberikan dan menerbitkan sertifikat desain industri kepada pemohon pendaftaran desain industri.

Dalam penelitian ini membahas sengketa yang terjadi adalah Dart Industries Inc (sebagai pengggugat, dan pemohon kasasi) dengan Mariana, Retno Palupi, Wahyuningtyas, Lie Fang, Yuni Indrawati, Riza Yulina Amry, Kezia Dina Songtiana (sebagai tergugat, dan termohon kasasi) yang selanjutnya akan disebut Mariana dkk. Dart Industries Inc merupakan suatu perusahaan yang berdomisili di Florida yang berdiri sejak tahun 1969 yang dimiliki sepenuhnya oleh Tupperware Brands Corporation. Produk yang dipasarkan mencakup berbagai produk konsumen, kontainer dan botol untuk kemasan makanan dan minuman, gelas plastik, tabung dan kontainer, wadah bumbu masak, dan wadah air keperluan rumah tangga yang kedap udara. Bahwa berdasarkan Pendaftaran Desain Industri nomor ID 0024 152-D, maka Negara Republik Indonesia melalui Direktorat Desain Industri telah memberikan perlindungan kepada desain konfigurasi “Eco Bottle” milik Penggugat.

Mariana dkk merupakan seorang distributor yang mengedarkan penjualan botol merek Biolife Borneo kepada masyarakat luas yang telah didaftarakan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan Pendaftaran Desain Industri Nomor IDD 0000044731 atas nama PT Mitramulia Makmur, diketahui berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 594/Pdt.Sus-HKI.2017 Dart Industries Inc mengajukan gugatan kepada Mariana dkk dengan alasan konfigurasi dari bentuk botol minum Biolife Borneo diduga menyerupai bentuk konfigurasi Eco Bottle Tupperware milik penggugat, mengingat ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyatakan bahwasanya hanya Permohonan Desain Industri yang memiliki kebaruan yang dapat dilindungi Haknya dan diberikan sertifikat Desain Industri. Dalam kasus ini terdapat dua Sertifikat Desain Industri yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual terhadap dua objek permohonan desain Industri yang dianggap memiliki kesamaan konfigurasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya pada saat pengumuman Pendaftaran desain Industri Biolife Borneo dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada pihak lain yang

6OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hal. 478.

(4)

4

mengajukan keberatan terhadap pendaftaran desain industri biolife borneo sehingga Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri berkewajiban menerbitkan dan memberikan sertifikat desain industri paling lama 30 hari setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan Keberatan. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, maka dalam penulisan penelitian ini diberikan judul “Analisis Yuridis

Terhadap Pendaftaran Desain Industri Tanpa Pemeriksaan Substantif Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 594 K/Pdt.Sus-HKI.2017)”.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah pendaftaran desain industri tanpa pemeriksaan substantif dapat dibenarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri?

b. Bagaimana Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor 594 K/Pdt.Sus-HKI.2017 terhadap sengketa Desain Industri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Desain Industri?

B. METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum secara normatif yang mencakup penelitian terhadap azaz-azaz hukum, penelitian terhadap terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, penelitian perbandingan hukum.7 Adapun dalam penelitian ini menggunakan penelitian normatif terhadap azaz-azaz hukum, yaitu penelitian hukum yang bertujuan meneliti tentang peraturan yang ada dalam penerapannya dengan kejadian sehari-hari atau suatu peristiwa. Penelitian dilakukan terhadap bahan-bahan berupa Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Terhadap Pendaftaran Desain Industri Tanpa Pemeriksaan Substantif Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 594 K/Pdt.Sus-HKI.2017)”.

2. Sifat Penelitian

(5)

5

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis yakni untuk memberi gambaran serta menganalisa suatu objek penelitian.

3. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Adapun sumber data berupa data sekunder yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini yaitu sebagai berikut:

a. Data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara kepada kepada Ahmad Rifadi SH., M.Si. selaku Kasi Pertimbangan Hukum dan Litigasi Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

b. Data hukum sekunder adalah data yang diperoleh dari suatu sumber yang sudah melakukan penelitian terlebih dahulu mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.8 Data hukum sekunder ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

1) Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat, dan terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan.9 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan ini adalah:

a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri,

b) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

c) Putusan Pengadilan Niaga Nomor 02/Pdt.Sus-HAKI/2016/PN Niaga Smg proses tingkat pertama.

d) Putusan Mahkamah Agung Nomor 594 K/Pdt.Sus-HKI proses tingkat Banding, sudah berkuatan hukum tetap.

2) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer terkait dengan Desain Industri. Penulisan ini menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan literature atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek permasalahan.

3) Bahan Hukum Tertier, yakni Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya adalah Kamus Hukum, Ensiklopedia, Indeks kumulatif, dan seterusnya. Dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum tersier berupa kamus hukum

4. Pengumpulan Data

8 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 12. 9Ibid., hal. 52.

(6)

6

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik diperpustakaan maupun ditempat-tempat lain.

5. Analisis Data

Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yakni dengan menganalisis dan membandingkan kesesuaian antara teori dalam undang-undang ataupun peraturan lainnya dengan keadaan yang sedang diteliti, sehingga akan memperoleh suatu hasil berupa kesimpulan dan saran.

6. Cara Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode deduktif, artinya ialah metode penarikan kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya bersifat umum.

C. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI TANPA PEMERIKSAAN SUBSTANTIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DESAIN INDUSTRI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 594 K/PDT.SUS-HKI.2017)

1. Pendaftaran Desain Industri Biolife Borneo Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Pada prinsipnya Desain Industri mendapat perlindungan apabila melakukan permohonan pendaftaran Desain Industri pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Sebelum diberikan hak desain industri pemohon harus memenuhi 2 (dua) pemeriksaan yaitu: Pemeriksaan Administratif yang diatur pada Pasal 24 Undang-Undnag Desain Industri, pemeriksaan ini berkaitan dengan kelengkapan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 Undang-Undang Desain Industri, selain itu pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa suatu desain industri tidak melanggar ketentuan Pasal 4 Undan-Undang Desain Industri

Adapun pemeriksaan yang dilakukan dalam tahap pemeriksaan administratif ini meliputi pemeriksaan fisik berupa:

a) Pemeriksaan fisik: pemeriksaan terhadap bentuk, jenis, ukuran, serta hal-ha yang berkaitan dengan kualitas fisik kelengkapan permohonan;

(7)

7

b) Pemeriksaan persyaratan formalitas: pemeriksaan kelengkapan-kelengkapan yang harus dilampirkan dalam permohonan;

c) Pemeriksaan kejelasan pengungkapan: pemeriksaan yang berkaitan dengan lingkup desain yang dimohonkan pendaftarannya, berkenaan dengan kriteria desain industri yang diatur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Desain Industri, kesatuan permohonan Pasal 13 dan tidak bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Desain Industri.10

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menghasilkan keputusan penolakan permohonan pendaftaran desain industri atau memberitahukan ditarik kembalinya permohonan pendaftaran karena dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Desain Industri. Sedangkan permohonan yang diterima yaitu telah memenuhi persyaratan Pasal 4 dan Pasal 11 Undang-Undang Desain Industri, selanjutnya akan diumumkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan menempatkan pengumuman dalam saran khusus yang dapat mudah dilihat dengan jelas oleh masyarakat selama kurun waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal penerimaan, tanggal penerimaan ini adalah tanggal diterimanya permohonan yang telah memenuhi persyaratan pada Pasal 18 Undang-Undang Desain Industri.

