DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ... 6
C.Tujuan Penelitian ... 7
D.Manfaat Penelitian ... 8
E. Asumsi ... 8
F. Hipotesis ... 9
BAB II KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI DAN PENGUASAAN KONSEP MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN SALINGTEMAS………..10
A.Pembelajara Kontekstual ... 10
B.Pembelajaran Salingtemas ... 14
C.Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 19
D.Teori-Teori Belajar Yang Mendukung Keterampilan Proses ... 21
E. Penelitian Yang Relevan ... 23
F. Tinjauan Pembelajaran Sistem Respirasi ... 24
1. Sistem Respirasi Manusia ... 27
2. Penyakit/ kelainan sistem respirasi pada manusia ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31
A.Metode dan Desain Penelitian ... 31
2. Desain Penelitian ... 31
B.Definisi Operasional ... 32
C.Populasi dan Sampel ... 33
D.Instrumen Penelitian ... 33
E. Prosedur Penelitian ... 40
F. Alur Penelitian ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A.HASIL PENELITIAN ... 44
1. Deskripsi Peningkatan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 44
a. Hasil Analisis Data Peningkatan Penguasaan Konsep ... 44
b. Hasil Analisis data Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 47
1). Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi Siswa Kelas Salingtemas ... 49
2). Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi Siswa Kelas Kontekstual ... 50
2. Kuesioner Tanggapan Siswa setelah Penggunaan Pembelajaran ... 52
B.PEMBAHASAN ... 57
1. Penguasaan Konsep Siswa ... 57
2. Keterampilan Proses Sains Terintegrasi Siswa ... 62
3. Tanggapan Siswa Terhadap Penggunaan Pembelajaran ... 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
A.Kesimpulan ... 70
B.Keterbatasan Penelitian ... 71
C.Saran ... 72
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 77
Lampiran A (RPP) ... 77
Lampiran B (Kisi-kisi, Soal, Format Lembar Kuesioner + Lembar Observasi) ... 93
Lampiran C (Hasil Analisis Data) ... 128
Lampiran D (Dokumentasi) ... 157
DAFTAR TABEL
Tabel.
3.1. Desain Penelitian ... 32
3.2. Hasil Analisis Butir Soal Penguasaan Konsep ... 35
3.3. Hasil Analisis Butir Soal Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 36
3.4. Koefisien Validitas Butir Soal ... 37
3.5. Klasifikasi Reliabilitas Butir Soal ... 38
3.6. Indeks Tingkat Kesukaran... 38
3.7. Klasifikasi Daya Pembeda ... 39
4.1. Uji Normalitas Peningkatan Penguasaan Konsep ... 44
4.2. Uji Homogenitas Peningkatan Penguasaan Konsep ... 45
4.3. Uji Signifikansi Peningkatan Penguasaan Konsep ... 45
4.4. Peningkatan Penguasaan Konsep ... 46
4.5. Uji Normalitas Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 47
4.6. Uji Homogenitas Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 47
4.7. Uji Signifikansi Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 48
4.8. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi ... 48
4.9. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terintegrasi untuk Setiap Indikator pada Kelas Salingtemas ... 49
Tabel.
4.11. Perbandingan N-gain Keterampilan Proses Sains Terintegrasi
Antara Pembelajaran Salingtemas dengan Kontekstual ... 52
4.12. Uji Normalitas Kuesioner ... 52
4.13. Tanggapan Siswa Tentang Pelajaran Biologi ... 53
4.14. Tanggapan Siswa tentang Pembelajaran yang dapat Membantu
dalam Memahami Biologi ... 54
4.15. Taggapan Siswa terhadap Pembelajaran Salingtemas
dan Kontekstual ... 55
4.16 Tanggapan Siswa terhadap Peran Guru dalam Pembelajaran Salingtemas
Dan Kontekstual ... 56
Gambar .
1. Bagan Keterkaitan antar Komponen Pembelajaran Kontekstual ... 14
2. Tahap-Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Salingtemas
di Indonesia ... 17
3. Alur Penelitian ... 43
4. Grafik Rata-Rata Pre test dan Post test Penguasaan Konsep pada
Pembelajaran Salingtemas dan Pembelajaran Kontekstual ... 46
5. Grafik Rata-Rata Pre test dan Post test Keterampilan Proses
Sains Terintegrasi pada Pembelajaran Salingtemas dan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar mengandung kegiatan interaksi antara guru,
siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan belajar (Rustaman et al., 2005). Jadi belajar tidak hanya
merupakan suatu transfer pengetahuan saja dari guru kepada siswa tetapi siswa
semestinya diberi persoalan-persoalan yang membutuhkan pencarian,
pengamatan, percobaan, analisis, sintesis, perbandingan, pemikiran dan
penyimpulan oleh siswa, agar siswa menemukan sendiri jawaban terhadap suatu
konsep atau teori. Pada masa sekarang ini, bukanlah waktunya lagi bagi guru
untuk menjadi orang pertama yang bertindak sebagai komunikator. Guru dan
siswa dapat saling tukar informasi satu sama lain. Melalui pemilihan pendekatan
dan model pembelajaran yang tepat proses tukar informasi ini akan efektif.
Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran dipengaruhi keberhasilan
guru dalam menggunakan pendekatan dan model dalam pembelajaran. Pendukung
pendekatan pembelajaran diantaranya kelengkapan fasilitas belajar, keadaan anak
didik, serta materi pelajaran. Oleh sebab itu, seorang guru harus dapat memilih
pendekatan dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang
dipelajari. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diharapkan mampu
menumbuhkan minat belajar siswa adalah pendekatan kontekstual dan
proses belajar mengajar (Rustaman et al., 2005). Kegiatan guru sebagai mediator
agar proses belajar mengajar lebih optimal dan siswa proaktif untuk merumuskan
sendiri tentang fenomena yang berkaitan dengan fokus kajian secara kontekstual
bukan tekstual.
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Nurhadi, 2003:4). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari
guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil (Nurhadi,
2003:4). Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka belajar, dan bagaimana mencapainya.
Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan
begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal
untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai
pengarah dan pembimbing.
Selain pendekatan kontekstual, terdapat juga suatu model pembelajaran
Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) yang merupakan peng-Indonesiaan dari
Science, Technologi and Society (STS). Pada dasarnya model STM ini menuntut
Siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, tapi juga harus
mengetahui teknologi – teknologi apa saja yang berhubungan dengan materi yang
disampaikan. Dengan mengaitkan pembelajaran sains dengan teknologi serta
kegunaan dan kebutuhan masyarakat, konsep-konsep yang telah dipelajari dan
dikuasai peserta didik diharapkan dapat bermanfaat bagi dirinya dan dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya maupun masalah di
lingkungan sosial (Poedjiadi, 2005).
Pada dasarnya model Salingtemas diawali dengan isu atau masalah yang
berkembang di masyarakat, setelah melakukan pemantapan dalam pembelajaran
siswa akan diminta mencari solusi untuk memecahkan masalah. Seperti yang
dikemukakan oleh Poedjiadi (2005: 123) bahwa tujuan pembelajaran Salingtemas
adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta
memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. Proses
pemecahan masalah dapat dilakukan dengan cara berdiskusi dengan teman
kelompok. Dengan demikian, melalui model pembelajaran Salingtemas siswa juga
dituntut aktif dalam pembelajaran dan hasil belajarnya bisa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran di Indonesia pada saat ini masih banyak yang bersifat
teacher-oriented atau guru sebagai sumber informasi, seharusnya sistem seperti
itu sudah harus mulai ditinggalkan dan beralih ke student-oriented di mana siswa
harus mampu untuk mengkonstruksikan sendiri pengetahuan yang dia miliki dan
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
membantu siswa untuk mencapai tujuannya. Artinya, guru lebih banyak berurusan
dengan strategi dari pada memberi informasi kepada siswanya (Nurhadi, 2003:5).
Walaupun demikian kita tidak bisa mengesampingkan tugas guru sebagai
pendidik, guru merupakan komponen penting dalam pendidikan karena seberapa
baiknya program pendidikan yang dikembangkan dan diterapkan oleh pemerintah,
kalau guru tidak dapat melaksanakannya dengan baik, maka hasilnya akan tidak
maksimal. Pentingnya peran guru seperti dikemukakan oleh Washton (Rustaman
et al., 2005:4) “di antara banyak faktor yang mempengaruhi pelajaran IPA seperti
guru, jumlah siswa dalam kelas, peralatan labolatorium dan staf administrasi,
ternyata guru lah yang merupakan faktor utama untuk keberhasilan pembelajaran
IPA”, demikian juga Klopfer (Rustaman et al., 2005:4) menyatakan bahwa
“bagaimana pun IPA diajarkan, guru lah yang terutama menentukan apa yang
dipelajari siswa”.
Oleh karena itu, tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di
sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses
dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi dirinya sendiri.
Bertolak dari hal ini, maka hal-hal pokok yang hendaknya menjadi pengalaman
siswa adalah berupa cara-cara penting untuk memproses dan memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi kebutuhannya. Cain dan
Evans (Rustaman et al., 2005) menyatakan bahwa sains mengandung empat hal,
yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi. Jika sains
mengandung keempat hal tersebut di atas, maka ketika belajar sains pun siswa
Keempat hal tersebut dapat ditemukan ketika melatih mengembangkan
keterampilan proses siswa. Pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan - kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa.
