• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Scientific Approach pada Materi Alat-Alat Optik Untuk Siswa SMA Kelas X JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Scientific Approach pada Materi Alat-Alat Optik Untuk Siswa SMA Kelas X JURNAL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH PADA

MATERI ALAT-ALAT OPTIK UNTUK SISWA SMA KELAS X

Delima Anggraeni1, Sukarmin, M.Si., Ph.D2

, Drs. Pujayanto, M.Si3 Program Studi Pendidikan Fisika,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36 A, Surakarta, Telp/Fax (0271) 648939

E-mail: inearggna@gmail.com

ABSTRACT

The research aimed toproduce the physics learning module based on scientific approach in term of optical instruments for tenth grade of senior high school that have good criteria.

This research employed Research and Development (R&D) method based on the Borg and Gall’s model. The procedure of module development only until seven stage from ten stage, i.e.: (1) research and information collecting, (2) planning, (3) develop preliminary form of product, (4) preliminary field testing, (5) main product revision, (6) main field testing, and (7) operational product revision. The data collected qualitatively which is supported quantitatively by questioner. The sources of data were from validators and respondents. The validators consisted of 2 lecturers as experts, 3 teachers as reviewers and 2 coleage university students as peer reviewers. The respondents observed are 39 students consisted of 9 students for preliminary field testing and 30 students for main field testing that came from 3 different schools were SMA N 1 Karanganyar, SMA N 2 Karanganyar and SMA N 2 Surakarta. Then the data were analyzed both qualitatively and quantitatively using Syaifuddin Azwar’s procedure.

Based on the data analysis and results of this research can be concluded that physics learning module based on scientific approach in term of optical instruments for tenth grade of senior high school had been developed fulfil good criteria for four aspects, they are expedience of contents, presentation, language and graphic aspects.

Keywords: Physics Module, Scientific Approach, Optical Instruments

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-alat Optik untuk siswa SMA kelas X yang memenuhi kriteria baik.

Penelitian ini menggunakan metode research and development (R&D) berdasarkan pada model Borg dan Gall. Prosedur penelitian pengembangan modul yang dilakukan hanya sampai pada tahap ketujuh dari sepuluh tahapan yaitu (1) pencarian dan pengumpulkan informasi, (2) perencanaan, (3) pengembangan draft modul, (4) uji coba awal, (5) revisi hasil uji coba awal, (6) uji coba utama, dan (7) revisi hasil uji coba utama. Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif yang diperoleh dari angket. Sumber data penelitian terdiri dari validator dan responden. Validator meliputi 2 dosen sebagai ahli, 3 guru sebagai reviewer dan 2 mahasiswa sejawat sebagai peer reviewer. Responden sebanyak 39 siswa yang terdiri dari 9 siswa dalam uji coba awal dan 30 siswa dalam uji coba utama yang berasal dari tiga sekolah berbeda, yaitu SMA Negeri 1 Karanganyar, SMA Negeri 2 Karanganyar dan SMA Negeri 2 Surakarta. Teknik analisis data yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan prosedur yang dikemukakan oleh Syaifuddin Azwar.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-Alat Optik untuk siswa SMA kelas X yang telah dikembangkan memenuhi kriteria baik pada segi kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafisan.

Kata kunci: Modul Fisika, Scientific Approach, Alat-Alat Optik

PENDAHULUAN

Kurikulum menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pendidikan selalu mengalamai perubahan dan terus berkembang. Kurikulum pendidikan di Indonesia sendiri sudah mengalami perkembangan sejak sebelum tahun 1945 hingga tahun 2013 yang sedang berjalan. Selama proses pergantian kurikulum, tidak ada tujuan lain selain untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta rancangan pembelajaran yang ada

di sekolah. Oleh karena itu, kurikulum yang baik akan sangat diharapkan dapat terlaksana di Indonesia sehingga akan menghasilkan masa depan anak bangsa yang cerah yang berimplikasi pada kemajuan bangsa dan negara.

(2)

commit to user

dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan

mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Scientific approach merupakan langkah terbaik dalam pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Kriteria scientific approach diantaranya adalah pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan secara logika, dan pembelajaran dapat mendorong siswa berpikir kritis.