Yang kedua, Pemeriksaan Substantif pengertian dari pemeriksaan substantif sendiri adalah suatu pemeriksaan terhadap permohonan berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Desain Industri terkait unsur kebaruan dan Pasal 4 Undang-Undang-Undang-Undang Desain Industri terkait Desain Industri yang harus ditolak, hal ini dilakukan untuk mengetahui aspek kebaruan yang dimohonkan, yang dilakukan dengan menggunakan refrensi yang ada.11 Pemeriksaan Substantif dilakukan untuk memberikan keputusan penerimaan atau penolakan permohonan pendaftran desain Industri. Berdasarkan ketentuan Pasal 26 Ayat (5) Undang-Undang Desain Industri suatu pemeriksaan substantif dilakukan apabila terdapat keberatan dari pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu pengumuman permohonan desain yang dilakukan selama 3 (tiga) bulan di berita resmi desain industri. Sehingga pemeriksaan substantif desain industri dilakukan apabila terdapat pihak yang mengajukan keberatan terhadap permohonan desain industri, ketika tidak ada pihak yang mengajukan keberatan maka pemeriksaan substantif tidak perlu dilakukan. Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa

10 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Peratuan Pelaksana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 11 Ayat (1) jo Penjelasan Pasal 11 Ayat (1).

(8)

8

yang merupakan tenaga ahli selaku pejabat fungsional Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang secara khusus dilatih dan dididik untuk melaksanakan tugas tersebut diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Menteri

Dalam ketentuan Undang-Undang tidak mengatur secara rinci terkait tata cara pemeriksaan substantif melainkan diatur lebih lanjut dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Beberapa hal yang menjadi bahan pemeriksaan dalam tahap pemeriksaan substantif diatur pada Pasal 24 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 meliputi:

a. Kebaruan Desain Industri;

b. Hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama dan kesusilaan;

c. Kesatuan pemohonan; dan

d. Hal-hal yang berkaitan dengan kejelasan pengungkapan Desain Industri. Terhadap permohonan pendaftaran desain industri yang tidak diajukan keberatan dalam proses pengumuman yang dilakukan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual selama 3 (tiga) bulan pada Berita Resmi Desain Industri, maka Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menerbitkan dan memberikan sertifikat Hak Desain Industri kepada Pemohon Pendaftaran sebagaimana ketententuan Pasal 29 Ayat (1) Undang-undang Desain Industri. Dengan lahirnya sertifikat hak desain industri tersebut pemohon mendapatkan perlindungan terhitung sejak tanggal penerimaan pendaftaran.

Permohonan pendaftaran desain botol Biolife Borneo yang didistribusikan oleh Mariana dkk merupakan desain yang dilindungi dengan diterbitkannya sertifikat hak desain Industri pada tahun 2016 dengan nomor pendaftaran DD000004473 atas nama PT Mitramulia Makmur, sehingga dapat disimpulkan bahwasanya dalam proses permohonan pendaftaran telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang, yakni dalam proses pemeriksaan administratif sedangkan dalam proses pemeriksaan substantif tidak dilakukan dikarenakan tidak adanya keberatan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan. Sehingga berdasarkan amanat yang dalam Undang-Undang Desain Industri dalam kurun waktu 30 hari setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman dalam berita resmi desain industri, direktorat jenderal harus menerbitkan dan memberikan sertifikat sebagai bukti telah diterima dan dilindunginya suatu desain industri pemohon.

(9)

