PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Fisika
Oleh:
SURYOADHI WIRAWAN NIM. 0605969
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA
Oleh
Suryoadhi Wirawan
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Suryoadhi Wirawan 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA
Oleh : Suryoadhi Wirawan
NIM. 0605969
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I
Drs. Yuyu Rachmat Tayubi, M.Si. NIP. 195806081987031003
Pembimbing II
Mimin Iryanti, S.Si., M.Si. NIP. 197712082001122001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA
SMA
Suryoadhi Wirawan NIM. 0605969
Pembimbing I : Drs. Yuyu Rachmat Tayubi, M.Si. Pembimbing II : Mimin Iryanti, S.Si., M.Si.
Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI
ABSTRAK
Berdasarkan hasil observasi di salah satu SMA di Bandung, diperoleh informasi bahwa keterampilan berpikir siswa dalam pembelajaran fisika masih kurang dilatihkan dan nilai tes hasil belajar pada ranah kognitif siswa belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal. Model pembelajaran kreatif dan produktif merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan solusi dalam proses pembelajaran fisika untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif siswa dengan menerapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dalam pembelajaran fisika. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain one group pretest-posttest design dan jumlah sampel 40 siswa. Berdasarkan hasil penelitian, interpretasi nilai gain yang dinormalisasi pada keterampilan berpikir kritis diperoleh dengan kriteria sedang dan hasil belajar pada ranah kognitif dengan kriteria sedang. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kreatif dan produktif dalam pembelajaran fisika dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif siswa.
ABSTRACT
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 5
D. Variabel Penelitian ... 6
E. Definisi Operasional ... 6
F. Tujuan Penelitian ... 7
G. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
A. Model Pembelajaran ... 9
B. Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif ... 10
C. Belajar ... 11
D. Hasil Belajar ... 13
F. Keterkaitan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif
dengan Keterampilan Berpikir Kritis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Metode dan Desain Penelitian ... 23
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24
C. Instrumen Penelitian ... 24
D. Teknik Pengumpulan Data ... 26
E. Prosedur Penelitian ... 28
F. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 31
G. Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 35
H. Teknik Pengolahan Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Pelaksanaan Penelitian ... 42
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN ... 54
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 bahwa “Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan teknologi dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut akan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri”.
Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran fisika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan intelektual (pengetahuan) dan melatihkan keterampilan akademis salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis. John Dewey (Johnson, 2009:187) mengatakan bahwa “sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak”. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa berpikir kritis perlu dilatihkan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut maka di dalam peraturan pemerintah no. 19 tahun 2005 dikatakan bahwa
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
hanya sebagian kecil yang terus memperhatikan materi yang dijelaskan guru dan hanya empat siswa yang terlihat aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru. Sehingga dari awal kegiatan pembelajaran sampai akhir pembelajaran, siswa harus memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru. Ini menunjukkan dalam proses pembelajaran di kelas masih kurang interaktif dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif.
Selain itu penulis melakukan tes dengan memberikan soal untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Soal terdiri 8 buah soal dalam bentuk pilihan ganda yang mencangkup 4 ranah kognitif menurut Bloom yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Dari jawaban siswa kemudian diolah sehingga didapat data berupa persentase jumlah siswa yang dapat menjawab benar. Berdasarkan hasil pengolahan didapat data sebagai berikut, tingkat pengetahuan (C1) rata-rata siswa yang menjawab benar 86,25%; tingkat pemahaman (C2) rata-rata-rata-rata siswa yang menjawab benar 62,50%; tingkat penerapan (C3) rata-rata siswa yang menjawab benar 45,00%; tingkat analisis (C4) rata-rata siswa yang menjawab benar 12,50%. Berdasarkan hasil tes diketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai di atas nilai KKM sebanyak delapan siswa. Sedangkan nilai keseluruhan pencapaian hasil belajar pada ranah kognitif rata-rata siswa adalah 51,56, nilai tersebut masih dibawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70,00. Ini diperkuat dengan pernyataan guru pada saat wawancara bahwa rata-rata nilai siswa masih dibawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM).
kognitif pada aspek penerapan (C3) dan analisis (C4) termasuk dalam aspek kognitif tingkat tinggi sehingga jika melihat hasil tes pada aspek penerapan (C3) dan analisis (C4) yang rendah, maka dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa masih kurang dilatihkan. Berpikir kritis merupakan kemampuan memberi alasan dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan dikerjakan. Reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hati-hati terhadap segala alternatif sebelum mengambil keputusan.
