• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS LAPISAN TIPIS SNO2 DALAM APLIKASINYA SEBAGAI SENSOR GAS CO DAN PENGUJIAN SENSITIVITAS SFIS NOP s-2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SINTESIS LAPISAN TIPIS SNO2 DALAM APLIKASINYA SEBAGAI SENSOR GAS CO DAN PENGUJIAN SENSITIVITAS SFIS NOP s-2012."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PERNYATAAN ... i

2.4. Teknologi Film Tipis ... 12

2.5. Teknik Penumbuhan Film Tipis ... 13

2.5.1. Sputtering ... 13

2.10. Mekanisme Kerja Sensor ... 31

BAB III METODOLOGI ... 33

3.1 Metodologi Penelitian ... 33

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Skripsi ... 33

3.3 Desain Penelitian ... 33

(2)

3.4.1. Studi Literatur ... 35

3.4.2. Perancangan Sensor ... 35

3.4.2.1. Perancangan Elektroda ... 36

3.4.2.2. Perancangan Heater ... 38

3.4.2.3. Perancangan Layout Sensor ... 41

3.4.3. Proses Pembuatan Sensor ... 41

3.4.3.1. Pembuatan Elektroda ... 41

3.4.3.2. Pembuatan Heater ... 58

3.4.3.3. Pembuatan Lapisan Sensitif ... 71

3.4.4. Pengujian Sensor ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80

4.1. Komposisi Lapisan Sensitif ... 80

4.2. Morfologi Lapisan Sensitif ... 81

(3)

TABEL

2.1 Sifat-sifat dari molekul SnO2 ... 8

2.2 Tabel sifat dan karakteristik emas ... 11

3.1 Keterangan Dimensi Elektroda ... 38

3.2 Keterangan Dimensi Heater ... 40

4.1 Data Pengujian Terhadap Heater ... 84

4.2 Data Pengujian Perubahan Nilai Resistansi Sensor Terhadap Perubahan temperatur Operasional Sensor (Tanpa Gas CO) ... 88

4.3 Data Pengujian Perubahan Nilai Resistansi Sensor Terhadap Perubahan Temperatur Operasional Sensor ... 88

(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

2.1 Timah Dioksida (SnO2) ... 7

2.2 Ikatan Molekul Gas Karbon Monoksida ... 9

2.3 Sistem Alat Sputtering DC ... 15

2.4 Teknologi Sol-Gel ... 17

2.5 Heater Sensor Gas Film Tebal ... 22

2.6 Sketsa Elektroda Interdigital ... 24

2.7 Jenis Elektroda Pada Sensor Elektrokimia ... 25

2.8 Perhitungan Nilai Resistansi Elektroda ... 26

2.9 Resistor Bentuk Segi Empat Persegi Panjang dengan Luas A panjang L ... 27

2.10 Diagram Pita Energi Setelah Proses Chemisorption ... 31

2.11 Struktur Pita Energi Pada Mekanisme Konduktif ... 32

3.1 Diagram Alir Metode Penilitian ... 34

3.2 Desain Elektroda ... 36

3.3 Layout Heater ... 39

3.4 Skema Langkah-langkah Pembuatan Elektroda ... 42

3.5 Grafik Penumbuhan Oksidasi Kering ... 46

3.6 Substrat Silikon ... 47

3.7 Sputtering Telegraph Square Drive Lorton VA 22079 ... 48

3.8 Pendeposisian Emas Dengan Menggunakan Sputtering ... 48

3.9 Substrat Silikon Yang Telah Dilapisi Emas ... 49

3.10 Rangkaian Proses Lithografi ... 50

3.11 Oven ... 51

3.12 Silikon Yang Akan Dilapisi Resis... 51

3.13 Metode Penyinaran... 54

3.20 Skema Proses Pembuatan Screen ... 61

3.21 Pembersihan Screen ... 62

3.22 Pengeringan Screen ... 63

3.23 Pola yang Terbentuk Diatas Screen ... 64

3.24 Screen yang Telah Memiliki Pola ... 65

3.25 Pasta PdAg ... 65

3.26 Substrat Alumina ... 66

3.27 Screen de Haart... 66

(5)

3.30 Langkah-langkah Pembuatan Heater ... 68

3.31 Persiapan Pasta ... 69

3.32 Pelurusan Posisi Substrat dengan Screen ... 69

3.33 Peletakkan Ortho-Film Diatas Substrat ... 70

3.34 Penuangan pasta PdAg Pada Screen ... 70

3.35 Pencetakkan Pasta PdAg ... 71

3.36 Heater Yang Telah Ditumbuhkan Diatas Substrat Alumina ... 71

3.37 Heater Yang Masih Basah Diletakkan Didalam Oven ... 72

3.38 Heater Yang Dihasilkan Setelah Proses Pembakaran ... 72

3.39 Alat Pemotong Substrat... 73

3.40 Serbuk SnCl ... 74

3.41 Pasta SnO2 ... 75

3.42 Sumber Arus Searah ... 76

3.43 Multimeter Digital ... 76

3.44 Thermometer Digital ... 76

3.45 Chamber ... 77

3.46 Tabung Gas CO ... 77

3.47 Rangkaian Pengujian Heater ... 78

3.48 Rangkaian Pengujian Sensor ... 78

4.1 EDS Lapisan Sensitif SnO2 ... 80

4.2 Hasil SEM Penampang Lintang Sensor Gas CO ... 81

4.3 Hasil SEM Perbesaran 40000X ... 82

4.4 Hasil Pembuatan Heater Dengan Menggunakan Teknologi Thick Film ... 83

4.5 Grafik Hubungan Perubahan Temperatur Terhadap Tegangan ... 85

4.6 Grafik Hubungan Antara Daya Terhadap Temperatur... 87

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini pembangunan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat,

seperti pembangunan fisik kota, industri dan transportasi. Pada pertumbuhan

pembangunan tersebut disamping memberikan dampak positif yang dapat

dirasakan dalam melakukan aktifitas sehari–hari, juga dapat memberikan beberapa

dampak negatif. Dampak negatif yang dimunculkan salah satunya yaitu berupa

pencemaran udara baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) ataupun diluar

ruangan (outdoor), sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia dan

mengakibatkan penularan penyakit (Anonim, 2012).

Polusi udara di Indonesia kurang lebih 70% diakibatkan oleh emisi

kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor menyumbang 70,50% karbon

monoksida (CO), 18,34% Hidro Carbon (HC), 8,89% NOx, 0,88% SO2 dan 1,33%

partikel-partikel lain (Khalil, 2009). Gas-gas yang tidak berbau dan beracun yang

dimunculkan akibat polusi udara dapat membahayakan bagi kesehatan dan

keselamatan manusia.

Gas karbon monoksida (CO) merupakan gas yang bersifat mudah terbakar,

beracun, tidak berwarna, dan tak berasa. Karena sifatnya yang tidak bewarna dan

tak berasa gas karbon monoksida sulit dideteksi apabila tanpa menggunakan

(7)

mampu mendeteksi keberadaan gas CO.

Keberadaan gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia

karena gas tersebut akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan

haemoglobin dalam darah. Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta

organ vital. Ikatan antara CO dan heamoglobin membentuk karboksihaemoglobin

yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan

haemoglobin, sehingga mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen didalam

darah dan juga mengakibatkan gangguan pada sistem saraf (Anonim, 2010).