9

Meskipun telah mendapatkan sertifikat hak desain industri sebagai bukti telah dilindunginya suatu desain industri, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya gugatan dikemudian hari oleh pihak yang berkepentingan terhadap suatu desain industri yang telah didaftar dan mendapat sertifikat hak desain industri. Karena, dalam pengaturan Undang-Undang Desain Industri memberi kesempatan untuk mengajukan gugatan bagi siapapun yang merasa hak desainnya telah dilanggar pihak lain, hal ini diupayakan untuk melindungi hak-hak pendesain yang telah menggunakan intelektualnya untuk menghasilkan suatu karya desain industri. Selain itu pemegang hak juga bisa mengajukan gugatan pidana maupun perdata dalam hal terjadi adanya pelanggaran hak desain industri. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga setempat bagi tergugat yang bertempat tinggal di Indonesia, dan Diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat bagi tergugat yang bertempat tinggal diluar Indonesia. Selain penyelesaian hukum melalui gugatan, para pihak yang dalam sengketa dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase ataupun alternatif penyelesaian sengketa lainnya seperti ngeosiasi, mediasi, dan konsiliasi. Terhadap Dart Industries yang menemukan adanya persamaan konfigurasi desain botol Biolife Borneo yang didistribusikan oleh Mariana dkk dengan desain industri Eco Bottle Tupperware miliknya, menurut ketentuan dalam Undang-Undang Desain Industri berhak mengajukan gugatan kepada Pengadilan selaku pihak yang berkepentingan, meskipun dalam faktanya Biolife Borneo telah memiliki sertifikat Desain Industri Nomor Pendaftaran DD000004473. Meskipun dalam proses permohonan pendaftaran desain industri biolife borneo lolos dengan tidak adanya keberatan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, Dart Industries tetap dapat mengajukan gugatan pada Pengadilan dengan memberikan bukti-bukti pendukung terhadap tuntutannya. Karena pada dasarnya Desain Industri yang menjadi bagian dari hak kekayaan intelektual melindungi karya hasil ide penemu dari adanya pihak lain yang menyalahgunakan ide tersebut.

2. Putusan Hakim terhadap Sengketa Desain Industri Biolife Borneo dan Eco Bottle Tupperware menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

a. Pertimbangan Hakim Pengadian Niaga Semarang pada Putusan Nomor 02/Pdt.Sus-HAKI/2016/PN.Niaga.Smg

(10)

10

Terhadap gugatan yang diajukan oleh Dart Industries Inc terkait ditemukannya desain botol Biolife Borneo yang dianggap memiliki Persamaan Konfigurasi dengan Eco Bottle Tupperware, dengan tidak adanya perbedaan dengan desain yang telah ada sebelumnya maka suatu desain industri tidak memenuhi prinsip kebaruan yang harus ada dalam permohonan pendaftaran desain industri sebagaimana ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Desain Industri yang menyatakan bahwa: “Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yan telah ada sebelumnya”.

Dalam salah satu petitumnya, Dart Industries memohon pada Pengadilan Niaga untuk “Menyatakan bahwa konfigurasi desain botol yang dipasarkan oleh Para Tergugat memiliki persamaan dengan konfigurasi desain berdasarkan pendaftaran Desain Industri Nomor ID 0024 152-D milik Penggugat”. Pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga Semarang memutusakan bahwa konfigurasi desain botol yang dipasarkan oleh Para Tergugat memiliki persamaan dengan konfigurasi pendaftaran Desain Industri Nomor ID 0024 152-D milik Penggugat; hal ini dilihat dari adanya persamaan pola konfigurasi empat lekukan mencekung kedalam di bagian tengah botol, konfigurasi lekukan yang mana tercetak didalam bentuk botol yang secara visual menyerupai lekukan pada angka 8, selain itu pada pola botol Biolife Borneo juga menggunakan pola konfigurasi garis ulir penutup pada bagian dalam dua tingkat. Maka berdasarkan ketentuan Undang-Undang Desain Industri Pasal 2 (Ayat) 2 tidak dianggap baru terhadap suatu desain yang memiliki persamaan dengan Desain yang telah ada sebelumnya dan terhadapnya tidak mendapatkan perlindungan. Meskipun dalam pemeriksaan yang dilakukan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Desain Biolife Borneo lolos kualifikasi desain yang memiliki kebaruan, namun dalam pemeriksaan dalam gugatan di Pengadilan Niaga Semarang menyatakan bahwasanya desain Biolife Borneo memiliki persamaan dengan Desain Eco Bottle Tupperware. Berikut perbandingan desain eco Bottle Tupperware milik Dart Industries dan desain Biolife Borneo yang di distribusikan oleh Mariana dkk:

(11)