Untuk dapat melatihkan berpikir kritis, maka siswa perlu terlibat dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif. Apabila proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif yaitu dengan adanya interaksi antara siswa dengan guru, interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara siswa dengan media pembelajaran, dan interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, maka dapat memberi pengalaman siswa untuk memberikan penjelasan, mengambil keputusan, dan menyimpulkan sehingga dengan pengalaman tersebut siswa merasa ikut terlibat dalam menemukan konsep yang sedang dipelajarinya. Beberapa pengalaman yang didapatkan siswa tersebut masuk dalam bagian keterampilan berpikir kritis.
Berdasarkan penjelasan dari data studi pendahuluan di atas penulis menyimpulkan bahwa salah satu kemungkinan penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada ranah kognitif dan kurangnya melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa dikarenakan pelaksanaan pembelajaran fisika di sekolah terlalu berpusat pada guru.
Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat membantu dan memfasilitasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kreatif dan produktif. “Model pembelajaran kreatif dan produktif merupakan model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar” (Kemendikbud, 2011: 60). Salah satu karakteristik dari model pembelajaran ini adalah melibatkan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. Sehingga melalui model pembelajaran kreatif dan produktif diharapkan dapat dibentuk kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bertanggung jawab, serta bekerja sama; yang semuanya merupakan tujuan pembelajaran jangka panjang (Kemendikbud, 2011: 61-62). Selain itu tujuan yang dicapai dari model pembelajaran kreatif dan produktif diantaranya adalah pemahaman terhadap suatu nilai, konsep, atau masalah tertentu dan kemampuan menerapkan konsep/ memecahkan masalah. Dari penjelasan tersebut maka diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran ini keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilatih secara optimal dan ditingkatkan serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kreatif dan produktif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, dengan judul penelitian ”Penerapan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa SMA”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif?
C. Batasan Masalah
Untuk memfokuskan masalah yang akan dikaji maka masalah dalam penelitian ini akan dibatasi yaitu:
1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis yang dimaksud adalah perubahan yang positif pada keterampilan berpikir kritis siswa berdasarkan nilai gain atau selisih hasil tes setelah dilakukan pembelajaran (posttest) dengan sebelum pembelajaran (pretest) yang kemudian dianalisis nilai gain ternormalisasinya. Nilai gain ternormalisasi yaitu perbandingan gain rata aktual dengan gain rata-rata maksimum yang diintrepetasikan menurut Hake. Keterampilan berpikir kritis yang dimaksud yaitu menurut Ennis (Costa, 1985: 54) yang meliputi 5 keterampilan berpikir kritis, 12 sub keterampilan berpikir kritis dan 62 indikator keterampilan berpikir kritis. Dalam penelitian ini keterampilan berpikir kritis dibatasi hanya pada lima indikator yaitu mencari persamaan dan perbedaan, memberikan alasan, menggeneralisasi, berhipotesis, dan mengaplikasikan konsep.
dinyatakan sebagai C2, aspek penerapan yang dinyatakan sebagai C3, aspek analisis sebagai C4, aspek sintesis yang dinyatakan sebagai C5 dan aspek penilaian yang dinyatakan sebagai C6. Dalam penelitian ini hasil belajar pada ranah kognitif dibatasi hanya C2 sampai C4.
3. Model pembelajaran kreatif dan produktif yang dimaksud yaitu model yang dinyatakan oleh Kemendikbud. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran kreatif dan produktif adalah (1) Tahap Orientasi, (2) Tahap Eksplorasi, (3) Tahap Interpretasi, (4) Tahap Re-Kreasi, dan (5) Evaluasi. Dalam penelitian ini keterlaksanaan model pembelajaran kreatif dan produktif dibatasi sebesar 90% oleh guru dan 80% oleh siswa.
D. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kreatif dan produktif, sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan berpikir kritis siswa dan peningkatan hasil belajar siswa.