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai sensor gas semikonduktor

tengah berkembang pesat. Divais sensor gas semikonduktor pada umumnya

dikenal sebagai sensor gas logam oksida karena terbuat dari bahan logam oksida

seperti TiO2,ZnO, CeO2 dan SnO2 (Kuang et al, 2008). Penggunaan logam oksida

atau metal oksida pada sensor gas dikarenakan logam oksida merupakan bahan

semikonduktor yang memiliki band gap besar, dan juga mampu merespon gas

dilingkungan sekitarnya dalam bentuk perubahan nilai konduktivitas dari sensor

tersebut (Wang et al, 2010).

Diantara semua bahan metal oksida tersebut, SnO2 merupakan salah satu

bahan yang cukup baik untuk dijadikan sebagai lapisan aktif sensor gas CO

(Batzill, 2005). Hal tersebut dikarenakan sensor gas CO yang berbasiskan SnO2

-memiliki masa pemakaian yang sangat lama, relatif stabil dan daya tahan yang

tinggi (Kuang et al, 2008). Meskipun demikian, sensor gas berbasis SnO2 hingga

(8)

Persoalan dasar yang muncul dalam pengembangan sensor CO bukan hanya

meningkatkan sensitivitas tetapi juga selektivitas terhadap gas CO diantara

berbagai jenis gas yang ada di udara seperti H2, hidrokarbon, dan uap air (Hiskia

dkk, 2006).

Divais sensor gas komersial generasi pertama yang dibuat yaitu pada tahun

1960 oleh Taguchi di Jepang. Sensor gas tersebut terbuat dari SnO2 dengan

menggunakan tekologi thick film (film tebal) dan telah digunakan untuk

mendeteksi kebocoran gas (Elisabetta et al, 2008). Namun seiring dengan

berkembangnya teknologi, divais sensor gas tersebut kini dapat dibuat dengan

menggunakan teknologi film tipis.

Menurut Pires, salah satu faktor yang mampu meningkatkan kualitas suatu

sensor yaitu pengoptimalisasian kualitas elektroda. Elektroda yang digunakan

dalam suatu sensor haruslah memiliki nilai konduktivitas yang tinggi. Agar

elektroda yang dihasilkan memiliki kualitas baik, elektroda dapat dibuat dengan

menggunakan teknologi film tipis dan dibuat dengan menggunakan bahan yang

memiliki konduktivitas listrik yang baik (Pires, 2003).

Teknologi film tipis secara umum memiliki ketebalan yang bervariasi,

berkisar antara orde 10-6 meter sampai 10-9 meter. Terdapat dua metode yang

dapat digunakan untuk menumbuhkan film tipis semikonduktor di atas permukaan

substrat yaitu metode kimia dan fisika. Metode fisika seperti teknik Sputtering dan

PLD (Pulsed Laser Deposition), sedangkan untuk metode kimia memanfaatkan

reaksi kimia seperti MOCVD (Metal Organic Chemical Vapour Deposition),

(9)

bahan baku dan biaya yang relatif murah, film tipis memiliki sifat yang lebih

konduktif dibandingkan film tebal. Sehingga, memudahkan pergerakan elektron

didalam suatu material (Machmud, 1994).

Seiring dengan berkembangnya teknologi mikroelektronika atau

nanotechnology saat ini, teknologi pembuatan elektroda yang diaplikasikan untuk

sensor gas berbasis metal oksida dapat dibuat dengan menggunakan metode

Sputtering. Dengan menggunakan teknologi Sputtering penumbuhan film tipis

menjadi lebih sederhana dan biaya operasionalnya menjadi lebih murah. Selain itu

juga dengan menggunakan metode Sputtering adhesivitas antara lapisan dan

permukaan substrat menjadi lebih kuat, ketebalan lapisan mudah diamati dan

dikendalikan (Yunas et al, 2001).

Berdasarkan dari keunggulan yang dimiliki oleh sensor gas berbasis SnO2

tersebut, maka peneliti membuat sensor gas berbasiskan SnO2 dengan

menggunakan teknologi film tipis untuk mendeteksi keberadaan gas CO. Dengan

judul dari penelitian ini adalah “Sintesis Lapisan Tipis SnO2 Dalam Aplikasinya

Sebagai Sensor Gas CO dan Pengujian Sensitivitas.”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

permasalahan yang dikaji pada penulisan kali ini yaitu:

a. Bagaimana komposisi lapisan sensitif yang terbentuk pada sensor gas?

(10)

c. Bagaimana pengaruh temperatur operasional terhadap sensitivitas sensor?

1.3. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu diantaranya adalah

mengetahui pengaruh temperatur operasional terhadap sensitivitas sensor gas,

serta mengetahui komposisi dan morfologi lapisan sensitif yang terbentuk pada

sensor gas.

1.4. Batasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya topik pembahasan penelitian ini, maka

dibutuhkan adanya batasan permasalahan agar tercapainya tujuan penelitian ini.

Dikarenakan hal tersebut, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian

ini yaitu:

a. Data komposisi lapisan sensitif yang terbentuk diperoleh dengan

menggunakan EDS (Energy Dispersive Spektrocopy) dan dapat digunakan

untuk menghitung jumlah senyawa SnO2 yang terbentuk.

b. Gambaran morfologi lapisan sensitif yang terbentuk diperoleh dengan

menggunakan SEM (Scanning Electron Microscop).

c. Untuk mengetahui respon dari sensor gas, dilakukan pengujian dengan

menggunakan gas CO dan variabelnya berupa temperatur yang dinyatakan

(11)

dalam ampere.

e. Sensitivitas sensor dilihat dari perubahan nilai resistansi sensor.

1.5. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa manfaat yang dapat kita peroleh,

yaitu diantaranya memperoleh informasi mengenai morfologi lapisan sensitif yang

(12)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu

studi literatur dan eksperimen yang akan dilakukan di laboratorium dan lapangan.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Skripsi

Waktu pelaksanaan : Januari – September 2012

Tempat pelaksanaan : PPET - LIPI

Komplek LIPI Gedung 20

Jalan Sangkuriang Bandung 40135

3.3. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode penelitian yang

(13)

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian

3.4. Langkah – langkah Penelitian

Berikut merupakan pemaparan langkah – langkah penelitian yang telah

(14)

3.4.1. Studi Literatur

Tahap penelitian yang pertama dilakukan yaitu studi literatur. Pada tahap ini

dilakukan pengumpulan sumber bacaan yang bisa dijadikan sebagai landasan teori

atau yang mampu mendukung penelitian baik itu merupakan dalam bentuk media

cetak ataupun media elektronik.

3.4.2. Perancangan Sensor

Agar karakteristik sensor yang dihasilkan sesuai dengan yang kita harapkan,

maka sebelum melakukan proses pembuatan sensor haruslah terlebih dahulu

melakukan perancangan sensor. Perancangan sensor haruslah dilakukan pada seluruh

komponen –komponen sensor. Perancangan yang dilakukan haruslah mengacu

kepada spesifikasi sensor yang diharapkan dan ketentuan – ketentuan yang terdapat

pada teori dasar. Berikut ini merupakan spesifikasi – spesifikasi yang diharapkan

peneliti:

 Dimensi : ≤10 mm x 25 mm

Daya Kerja heater : 1,8 Watt

 Suhu operasi : 25 oC – 250 oC

(15)

3.4.2.1. Perancangan Elektroda

Elektroda memiliki peranan yang sangat penting bagi sensor gas yaitu

berfungsi untuk mengukur perubahan resistansi pada lapisan sensitif sensor gas CO.