11

Desain Biolife Borneo

Desain Eco Bottle Tuppeware

Menurut pendapat Ranti Fauza mayana dalam menentukan unsur baru atau tidaknya suatu desain merupakan suatu hal yang sulit. Selain itu, berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada bapak Ahmad Rifadi, SH., M.Si selaku Kasi Pertimbangan Hukum dan Litigasi Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri pada tanggal 3 Desember 2018, dalam kesempatan penulis berdiskusi tentang kebaruan dalam praktik yang dilakukan dalam Pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual ditentukan dari adanya kreasi yang menimbulkan kesan estetesis pada suatu permohonan desain industri, dalam praktiknya sendiri unsur kebaruan telah dilakukan pengecekan dimuka pendaftaran dalam hal ini dilakukan pada tahap pemeriksaan administratif setelah itu dilakukan pengumuman untuk memberikan kesempatan pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan desain industri dalam jangka waktu pengumuman tersebut.

(12)

12

Pertimbangan selanjutnya Hakim menyatakan bahwa konfigurasi desain botol yang dipasarkan oleh Para Tergugat melanggar hak desain industri dari Penggugat berdasarkan pendaftaran Desain Industri Nomor ID 0024 152-D; terkait pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa desain Biolife Borneo memiliki persamaan dengan desain Eco Bottle Tupperware maka terdapat pelanggaran hak desain industri yang dilakukan oleh distributor biolife borneo. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Desain Industri: “Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa perssetujunnya membuat, memakai, menjual, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri”.

Dalam sengketa ini Mariana dkk melakukan pelanggaran hak desain industri dengan mendistribusikan botol Biolife Borneo yang memiliki persamaan konfigurasi dengan desain eco bottle tupperware milik Dart Industries Inc yang telah terlebih dahulu melakukan pendaftaran dan dlindungi oleh hak industri yang diberikan oleh Negara.

Hakim memerintahkan kepada Para Tergugat (Mariana dkk) untuk menghentikan semua perbuatan yang berkaitan pelanggaran atas hak desain industri dari Penggugat berdasarkan pendaftaran Desain Industri Nomor ID 0024 152-D; pertimbangan ini didasarkan atas pelanggaran hak desain industri yang dilakukan Distributor Biolife Borneo yang telah melanggar Hak Desain Industri Eco Bottle Tupperware dengan demikian Dart Industries inc selaku pemegang hak desain industri dapat menggugat siapapun dengan sengaja tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 9 Undang-Undang Desain Industri berupa:

a. Gugatan Ganti Rugi;

b. Penghentian semua perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9.12 Pertimbangan Majelis terhadap keberatan-keberatan yang diajukan oleh Penggugat terhadap para Tergugat sebagaimana termuat dalam gugatan adalah sangat prematur karena para Tergugat adalah sekedar atau orang yang memasarkan barang dan menjual atas suatu barang dan sama sekali tidak memproduksi atas suatu barang yang di sengketakan oleh Penggugat dengan demikian maka terhadap tuntutan gugatan penggugat atas para Tergugat adalah salah alamat dan tidak lengkap untuk itu Majelis hakim berpendapat bahwa gugatan tersebut harus tidak dapat diterima,

(13)

13

terlebih lagi gugatan yang diajukan penggugat meminta Pengadilan menyatakan bahwasanya desain Biolife Borneo memiliki persamaan dengan desain Eco Bottle Tupperware sehingga terhadap Biolife Borneo tidak memiliki unsur kebaruan yang menjadi prinsip utama suatu desain industri dapat dilindungi. Didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Desain Industri pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Desain Industri, dikarenakan dalam Pasal 38 Ayat (1) menyatakan: “Gugatan Pembatalan pendaftaran Desain Industri dapat diajukan oleh para pihak yang berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 kepada Pengadilan Niaga”

Sehingga terhadap pertimbangan hakim yang menyatakan gugatan yang diajukan Dart Industries Inc kepada Mariana dkk selaku distributor Biolife Borneo salah alamat dan tidak dapat diterima, terlebih Dart Industri meminta Pengadilan untuk menyatakan desain Biolife Borneo memiliki Persamaan dengan Eco Bottle Tupperware sudah tepat berdasarkan ketentuan Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Desain Industri, dikarenakan gugatan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Desain Industri terkait kebaruan harusnya dilakukan dalam hal gugatan Pembatalan Pendaftaran Desain Industri kepada pemegang Sertifikat Hak Desain Industri yang diduga melaggar hak desain industri.