Dalam scientific approach, terdapat tiga model pembelajaran yang dapat digunakan, yaitu: discovery learning, problem based learning, dan project based learning. Banyak penelitian yang menunjukkan keefektifan pembelajaran dengan ketiga model pembelajaran ini, diantaranya: penelitian yang dilakukan oleh Uside, Barchok, & Abura (2013) berjudul “Effect of Discovery Method on secondary School Student’s Achievement in Physics in Kenya”, menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi siswa dengan meningkatkan retensi pengetahuan dan menanamkan rasa percaya diri. Penelitian oleh Ali & Rubani (2010) berjudul “Student-Centered Learning: An Approach in Physics Learning Style Using Problem-Based Learning (PBL) Method” yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran, yaitu siswa dapat bekerja sebagai anggota tim yang baik, presenter yang sangat baik, meningkatkan komunikasi interpersonal, dan mampu berpikir kritis. Penelitian lain oleh Mihardi, Harahap & Sani (2013) yang berjudul “The Effect of Project Based Learning Model with KWL Worksheet on Student Creative Thinking Process in Physics Problem” menunjukkan proses belajar dengan pembelajaran berbasis proyek benar-benar efektif untuk memajukan proses berpikir kreatif siswa dan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat menunjukkan bahwa aktivitas positif siswa meningkat.

Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran discovery learning, problem based learning, dan project based learning yang diterapkan pada mata pelajaran Fisika efektif digunakan dalam pembelajaran. Ketiga model tersebut membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih kreatif dan kritis, membantu siswa memahami ilmu pengetahuan dengan sangat baik dan meningkatkan keterampilan meneliti siswa. Model-model pembelajaran tersebut merujuk pada pembelajaran dengan pendekatan ilmiah (scientific approach), sehingga dapat disimpulkan bahwa scientific approach efektif digunakan dalam pembelajaran, salah satunya pada pembelajaran Fisika. Hal ini sesuai dengan karakteristiknya, bahwa fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan.

Implementasi Kurikulum 2013 dilengkapi dengan pengadaan bahan ajar berupa buku panduan guru dan buku teks pelajaran untuk siswa oleh pemerintah. Buku panduan guru dan buku teks pelajaran tersebut disesuaikan dengan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Kerangka Dasar dan

Struktur Kurikulum Sekolah Dasar dan Menengah Kurikulum 2013 untuk memudahkan guru dan siswa melaksanakan pembelajaran dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Strategi ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku serta bahan bagi pelatihan guru dalam keterampilan melakukan pembelajaran dan penilaian pada proses serta hasil belajar siswa. Buku/modul digunakan sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasi standar pembentukan kurikulum. Namun, pengadaan buku untuk tingkat Sekolah Menengah Atas hanya terbatas pada beberapa mata pelajaran, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Sejarah Indonesia sebagaimana tercantum dalam Permendikbud No. 71 tahun 2013. Untuk mata pelajaran lain, guru menyiapkan dan memilih sendiri bahan ajar yang akan menjadi pegangan dan acuan dalam mengajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Terbatasnya ketersediaan buku pegangan guru dan siswa ini pun menjadi salah satu penyebab proses pembelajaran di kelas kurang efektif.

Melihat dari pengalaman di lapangan, bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran fisika terbatas pada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menjadi satu-satunya pegangan siswa. Padahal materi yang tertera di LKS merupakan rangkuman materi yang disajikan dengan singkat dan kurang lengkap. Sehingga siswa masih mengandalkan materi yang disampaikan oleh guru dan pembelajaran pun berlangsung satu arah. Masih berlangsungnya pembelajaran satu arah juga diungkapkan oleh Sendi, Sutrisno, dan Sinaga (2013), “Pembelajaran fisika di sekolah masih berpusat pada guru, sementara siswa masih cenderung pasif dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah masih tergolong rendah”. Hal ini menyebabkan respon siswa cenderung negatif karena kurangnya variasi pembelajaran.

Kenyataan di atas sangat bertolak belakang dengan hakikat belajar fisika dan prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 berbasis scientific approach dimana siswa dituntut untuk mencari pengetahuan tidak dengan diberi pengetahuan, serta belajar aktif membangun pengetahuannya dari fakta atau fenomena yang ada bukan hanya diberi rumus-rumus yang sudah ada, seperti materi alat-alat optik. Alat-alat optik sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan ilmu teknologi. Dengan mempelajari alat-alat optik berdasarkan fakta dan fenomena, siswa dapat menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik sehingga siswa tidak perlu hanya diberi rumus-rumus saja, tapi diajarkan melalui fenomena yang ada.