E. Definisi Operasional
Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi maka akan dijelaskan beberapa istilah yang menjadi variabel penelitian ini, definisi operasional variabel penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran kreatif dan produktif merupakan model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran kreatif dan produktif adalah (1) Tahap Orientasi, (2) Tahap Eksplorasi, (3) Tahap Interpretasi, (4) Tahap Re-Kreasi, dan (5) Evaluasi. Keterlaksanaan pencapaian dengan menggunakan model pembelajaran kreatif dan produktif diukur melalui lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran.
dan dikerjakan (Alec Fisher, 2009). Ennis membagi keterampilan berpikir kritis menjadi lima kategori dengan setiap kategori terdiri dari sub-keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari aspek-aspek keterampilan berpikir kritis. Dalam penelitian ini keterampilan berpikir kritis yang ditinjau menurut Ennis (Ennis, 2011: 2) terdiri dari lima aspek keterampilan berpikir kritis, kelima aspek tersebut yaitu mencari persamaan dan perbedaan, kemampuan memberi alasan (ability to give a reasons), menggeneralisasi (to generalizations), berhipotesis (to explanatory hypotheses), dan mengaplikasikan konsep (prima facie application of acceptable principles). Keterampilan berpikir kritis siswa diukur melalui soal pretest dan posttest berbentuk pilihan ganda terhadap pokok bahasan yang dipelajari.
3. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar atau proses belajar (Nana Sudjana, 2008: 22). Hasil belajar siswa pada ranah kognitif dalam penelitian ini adalah ranah kognitif menurut taksonomi Bloom (Sagala, 2009: 33) meliputi aspek pemahaman (C2), aspek penerapan (C3), dan aspek analisis (C4). Hasil belajar siswa pada ranah kognitif diukur melalui soal pretest dan posttest berbentuk pilihan ganda terhadap pokok bahasan yang dipelajari.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah
diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi peneliti, guru, sekolah maupun institusi pendidikan lainnya.
1. Bagi peneliti, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif siswa melalui penerapan model pembelajaran kreatif dan produktif. Selain itu memberikan pengalaman dalam menggunakan model pembelajaran kreatif dan produktif.
2. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan sebagai sebuah alternatif dari strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quasi eksperimen (eksperimen semu) karena tujuan metode ini adalah “untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang
relevan” (Panggabean, 1996: 27).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah one group pretest-posttest design. Desain ini adalah suatu rancangan pretest dan
posttest, dimana sampel penelitian diberi perlakuan selama waktu tertentu.
Pretest dilakukan sebelum perlakuan, dan posttest dilakukan setelah perlakuan, jadi akan terlihat bagaimana pengaruh perlakuan yang berupa model pembelajaran kreatif dan produktif pada keterampilan berpikir kritis.
Pola one group pretest-posttest design ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Pretest Treatment Posttest
T1 X T2
(Panggabean, 1996:31) Gambar 3.1.
Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest Design
Gambar 3.1 menunjukkan bahwa kelas dikenakan pretest (T1) untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dan kemampuan kognitif siswa sebelum diberikan perlakuan (treatment), kemudian diberi treatment (X) berupa pembelajaran dengan model pembelajaran kreatif dan produktif, setelah itu diberi posttest (T2) dengan menggunakan instrumen yang sama dengan pretest.
hasil belajar pada ranah kognitif yang telah di-judgement dan diujicobakan terlebih dahulu.
Pada penelitian ini diasumsikan siswa tidak mendapatkan pembelajaran dari luar. Jadi tidak ada pengaruh lain selain pembelajaran dengan model pembelajaran kreatif dan produktif.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Luhut Panggabean (2001:3) mengemukakan bahwa populasi merupakan totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung pengukuran kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang dibatasi oleh kriterium atau pembatasan tertentu.
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006: 130). Senada dengan pernyataan tersebut Luhut Panggabean (2001: 3) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh karakteristik populasi (sampel representatif).
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA Swasta di kota Bandung semester genap tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 8 kelas. Adapun yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah kelas X-4 dengan jumlah siswa sebanyak 42 orang yang dilakukan secara purposive sampling.
C. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini peneliti membuat seperangkat instrumen penelitian. Instrumen-instrumen adalah sebagai berikut:
1. Instrumen Tes
pada ranah kognitif. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur peningkatan keterampilan berpikir kritis dan tes hasil belajar siswa pada ranah kognitif terhadap konsep fisika yang diberikan.
Bentuk tes yang akan digunakan pada pretest dan posttest ini adalah pilihan ganda dengan 5 (lima) pilihan dengan kisi-kisi ditunjukan pada lampiran untuk kisi-kisi soal tes keterampilan berpikir kritis dan lampiran untuk kisi-kisi soal tes hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Untuk tes awal dan tes akhir digunakan soal yang sama berdasarkan anggapan bahwa peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa akan benar-benar dapat dilihat dan diukur dengan soal yang sama. Butir-butir soal dalam tes keterampilan berpikir kritis mencakup soal-soal yang menuntut siswa untuk mampu mencari persamaan dan perbedaan, memberi alasan, menggeneralisasi, berhipotesis, dan mengaplikasikan konsep. Kelima kemampuan tersebut ini sesuai dengan sebagian indikator keterampilan berpikir kritis Robert H. Ennis. Sedangkan butir-butir soal dalam tes hasil belajar siswa pada ranah kognitif meliputi pemahaman (Comprehension/C2), penerapan (Application/C3), dan analisis (Analysis/C4).