b. Pertimbangan Hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 594 K/Pdt.Sus-HKI.2017

Setelah gugatan Dart Industries Inc dinyatakan tidak diterima oleh Pengadilan Negeri Semarang, Dart Industries Inc mengajukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung. Dalam Putusan Kasasi Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan:

a) Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi Dart Industries Inc, tersebut;

b) Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 02/Pdt.Sus-HAKI/2016/PN.Niaga.Smg, tanggal 27 Desember 2016. Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kasasi Dart Industries Inc terkait ditemukannya persamaan konfigurasi Eco Bottle Tupperware milik Dart Industries Inc dengan desain industri botol Biolife Borneo yang didistribusikan oleh Mariana dkk dan telah mendapatkan Sertifikat Hak Desain Industri dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada tahun 2016. Hakim menyatakan bahwasanya konfigurasi Biolife Borneo memiliki persamaan dengan

(14)

14

konfigurasi Eco Bottle Tupperware hal ini sejalan dengan pertimbangan pada Hakim Pengadilan Niaga Semarang. Namun, terdapat perbedaan pertimbangan antara keduanya dalam hal ini Majelis Hakim Mahkamah Agung tidak sependapat dengan pertimbangan Pengadilan Niaga yang menyatakan bahwasanya gugatan penggugat kepada tergugat atau Mariana dkk selaku distributor Biolife Borneo salah alamat. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Desain Industri, bahwasanya pemegang desain industri berhak melarang siapapun yang menggunakan desain indsutri miliknya tanpa persetujuan tak terkecuali kepada distributor, sehingga menurut Majelis Hakim Mahkamah Agung gugatan yang diajukan oleh Penggugat beralasan dan dapat diterima, mengingat Mariana dkk yang merupakan distributor Biolife Borneo termasuk pada pihak yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 9 Ayat (1) tersebut. Sehingga terhadap Mariana dkk yang telah mendistribusikan produk dengan desain yang memiliki persamaan dengan konfigurasi desain yang telah terdaftar eco bottle tupperware, merupakan perbuatan yang melanggar hukum, sehingga gugatan ganti rugi yang diajukan oleh Dart Industries Inc cukup adil untuk dikabulkan, dan menyerahkan persediaan botol-botol milik tergugat kepada penggugat agar tidak disalahgunakan.

Meskipun pada Putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwasanya gugatan yang diajukan Dart Industries Inc Kepada Mariana dkk selaku distributor Biolife Borneo telah tepat dan sempurna sehingga beralasan untuk diterima, perlu diperhatikan bahwa salah satu gugatan yang diajukan Dart Industries Inc adalah meminta Pengadilan untuk menyatakan bahwa konfigurasi desain botol yang dipasarkan oleh Mariana dkk memiliki persamaan dengan konfigurasi desain berdasarkan pendaftaran Desain Industri Nomor ID 0024 152-D milik Dart Industries Inc, dalam hal ini gugatan yang diajukan penggugat dengan maksud agar Desain Biolife Borneo dinyatakan memiliki persamaan dengan konfigurasi desain Eco Bottle Tupperware, dengan ditemukannya persamaan konfigurasi antara dua desain tersebut maka desain Biolife Borneo tidak memiliki kebaruan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Desain Industri yang menyatakan hak desain industri hanya diberikan kepada desain yang memiliki kebaruan.

