TANGGUNG JAWAB PT GARUDA INDONESIA ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT MILIK PENUMPANG PADA PENERBANGAN PALEMBANG–
JAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DIBIDANG PENERBANGAN
Annisa Riana Putri
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: annisariana123@gmail.com)
Siti Nurbaiti
(Dosen Fakultas Hukum Trisakti) (Email: siti.n@trisakti.ac.id)
ABSTRAK
Pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara penyelenggara pengangkutan dengan pengguna jasa untuk mengangkut orang dan atau barang ke tempat tujuan tertentu sesuai dengan selamat. Dalam prakteknya pengangkutan tidak selalu berjalan dengan lancar, seperti dalam kasus terkait Bagasi Tercatat milik penumpang yang tidak sampai di tempat tujuan dengan selamat. Bagaimana tanggung jawab PT Garuda Indonesia terhadap hilangnya barang dalam Bagasi Tercatat milik penumpang pada penerbangan Palembang-Jakarta dan bagaimana bentuk ganti kerugian yang diberikan oleh PT Garuda Indonesia terhadap hilangnya barang dalam Bagasi Tercatat milik penumpang pada penerbangan Palembang-Jakarta. Penelitian dengan metode penelitan normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan data primer sebagai data pendukung yang dianalisis secara kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. PT. Garuda Indonesia sebagai pengangkut tidak bertanggung jawab atas Bagasi Tercatat milik penumpang sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan jo Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Angkutan Udara dan PT. Garuda Indonesia tidak memberikan ganti kerugian kepada penumpang mengenai hilangnya barang dalam bagasi tercatat berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Angkutan Udara.
Kata Kunci: Hukum Pengangkutan, Tanggung Jawab Terhadap Bagasi Tercatat PT. Garuda Indonesia
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dikelilingi oleh luasnya lautan dan tiap daerahnya berbentuk kepulauan yang luas dengan letak geografis antara satu pulau dengan pulau yang lain memiliki jarak yang berjauhan. Dalam hal terjalinnya hubungan antara daerah-daerah di Indonesia yang luas, maka di Indonesia membutuhkan sarana transportasi.1 Berkaitan dengan transportasi, maka erat kaitannya dengan hal istilah pengangkutan. Pengangkutan sendiri mempunyai pengertian yaitu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.2 Selain dengan pengertian dari pengangkutan, pengangkutan juga memiliki fungsi yaitu memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin lama semakin modern, masyarakat Indonesia lebih memilih untuk menggunakan pesawat udara sebagai sarana pengangkut untuk menunjang kegiatannya karena dinilai lebih efektif dan efisien karena dengan menggunakan transportasi pesawat udara dapat menghemat waktu untuk berpergian antar daerah/kota maupun antar negara. Penerbangan sendiri adalah salah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.3 Dalam hal penyelenggaraan penerbangan maka terdapat 2 (dua) bentuk kegiatan di dalam penerbangan, yaitu Angkutan Udara Niaga dan Angkutan Udara Bukan Niaga. Di dalam
1 Elfrida R.Gultom, Hukum Pengangkutan Udara, (Jakarta: Literata Lintas Media 2005), h.1. 2 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia jilid 3, (Jakarta: Djambatan, 1991), h.1.
hal angkutan udara tidak selamanya berjalan dengan lancar, banyak hal-hal terjadi di dalam berjalanannya kegiatan usaha tersebut yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak menyenangkan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak angkutan udara maupun pengguna jasa angkutan udara. Tanggung jawab pengangkut untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam penerbangan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, dimana Tanggung Jawab Pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.4
2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis akan merumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap hilangnya Bagasi Tercatat milik penumpang pada penerbangan Palembang-Jakarta berdasarkan peraturan dibidang penerbangan?;
b. Bagaimana bentuk ganti kerugian PT. Garuda Indonesia terhadap Bagasi Tercatat milik penumpang pada penerbangan Palembang-Jakarta berdasarkan peraturan dibidang penerbangan?
B. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian
Penelitian tentang “Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia Atas Hilangnya Bagasi Tercatat Milik Penumpang Pada Penerbangan Palembang-Jakarta Berdasarkan Peraturan Dibidang Penerbangan.” merupakan penelitian normatif, pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, dimana di dalamnya juga memerlukan data primer sebagai pendukung dari data sekunder. Adapun
4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Pasal 1 angka 3.
penelitian hukum normatif melakukan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan peraturan-peraturan dibidang penerbangan dalam hal tanggung jawab dan ganti rugi oleh pengangkut.5 Obyek yang dianalisis oleh penulis dengan cara meneliti dan menganalisis peraturan hukum yang berkaitan dengan hukum pengangkutan udara dan tanggung jawab PT. Garuda Indonesia sebagai pengangkut dalam hal hilangnya bagasi tercatat milik penumpang dan bentuk ganti kerugian PT. Garuda Indonesia terhadap hilangnya bagasi tercatat seperti yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
2. Sifat Penelitian
Melihat dari sudut sifatnya penulisan ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu dengan memberikan gambaran mengenai gejala-gejala yang terjadi di dalam masyarakat mengenai manusia, keadaan atau gejala-gejala yang lainnya.6
3. Jenis Data
Jenis data terdiri dari 2 (dua) jenis data, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data utama yang akan digunakan penulis dalam penyelesaian makalah ilmiah, sedangkan data primer merupakan data yang digunakan untuk mendukung dari data sekunder yang dikumpulkan.
Sumber data merupakan tempat dimana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Sekunder
5 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) h.13 et seq.
Di dalam data sekunder dibagi menjadi 2 bahan hukum, diantaranya sebagai berikut:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat7 terdiri dari:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer);
b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan; c) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bahan hukum primer.8 Antara lain seperti buku, artikel atau literatur.
b. Data Primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya.9 Data primer digunakan sebagai pendukung untuk data sekunder. Dimana penulis mencari informasi dari informan dengan menggunakan pedoman wawancara yang dilakukan kepada pihak yang bersangkutan dengan penelitian ilmiah ini.
4. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan dilakukan di beberapa tempat seperti Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan membaca buku yang bersangkutan dengan hukum pengangkutan udara dan bahan lain yang terkait dengan judul penulisan ini, maupun mengakses data melalui media internet. Pengumpulan data melalui studi lapangan dilakukan dengan wawancara kepada Ibu Rotua Mardiana selaku Senior Manager Ground Service PT. Garuda Indonesia.
7 Ibid., h.52. 8 Ibid. 9 Ibid., h.51.
5. Analisis Data
Data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.10
6. Cara Penarikan Kesimpulan
Metode penarikan kesimpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dengan pola pikir deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.11 Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis pengertian atau konsep-konsep umum mengenai konsep-konsep tanggung jawab pengangkut dan bentuk ganti kerugian dari aspek hukum pengangkutan udara.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Hilangnya Bagasi Tercatat Milik Penumpang Pada Penerbangan Palembang-Jakarta
pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkutan mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.12 Dalam hal ini angkutan udara yaitu kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.13 Dalam kasus terkait jenis angkutan udara tersebut adalah angkutan udara niaga yang diatur didalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang menyatakan bahwa: “Angkutan
10 Ibid., h.32. 11 Ibid., h. 5.
12 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 3, Op.Cit, h.2.
udara untuk umum dengan memungut pembayaran.”14 Perjanjian pengangkutan yaitu persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.15
Berdasarkan perjanjian pengangkutan tersebut, maka para pihak pun harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat sah perjanjian tersebut syarat pertama yaitu kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya, dalam kasus ini telah terjadi kesepakatan antara Bapak Ihsan dengan PT. Garuda Indonesia selaku pengangkut yang dibuktikan dengan dokumen berupa tiket pesawat tujuan Palembang-Jakarta, Dalam tiket tersebut terdapat tanggal pengeluarannya yang mana perjanjian tersebut berlaku sejak tanggal pengeluaran tersebut. Selanjutnya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, dimana dalam kasus ini Bapak Ihsan dianggap telah dewasa dan dapat dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum karena telah berusia lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun, maka dalam hal ini Bapak Ihsan juga sudah cakap untuk membuat perjanjian. Kemudian syarat ketiga, suatu hal tertentu, dalam kasus ini objek perjanjiannya adalah untuk mengadakan pengangkutan penumpang dan barang ke suatu tempat tujuan tertentu dengan selamat, Dalam hal ini objek yang dimaksud adalah mengantarkan Bapak Ihsan selamat sampai tujuan yaitu Bandara Soekarno-Hatta. Syarat keempat, suatu sebab yang halal, dimana dalam kasus ini pengangkutan yang diadakan merupakan kausa yang halal dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan tentang Pengangkutan Udara.
Berdasarkan syarat-syarat sah nya perjanjian yang telah diuraikan diatas maka syarat-syarat perjanjian pengangkutan udara tersebut telah terpenuhi. Dalam kasus terkait tanggung jawab pengangkut dalam hal kehilangan bagasi tercatat, yang dialami oleh Bapak Ihsan, berdasarkan ketentuan Pasal
14 Ibid., Pasal 1 ayat (14).
144 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan yang menyatakan:
“Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.”16
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara dalam ketentuan Pasal 2 yang menyatakan:
“Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap
a. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka; b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin;
c. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat; d. Hilang, musnah atau rusaknya kargo;
e. Keterlambatan angkutan udara;
f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.”