Keterampilan proses sains juga melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif
atau intelektual karena dengan melakukan keterampilan proses siswa
menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas tampak dalam keterampilan
proses karena melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan
atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka
berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.
Jenis-jenis keterampilan proses sains terintegrasi di antaranya: 1) Mengidentifikasi
variabel, 2) merumuskan hipotesis, 3) menganalisis data, 4) mengumpulkan dan
membuat grafik data, 5) menterjemahkan variabel, 6) membuat desain penelitian,
7) eksperimen (Rezba et al., 1999).
Sistem respirasi merupakan salah satu materi biologi yang bersifat
abstrak, karena prosesnya terjadi di dalam tubuh, dan seringkali guru
menyampaikan dalam bentuk konsep-konsep. Materi seperti ini biasanya akan
sulit dipahami siswa karena mereka tidak bisa melihat langsung proses respirasi.
Seperti yang dikemukakan DEPDIKNAS (Nurhadi, 2003:3), bahwa siswa
memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa
diajarkan, yaitu menjelaskan sesuatu yang abstrak dengan menggunakan metode
ceramah. Mereka akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang berhubungan
lebih mudah dipahami siswa apabila disampaikan dengan cara mencoba
mengaitkan konsep dengan keadaan sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, diharapkan setelah pembelajaran ini siswa akan lebih mudah
dalam memahami konsep sistem respirasi dan lebih bermakna bagi siswa setelah
mempelajarinya. Oleh karena itu, penting kiranya dilakukan penelitian yang
mencoba mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa
di lingkungannya sehingga pembelajaran tersebut jadi lebih bermakna.
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya
adalah, sebagai berikut : Bagaimanakah pengaruh pembelajaran Kontekstual dan
pembelajaran Salingtemas dalam meningkatkan KPS terintegrasi dan penguasaan
konsep siswa?
Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan maka dari rumusan
masalah dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimana perbandingan peningkatan penguasaan konsep siswa antara
yang mendapat pembelajaran Kontekstual dengan pembelajaran
Salingtemas?
2) Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains
terintegrasi siswa antara yang mendapat pembelajaran Kontekstual dengan
3) Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan pembelajaran
Kontekstual dan Salingtemas?
2. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terfokus dan tidak keluar dari tujuan penelitian,
maka penelitian ini dibatasi oleh batasan masalah sebagai berikut :
a. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah kelainan pada sistem
respirasi manusia dan hewan.
b. Penguasaan konsep dalam penelitian ini adalah kemampuan mengingat,
memahami, menerapkan, dan menganalisis menurut Bloom yang telah
direvisi (Anderson dan Krathwohl, 2001).
c. Keterampilan proses sains yang digunakan adalah KPS terintegrasi, yang
meliputi kemampuan mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis,
menganalisis data, mengumpulkan dan membuat grafik data,
menterjemahkan variabel, membuat desain penelitian, dan eksperimen
(Rezba et al., 1999).
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menemukan alternatif kegiatan
pembelajaran yang bisa meningkatkan penguasaan konsep dan mengembangkan
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam proses belajar mengajar baik di dalam
kelas maupun di luar kelas, diantaranya:
1) Bagi Siswa : dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif
terlibat dalam kegiatan pembelajaran serta diharapkan dapat meningkatkan
penguasaan konsep dan keterampilan proses sains terintegrasi, selain itu
diharapkan proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan dan lebih
bermakna karena siswa dilibatkan aktif dalam proses belajar mengajar.
2) Bagi Guru : memberikan masukan kepada guru mengenai alternatif lain
dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga proses belajar mengajar
menjadi lebih bermakna tanpa mengesampingkan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai.
3) Peneliti : menambah pengetahuan dan pemahaman tentang model
pembelajaran khususnya pembelajaran yang berpusat pada siswa serta dapat
diterapkan dalam proses belajar mengajar.
E. Asumsi
1) Melalui pembelajaran Salingtemas, siswa dapat mempelajari konsep secara
lebih bermakna (Poedjiadi, 2005 : 84).
2) Melalui pembelajaran Kontekstual, siswa mengalami sendiri apa yang
3) Siswa menggunakan semua keterampilan prosesnya pada pembelajaran
Salingtemas.
4) Keterampilan Proses Sains Terintegrasi berkembang baik dalam pembelajaran
yang melibatkan praktikum.
F. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
Penguasaan konsep siswa dan keterampilan proses sains terintegrasi siswa melalui
pembelajaran salingtemas tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan dua macam pembelajaran yaitu
pembelajaran Kontekstual dan pembelajaran Salingtemas sebagai variabel bebas
yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses sains terintegrasi
siswa dan penguasaan konsep sistem respirasi sebagai variabel terikat pada
konsep sistem respirasi.
A. Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
quasi eksperimen, karena penentuan kelas dilakukan secara acak kelas dengan The
Static Group Prettest-Posttest Design (Fraenkel & Wallen, 2006). Penelitian
quasi experiment, digunakan untuk menguji secara langsung pengaruh hipotesis
hubungan sebab akibat. Baik kelompok eksperimen 1 (kelompok yang diberi
pembelajaran Salingtemas) maupun kelompok eksperimen 2 (kelompok yang
diberi pembelajaran Kontekstual) akan dibandingkan hasil pretes dan postesnya,
kemudian dibandingkan juga N-gain dari hasil pretes dan hasil postes antara
pembelajaran kontekstual dan pembelajaran salingtemas.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Static
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelompok Test Awal Perlakuan Test Akhir
Eksperimen 1 O X1 O
Eksperimen 2 O X2 O
Keterangan:
O : Pemberian Tes
X1 : Pembelajaran Salingtemas (STM) X2 : Pembelajaran Kontekstual
B. Definisi Operasional
Definisi operasional ini bertujuan untuk lebih memudahkan dalam
memahami beberapa istilah di dalam penelitian ini. Definisi operasional
disesuaikan dengan tujuan dari penelitian, sehingga lebih mudah untuk
memahami isi dari penelitian. Beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran Kontekstual adalah pembelajaran yang menampilkan isu atau
masalah penyakit/kelainan sistem respirasi di masyarakat. Siswa
mendiskusikan penyebab, gejala, proses penyebaran dan cara pencegahan
masalah tersebut.
2. Pembelajaran Salingtemas adalah pembelajaran di mana siswa diminta
melakukan observasi untuk mengetahui masalah yang sedang dialami
masyarakat terkait sistem respirasi, kemudian mencari solusinya dalam
bentuk teknologi sederhana.
3. Penguasaan konsep merupakan skor tes tertulis siswa dalam menguasai dan
memahami konsep sistem respirasi pada jenjang SMA yang diberikan
sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran dalam bentuk pilihan ganda.
merumuskan hipotesis, menganalisis data, mengumpulkan dan membuat
grafik data, menterjemahkan variabel, membuat desain penelitian, serta
eksperimen pada konsep sistem respirasi jenjang SMA yang diberikan setelah
kegiatan pembelajaran dalam bentuk essai.
C. Populasi dan Sampel
Penelitian quasi experiment ini dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di
Kabupaten Subang pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Sampel dalam
penelitian ini ialah siswa kelas XI sebanyak dua kelas. Pemilihan sampel
dilakukan secara acak kelas. Satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen 1 yaitu
kelas yang diberi perlakuan dalam hal ini kelas yang menggunakan kegiatan
pembelajaran Salingtemas, sedangkan lainnya merupakan kelas eksperimen 2
yaitu kelas yang menggunakan kegiatan pembelajaran Kontekstual.
D. Instrumen Penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, instrumen yang
digunakan adalah kuesioner dan tes. Berikut adalah penjelasan operasional dari
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Tes, digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
diberi perlakuan. Adapun jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jenis tes obyektif yang berbentuk pilihan ganda dan tes uraian yang
berbentuk essai. Tes obyektif atau pilihan ganda digunakan untuk mengukur
essai digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam keterampilan
proses sains terintegrasi pada materi yang diajarkan.
2. Kuesioner digunakan untuk mengetahui pendapat siswa tentang model dan
pendekatan pembelajaran yang digunakan, dalam hal ini model pembelajaran
kontekstual dan pembelajaran salingtemas.
Dalam membuat instrumen penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Melakukan Uji Coba Butir Soal
Untuk menghasilkan soal yang baik, maka soal terlebih dahulu diuji coba.
Dengan dilakukannya uji coba butir soal dapat diketahui soal mana yang masuk
kategori sulit, sedang dan mudah, sehingga pada saat penelitian soal yang
digunakan benar-benar mencerminkan kemampuan siswa yang sedang diteliti. Di
bawah ini tabel hasil analisis uji coba soal Penguasaan konsep dan KPS
Tabel 3.2. Hasil Analisis Butir Soal Penguasaan Konsep Butir
Soal
D P
(%) Krit
Indeks Ting.
Kes
Ting.