Elektroda yang biasa dipergunakan di dalam komponen sensor gas yaitu umumnya

merupakan elektroda dengan struktur interdigital (elektroda interdigital), yang

biasanya terbuat dari bahan nobel metal seperti Au atau Pt. Berikut merupakan

gambaran desain elektroda yang akan dibuat.

Gambar 3.2 Desain Elektroda

Penggunaan desain elektroda di atas di dasarkan pada pertimbangan untuk

meminimalisir ruang namun memaksimalkan daerah sensing. Hal tersebut berkaitan

(16)

merupakan elektroda yang baik. Dan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

waktu transit elektron pada sebuah elektroda bergantung pada jarak antar fingernya,

semakin kecil jarak antar finger maka semakin kecil waktu transit elektron.

Selain itu kapasitansi yang terdapat pada elektroda dipasang seri agar nilai

kapasitansinya berkurang. Kapasitansi ini muncul akibat terdapatnya persambungan

logam dengan bahan semikonduktor.

Langkah selanjutnya dalam mendesain elektroda yaitu menentukan nilai

resistansi yang dimiliki elektroda tersebut. Berdasarkan perancangan elektroda dalam

penelitian ini diperoleh bahwa l1 = 7,721mm, l2 = 0,762mm dan w = 0,254mm dan

bahan yang digunakan yaitu Au dengan nilai lembar resistansinya yaitu

Rs= , maka dengan menggunakan persamaan (2.5) nilai resistansi

efektif elektroda dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:

(17)

Tabel 3.1 Keterangan Dimensi Elektroda

Keterangan Ukuran (mm)

Panjang Elektroda 8,2296

Lebar Elektroda 7,7216

Lebar Jari – jari Elektroda 0,254

Jarak antar Jari-jari Elektroda 0,254

Panjang x Lebar Pad Elektroda 3,7084 x 3,302

3.4.2.2. Perancangan Heater

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari sensor gas thin film yaitu

merupakan temperatur. Komponen sensor gas yang berfungsi untuk mendistribusikan

suhu disebut heater, yang diletakkan tepat disisi belakang substrat. Distribusi

temperatur yang sesuai akan mempengaruhi tingkat selektifitas dan sensitifitas dari

elemen sensor ini. Untuk menentukan karakteristik dari heater, parameter-parameter

yang harus diperhatikan di antaranya adalah : suhu yang diinginkan, daya yang

dibutuhkan, dan luasan daerah yang ingin di panasi, serta karakter dari bahan heater

itu sendiri (TCR, disipasi arus maksimum yang mampu melewati, dll).

Langkah awal yang dilakukan dalam merancang heater yang sesuai dengan

harapan yaitu membuat layout dari heater dengan menggunakan Corel DRAW X3.

Desain heater tersebut dibuat dengan panjang jalur konduktivitasnya yaitu 94,107

mm dan lebar jalurnya yaitu 0,529 mm, dibentuk menyerupai lilitan. Desain heater ini

(18)

asumsi, dengan memperbesar rasio perbandingan antara panjang dan lebar heater

akan diperoleh nilai resistansi yang besar, namun dengan penggunaan daya yang

kecil.

Gambar 3.3 Layout Heater

Langkah selanjutnya yaitu menentukan nilai resistansi pada suhu acuan heater

(Rc). Suhu acuan yang digunakan yaitu suhu ruang sekitar 25oC, dengan

menggunakan persamaan (2.4) maka:

(3.2)

Film tipis SnO2 merupakan lapisan sensitif sesor gas metal oksida yang

memiliki temperatur kerja sekitar 200oC-300oC. Berdasarkan hasil perhitungan untuk

menentukan resistansi pada suhu acuan, maka dapat diperoleh pula nilai resistansi

pada suhu operasi dengan konsentrasi gas tertentu dan pada kali ini diambil TCR

(19)

= 2,16 x 109

RH = 4828,35 mΩ (3.3)

Maka daya heater yang dibutuhkan yaitu:

(3.4)

P = I.V

P = 0,621.3

P = 1,8 Watt (3.5)

Adapun dimensi heater yang telah dibuat, dijelaskan pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2 Keterangan Dimensi Heater

Keterangan Ukuran (mm)

Panjang Heater 11,2776

Lebar Heater 7,5438

Panjang Heater Efektif 94,107

Lebar Jalur Heater 0,529

(20)

3.4.2.3. Perancangan Layout Sensor

Perancangan layout sensor dimulai dengan membuat desain

komponen-komponen sensor dengan menggunakan Corel DRAW X3 yang disimpan dalam

format CDR. Kemudian dari format CDR ini ditransfer ke dalam bentuk ortho film

dengan menggunakan jasa repro film untuk pencetakan. Ortho film ini dibuat dalam

bentuk negatif film dan positif film.

3.4.3. Proses Pembuatan Sensor

Proses pembuatan sensor gas SnO2 dibagi menjadi tiga tahap yaitu pembuatan

elektroda, pembuatan heater, dan pembuatan lapisan aktif. Seluruh prosedur yang

digunakan dalam proses pembuatan sensor dilakukan berdasarkan hasil riset yang

pernah di lakukan diLIPI dan prosedur yang tertera pada datasheet bahan. Berikut

merupakan pemaparan langkah – langkah penelitian yang telah dilakukan oleh

penulis dalam beberapa tahap penelitian sebagai berikut:

3.4.3.1. Pembuatan Elektroda

Elektroda yang digunakan dalam sensor gas ini, dibuat dengan menggunakan

metoda sputtering. Secara garis besar langkah pembuatan elektroda digambarkan

(21)

Gambar 3.4 Skema Langkah – langkah Pembuatan Elektroda

A. Pencucian Substrat

Pencucian substrat merupakan proses yang sangat penting dilakukan sebelum

memulai proses selanjutnya. Pada saat substrat disimpan, banyak faktor yang dapat

menyebabkan munculnya kontaminasi pada substrat misalnya terdapatnya lapisan

oksida yang sangat tipis, keringat pada saat dipegang, debu-debu yang menempel,

(22)

diperlukan proses pencucian substrat sebelum melanjutkan ke proses selanjutnya. Hal

ini bertujuan untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan yang terdapat pada

permukaan substrat dan untuk mengontrol keberadaan oksida yang tumbuh pada

permukaan substrat. Dalam proses pencucian substrat dibutuhkan alat dan bahan

yang harus dipersiapkan dengan baik, terutama peralatan yang dapat menunjang

keselamatan ketika melakukan proses pencucian substrat. Berikut adalah alat dan

bahan yang dibuthkan:

1. DI Water

2. Gas Nitrogen

3. Chemical Apron, Chemical Gloves dan Face Shield

4. Wafer dippers and Holders

5. Gelas Beker Pyrex

6. NH4OH

7. H2O2

Penelitian ini, digunakan standar pembersihan substrat silikon RCA-1 yang

telah dikembangkan oleh Werner Kern pada tahun 1960-an. Berikut merupakan

langkah – langkah yang dilakukan dalam proses pencucian substrat:

1. Masukkan 325 ml DI Water dan 65 ml NH4OH (27%) ke dalam gelas beker

Pyrex.