Terkait dengan aturan-aturan tersebut, dapat dikatakan bahwa terhadap kasus kehilangan bagasi tercatat, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab, tidak terkecuali pada kasus kehilangan bagasi tercatat milik Bapak Ihsan saat Penerbangan Palembang-Jakarta. Maka dalam hal ini PT. Garuda Indonesia selaku pengangkut berdasarkan sistem tanggung jawab
presumption of liability pada ketentuan perundang-undangan tersebut selalu
dianggap bertanggung jawab. Dalam sistem tanggung jawab Presumption
of liability sistem tersebut mempunyai keuntungan yakni bagi pengguna
jasa angkutan, penumpang, dan pengirim atau penerima kargo, mereka tidak perlu membuktikan adanya unsur kesalahan di pihak pengangkut dalam menuntut ganti rugi jika terjadi kerugian. Selain itu, sistem presumption of
liability mempunyai kelemahan dalam penerapan prinsip ini dapat
menyebabkan proses pemberian ganti rugi kepada korban atau keluarga korban menjadi lama yang disebabkan karena pengangkut diberikan
kesempatan untuk membuktikan bahwa pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab bila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian yang terjadi bukan akibat kesalahannya.
Tanggung jawab yang dapat diberikan oleh PT. Garuda Indonesia yaitu hanya membantu penumpang yang kehilangan bagasi tercatat untuk membuat laporan atas bagasi tercatat yang hilang serta membantu melakukan investigasi dengan menghubungi seluruh jajaran di PT. Garuda Indonesia dan petugas pelayanan bagasi agar masalah dapat diselesaikan.
Dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara menyatakan:
“Pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga atau barang yang berharga milik penumpang yang disimpan di dalam bagasi tercatat, kecuali pada saat pelaporan keberangkatan (check-in), penumpang telah menyatakan dan menunjukan bahwa di dalam bagasi tercatat terdapat barang berharga atau barang yang berharga, dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya”
Dalam hal kasus yang dialami Bapak Ihsan, kejadian tersebut bukan terjadi karena kesalahan pengangkut karena sudah terdapat aturan mengenai barang yang tidak boleh dibawa dan dimasukan ke bagasi tercatat, uang juga termasuk dalam kategori barang berharga yang tidak boleh dibawa ke dalam bagasi tercatat. Maka PT. Garuda Indonesia hanya dapat bertanggung jawab dan membantu sebatas membuat laporan penumpang kehilangan bagasi tercatatnya. Di dalam kasus ini PT. Garuda Indonesia selaku pengangkut tidak bertanggung jawab dalam hal kehilangan uang yang dimasukan ke dalam bagasi tercatat milik penumpang berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara serta kebijakan yang telah diatur dalam perusahaan PT. Garuda Indonesia.
2. Ganti Kerugian Yang Di Berikan oleh PT. Garuda Indonesia Terhadap Hilangnya Bagasi Tercatat Dalam Penerbangan Palembang-Jakarta
Tanggung jawab sangat erat kaitannya dengan ganti rugi yang telah ditentukan di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mana para pihak dalam perjanjian tersebut dalam hal ini perjanjian pengangkutan sudah ada kesepakatan untuk mengikatkan diri dan bertanggung jawab atas segala resiko yang akan timbul dari perjanjian tersebut. Dimana salah satu pihak yang merugikan atau melanggar perjanjian tersebut wajib bertanggung jawab dengan memberikan penggantian kerugian kepada pihak yang dirugikan. Menurut prinsip tanggung jawab Presumption of Liability dimana pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang timbul pada pengangkutan udara, tanpa adanya keharusan bagi pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa ada perbuatan melawan hukum atau tidak, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pihak yang dirugikan akan secara otomatis mendapatkan ganti rugi yang mana batasan ganti kerugiannya atau yang dikenal dengan Limitation of Liability yang akan diterima oleh pihak yang dirugikan telah diatur dan ditetapkan di dalam ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Jika dilihat dalam ketentuan Pasal 1 angka (22) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang menyatakan:
“Tanggung Jawab Pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.”