Kes Val Ket
Soal 1 0% Jelek 0,875 Mudah 0,129 0,320 tidak valid
Tidak digunakan
Soal 2 5% Jelek 0,800 Mudah 0,251 0,320 tidak valid
Tidak digunakan Soal 3 45% Baik 0,450 Sedang 0,614 0,320 valid Dipakai Soal 4 60% Baik 0,425 Sedang 0,581 0,320 valid Dipakai Soal 5 15% Jelek 0,300 Sukar 0,335 0,320 valid Dipakai Soal 6 40% Baik 0,325 Sedang 0,629 0,320 valid Dipakai Soal 7 45% Baik 0,400 Sedang 0,756 0,320 valid Dipakai Soal 8 10% Jelek 0,625 Sedang 0,329 0,320 valid Dipakai Soal 9 25% Cukup 0,700 Sedang 0,387 0,320 valid Dipakai Soal 10 30% Cukup 0,575 Sedang 0,477 0,320 valid Dipakai Soal 11 30% Cukup 0,675 Sedang 0,556 0,320 valid Dipakai Soal 12 5% Jelek 0,350 Sedang 0,331 0,320 valid Dipakai Soal 13 30% Cukup 0,275 Sukar 0,734 0,320 valid Dipakai Soal 14 30% Cukup 0,725 Mudah 0,473 0,320 valid Dipakai Soal 15 30% Cukup 0,675 Sedang 0,533 0,320 valid Dipakai Soal 16 25% Cukup 0,250 Sukar 0,357 0,320 valid Dipakai Soal 17 30% Cukup 0,625 Sedang 0,441 0,320 valid Dipakai
Soal 18 5% Jelek 0,650 Sedang 0,273 0,320 tidak
valid Diperbaiki
Soal 19 10% Jelek 0,725 Mudah 0,210 0,320 tidak
valid Diperbaiki
Soal 20 35% Cukup 0,400 Sedang 0,462 0,320 valid Dipakai Soal 21 40% Baik 0,525 Sedang 0,475 0,320 valid Dipakai Soal 22 45% Baik 0,250 Sukar 0,703 0,320 valid Dipakai
Nilai Reliabilitas (0.88) termasuk kategori sangat tinggi.
Berdasarkan hasil analisis butir soal di atas, terdapat empat soal yang
tidak valid dengan kriteria yang jelek. Namun, dari keempat soal yang tidak valid
tersebut penulis mencantumkan dua soal tetap digunakan dengan diperbaiki
terlebih dahulu yaitu soal 18 dan 19 dan dua soal lagi tidak digunakan yaitu soal 1
dan 2.
Alasan penulis memperbaiki butir soal 18 dan 19 dan membuang butir
Butir soal 1 dan 2 merupakan bentuk soal ranah C1 sedangkan butir soal 18 dan
19 bentuk soal ranah C4 dan C5.
Tabel 3.3. Hasil Analisis Butir Soal Keterampilan Proses Sains Terintegrasi Yang Digunakan
Butir Soal Daya Pembeda (%)
Tingkat
Kesukaran Validitas Keterangan
1 0.43 (Baik) Sedang 0.80 (Sangat Tinggi) Dipakai
2 0.27 (Cukup) Sedang 0.69 (Tinggi) Dipakai
3 0.30 (Cukup) Sedang 0.58 (Cukup) Dipakai
4 0.29 (Cukup) Sedang 0.67 (Tinggi) Dipakai
5 0.36 (Cukup) Sedang 0.76 (Tinggi) Dipakai
6 0.27 (Cukup) Sedang 0.68 (Tinggi) Dipakai
7 0.31 (Cukup) Mudah 0.61 (Tinggi) Dipakai
8 0.29 (Cukup) Sedang 0.73 (Tinggi) Dipakai
9 0.31 (Cukup) Sedang 0.78 (Tinggi) Dipakai
10 0.48 (Baik) Mudah 0.85 (Sangat Tinggi) Dipakai Nilai Reliabilitas (0.94) termasuk kategori sangat tinggi
2. Melakukan Analisis Butir Soal
a. Validitas
Sebuah alat ukur yang baik harus memiliki kesahihan yang baik pula. Soal
tersebut dikatakan valid jika mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total,
karena akan menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah.