(23)

menit larutan akan mendidih, dan hal tersebut mengindikasikan bahwa larutan

telah siap digunakan.

4. Kemudian rendam substrat silikon didalam larutan tersebut selama 15 menit.

5. Setelah direndam selama 15 menit didalam larutan, pindahkan substrat dari

larutan kemudian alirkan DI water pada substrat silikon.

6. Keringkan substrat silikon dengan cara menyemprotkan gas N2.

B. Oksidasi

Proses oksidasi merupakan proses pembentukkan lapisan SiO2 diatas

permukaan wafer silikon. Proses ini merupakan salah satu proses yang sangat penting

pada teknologi sensor gas. Lapisan oksida dapat berfungsi sebagai lapisan isolator

antar lapisan dan juga sebagai masker pencegah masuknya ketidakmurnian. Selain itu

juga lapisan oksida berfungsi untuk mengisolasi silikon dari interkoneksi, dan

menjaga agar silikon tidak terpengaruhi langsung dengan udara terbuka.

Pada dasarnya substrat silikon yang belum digunakan sudah memiliki lapisan

oksida yang sangat tipis diatas permukaannya, tebalnya sekitar ± 10 Å. Lapisan

oksida ini terbentuk akibat terjadinya reaksi antara oksigen luar dengan lapisan

substrat silikon.

Dalam pemrosesan semikonduktor terdapat beberapa macam cara untuk

melakukan proses oksidasi. SiO2 dapat ditumbuhkan dengan 2 macam metoda, yaitu

(24)

rendah (200-500oC). Silikon yang ditumbuhkan dengan mengguanakan metode

temperatur tinggi dapat diproses dengan menggunakan salah satu reaksi kimia berikut

ini:

Oksidasi kering: Si + O2 SiO2

Oksidasi basah: Si + 2H2O  SiO2 + 2H2

Sedangkan untuk temperatur rendah dipergunakan CVD (Chemical Vapour

Deposition), dengan reaksi yang terjadi yaitu:

CVD: SiH4 + 2O2 SiO2 + 2H2O

Pada proses oksidasi peralatan dan bahan yang digunakan yaitu tungku

oksidasi. Tungku oksidasi yang digunakan terdiri dari dua buah tungku, yaitu tungku

untuk oksidasi kering dan tungku untuk oksidasi basah. Pada dasarnya kedua tungku

tersebut memiliki spesifikasi yang sama, yang menjadi pembedanya hanyalah jenis

gas yang dimasukkan kedalam tungku. Tungku ini dapat beroperasi hingga suhu

1100oC, dan gas yang dimasukkan kedalam tungku dapat berupa gas nitrogen (N2),

oksigen (O2), dan uap air dengan kecepatan aliran gas dapat diatur yaitu sampai

dengan 100 sccm (standar centimeter cubic per minute).

Langkah awal yang harus dilakukan sebelum memulai proses oksidasi yaitu

menentukan beberapa parameter oksidasi yaitu dengan cara sebagai berikut:

1. Menentukan jenis oksidasi yang digunakan, apakah oksidasi kering atau

basah.

(25)

melihat grafik pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Grafik Penumbuhan Oksidasi Kering

Pada penelitian ini digunakan proses oksidasi kering pada suhu 1100oC

selama 130 menit. Hal ini dikarenakan silikon yang dioksidasi menggunakan metoda

oksidasi kering akan memiliki karakteristik bahan yang baik dan kualitas dielektrik

yang dihasilkan baik, meskipun proses penumbuhan oksidanya lambat. Proses

oksidasi kering dilakukan dengan cara mengalirkan gas oksigen (O2) yang sangat

(26)

C. Penumbuhan Film Tipis

Penumbuhan film tipis Au diatas substrat silikon dilakukkan dengan

menggunakan metode Sputtering. Jenis Sputtering yang digunakan yaitu Sputtering

DC . Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk penumbuhan film tipis elektroda

yaitu sebagai berikut:

1. Emas, bahan yang digunakan untuk membuat elektroda. Hal tersebut

dikarenakan emas memiliki konduktivitas listrik dan panas yang baik jika

dibandingkan dengan logam yang lainnya, dan juga memiliki ketahanan

korosi.

2. Kromium, digunakan untuk merekatkan emas diatas pemukaan substrat

silikon.

3. Substrat. Substrat yang digunakan yaitu Si dengan orientasi <111>.

Gambar 3.6 Substrat Silikon

4. Sputtering. Sputtering berfungsi untuk mendeposisikan kromium dan emas ke

atas substrat silikon. Sputtering yang digunakan yaitu tipe Telegraph Square

(27)

Gambar 3.7 Sputtering Telegraph Square Drive Lorton VA 22079

Proses Sputtering yang dilakukan, dimulai dengan memvakumkan chamber

dengan menggunakan pompa, hingga tekanan didalam chamber mencapai 5,9x10-5

Torr. Kemudian, chamber dialiri gas Argon dengan tekanan sekitar 4mTorr ± 0,1

mTorr. Material yang akan dideposisikan dengan menggunakan metode ini yaitu Au

diatas substrat silikon.

(28)

Sebelum dilapisi dengan emas, substrat dilapisi dengan kromium terlebih

dahulu. Pelapisan kromium dilakukan selama 2 menit, yang kemudian langsung

dilanjutkan dengan melapisi emas selama 10 menit.

Gambar 3.9 Substrat Silikon Yang Telah Dilapisi Emas

D. Fotolithografi

Fotolithografi merupakan proses pemindahan pola dari masker ke medium

lain dengan menggunakan radiasi cahaya yang umumnya dengan panjang gelombang

yang berada pada daerah ultraviolet. Medium lain yang menerima pemindahan pola

dan terbuat dari bahan yang peka terhadap perubahan cahaya disebut fotoresis.

Namun untuk pemindahan pola dari lapisan fotoresis kelapisan dibawahnya,

dilakukan melalui proses etsa. Beberapa proses lithografi ini dilakukan didalam

ruangan gelap. Secara sistematis proses lithografi dapat dilihat pada gambar dibawah

(29)

Gambar 3.10 Rangkaian Proses Lithografi

1. Pre-Bake

Tujuan dari proses ini yaitu untuk menghilangkan uap air yang berada

dilapisan luar wafer silikon, selain itu juga untuk merekatkan antara wafer dengan

resis , agar rekatan yang terjadi kuat. Pada proses penelitian ini, prebake dilakukan

dengan temperatur 85oC selama 3 menit didalam oven produksi The Grieve

(30)

Gambar 3.11 Oven

2. Pelapisan Resis

Resis yang digunakan dalam proses ini yaitu ma- P215s resis positif, dimana

proses pelapisannya menggunakan spin coater tipe P6000 produksi Intergrated

Technologies. Inc. Proses ini dilakukan segera setelah wafer dikeluarkan dari oven.

Lapisan resis yang terbentuk ditentukan oleh waktu putar dan banyaknya resis yang

diteteskan.