2. Instrumen Non-Tes
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melakukan wawancara, menyebarkan angket, melakukan observasi aktivitas guru dan siswa, serta memberikan instrumen tes.
1. Wawancara
Teknik wawancara digunakan pada saat observasi awal. Instrumen wawancara berbentuk uraian yang ditujukan kepada guru mata pelajaran fisika dengan maksud untuk mengetahui kendala-kendala yang muncul dalam pembelajaran fisika. Data yang terkumpul dianalisis sebagai dasar untuk melakukan penelitian.
2. Angket
Angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi daftar tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna (Suharsimi Arikunto, 2006:225). Teknik angket digunakan pada saat studi pendahuluan untuk mengetahui respon siswa terhadap pelajaran dan pembelajaran fisika. Beberapa butir pertanyaan dalam angket hanya untuk memperkuat butir-butir pertanyaan yang lainnya. Data yang terkumpul dianalisis sebagai dasar untuk melakukan penelitian.
3. Observasi
4. Instrumen Tes
Instrumen tes (soal pilihan ganda) ini dimaksudkan untuk mengukur peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif terhadap konsep fisika yang diberikan.
a. Tes Keterampilan Berpikir Kritis
Tes keterampilan berpikir kritis mencakup soal-soal yang menuntut siswa untuk mampu mencari persamaan dan perbedaan, kemampuan memberikan alasan, menggeneralisasi, berhipotesis, dan mengaplikasikan konsep. Kelima kemampuan tersebut ini sesuai dengan sebagian indikator keterampilan berpikir kritis Robert H. Ennis.
b. Tes Hasil Belajar Siswa Pada Ranah Kognitif
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal yang menguji pemahaman siswa ditinjau berdasarkan taksonomi Bloom dengan aspek pemahaman (comprehension) yang dinyatakan sebagai C2, aspek penerapan (aplication) yang dinyatakan sebagai C3, dan aspek analisis (analysis) yang dinyatakan sebagai C4.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun instrumen penelitian adalah sebagai berikut:
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk materi yang akan diberikan.
Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk materi yang akan diberikan.
Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
Melakukan judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat.
Melakukan uji coba instrumen penelitian terhadap siswa.
mengetahui apakah instrumen itu dapat digunakan untuk melakukan
pretest dan posttest.
E. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi:
Menentukan masalah yang akan dikaji. Untuk menentukan masalah yang akan dikaji, peneliti melakukan kegiatan observasi, yaitu melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran fisika dan mengamati kegiatan pembelajaran fisika di dalam kelas,.
Melakukan tes untuk mengetahui kemampuan siswa pada pembelajaran fisika.
Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahan yang akan dikaji.
Melakukan studi kurikulum mengenai pokok bahasan yang dijadikan penelitian untuk mengetahui kompetensi dasar yang hendak dicapai.
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Skenario Pembelajaran yang mengacu pada tahapan model pembelajaran kreatif dan produktif.
Membuat dan menyusun instrumen penelitian.
Melakukan judgement instrumen penelitian oleh dua orang dosen ahli.
Memperbaiki instrument hasil judgement.
Melakukan uji coba instrumen penelitian.
Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian dan kemudian menentukan soal yang layak digunakan sebagai instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Memberikan tes awal (pretest) untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dan kemampuan kognitif siswa sebelum diberi perlakuan (treatment).
Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran kreatif dan produktif pada pembelajaran fisika dan diamati oleh observer selama pembelajaran.
Memberikan tes akhir (posttest) untuk mengukur peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diberi perlakuan.
3. Tahap Akhir
Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini antara lain :
Mengolah data hasil pretest dan posttest serta menganalisis instrumen tes lainnya.
Membandingkan hasil analisis data instrumen tes antara sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (posttest) untuk melihat dan menentukan apakah terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.
Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil yang dipeoleh dari pengolahan data.
Memberikan saran-saran terhadap aspek-aspek penelitian yang kurang sesuai.