Jadi, satu alat ukur dikatakan valid apabila alat tersebut mengukur apa
yang seharusnya diukur. Pengukuran validitas butir soal pada penelitian ini
menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
rxy =
2 2 2 2 ) ( ( ) ) ( ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N
keterangan :
rxy : Vasilitas butir soal
N : Jumlah peserta tes X : Nilai suatu butir soal Y : Nilai soal
Adapun koefisien dari validitas butir soal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.4. Koefisien validitas butir soal
Rentang Keterangan
0,8 – 1,00 Sangat tinggi
0,6 – 0,80 Tinggi
0,4 – 0,60 Cukup
0,2 – 0,40 Rendah
0,0 – 0,20 Sangat rendah ( Sumber: Arikunto, 2001 : 75 )
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah taraf kepercayaan suatu soal, apakah soal memberikan
hasil yang tetap atau berubah-ubah (Arikunto, 2001 : 86). Jadi reliabilitas harus
mampu menghasilkan informasi yang sebenarnya. Untuk mengukur reliabilitas
digunakan rumus:
r11 =
2 2 1 S pq S n n Keterangan :
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p : Proprsisi subjek yang menjawab item dengan benar q : Proporsisi subjek yang menjawab dengan salah (q = 1 - 1)
pq
: jumlah hasil perkalian antara p dan q n : banyaknya item
Adapun nilai koefisien dari reliabilitas ini dapat kita lihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.5. Klasifikasi Reliabilitas Butir Soal
Rentang Keterangan
0,8 – 1,00 Sangat tinggi
0,6 – 0,79 Tinggi
0,4 – 0,56 Cukup
0,2 – 0,39 Rendah
0,0 – 0,19 Sangat rendah ( Sumber: Arikunto, 2001 )
c. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu
sukar (Arikunto, 2001: 207). Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat
kesukaran soal adalah sebagai berikut :
P =
JS B
(Arikunto, 2001 : 208)
Keterangan :
P : Indeks tingkat kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Indeks yang digunakan pada tingkat kesukaran ini dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3.6. Indeks tingkat kesukaran
Rentang Keterangan
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk memberikan siswa
yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan
rendah (Arikunto, 2001 : 211). Rumus yang digunakan untuk melihat daya
pembeda adalah :
D =
B B
A A
J B J B
Keterangan :
D : Indeks daya pembeda
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
BA : Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB : Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.7. Klasifikasi daya pembeda
Rentang Keterangan
0,00 – 0,20 Jelek
0,20 – 0,40 Cukup
0,40 – 0,70 Baik
0,70 – 1,00 Baik Sekali
(Sumber : Arikunto, 2001 : 210)
e. Pedoman Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam bentuk diferensiasi semantik
(Riduwan, 2009), bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa pada model
pembelajaran kontekstual dan salingtemas melalui keterampilan proses sains
E. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, penelitan ini bagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan
a. Melaksanakan seminar pra proposal penelitian yang tujuannya untuk
memperoleh masukan-masukan untuk memperlancar penelitian yang akan
dilaksanakan.
b. Menyempurnakan proposal penelitian.
c. Menyusun instrumen penelitian dan dijudgemen oleh dosen pembimbing dan
dosen ahli.
d. Melakukan konsultasi dengan kepala sekolah dan guru yang bersangkutan.
e. Melakukan uji coba instrument untuk mengukur validitas, reabilitas dan
tingkat kesukaran instrumen.
f. Membuat surat izin penelitian.
2. Tahapan Pelaksanaan
a. Kelas Salingtemas
1) Melaksanakan pre-test pada kelas yang dijadikan sampel penelitian.
2) Siswa mendiskusikan hasil observasi lapangan.
3) Memecahkan masalah yang mereka temui selama observasi di masyarakat.
4) Memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat sekitar dalam
bentuk teknologi sederhana.
5) Melaksanakan post-test setelah proses belajar mengajar berakhir.
7) Memberikan kuesioner yang isinya sekitar proses belajar mengajar yang telah
dilakukan sebagai referensi tambahan.
b. Kelas Kontekstual
1) Melaksanakan pre-test pada kelas yang dijadikan sampel penelitian.
2) Melakukan diskusi kelompok terhadap hasil observasi yang mereka temui di
masyarakat.
3) Siswa menggabungkan pengetahuan yang sebelumnya mereka dapatkan
dengan pengetahuan hasil diskusi tentang masalah penyakit sistem respirasi.
4) Melaksanakan post-test setelah proses belajar mengajar berakhir.
5) Mengumpulkan data hasil pre-test dan post-test.
6) Memberikan kuesioner yang isinya sekitar proses belajar mengajar yang telah
dilakukan sebagai referensi tambahan.
3. Tahapan Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai
berikut:
a. Mengolah data pre-test dan post-test keseluruhan:
1) Menghitung skor mentah dari setiap jawaban per-test dan post-test, jika
jawaban benar diberi skor 1 (satu), jika jawaban salah diberi skor 0 (nol).
2) Mengubah skor pretest dan posttest siswa.
Skor siswa =
total Skor
benar jawaban jumlah
3) Menghitung skor rata-rata pada keseluruhan siswa.
N x Mean
) (
) (
Siswa Jumlah
4) Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak menggunakan
test Kolmogorov-Smirnov (SPSS-14).