(3)

commit to user

guru, akan mempermudah guru untuk merancang dan

melakukan pembelajaran. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Alias, Siraj, DeWitt, Attaran & Nordin (2013) yang berjudul “Evaluation on the Usability of Physics Module in a Secondary School in Malaysia: Student’s Retrospective”, mereka menyarankan penggunaan modul fisika berdasarkan teknologi dan gaya belajar dapat menjadi paket pembelajaran yang efektif. Selain itu, penelitan oleh Mulyanratna, Mulyaningsih, dan Sunarti (2011) menunjukkan bahwa perkuliahan dengan dipandu modul gelombang dan optik yang dikembangkan dapat terlaksana dengan sangat baik, peningkatan aktivitas belajar mandiri mahasiswa, ketuntasan tujuan mastery learning telah tercapai, dan respon positif mahasiswa terhadap isi modul dan pembelajaran yang dilaksanakan.

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diurai-kan dan beberapa hasil penelitian tentang pembelajaran berbasis scientific approach maupun modul di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa perlu dikembangkan modul Fisika berbasis scientific approach. Untuk keperluan tersebut, maka penulis mengajukan penelitian dengan judul “Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Scientific Approach pada Materi Alat-Alat Optik untuk Negeri 2 Surakarta.

Penelitian yang dilaksanakan meliputi tahap pengembangan modul pembelajaran, tahap validasi modul pembelajaran, tahap pengujian modul pembelajaran dan tahap pembuatan laporan penelitian. a. Model Pengembangan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengembangan (research and development/ R&D) berdasarkan pada model Borg & Gall. Adapun produk yang akan dikembangkan adalah modul pembelajaran fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-Alat Optik untuk siswa SMA kelas X.

b. Prosedur Pengembangan

Borg & Gall mengemukakan bahwa ada sepuluh tahapan dalam pelaksanaan penelitian pengembangan. Dalam penelitian ini hanya akan dilakukan sampai pada tahap ketujuh, yaitu hingga dihasilkannya produk akhir dari pengembangan berupa modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-Alat Optik. Prosedur pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Prosedur pengembangan, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengumpulan Informasi

Tahap pengumpulan informasi terdiri atas kegiatan analisis kebutuhan dan analisis kurikulum. Tahapan ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data mengenai kebutuhan apa saja yang diperlukan dalam perencanaan dan pengembangan draf

modul serta pemikiran untuk perancang-an selanjutnya.

2. Perencanaan Modul

Perencanaan merupakan tahap melakukan pemikiran untuk mendapatkan cara efektif dan efisien mengembangkan draf modul dengan bantuan data yang didapatkan dari tahap penelitian dan pengumpulan data. Pada tahap perencanaan, ditentukan konsep modul pembelajaran berbasis scientific approach yang akan dikembangkan. Beberapa tahapan yang dilakukan pada tahap perencanaan, yaitu mengumpulkan materi Alat-Alat Optik, merancang kegiatan pembelajaran dan menyusun sistematika modul pembelajaran.

3. Pengembangan Draf Modul

Pengembangan draf modul merupa-kan hasil terjemahan dari tahapan perencana-an. Dalam pengembangan modul diperlukan bimbingan orang yang ahli dalam penulisan modul. Pada penelitian ini, orang yang ahli yaitu dosen pembimbing yang akan membantu dan mempertimbangkan pengembangan modul dari komonen isi, kebahasaan, penyajian dan kegrafisan. Pada tahapan ini, bagian-bagian yang sudah direncanakan, disusun dan didesain sedemikian rupa sehingga menjadi modul awal.

Modul awal yang telah dikembangkan kemudian divalidasi oleh 3 reviewer dan 3 peer reviewer. Setiap validator memberi penilaian dan masukan untuk modul awal yang dijadikan bahan revisi sebelum dilakukan uji coba. Tahap validasi ini dilakukan untuk mendapatkan modul yang layak untuk digunakan pada uji coba awal.

4. Uji Coba Awal

Uji coba awal dilakukan setelah modul awal direvisi berdasarkan komentar dan saran dari reviewer dan peer reviewer atas persetujuan ahli. Hal ini dilakukan untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dan modul dapat digunakan oleh siswa secara layak.

5. Revisi Hasil Uji Coba Awal

Berdasarkan hasil uji coba awal, selanjutnya dilakukan revisi. Revisi ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil isian angket siswa terhadap modul yang diujicobakan.