(31)

berada ditengah-tengah spinner. Kemudian nyalakan pompa agar silikon tidak

terlempar ketika spinner dinyalakan, dan juga pada bagian ujung silikon harus

ditempelkan selotip. Ketika akan melapisi resis keatas substrat silikon, resis harus

diteteskan tepat pada bagian tengah silikon dan diratakan keseluruh permukaan. Lalu

tutuplah spinner dan nyalakan hingga kecepatan putar spinner mencapai 3000 rppm

selama 30 detik. Waktu yang dibutuhkan tersebut sangat bergantung kepada ukuran

wafer, untuk wafer yang ukurannya besar dibutuhkan waktu pemutaran yang lebih

lama.

3. Soft Bake

Setelah proses pelapisan, komposisi film yang dihasilkan terdiri dari

20%-40% berat pelarut. Langkah selanjutnya setelah dilakukan proses pelapisan disebut

post bake atau soft bake. Proses soft bake dilakukan dengan tujuan untuk

menghilangkan semua bahan pelarut dari fotoresis, sehingga membuat lapisan

fotoresis menjadi bersifat fotosensitif. Secara umum tujuan dari proses soft bake yaitu

untuk mempermudah pada saat proses penyinaran, lapisan resis tetap kuat ketika

dilakukan proses developer, dan untuk menambah daya adhesi antara lapisan resis

dan lapisan dibawahnya.

Apabila pengeringan yang dilakukan pada proses ini dilakukan dalam waktu

yang sangat lama maka lapisan resis akan kehilangan kepekatan cahaya, namun

(32)

sangat minim daya adhesi antara lapisan resis dan lapisan bawahnya akan menjadi

kurang kuat. Oleh karena itu, harus diusahakan menggunakan waktu pengeringan

yang cukup untuk menguatkan film tetapi tidak mengakibatkan polimerisasi.

Pada penelitian ini, proses soft bake dilakukan dalam oven dengan temperatur

150oC selama 15 menit. Oven yang digunakan pada proses ini sama dengan oven

yang digunakan pada proses pre-bake.

4. Pelurusan dan Penyinaran

Dalam proses ini dibutuhkan ketelitian, kecermatan dan juga kesabaran. Hal

ini dikarenakan apabila terjadi pergeseran sedikit antar masker akan mengakibatkan

pergeseran kedudukan lapisan satu dengan lapisan yang lainnya. Oleh karena itu

proses ini sangat menentukan keberhasilan fabrikasi devais bertingkat.

Dalam proses penyinaran seharusnya menggunakan alat alignment (pelurus)

masker, yang terdiri dari sumber cahaya (sinar ultra violet atau lampu merkuri) dan

suatu alat yang dapat digeser pada sumbu x, y dan z memutari sumbu putarnya.

Namun dikarenakan alat tersebut sedang rusak maka dalam proses penyinaran ini

peneliti menggunakan metode primitif yaitu dengan dijemur dibawah terik sinar

matahari. Dalam menggunaan metode ini ada terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu diantaranya proses penyinaran harus dilakukan ketika cuaca cerah

(33)

Gambar 3.13 Metoda Penyinaran

Pada saat penyinaran inilah terjadi pemindahan pola ke wafer. Proses

penyinaran dapat mengakibatkan lapisan resis akan mengalami perubahan akibat

polimerisasi. Pada resis positif, bagian yang disinari akan mudah larut pada saat

dilakukan proses development dan hasilnya akan sama dengan pola pada maskernya

apabila kita menggunakan film positif. Sedangkan untuk fotoresis negatif, bagian

yang disinari menjadi tidak larut pada saat proses development, sedangkan pola yang

dihasilkan adalah kebalikan dari pola maskernya.

Penyinaran yang tidak cukup akan mengakibatkan daya adhesi yang kurang

baik, sehingga mengakibatkan terkikisnya resis pada proses development. Lamanya

waktu penyinaran bergantung pada kekuatan lampu yang digunakan dan jarak lampu

(34)

Pada penelitian ini menggunakan jenis fotoresis positif dengan menggunakan

negatif film dan lamanya waktu penyinaran yang dibutuhkan dengan menggunakan

sinar matahari yaitu selama ±2 menit.

5. Development

Setelah dilakukan proses penyinaran, maka proses selanjutnya yang dilakukan

yaitu development. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan pola pada

resis, dengan cara mencelupkan substrat kedalam larutan developer. Larutan

developer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu MF319.

Gambar 3.14 Proses Development

Pada proses ini, substrat dicelupkan pada larutan developer hingga pola pada

resis benar-benar terbentuk. Setelah pola benar-benar terbentuk segera angkat substrat

dari cairan developer.

(35)

Proses postbake dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan daya adhesi

resis, karena pada saat proses development terdapat kemungkinan resis akan menjadi

lunak dan mudah terlepas. Temperatur dan waktu yang digunakan pada proses

postbake berbeda dengan proses prebake. Pada proses postbake temperatur yang

digunakan lebih tinggi sehingga menambah daya tahan resis, dan mengakibatkan

sulitnya proses pembersihan fotoresis pada proses etsa berlangsung.

Secara umum fungsi dari proses postbake yaitu untuk menghilangkan atau

membuang bahan pelarut resis yang masih menempel, memperbaiki perekatan dan

menaikkan daya tahan resis terhadap proses selanjutnya yaitu proses etsa. Proses

postbake dilakukan dengan cara memanaskan substrat didalam oven dengan

temperatur sekitar 85oC selama 5 menit.

7. Etsa

Proses etsa pada penelitian ini merupakan proses yang bertujuan untuk

membuka lapisan emas yang tidak tertutup oleh resis. Lapisan emas yang tidak

dibutuhkan dilarutkan dengan cara dicelupkan kedalam larutan etsa dengan waktu

yang cukup hingga lapisan emas terbuang. Terdapat dua macam etsa yang sering

digunakan, yaitu etsa kering dan etsa basah. Pada etsa basah digunakan larutan,

sedangkan etsa kering menggunakan plasma berbentuk gas yang ditembakkan pada

bahan yang akan dietsa, biasanya menggunakan gas HCl. Pada penelitian ini metoda

(36)

Untuk mengetsa lapisan emas digunakan larutan KI dan I2. Komposisi larutan

yang digunakan yaitu 1:4:40 untuk I2:KI:H2O. Sebelum digunakan larutan harus

diaduk terlebih dahulu. Proses ini diamati hingga terlihat lapisan emas terkikis.

Langkah selanjutnya yaitu mengangkat wafer dari larutan dan dimasukkan kedalam

DIH2O digoyang dan diangkat.

8. Pembersihan Bahan Fotoresis

Pembersihan bahan fotoresis yang tersisa dapat juga disebut dengan

stripping atau cleaning. Pada pola yang telah terbentuk masih terdapat lapisan resis

diatasnya, sehingga dibutuhkan proses stripping agar lapisan yang tidak berguna

dapat terbuang. Setiap jenis larutan stripping digunakan untuk resis yang berbeda.

Untuk penelitian ini larutan yang digunakan yaitu aseton, karena resis yang

digunakan yaitu resis positif.