5) Untuk mengetahui data tersebut homogen atau tidak maka digunakan
Levene Test (Test of Homogenity of Variances).
6) Untuk menghitung perbedaan dua data atau uji rerata menggunakan uji t.
7) Menghitung normalisasi gain dari pre-test dan post-test siswa.
Rumus indeks gain yang digunakan adalah :
Indeks Gain =
t Skorpretes Maks
Skor
t Skorpretes st
SkorPostte
Meltzer (Coletta, 2005)
Dari nilai gain yang diperoleh diinterpretasikan makna yang terjadi
dengan menggunakan kriteria berikut:
g ≥ 0,7: tinggi 0,3 < g < 0,7 : sedang g < 0,3 : rendah
6). Menganalisis hasil kuesioner. Hasil kuesioner yang hasilnya dalam bentuk
F. Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
Memberikan
Pretest
Kajian Pembelajaran
Kontekstual dan
Salingtemas
Merumuskan
Hipotesis
Pembuatan Instrumen Penelitian
Penguasaan Konsep dan KPS
Terintegrasi
Penentuan Populasi
dan Sampel
Pengujian Validitas,
Reliabilitas, Taraf
Kesukaran, dan Daya
Pembeda
Pembelajaran
Kontekstual
Memberikan Postest
dan Kuesioner Kajian Materi sistem
respirasi
Mengolah Data Pretest, Postest dan Kuesioner
Pembelajaran
Salingtemas Masalah
Sampel Penelitian
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistik, tidak terdapat perbedaan secara signifikan
antara pembelajaran Salingtemas maupun pembelajaran Kontekstual, baik dari
penguasaan konsep siswa maupun keterampilan proses sains terintegrasi siswa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.
Berdasarkan hasil analisis post test penguasaan konsep baik kelas
Salingtemas maupun kelas Kontekstual sama-sama mengalami peningkatan
dengan kategori sedang. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan statistik dimana t
hitung = t table dengan tingkat signifikansi yang berarti
tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan dalam penguasaan konsep antara
keduanya.
Sedangkan untuk KPS Terintegrasi di kelas Salingtemas dan Kontekstual
juga mengalami peningkatan dengan kategori rendah. Kedua pembelajaran tidak
berbeda secara signifikan untuk meningkatkan kemampuan keterampilan proses
terintegrasi siswa.hal ini terlihat dari perhitungan statistic di mana t hitung =
t table dengan tingkat signifikansi yang berarti tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
Begitu juga dengan kuesioner, baik kelas Salingtemas maupun kelas
Kontekstual memberikan tanggapan positif terhadap kedua pembelajaran tersebut.
Namun, kedua pembelajaran tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
siswa untuk berpikir lebih kritis dan kreatif, melatih siswa untuk lebih berinisiatif
dan bekerja keras dalam memecahkan masalah. Sedangkan kekurangan yang
ditemukan pada pembelajaran Salingtemas yaitu memerlukan waktu lebih lama
karena tahapan lebih banyak dan lebih sulit dikerjakan, memerlukan upaya yang
dilakukan guru lebih besar, serta memerlukan upaya yang lebih besar dari siswa,
sehingga cenderung tidak disukai oleh siswa yang tidak suka tantangan. Sehingga
kedua pembelajaran ini dapat dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Pada kelas Kontekstual kelebihan yang ditemukan yaitu waktu yang
diperlukan dalam pembelajaran lebih singkat, tahapan pembelajaran tidak terlalu
rumit, sehingga lebih mudah dikelola oleh guru, serta lebih disukai oleh siswa
yang kurang suka tantangan. Sedangkan kekurangan yang terdapat pada kelas
Kontekstual yaitu tidak ada tuntutan bagi siswa untuk membuat solusi dari
permasalahan yang mereka temui, siswa tidak dituntut untuk menggunakan
teknologi sederhana sebagai implikasi dari solusi, serta kurang memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan, diantaranya tidak
semua aspek penguasaan konsep dan keterampilan proses sains terintegrasi
diteliti. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan sendiri oleh peneliti juga
menyebabkan banyak potensi dan permasalahan yang belum digali dengan
C.Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka ada beberapa hal yang
dapat dipertimbangkan sebagai saran, diantaranya adalah :
Bagi guru : pembelajaran Salingtemas dapat digunakan apabila memiliki waktu
yang cukup panjang dan ditujukan untuk mengembangkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah. Pembelajaran Kontekstual dapat digunakan apabila
waktu pembelajaran yang tersedia lebih sedikit dan pembelajaran lebih ditujukan
untuk memotivasi siswa belajar.