6. Uji Coba Utama

Dari hasil uji coba utama akan diperoleh isian angket siswa, sehingga dapat dilakukan revisi kembali sebelum akhirnya dihasilkan modul akhir yaitu modul pembelajaran fisika berbasis scientific approach untuk kelas X SMA.

7. Modul Akhir

(4)

commit to user

Gambar 1. Desain Prosedur Pengembangan

c. Uji Coba Produk 1. Desain Uji Coba

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang terdiri dari tujuh tahapan. Setelah draf modul selesai dibuat, kemudian diujicobakan dengan urutan penilaian seperti pada Gambar 1 yang diberi blok warna abu-abu.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian terdiri dari validator dan siswa SMA kelas X. Untuk validator terdiri dari:

 Ahli, yaitu 2 orang dosen pembimbing.  Reviewer, yaitu 3 orang guru SMA yang

mengajar materi Fisika dan telah mendapatkan pelatihan tentang pembelajaran Kurikulum 2013.

Peer reviewer, yaitu 3 orang mahasiswa pendidikan Fisika UNS yang telah mengambil matakuliah Fisika Dasar dan IPA Terpadu tahun 2013.

Sedangkan siswa SMA kelas X terdiri dari:  9 siswa kelas X dari tiga SMA berbeda

yaitu SMA Negeri 1 Karanganyar, SMA Negeri 2 Karanganyar dan SMA Negeri 2 Surakarta untuk uji coba awal.

 30 siswa kelas X dari tiga SMA berbeda yaitu SMA Negeri 1 Karanganyar, SMA Negeri 2 Karanganyar dan SMA Negeri 2 Surakarta untuk uji coba utama.

3. Jenis Data

Data yang diperoleh dari penelitian pengembangan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari nilai rata-rata angket dalam uji validasi dari komponen kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafisan. Data menggunakan skala Likert berupa angka-angka yaitu 4, 3, 2 dan 1. Angka-angka tersebut kemudian direkapitulasikan sehingga dapat disimpulkan tingkat kelayakan modul. Sedangkan untuk data kualitatif diperoleh dari saran dan komentar sebagai pertimbangan untuk melakukan revisi. Data juga diperoleh dari isian angket siswa tentang keterbacaan modul dari komponen kelayakan isi, kebahasaan, penyajian dan kegrafisan. Data dari siswa berupa rata-rata dari angket check list “Ya/Tidak” serta komentar dan saran. 4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan menggunakan teknik angket berupa angket kelayakan modul. Instrumen angket kelayakan modul ditujukan kepada validator dan siswa.

Analisis Kurikulum Analisis Kebutuhan

Perencanaan Modul

Modul Awal

Modul Terevisi I

Uji Coba Awal kepada 9 Siswa

Modul Terevisi II

Modul Akhir Pengembangan Draf Modul

Pengumpulan Informasi

Baik Validasi oleh 2 Ahli Belum baik

Uji Coba Utama kepada 30 Siswa Revisi

Revisi Hasil Uji Coba Awal

Revisi Hasil Uji Coba Utama Validasi oleh 3

reviewer dan 3 Peer

Reviewer

Revisi

Belum baik

(5)

commit to user

Instrumen ini untuk mengetahui kelayakan

modul yang dilihat dari komponen kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafisan (modifikasi dari BSNP). Validasi instrumen didasarkan atas validitas isi dan konstruksi. 5. Teknik Analisis Data

Kuantisasi data dilakukan dengan menjumlah skor setiap komponen dan keseluruhan yang akan diuraikan dalam analisis kualitatif. Skor tersebut dikategorikan ke dalam lima kriteria, dengan rumusan seperti yang digunakan oleh Azwar (2007: 163). Data yang didapat dalam penelitian ini yaitu data kelayakan modul. Variabel kelayakan modul pembelajaran fisika berbasis scientific approach yang telah disusun berdasarkan kriteria komponen kelayakan isi, kebahasaan, penyajian dan kegrafisan. Analisis data yang dilakukan dari masing-masing komponen seperti Tabel 1 - Tabel 3.6:

Tabel 1 Kriteria Penilaian

Interval Nilai Kriteria Mi + 1,5 Sbi < X Sangat Baik

Mi + 0,5 Sbi < X  Mi + 1,5 Sbi Baik

Mi - 0,5 Sbi < X  Mi + 0,5 Sbi Cukup

Mi - 1,5 Sbi < X  Mi - 0,5 Sbi Kurang

X  Mi - 1,5 Sbi Sangat Kurang Keterangan: X = Skor responden; Mi= Mean

ideal; Sbi= Simpangan baku ideal; Mi= ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal); Sbi= 1/6 (skor tertinggi ideal - skor terendah ideal) Tabel 2. Kriteria Kelayakan Total Modul

Fisika

Kategori Kelompok Skor Kriteria 5 X > 156 Sangat Baik 4 132  X  156 Baik 3 108  X  132 Cukup 2 84  X  108 Kurang 1 X  84 Sangat kurang

Tabel 3. Kriteria Kelayakan Isi Kelompok Skor Kategori

X > 48,75 Sangat baik 41,25  X  48,75 Baik 33,75  X  41,25 Cukup 26,25  X  33,75 Kurang

X  26,25 Sangat kurang

Tabel 4. Kriteria Kebahasaan

Kelompok Skor Kategori X > 32,5 Sangat baik 27,5  X  32,5 Baik 22,5  X  27,5 Cukup 17,5  X  22,5 Kurang

X  17,5 Sangat kurang

Tabel 5. Kriteria Penyajian

Kelompok Skor Kategori X > 58,5 Sangat baik 49,5  X  58,5 Baik 40,5  X  49,5 Cukup 31,5  X  40,5 Kurang

X  31,5 Sangat kurang

Tabel 6. Kriteria Kegrafisan

Kelompok Skor Kategori X > 16,25 Sangat baik 13,75  X  16,25 Baik 11,25  X  13,75 Cukup

8,75  X  11,25 Kurang X  8,75 Sangat kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini akan disajikan secara umum data hasil validasi modul Fisika Alat-Alat Optik yang diambil dari dosen ahli dan reviewer dan peer reviewer. Hasil penilaian modul oleh validator didukung oleh data yang diperoleh dari masing-masing komponen yang diuraikan sebagai berikut: a. Komponen Kelayakan Isi

Data hasil validasi menunjukkan bahwa jumlah skor untuk setiap validator pada komponen kelayakan isi adalah sebagai berikut: ahli I dan ahli II memberi nilai masing-masing 56 dan 57, reviewer I, II dan III memberi nilai masing-masing 52, 51 dan 56, sedangkan peer reviewer I dan II masing-masing memberi nilai 55 dan 50. Hal ini berarti bahwa semua validator memberikan penilaian dengan kriteria sangat baik.

b. Komponen Penyajian

Data hasil validasi menunjukkan bahwa jumlah skor untuk setiap validator pada komponen penyajian adalah sebagai berikut: ahli I dan II, serta reviewer II memberikan skor sama yaitu 70. Reviewer I dan III memberi skor masing-masing 64 dan 67. Peer reviewer I dan II memberi skor paling tinggi yaitu 72. Hal ini berarti bahwa semua validator memberikan penilaian dengan kriteria sangat baik.

c. Komponen Kebahasaan

Data hasil validasi menunjukkan bahwa jumlah skor untuk setiap validator pada komponen kebahasaan adalah sebagai berikut: ahli I dan II memberi skor sama yaitu 39, reviewer I, II dan III memberi skor masing-masing 33, 34 dan 37, peer reviewer I skor 37. Sedangkan peer reviewer II memberi skor 32. Hal ini berarti bahwa enam validator (ahli I dan II, reviewer I, II dan III, peer reviewer I) memberikan nilai sangat baik dan satu validator (peer reviewer II) memberikan nilai baik. d. Komponen Kegrafisan

(6)

commit to user

reviewer I) menilai sangat baik dan satu validator

(peer reviewer II) menilai baik.

Modul yang telah direvisi berdasarkan saran dan komentar dari ahli, reviewer dan peer reviewer kemudian diujicobakan kepada siswa. Data hasil uji coba ke siswa juga akan disajikan secara umum. Hasil uji coba menunjukkan bahwa jumlah skor keseluruhan untuk setiap siswa yakni sebagai berikut:

a. Uji Coba Awal

Hasil analisis uji coba awal kepada 9 siswa SMA kelas X menunjukkan bahwa jumlah skor keseluruhan maksimal adalah 35 (sebanyak 1 siswa) dan minimal 27 (sebanyak 1 siswa). Data tersebut memberikan gambaran bahwa 8 siswa memberi penilaian modul dalam kriteria sangat baik dan 1 siswa memberi penilaian modul dalam kriteria baik.