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab yang diberikan oleh pihak PT. Garuda Indonesia bahwa kasus yang dialami Bapak Ihsan mengenai hilangnya uang dibagasi tercatat hanya bisa membantu sampai membuat laporan pengaduan kehilangan bagasi tercatat dan melakukan investigasi dengan menghubungi seluruh jajaran baik di Bandara Jakarta maupun di Bandara Palembang, terkait tanggung jawab sudah jelas PT. Garuda Indonesia selaku pengangkut tidak bertanggung jawab dalam hal hilangnya
uang di bagasi tercatat milik Bapak Ihsan yang diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, maka tidak terdapat juga Pasal yang mengatur mengenai uang milik penumpang yang hilang dibagasi tercatat. Berdasarkan analisis tersebut menurut Penulis, PT. Garuda Indonesia sudah melaksanakan kewajibannya sebagai pengangkut. Terkait dengan kejadian yang dialami penumpang, sepenuhnya adalah kesalahan penumpang dan bukan terjadi karena kesalahan pengangkut. PT. Garuda Indonesia tidak bertanggung jawab untuk mengganti kerugian dalam hal hilangnya uang dibagasi tercatat milik Bapak Ihsan karena berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, juga dalam peraturan yang diterapkan dalam PT. Garuda Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap hilangnya barang berharga milik penumpang yang disimpan di dalam bagasi tercatat yang berarti dibawa oleh PT. Garuda Indonesia, dalam hal ini PT. Garuda Indonesia tidak memberikan ganti kerugian kepada Bapak Ihsan.
D. Penutup
1. Kesimpulan
a. PT. Garuda Indonesia selaku pengangkut belum bertanggung jawab atas kehilangan uang didalam bagasi tercatat milik penumpang Bapak Ihsan, berdasarkan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang menyatakan bahwa Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat dalam pengawasan pengangkut, berdasarkan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara menyatakan bahwa pengangkut belum bertanggung jawab
terhadap hilangnya barang berharga milik penumpang yang disimpan di dalam bagasi tercatat.
b. PT. Garuda Indonesia selaku pengangkut belum memberikan ganti kerugian atas kehilangan bagasi tercatat milik penumpang bapak Bernadus, walaupun berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf (a) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 dijelaskan bahwa pemberian ganti rugi atas kehilangan bagasi tercatat milik penumpang adalah sebesar Rp. 200.000, (dua ratus ribu rupiah) per kilogram dan paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang, berdasarkan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara menyatakan bahwa pengangkut belum bertanggung jawab terhadap hilangnya barang berharga milik penumpang yang disimpan di dalam bagasi tercatat.
2. Saran
Kepada PT. Garuda Indonesia:
a. Seharusnya lebih meningkatkan kualitas kerja para pegawainya dalam melaksanakan kegiatan penerbangan yaitu untuk memberikan himbauan kepada penumpang terhadap barang apa saja yang boleh dan tidak boleh disimpan di bagasi tercatat saat sedang melakukan proses check-in. Kepada Penumpang:
a. Seharusnya lebih berhati-hati dan memperhatikan himbauan yang telah diberikan pihak petugas maskapai bahwa barang berharga tidak dapat diletakkan didalam bagasi tercatat.
Daftar Referensi BUKU
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.
_______, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra Aditya Bakti,2013. _______, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,1990.
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010.
Dian Purnamasari, et.al. Hukum Dagang, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2010.
E. Suherman , Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara dan
Beberapa Masalah Lain dalam Bidang Penerbangan (kumpulan karangan),
Bandung: Alumni, 1979.
Elfrida R.Gultom. , Hukum Pengangkutan Udara, Jakarta: Literata Lintas Media, 2005.
_______, Hukum Pengangkutan Laut, Jakarta: Literata Lintas Media, 2009.
H.M.N Nasution, Manajemen Transportasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008. H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia jilid 3, Jakarta:
Djambatan, 1991.
H.Zainal Asikin, Hukum Dagang Jakarta: Rajawali Pers,2016.
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005. R. Soerkardono, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:CV Rajawali 1981.
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Jakarta: Universitas Trisakti, 2009.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRESS), 2005.
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2005 _______, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2006.
Sution Usman Adji, et.al., Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
ON-LINE DARI INTERNET
Profil PT. Garuda Indonesia tersedia di: https://www.garuda-indonesia.com/id/id/corporate-partners/corporate_index.page
“Penumpang Protes Barang di Bagasi Hilang” (On-Line) tersedia di: Penumpang Kehilangan Uang di Bagasi Pesawat Palembang-Jakarta, Ini Tanggapan Garuda Indonesia”(On-Line), tersedia di http://pekanbaru.tribunnews.
com/2018/11/26/penumpang-kehilangan-uang-di-bagasi-pesawat-palembang-jakarta-ini-tanggapan-garuda-indonesia diakses pada tanggal 15 Maret 2019.