E. Pemotongan Elektroda

Proses pemotongan substrat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

secara manual dengan menggunakan mata intan. Alat ini berfungsi untuk memotong

substrat sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Adapun langkah

pemotongan substratnya dengan cara menggesekkan pemotong diatas substrat lalu

(37)

Pada penelitian, heater dibuat dengan menggunakan teknologi film tebal dan

metoda screen printing. Dalam pembuatannya, untuk menghasilkan heater haruslah

melewati beberapa proses yaitu diantaranya pencucian substrat, pembuatan screen,

penumbuhan film tebal, pengeringan dan pembakaran.

A. Pencucian Substrat

Substrat yang digunakan dalam pembuatan heater yaitu substrat alumina.

Substrat alumina merupakan salah satu komponen yang umum digunakan untuk

penumbuhan film tebal. Sebelum digunakan substrat harus dicuci terlebih dahulu

dengan cara direndam didalam beaker glass yang berisikan dye water, kemudian

dimasukkan ke dalam Ultrasonic cleaner selama 5 menit.

B. Pembuatan Screen

Agar pola heater yang terbentuk diatas substrat sesuai dengan yang kita

inginkan, maka haruslah terlebih dahulu membentuk pola diatas screen sesuai dengan

yang dibutuhkan. Selain memiliki fungsi sebagai pembentuk pola, screen juga

berfungsi untuk menentukan ketebalan pasta yang diendapkan pada substrat. Screen

terbuat dari bahan stainless steel yang berlubang-lubang dan diregankan pada sebuah

frame yang biasanya terbuat dari bahan alumunium. Sebagian dari proses ini harus

(38)

digunakan dalam proses ini tidak boleh terkena cahaya secara langsung. Adapun alat

dan bahan yang dibutuhkan dalam proses ini yaitu sebagai berikut:

1. Screen. Dalam penelitian ini digunakan screen yang diproduksi oleh Central

SPS dan memiliki kerapatan 325 mesh.

Gambar 3.15 Screen

2. CDF3 (Capilarry Direct Film), yaitu merupakan emulsi film yang dapat

digunakan sebagai bidang cetak tembus. CDF 3 ini tidak boleh terkena sinar

atau cahaya secara langsung.

3. Ulano 5, merupakan pasta pengahapus yang dapat langsung dipakai untuk

menghapus Ulano CDF Direct Film atau Ulano Line Direct yang telah

merekat pada screen.

(39)

screen yang tidak tertutup CDF 3.

Gambar 3.17 Ulano 133

5. Screen Maker, yaitu alat yang digunakan untuk proses penyinaran dengan

menggunakan sinar UV. Screen marker yang digunakan merupakan screen

marker prosuksi Richmond tipe 3000T.

Gambar 3.18 Screen Maker

(40)

Gambar 3.19 Ortho Film

Untuk membuat pola diatas screen, terdapat beberapa proses yang harus

dilakukan, seperti yang tersusun secara sistematis pada bagan dibawah ini:

(41)

Hal ini dilakukan karena screen dapat menentukan ketebalan pasta yang akan

diendapkan diatas substrat. Dalam penelitian ini, digunakan screen dengan

kerapatan 325 mesh dan berukuran 20 cm x 20 cm.

Setelah menentukan screen yang akan digunakan, langkah selanjutnya yang harus

dilakukan yaitu membersihkan screen dengan menggunakan Ulano 5 agar pola

screen yang telah terbentuk sebelumnya menghilang. Sebelum screen dilapisi

oleh ulano 5, screen harus dibasahi terlebih dahulu. Lalu pada bagian depan dan

belakang screen diolesi dengan Ulano 5 sambil disikat dengan menggunakan

penyikat khusus, agar pola screen yang telah terbentuk sebelumnya benar-benar

hilang. Lalu screen didiamkan selama 5 menit namun jangan sampai ulano 5

mengering. Setelah didiamkan 5 menit, screen disemprot dengan air bertekanan

tinggi.

Gambar 3.21 Pembersihan Screen

Kemudian keringkan dengan menggunakan hair dryer, hingga screen benar-benar

(42)

Gambar 3.22 Pengeringan Screen.

Lalu setelah screen benar-benar kering, kertas film CDF3 yang telah dipotong

kedalam ukuran 10 cm x 10 cm diletakkan dibagian tegah pada permukaan depan

screen. CDF 3 diletkkan diatas screen dengan bagian emulsinya dibagian atas,

dan rekatkan selotip sedikit pada salah satu sisi CDF 3 agar tidak mudah

bergerak. Kemudian pada permukaan bagian belakang screen dilapisi Ulano 133,

tepat dibelakang lapisan CDF 3. Lepaskan selotip yang merekat pada salah satu

sisi CDF 3, kemudian keringkan dengan hair dryer selama 15 menit.

 Setelah Ulano 133 benar-benar kering, lapisan plastik/mylar pada CDF3 dicabut

secara hati-hati. Selanjutnya rekatkan ortho-film tepat dibagian atas CDF3 yang

telah dilepas lapisan plastiknya.

Kemudian screen diletakkan ditengah-tengah bidang penyinaran pada mesin

penyinaran, proses ini dinamakan fotografi. Hal ini dilakukan agar terbentuknya

pola ortho-film pada CDF 3 yang tidak tertembus cahaya, dan pada proses ini juga

terjadi reaksi antara ortho-film yang menutupi lintasan cahaya dan CDF 3. Sinar

(43)

bertekanan tinggi secara perlahan dan hati-hati agar pola yang terbentuk tidak

rusak. Setelah pola tampak dan terbentuk, selanjutnya screen dikeringkan dengan

menggunakan hair dryer hingga kering.

Dan proses yang terakhir yaitu pada bagian screen yang belum tertutupi oleh CDF

3 dilapisi kembali dengan Ulano 133 yang diratakan dengan menggunakan rakel

dan dikeringkan dengan menggunakan hair dryer. Agar hasil yang dihasilkan

lebih baik, sebaiknya screen dibiarkan mengering selama 24 jam.

Setelah semua proses tersebut dilakukan, maka terbentuklah pola diatas

screen sesuai dengan yang dibutuhkan. Seperti yang tertera pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.23 Pola Yang Terbentuk Diatas Screen

C. Penumbuhan Film Tebal

Setelah pola terbentuk di atas screen, selanjutnya dilakukan proses

penumbuhan film tebal diatas substrat alumina. Adapun alat dan bahan yang

(44)

1. Screen yang telah memiliki pola heater dengan kerapatan 325 mesh, produksi

Central SPS.

3.24 Screen Yang Telah Memiliki Pola

2. Pasta, menggunakan pasta konduktor terbuat dari PdAg yang diproduksi oleh

Dupont dengan nilai lembar resistan 15 –30 mΩ/square dan tipe produk yaitu

Dupont 7484 .

Gambar 3.25 Pasta PdAg

3. Substrat Alumina (Al2O3) 96% dengan ukuran 5cm x 5cm dan ketebalan 0,7

(45)

Gambar 3.26 Substrat Alumina

4. Screen Printer, digunakan untuk menumbuhkan film tebal PdAg diatas

substrat alumina sesuai dengan pola yang telah dibentuk pada screen. Screen

Printer yang digunakan diproduksi oleh de Haart tipe SP SA 40.