Oleh karena itu, penilain pada uji coba awal bisa dikatakan berhasil. Adapun saran dan komentar yang ada menjadi bahan revisi modul untuk kemudian dilakukan uji coba utama.

b. Uji Coba Utama

Hasil analisis uji coba utama kepada 30 siswa SMA kelas X menunjukkan bahwa jumlah skor keseluruhan maksimal adalah 36 (sebanyak 11 siswa) dan skor minimal adalah 31 (sebanyak 1 siswa). Data tersebut memberikan gambaran bahwa 100 % siswa memberi penilaian modul dalam kriteria sangat baik.

Oleh karena itu, penilain pada uji coba utama bisa dikatakan berhasil. Adapun saran dan komentar yang ada menjadi bahan revisi kembali sehingga diperoleh produk akhir berupa modul pembelajaran Fisika pada materi Alat-Alat Optik yang memenuhi kriteria baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari análisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-Alat Optik untuk siswa SMA kelas X yang telah dikembangkan memenuhi kriteria baik pada segi kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafisan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A.H., & Rubani, S.N.K. (2010). Student-centered Learning: An Approach Physics Learning Style Using Problem-Based Learning (PBL) Method. Departement of Science, Faculty of Science, Arts and Heritage and Faculty of

Technical Education, University tun Hussein, Malaysia.

Alias, N, Siraj, S., DeWitt, D., Attaran, M., & Nordin, A.B. (2013). Evaluation on the Usability of Physics Module in a Secondary School in Malaysia: Student’s Retrospective. The Malaysian Online Journal of Educational Technology, Volume 1, Isuee 1, 44-53. Azwar, Saifuddin M.A. (2007). Tes Prestasi: Fungsi

dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013).

Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta: Pusbangprodik. Mihardi, S., Harahap, M. B., & Sani, R. A. (2013).

The Project of Problem Based Learning Model with KWL Worksheet on Student Creative Thinking Process in Physics Problems. Journal of Education and Practice, Vol. 4, No. 25, 2013, 188-200.

Mulyanratna, M., Mulyaningsih, S., & Sunarti, T. (2011). Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA

untuk Upaya Meningkatkan Kemampuan

Mahasiswa Belajar Mandiri Melalui

Pengembangan Modul Mata Kuliah

Gelombnag dan Optik di Program Pendidikan Fisika FMIPA UNESA. Yogyakarta: Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

(2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.71 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sendi, S., Sutrisno, & Sinaga, P. (2013). Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran

dan Sains untuk Penerapan Model

Pembelajaran Problem Based Instruction untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika. Bandung, Indonesia.

Uside, O. N., Barchok, K. H., & Abura, O. G. (2013). Effective of Discovery Method on Secondary School Student’s Achievement in Physics in Kenya. Asian Journal of Social Science & Humanities, Vol. 2 No. 3 August 2013, 351-358.

Persetujuan Pembimbing

Surakarta, Juni 2016

Pembimbing I

Sukarmin, M.Si., Ph.D.

NIP 196708022000121001

Pembimbing II

Gambar

Gambar 1. Desain Prosedur Pengembangan
Tabel 5. Kriteria Penyajian

Referensi

Dokumen terkait

pengembangan modul fisika berbasis REACT pada materi alat-alat optik, mengetahui kualitas modul fisika berbasis REACT pada materi alat-alat optik, dan untuk

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS SCIENTIFIC. APPROACH KURIKULUM 2013 SMP KELAS

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) hasil pengembangan modul kimia berbasis scientific approach, 2) kelayakan modul kimia berbasis scientific approach

Kesimpulan penelitian dan pengembangan adalah: (1) pengembangan media pembelajaran fisika berbasis ICT dengan pendekatan scientific pada materi alat optik di SMA dapat

Rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah: (1) modul fisika berbasis REACT pada materi alat-alat optik hendaknya dimanfaatkan oleh guru fisika

Penelitian ini bertujuan untuk :1) meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Sukoharjo melalui penggunaan modul Fisika berbasis scientific approach

Keberadaan modul fisika berbasis scientific approach diharapkan dapat membantu peserta didik untuk mengetahui aplikasi dari pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari

berbasis scientific approach adalah tersusunnya modul kimia yang telah direvisi berdasarkan saran dan masukkan dari konsultan ahli modul, validator modul dan telah