Bagi peneliti lain : diharapkan dapat mengembangkan model pembelajaran
Salingtemas yang lebih menyenangkan dan dapat memotivasi siswa untuk belajar
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2007). Science technology and Society. http//www.wikipdia.com/ Science technology and Society (diakses tanggal 20 Februari 2008).
Arikunto, S. (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Bennet, J. et al. (2006). Bringing Science to Life: A Synthesis of the Research Evidence on the Effects of Context-Based and STS Approaches to Science Teaching. Published online 18 October 2006 in Wiley InterScience
(www.interscience.wiley.com) DOI 10.1002/sce.20186
BSNP (2006). Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus
SMA/MA. Jakarta: DEPDIKNAS
Campbell, et al. (2004). Biologi. Jilid III. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga
Coletta. V.P. & Phillips. J.A. (2005). Interpreting FCI Scores: Normalized Gain,
Preinstruction Scores, and Scientific Reasoning Ability. American Journal physics, Vol. 73, No. 12, Desember 2005)
Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. (2006). Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2. Sosialisasi KTSP. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas.
Djamarah, S. B. & Aswin Z. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Erwansyah (2006). Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada
Pembelajaran Bioteknologi Dengan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat. Tesis Magister Program Studi Pendidikan IPA SPS UPI: Tidak
diterbitkan.
Fenshman, P. (1988). Familiar But Different: Some Dilemmas and New
Directions In Science Education. In P.J. Fenshman (ed), Developments and Dilemmas In Science Educations. New York: Falmer Press PP. 1-26.
Tersedia: http//on.wikipidea.org/wiki/science %2C technology %2C society and environment education.
Fogarty, R. (1991). How to Integrate the Curricula. Palatine Illinois : IRI/Skylight Publishing, Inc.
Fraenkel, J.R., & Wallen N.E. (2006). How to Design and Evaluate Research in
Hendrik, Putrolo S. (2000). Pembelajaran Konsep Struktur Tumbuhan dengan
Menerapkan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Kegiatan Laboratorium. Tesis PPs UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Holil, A. (2008). Menjadi Manusia Pembelajar. Tersedia. Online
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pengertian-pembelajaran-terpadu.html.
Inmahmudah. (2005). Pengaruh Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)
terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas I SMU Muhammadiyah I Malang.http://student-research.umm.ac.id/print/student_research_6683.html
(diakses tanggal 12 juni 2012)
Johnson. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: MLC
Karli, H. (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi: Model-Model
Pembelajaran. Bandung: Bina Media Informasi
Kasanda, et al. (2005). The Role of Everyday Contexts in Learner-centred Teaching: The practice in Namibian secondary schools. International
Journal of Science Education Vol. 27, No. 15, 16 December 2005, pp.
1805–1823
Kurniati, T. (2001). Pembelajaran Pendekatan Keterampilan Proses Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Tesis PPs UPI.
Bandung: Tidak diterbitkan
Mulyasa, E. (2006). Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nurhadi, & Senduk, A. G. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang
Oktian, F. Y. (2005). Implementasi Contextual Teaching and Learning dalam
Pembelajaran Rangkaian Listrik untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa SMP. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Poedjiadi. (2005). Sains Teknlogi Masyarakat. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Pratiwi, D. A. Dkk (2006). Biologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Puskur Balitbang Depdiknas. (2006). Model Pengembangan Silabus Mata
Palajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta:
Tidak diterbitkan.
Resmiati, S. (2005) Upaya Meningkatkan Potensi Belajar Siswa Pada Konsep
Pembelajaran Tumbuhan dengan Menggunakan Pendekatan STM. Tesis
Magister Program Studi Pendidikan IPA SPS UPI: Tidak diterbitkan.
Rezba. J. Richard, et al. (1999). Learning and Assessing: SCIENCE PROCESS
SKILLS. Fourth Editon. Kendall/Hunt Publishing Company.
Riduwan & Sunarto. (2009). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta
Rustaman, N. et al. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press).
Sanjaya, W. (2006). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana
Shamsid-Deen, I & Smith, P. B. (2006). Contextual Teaching And Learning Practices In The Family And Consumer Sciences Curriculum. Journal of
Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/Summer, 2006
Sudarman. (2009). Lalu Gede Sudarman Blogs. Tersedia. Online.
http://pembelajaranfisika.blogspot.com/2009/02/ipa-terpadu.html
Sukri, (2002). Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran
biologi (Studi Kuasi Eksperimen Topik Penggunaan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Kelas 1 MAN Malang). Tesis Magister Program
Studi Pendidikan IPA PPS UPI: tidak diterbitkan.
Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta Kanisius.
Syamsuri. (2004). Sains Biologi SMA. Jakarta: Erlangga
Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek. Jakarta. Prestasi Pustaka Publisher.