Sebagaimana diatur pada Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Desain Industri terhadap gugatan dengan alasan Pasal 2 Undang-Undang Desain Industri diajukan

(15)

15

pihak yang berkepentingan dalam rangka pembatalan suatu desain Industri. Dalam sengketa yang terjadi Mariana dkk hanya menjadi distributor dari Biolife Borneo bukan menjadi pemilik Hak Desain Industri Biolife Borneo sehingga gugatan dengan alasan Pasal 2 seharusnya diajukan oleh Dart Industries Inc kepada PT Mitramulia Makmur selaku pemegang Hak Desain Industri, sedangkan Mariana dkk menjadi turut tergugat dalam gugatan yang diajukan. Dalam pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan tingkat kasasi kurang tepat, perlu diperhatikan gugatan yang diajukan Dart Industries Inc terkait permohoanan untuk menyatakan bahwa konfigurasi desain botol yang dipasarkan Mariana dkk memiliki persamaan dengan konfigurasi desain Dart Industries Inc seharusnya diajukan pada gugatan pembatalan desain industri kepada pemegang hak desain indsutri Biolife Borneo, sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Desain Industri.

D. PENUTUP 1. Kesimpulan

a. Pemeriksaan substantif sebagaimana yang diatur pada Undang-Undang Desain Industri hanya dapat dilakukan terhadap adanya keberatan yang dilakukan oleh pihak yang berkepentingan dalam pengumuman yang dilakukan di berita resmi desain industri. Terhadap permohonan pendaftaran desain industri yang tidak diajukan keberatan dalam proses pengumuman sebagaimana dalam kasus Biolife Borneo, maka Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual harus menerbitkan dan memberikan sertifikat desain industri kepada pemohon. Ketentuan dalam Undang-Undang tidak mengatur secara jelas tata cara Pemeriksaan Substantif melainkan diatur lebih lanjut dalam kentuan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang mengatur permohonan pendaftaran desain industri tanpa adanya pemeriksaan substantif dapat dibenarkan karena pada dasarnya pemeriksaan substantif hanya dapat dilakukan apabila ada pihak yang mengajukan keberatan. Meskipun demikian ketentuan Undang-Undang memberikan kesempatan bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan apabila menemukan fakta adanya pelanggaran yang dilakukan pendesain yang telah memiliki sertifikat maupun pihak ketiga yang terkait secara langsung dengan desain tersebut, untuk gugatan pidana maupun perdata kepada Pengadilan Niaga.

(16)

16

b. Berdasarkan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung terhadap gugatan yang diajukan oleh Dart Industries Inc kepada Mariana dkk selaku distributor Biolife Borneo menyatakan bahwa gugatan penggugat telah tepat dan sempurna sehingga beralasan untuk diterima dengan menyatakan bahwasanya Botol Biolife Borneo memiliki persamaan konfigurasi dengan Eco Bottle Tupperware Milik Dart Industries Inc. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung berbeda dengan pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga Semarang yang menyatakan bahwa Mariana dkk (Distributor Biolife Borneo) bukanlah pihak yang tepat untuk diajukan gugatan terkait kebaruan. Dalam hal terjadinya suatu sengketa dikemudian hari terhadap desain yang telah terdaftar dan diduga memiliki persamaan dengan dengan desain yang telah terdaftar sebelumnya sebagaimana Biolife Borneo dengan Eco Bottle Tupperware ini dapat diajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga. Dart Industri menggugat Mariana dkk untuk membayar ganti rugi dan penarikan persediaan botol milik tergugat untuk dihancurkan selain itu meminta kepada pengadilan untuk menyatakan bahwasanya konfigurasi botol Biolife Borneo memiliki persamaan dengan Eco Bottle Tupperware miliknya. Berdasarkan ketentuan Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Desain Industri menyatakan: “Gugatan pembatalan Desain Industri dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 atau Pasal 4”. Sehingga terhadap gugatan Dart Industries Inc terkait alasan permintaan penetapan bahwa konfigurasi Biolife Borneo yang didistribusikan Mariana dkk memiliki persamaan dengan Eco Bottle Tupperware, merupakan alasan sebagaimana dimaksud Pada Pasal 2 Undang-Undang Desain Industri yakni terkait prinsip kebaruan, seharusnya Dart Industries Inc mengajukan gugatan dengan alasan tersebut kepada pemegang Hak Desain Industri yang terkait secara langsung terhadap produksi botol Biolife Borneo dan pemilik Hak Desain Industri Biolife Borneo dalam hal ini PT Mitramulia Makmur dan memposisikan Mariana dkk sebagai para turut tergugat karena dalam sengketa ini Mariana dkk merupakan distributor Biolife Borneo. Sehingga pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa desain industri antara Dart Industries Inc dengan Mariana dkk tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Desain Industri.