Gambar 3.2
Diagram Alur Proses Penelitian
F. Teknik Analisis Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Kualitas instrumen sebagai alat pengambil data harus teruji kelayakannya dari segi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.
Tahap Persiapan
Pengolahan Data
Kesimpulan
Pretest
Observasi
Kegiatan Belajar Mengajar dengan
Model Kreatif dan Produktif Posttest Rumusan Masalah
Solusi
Pembuatan Instrumen Penelitian (Judgement, Uji Coba dan Analisis) dan
Perangkat Pembelajaran Studi Litelatur Studi Pendahuluan
Tahap Pelaksanaan
1. Analisis validitas instrumen uji coba
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2006: 168). Scarvia B. Anderson (Suharsimi Arikunto, 2007: 65) menyatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Nilai validitas dapat ditentukan dengan menggunakan perumusan:
p t
Untuk menginterpretasikan nilai koefisien korelasi biserial yang diperoleh dari perhitungan di atas, digunakan kriteria validitas butir soal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.
2. Analisis reliabilitas instrumen uji coba
Reliabilitas adalah tingkat kejegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg (konsisten) walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda (Syambasri Munaf, 2001: 59).
Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode yang diketemukan oleh Kuder dan Richardson, yaitu rumus K-R. 20. Teknik ini digunakan karena banyak item soal yang digunakan berjumlah ganjil yaitu sebanyak 25 soal. Oleh karena itu, jika dibelah dua tidak terdapat keseimbangan antara belahan yang pertama dan belahan yang kedua. Rumus K-R. 20 tersebut adalah:
2
r11 = reliabilitas instrumen tes secara keseluruhan p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q=1-p)
Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item
Tabel 3.2
Interpretasi Reliabilitas Instrumen Tes
Koefisien Korelasi Kriteria
0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup 0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
0,00 < r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah
(Suharsimi Arikunto, 2007: 75)
3. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran merupakan bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal (Suharsimi Arikunto, 2007: 207). Tingkat kesukaran dapat juga disebut sebagai taraf kemudahan. Menurut Syambasri Munaf (2001: 62) taraf kemudahan suatu butir soal ialah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut.
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal.
Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan:
B P
JS
(Suharsimi Arikunto, 2007: 208) Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Tabel 3.3
Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Nilai P Kriteria
0,00-0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah
(Suharsimi Arikunto, 2007: 210)
4. Analisis Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. (Suharsimi Arikunto, 2009: 211).
Untuk menentukan nilai daya pembeda maka digunakan rumus sebagai berikut :
A B
A B
A B
B B
DP P P
J J
(Suharsimi Arikunto, 2007: 213) Keterangan:
DP = daya pembeda butir soal.
BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar.
BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.
JA = banyaknya peserta kelompok atas.
JB = banyaknya peserta kelompok bawah.
Tabel 3.4
Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal
Nilai DP Kriteria
G. Hasil Uji Coba Instrumen Tes
Untuk memperoleh instrumen tes yang baik, maka instrumen tes harus diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba instrumen tes ini dilakukan di kelas XI IPA yang telah mempelajari materi yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian di sekolah yang sama dengan tempat akan dilakukannya penelitian. Data hasil uji coba kemudian dianalisis dengan menghitung nilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembedanya agar diperoleh instrumen yang baik dan layak digunakan dalam penelitian.
Instrumen tes dibuat dalam dua perangkat soal, yaitu seperangkat soal tes keterampilan berpikir kritis dan seperangkat soal hasil belajar siswa pada ranah kognitif sehingga analisis terhadap kedua instrumen ini pun dipisahkan.
1. Hasil Uji Coba Tes Keterampilan Berpikir Kritis
Tabel 3.5
Hasil Analisis Uji Coba Tes Keterampilan Berpikir Kritis No
Soal
Validitas Tingkat
Kesukaran Daya Pembeda Keputusan Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria
No Soal
Validitas Tingkat
Kesukaran Daya Pembeda Keputusan Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 16 soal dari 20 soal yang dibuat dengan membuang soal dengan kategori tidak valid dan sangat rendah, serta memperbaiki beberapa soal yang dianggap masih kurang baik yaitu soal yang memiliki validitas rendah. Soal-soal tersebut diperbaiki dari segi konsep, bahasa, dan kesesuainnya dengan indikator. Setelah dirasa cukup melakukan perbaikan, penulis menetapkan untuk menggunakan soal-soal tersebut dalam penelitian.