Gambar 3.27 Screen Printer de Haart

5. Oven, berfungsi untuk mengeringkan pasta setelah pasta dicetak diatas

substrat. Oven yang digunakan diproduksi oleh Cole – Parmer Instrument

(46)

Gambar 3.28 Oven Cole – Parmer Instrument Company

6. Furnace Infra Red, berfungsi untuk melakukan proses pembakaran dimana

senyawa-senyawa kimia yang ada pada pasta dirubah menjadi lapisan yang

bersifat konduktor, resistor atau dielektrik. Jenis tungku yang digunakan

adalah Conveyor Belt Furnace RTC LA-310.

Gambar 3.29 Conveyor Belt Furnace RTC LA-310

Untuk membuat heater, terdapat beberapa proses yang harus dilakukan yaitu seperti

(47)

Gambar 3.30 Langkah-langkah Pembuatan Heater

Langkah awal yang harus dilakukan dalam pembuatan heater yaitu

mempersiapkan alat bahan yang akan digunakan. Pastikan semua alat dan

bahan yang dibutuhkan sudah siap pakai. Pada langkah ini kita juga harus

memastikan apakah pasta yang akan digunakan telah siap pakai atau tidak.

Namun dikarenakan pasta disimpan didalam kulkas dalam jangka waktu yang

sangat lama, maka sebelum memakai pasta untuk proses selanjutanya

(48)

Gambar 3.31 Persiapan Pasta

 Setelah mempersiapkan alat dan bahan, langkah berikutnya yaitu pencetakkan

heater. Pertama-tama screen yang telah memiliki pola heater diset pada

screen printer dan letakkan juga substrat yang akan digunakan pada screen

printer. Kemudian atur posisi screen terhadap substrat sehingga posisi pola

heater tepat berada di atas substrat.

Gambar 3.32 Pelurusan Posisi Substrat Dengan Screen

Agar mempermudah proses pelurusan antara substrat dengan pola pada screen,

(49)

menutupi pola pada screen.

Gambar 3.33 Peletakkan Ortho-film Di atas Substrat

Kemudian lakukan pengaturan jarak snap-off dan tekan rakel pada screen printer,

dan tuangkan pasta PdAg pada bagian atas pola pada screen.

Gambar 3.34 Penuangan Pasta PdAg Pada Screen

Dan setelah itu dilakukan proses pencetakkan dengan pasta konduktor dari bahan

(50)

Gambar 3.35 Pencetakkan Pasta PdAg

Maka didapatkan film tebal heater yang terbentuk diatas substrat alumina.

Gambar 3.36 Heater Yang Telah Ditumbuhkan Diatas Substrat Alumina

D. Pengeringan

Selanjutnya heater dikeringkan dengan menggunakan oven selama 15 menit

dengan temperatur yang digunakan sebesar 195oC. Tujuan dari proses ini yaitu agar

lapisan heater yang telah dicetak cepat mengering. Apabila masih terdapat pola yang

bentuknya tidak bagus, dan ingin dilakukan pengulangan maka pola dapat dihapus

(51)

Gambar 3.37 Heater Yang Masih Basah Diletakkan Didalam Oven

E. Pembakaran

Setelah heater menjadi kering, heater harus dibakar dalam temperatur tinggi

dengan menggunakan tungku pembakaran produksi Radiant Technology Corporation.

Tungku pembakaran ini terbagi menjadi 3 zone pembakaran dengan temperatur

puncaknya mencapai 850oC . Lamanya waktu pembakaran kurang lebih selama 30

menit. Pada proses ini senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada pasta dirubah

menjadi lapisan yang bersifat konduktor, reistor atau dielektrik.

(52)

F. Pemotongan Heater

Setelah heater terbentuk, selanjutnya substrat alumina dipotong sesuai ukuran

heater yang terbentuk. Pemotongan substrat dilakukan dengan menggunakan mata

intan.

Gambar 3.39 Alat Pemotong Substrat

3.4.3.3. Pembuatan Lapisan Sensitif

Komponen berikutnya yang harus dibuat yaitu lapisan sensitif. Lapisan ini

dibuat dengan menggunakan metode sol-gel. Oleh karena itu, langkah pertama yang

harus dilakukan yaitu pembentukkan pasta SnO2. Berikut ini dipaparkan prosedur

pembuatan pasta SnO2:

1. Persiapkan bahan – bahan yang akan digunakan yaitu serbuk SnCl,

isopropanol, propanol dan Air. Perbandingan komposisi bahan yang akan

(53)

Gambar 3.40. Serbuk SnCl

2. Haluskan serbuk SnO2 dengan menggunakan mortar dan pestile selama ± 1

jam tanpa henti. Hal ini dilakukan agar ukuran partikel SnO2 menjadi skala

nano.

3. Campurkan serbuk SnO2 yang telah dihaluskan dengan 2/3 bagian propanol

dan 1/3 air, kemudian aduk selama 1 jam sambil dipanaskan pada suhu 80oC.

4. Bakar larutan yang telah dibuat didalam oven dengan suhu 300oC. Setelah

dilakukan tahap ini larutan akan berubah menjadi serbuk.

5. Campurkan sisa air, isopropanol dan sisa propanol dengan serbuk dan aduk

selama 1 jam tanpa dipanaskan hingga dihasilkan pasta yang jernih dan

homogen.

Dari keseluruhan proses tersebut dapat dihasilkan sol-gel yang selanjutnya

(54)

Gambar 3.41 Pasta SnO2

Selanjutnya untuk membentuk lapisan sensitif, pasta SnO2 yang telah

terbentuk diteteskan tepat atas elektroda yang kemudian diratakan dengan

menggunakan squeege. Agar pasta tidak melapisi kontak, maka sebelum dilapisi

SnO2 bagian kontak harus ditutup dengan menggunakan solatip terlebih dahulu.

Setelah pasta mengering barulah selotip dibuka.

3.4.4. Pengujian Sensor

Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa pengujian kepada sensor gas.

Pengujian yang dilakukan yaitu bertujuan untuk mengetahui temperatur operasional

terhadap resistansi sensor dan lainnya. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu:

Power Supply (sumber arus searah) dengan merk Kenwood Regulated Power

(55)

Gambar 3.42 Sumber Arus Searah

Multimeter Digital dengan merk Sanwa Digital Multimeter tipe PC 500.

Gambar 3.43 Multimeter Digital

Thermometer Digital dengan merk Lutren TM-914C.

(56)

Chamber

Gambar 3.45 Chamber

Gas CO

Gambar 3.46 Tabung gas CO

Berikut merupakan pemaparan prosedur pengujian sensor:

A. Pengujian Heater

1. Rangkailah power supply, multimeter digital, thermometer digital dan

(57)

Gambar 3.47 Rangkaian Pengujian Heater

2. Aliri arus DC pada rangkaian, yang bertujuan untuk menghasilkan panas

pada heater . Variasikan nilai suhu kerja mulai dari suhu ruang.

3. Amati perubahan resistansi dan catat hasil pengamatan.

B. Pengujian Perubahan Resistansi Sensor Gas Terhadap Perubahan Suhu

1. Buatlah rangkaian pengujian seperti gambar dibawah ini.

(58)

2. Catatlah suhu ruang, dan resistansi yang terukur, tepat sebelum chamber

dialiri gas CO.