2. Saran

Perlu dilakukan upaya-upaya pemeriksaan yang lebih ketat terkait syarat dapat diterimanya permohonan pendaftaran desain industri sebelum dilakukannya proses pengumuman pendaftaran desain industri, sehingga dapat meminimalisir terjadinya

(17)

17

gugatan yang terjadi pasca pemberian sertifikat hak desain industri terhadap permohonan pendaftaran yang tidak diajukan keberatan pada proses pengumuman.

E. DAFTAR PUSTAKA Buku:

Djumhana, Muhammad dan R Djubaedillah. Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia,. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1999.

Djumhana, Muhammad. Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999

.

Hesket, John. Desain Industri. Jakarta: Rajawali, 1986.

Ismail, Tjip. Hak atas Kekayaan Intektual. Jakarta: PT Kreasindo Mandiri, 2011.

Isnani, Yusran. Buku Pintar HAKI, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Margono, Suyud dan Amir Angkasa. Komersialisasi Aset Intelektual: Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: PT Gramedia widiasarana Indonesia, 2002.

Margono, Suyud. Aspek Hukum Komersialitas: Aset Intelektual, Bandung: CV Nuansa Aulia. 2010.

Marwan, M dan Jimmy P. Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher, 2009.

Mayana, Ranti Fauza. Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004.

Moleong, Lexy. Metodologi Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005.

Nurachmad, Much. Segala tentang HAKI Indonesia. Yogjakarta: Buku Biru, 2012. Purwaningsih, Endang. Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Bandar Maju, 2012.

(18)

18

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015.

Sinungan, Ansori. Perlindungan Desain Industri: Tantangan dan Hambatan dalam Praktiknya di Indonesia. Bandung: PT Alumni, 2011.

Soekanto, Soerjono, Sri Mahmudji,.Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2011.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Ilmu Hukum, Depok: UI-Press, 2015.

Soeparman, Andriensjah. Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain Industri. Bandung: PT Alumni, 2013.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Usman, Rachmadi. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: Alumni, 2003.

Zen Umar Purba, Achmad. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Bandung: PT Alumni,

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Rujukan Elektronik:

Sejarah Pekembangan Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI)” (On-line), tersedia pada www.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki (18 Desember 2018).

(19)

19

Agreement on Trade-Related Aspect of Intellectual Property Rights. Tersedia pada

Referensi

Dokumen terkait

baik dan buruknya suatu perbuatan, terdakwa juga dapat mengetahui dan dapat membedakan suatu perbuatan yang termasuk perbuatan malawan hukum dan perbuatan mana yang tidak

Dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 5 Tahun 1999, pemusatan kegiatan adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat

Kegiatan Redistribusi Tanah Objek Landreform (TOL) yang telah diselenggarakan oleh Pemerintah Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten Bogor, berdasarkan hasil analisa yang

Penelitian mengenai “Peran DPRD Kabupaten Sumbawa Dalam Pelaksanaan Kerjasama Yang Dilakukan Oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Dengan Lembaga Luar Negeri

Harta pusaka tinggi merupakan harta yang diperoleh secara turun menurun dalam adat Minangkabau disebutkan “dari ninniak turun ka mamak dari mamak turun ka kamanakan” dan

Garuda Indonesia selaku pengangkut belum bertanggung jawab atas kehilangan uang didalam bagasi tercatat milik penumpang Bapak Ihsan, berdasarkan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1

Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (2) oleh Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang pada prinsipnya apabila

Dan menurut hasil wawancara penulis dengan saksi kecelakaann lalu lintas tersebut dapat dibuktikan bahwa pihak pengangkut yang bersalah karena pengemudi bus Sinar Jaya