2. Hasil Uji Coba Tes Hasil Belajar pada Ranah Kognitif
Tabel 3.6
Hasil Analisis Uji Coba Tes Hasil Belajar pada Ranah Kognitif No Validitas
Tingkat
Kesukaran Daya Pembeda Keputusan Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Hasil perhitungan tingkat kesukaran tes, daya pembeda, validitas, dan reabilitas serta hasil interpretasi untuk instrumen tes hasil belajar pada ranah kognitif dapat dilihat pada tabel di atas. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat kesukaran dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori mudah sebesar 21% atau sebanyak empat butir soal, kategori sedang sebesar 47% atau sebanyak sembilan butir soal, dan kategori sukar sebesar 32% atau sebanyak enam butir soal. Daya pembeda dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori jelek sebesar 10,5% atau sebanyak dua butir soal, kategori cukup sebesar 52,6% atau sebanyak sepuluh butir soal, kategori baik sebesar 26,4% atau sebanyak lima butir soal, dan kategori dibuang sebesar 10,5% atau sebanyak dua butir soal. Selain itu dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa validitas tes dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori sangat rendah sebesar 16% atau sebanyak tiga butir soal, kategori rendah sebesar 42% atau sebanyak 8 butir soal, kategori cukup sebesar 42% atau sebanyak 8 butir soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabititas tes semua soal dinyatakan reliabel dengan kriteria tinggi yaitu 0,65.
Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 15 soal dari 19 soal yang dibuat dengan membuang soal dengan kategori tidak valid, sangat rendah dan kategori daya pembeda jelek, serta memperbaiki beberapa soal yang dianggap masih kurang baik yaitu soal yang memiliki validitas rendah. Soal-soal tersebut diperbaiki dari segi konsep, bahasa, dan kesesuainnya dengan indikator. Setelah dirasa cukup melakukan perbaikan, penulis menetapkan untuk menggunakan soal-soal tersebut dalam penelitian.
H. Teknik Pengolahan Data
1. Data Skor Tes
dilakukan untuk masing-masing nilai tes pemahaman konsep dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pemberian Skor
Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode
Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu dan jawaban salah atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar.
Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
S R
Keterangan:
S = Skor siswa
R = Jawaban siswa yang benar b. Perhitungan Skor Gain
Skor gain (gain aktual) diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes akhir. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai efek dari treatment (Panggabean, 1996). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai gain adalah:
f i
GS S
Keterangan :
G = gain
Sf = skor tes awal
Si = skor tes akhir
c. Perhitungan Gain yang Dinormalisasi
Rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dirumuskan sebagai :
Nilai g yang diperoleh diinterpretasikan dengan klasifikasi pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Interpretasi Nilai Gain yang Dinormalisasi
Nilai g Klasifikasi
g 0,7 Tinggi 0,7 > g 0,3 Sedang
g < 0,3 Rendah
(Hake, 1997)
2. Analisis Data Hasil Observasi
Observasi guru dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran analogi. Adapun tahapan analisis data observasi keterlaksanaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan keterlaksanaan indikator model pembelajaran analogi yang terdapat pada lembar observasi yang telah diamati oleh observer.
b. Menghitung persentase keterlaksanaannya dengan menggunakan rumus:
Persentase = Skor Hasil Observasi x 100%
Skor Total
minimal keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa sebesar 80%. Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model pembelajaran kreatif dan produktif yang dilakukan oleh guru dan siswa, dapat diinterpretasikan pada tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8
Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran Persentase (%) Kategori
0,00 - 24,90 Sangat Kurang
25,00 - 37,50 Kurang
37,60 - 62,50 Sedang
62,60 - 87,50 Baik
87,60 - 100,00 Sangat Baik
Suryoadhi Wirawan , 2013
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Swasta di Kota Bandung pada kelas X-4 Semester II, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fisika meningkat setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dengan kategori sedang.
2. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada mata pelajaran fisika meningkat setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dengan kategori sedang.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat di ajukan beberapa saran, antara lain:
1. Hasil belajar pada penelitian ini hanya terbatas pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Sehingga dapat dikembangkan pada pokok bahasan fisika lainnya dengan menerapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Costa , Arthur L. (1985). Developing Mind.
Ennis, Robert H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities.
Fisher, Alec. (2001). Critical Thinking: an Introduction.
Hake, Richard. R. (1997). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on. [20 Juli 2010]
Johnson, Elaine B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: MIZAN Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Peningkatan kualitas
Pembelajaran.
Nuh, Usep. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan. Panggabean, Luhut P. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP BANDUNG.
Pribadi, Benny A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat
Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, syaiful (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.