3. Aliri gas CO kedalam chamber dengan konsentrasi gas sebesar 10 ppm,

rubahlah arus masukkan untuk merubah suhu pada heater.

(59)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pendahuluan, dasar teori, hasil penelitian dan

pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai sensitivitas cenderung meningkat pada rentang temperatur 30,5o –

95,2oC, namun sensitivitas kembali turun ketika tempaeratur 113,7o – 140oC.

2. Komposisi lapisan sensitif terdiri dari Oksigen dan Stannum dengan

persen massa Oksigen (O) 22,43 % dan Stannum (Sn) 1,78 %.

3. Morfologi permukaan lapisan sensitif yang terbentuk terdapat pori-pori

dan memenuhi kriteria sebagai material oksida untuk aplikasi sensor gas.

5.2. Saran

1. Untuk mengetahui lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

sensor, hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan

yang berbeda, misal dengan mengganti emas yang digunakan pada

elektroda dengan logam lain.

2. Diadakan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh ketebalan lapisan film

(60)

Daftar Pustaka

Azom. (2004). Tin Oxide (SnO2) Stannum Oxide-Properties And Application

[Online]. Tersedia:http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=2358

Batan. (2012). Teknologi Plasma Sputtering dan Aplikasinya [Online]. Tersedia: http://www.batan.go.id/ptapb/sputtering.php

Batzill M., Ulrike D. (2005). The Surface and Material Science of Thin Oxide

[Online]. Tersedia:

http://www.surface.tulane.edu/pdf/surface%20science%20of%20Tin%20 Oxide.pdf

Bullionvault. (2011). Gold Properties [Online]. Tersedia: http://gold.bullionvault.com/How/GoldProperties

Hermida I.D.P. (2003). Perancangan, Fabrikasi dan Karakterisasi Transistor PMOS Didalam N-Well. Thesis untuk Institut Teknologi Bandung.

Hermida I.D.P., Lilis R. (2009). Rancang Bangun Sistem Pemanas Sensor Gas CO Berbasis Bahan SnO2 Menggunakan Teknologi Film Tebal [Online].

Tersedia:http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91096774%20ta%20ada%2 0h%2070%2071.pdf

Hiskia, Hermida I.D.P., (2006). Pengembangan Sensor Gas Carbon Monoxide

(CO) Berbasis SnO2 [Online]. Tersedia:

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDataby Id/7039/7039.pdf

IAPA. 2003. Tersedia: http://www.iapa.ca/pdf/carbon_monoxide_feb2003.pdf [Online].

(61)

Properties and Carrieer Conversion of SnO2:Nd Thin Film. TUBITAK

doi:10.3906/fiz-0707-4.

Khalil A., Sri Y.P., dan Darminto. (2009). Pengaruh Doping Emas dan Perlakuan Anil Pada Sensitivitas Lapisan Tipis SnO2 Untuk Sensor Gas CO [Online].

Tersedia: http://kaisnet.files.wordpress.com/2010/11/almunawar-khalil.pdf

Kuang Q., Lao C.S., Li Z., Xie Z., Zheng L., dan Wang Z. (2008). Enhancing The Photon and Gas Sensing Properties of a Single SnO2 Nanowire Based

Nanodevice by Nanoparticle Surface Functionalization. Journal Physics Chemistry C, Vol. 112, No. 30, 2008.

Lee A.P., Brian J.R. (1999). Temperature Modulation in Semiconductor Gas Sensing [Online]. Tersedia: http://elsavier.nl/locate/sensorb.

Lentech. (2011). Gold Properties [Online]. Tersedia:

http://www.lenntech.com/periodic/elements/au.htm.

Mahmoud S.A., A. Ashour, dan H.H. Afifi. (1994). Effect of Some Spray Pyrolysis Parameters On Electrical And Optical Properties of ZnS Films. Thin Solid Film Journal Volume 248, Issue 2, Pages 137-271.

Manjula P.S., Arunkumar, Sunkara V.M. (2010). Au/SnO2 an Exellent Material

For Room Temperature Carbon Monoxide Sensing [Online]. Tersedia: http://elsevier.com/locate/snb

Rauhillah E. (2012). Karakterisasi Tungsten Trioksida Untuk Aplikasi Sensor Gas CO dengan Menggunakan Teknologi Film Tebal. Skripsi untuk Universitas Pendidikan Indonesia.

Reade. (2012). Tin Oxide / Stannous Oxide Powder (SnO) / Stannic Oxide Powder

(SnO2) from READE [Online]. Tersedia:

(62)

Retnaningsih L., I Dewa P.H. (2010). Pengaruh Kelembaban dan Temperatur pada Lapisan Tipis SnO2 Sebagai Sensor gas CO [Online]. Tersedia:

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10310326330_1411-8289.pdf

Retnaningsih L., Lia M., Gandi S., dan Elli H.E. (2002). Pengaruh Dimensi Komponen dan Komposisi Pasta Terhadap Proses Pembuatan Rangkaian Hibrid Film Tebal. Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi, No.1 Vol. 11.

Technology Associates. (1982). Semiconductor Technology Handbook.

Tipler P.A. (2001). Fisika untuk Sains dan Teknik, edisi ketiga. Erlangga. Jakarta.

Sharma R.P., P.K. Khanna. (2012). Lead Free Packaging of Pt Micro-heater for

High Temperature Gas Sensor [Online]. Tersedia:

http://elsevier.com/locate/fuel

Takarazuka. (1993). The Tin Oxide Gas Sensor [Online]. Tersedia: http://iopscience.iop.org/0957-0233/4/7/001

Wang C., Yin L., Zhang L., Xiang D., dan Gao R. (2010). Metal Oxide Gas Sensor: Sensitivity and Influencing Factor. SENSOR ISSN 1424-8220.

Widodo S. (2010). Teknologi Sol Gel Pada Pembuatan Nano Kristalin Metal Oksida Untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010 ISN: 1411-4216.

Yunas J., Lia M. (2001). Aplikasi Sistem Sputtering Untuk Deposisi Lapisan Tipis

[Online]. Tersedia:

Anonim. 2010. Tersedia:

http://ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/KARACUNAN_KARBON_MONOKSIDA.doc [Online].

Anonim. 2012. Tersedia: http://www.epa.gov/iaq/co.html [Online].

(63)

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian
Tabel 3.1 Keterangan Dimensi Elektroda
Gambar 3.3 Layout Heater
Tabel 3.2 Keterangan Dimensi Heater
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun untuk ukuran maksimum agregat 20 mm dan 40 mm maka gradasi agregat harus dikoreksi terlebih dahulu, sehingga nilai modulus kehalusan gabungan agregat atau

Dan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p &gt; 0,05) sehingga hipotesis yang menyatakan terdapat korelasi antara persepsi mahasiswa pada profesi bidan dan

Penulis bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan S1 Program Pendidikan Matematika

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kualitas aplikasi, kualitas layanan, dan harga secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen, (2) kualitas aplikasi secara

Menentukan hubungan antara sikap guru dan strategi menghadapi stres dengan tekanan kerja dalam kalangan guru mata pelajaran Kemahiran Hidup Bersepadu... Apakah tahap tekanan kerja

(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut &#34;Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara harga diri dan celebrity worship pada remaja di SMP Negeri 43 Surabaya (r=0,265, p&lt;0,05) dan tidak