• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ANATOMI STRUKTUR PENDUKUNG GIGI TIRUAN PENUH RAHANG BAWAH TERHADAP RETENSI DAN STABILISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH ANATOMI STRUKTUR PENDUKUNG GIGI TIRUAN PENUH RAHANG BAWAH TERHADAP RETENSI DAN STABILISASI"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

RETENSI DAN STABILISASI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

AMIRA PUTRI HEIDIRA NIM : 150600194

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

Tahun 2019

Amira Putri Heidira

Pengaruh Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Terhadap Retensi Dan Stabilisasi.

xiii + 79 Halaman

Edentulus penuh adalah keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Perawatan edentulus penuh dilakukan dengan pembuatan gigi tiruan penuh (GTP). Parameter keberhasilan perawatan sangat tergantung pada pemakaiannya. Hal yang sering menjadi permasalahan adalah kemampuan pasien untuk memakai dan beradaptasi terhadap gigi tiruan. Jika tidak teratasi dengan baik, maka akan berdampak pada kesehatan mulut serta kualitas hidup pasien, sehingga evaluasi dan kontrol pasca perawatan perlu dilakukan. Satu masalah yang banyak dikeluhkan adalah masalah pada retensi dan stabilisasi GTP rahang bawah. Menurut penelitian sebelumnya, adaptasi pasien terhadap GTP berhubungan dengan kondisi gigi tiruan, yang merupakan kombinasi dari kualitas GTP dan karakteristik linggir alveolar, sehingga perbedaan antara evaluasi dokter gigi mengenai kualitas GTP dan penilaian pasien dapat disebabkan penilaian klinis yang kurang tepat pada denture- bearing area, yang terdiri dari anatomi struktur pendukung dan pembatas gigi tiruan.

Namun, penelitian lain menyatakan linggir sisa alveolar tidak mempengaruhi penerimaan pasien terhadap GTP, sehingga studi pada bidang ini masih dianggap samar-samar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur anatomi pendukung gigi tiruan rahang bawah terhadap retensi dan stabilisasi pada pasien GTP di RSGM USU. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif analitik. Sampel penelitian ini adalah pasien yang menerima perawatan GTP di RSGM USU. Cara sampling yang digunakan adalah teknik penarikan sampel non-probability secara purposive

(3)

dilakukan pemeriksaan retensi dan stabilisasi GTP. Data dianalisis dengan uji Chi- Square dan Fisher Exact. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara resiliensi puncak linggir alveolar terhadap retensi dengan nilai p=0,005, bentuk linggir alveolar terhadap retensi dengan nilai p=0,023, dan bentuk linggir alveolar terhadap stabilisasi dengan nilai p=0,001. Kesimpulan dari penelitian adalah resiliensi puncak linggir alvoelar memiliki pengaruh terhadap retensi. Puncak linggir alveolar yang flabby menyebabkan GTP bergeser, sehingga mengakibatkan hilangnya peripheral seal antara GTP dengan jaringan. Bentuk linggir alveolar memiliki pengaruh terhadap retensi dan stabilisasi. Bentuk linggir klas III memiliki retensi dan stabilisasi yang baik karena mampu menahan gaya lateral dan memiliki kesejajaran dinding yang dapat mempertahankan seal untuk menahan gaya melepaskan dari arah vertikal. Pemakai GTP perlu dihimbau untuk melakukan kontrol rutin setelah pemasangan GTP untuk memeriksa retensi dan stabilisasi, serta melihat apakah GTP perlu dilakukan relining atau rebasing, sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian akan fungsi GTP-nya.

Daftar rujukan : 65 (2003-2018)

(4)
(5)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Slamat Tarigan, drg., MS., Ph.D

ANGGOTA : 1. Eddy Dahar, drg., M.Kes

2. Hubban Nasution, drg., MSc

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Hendry dan Ibunda Ira Mashura yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tidak terbalas, doa, nasehat, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik-adik penulis, yaitu M. Rafi Attahari dan Ayla Wanda Azzura yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing dan anggota penguji skripsi yang telah memberikan pengarahan, saran, nasehat, dorongan, serta meluangkan waktu, tenaga, pemikiran dan kesabaran kepada penulis selama penelitian dan penulisan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K) selaku koordinator skripsi Departemen Prostodonsia yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(7)

menyelesaikan skripsi ini.

6. Hubban Nasution, drg., MSc selaku anggota tim penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio (K) selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama masa pendidikan maupun selama penulisan skripsi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf pengajar serta pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

9. Seluruh responden penelitian yang sudah bersedia untuk berpartisipasi serta mengikuti serangkaian proses penelitian ini dengan baik.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Katyana Devy Poranc, M. Rizky Yuandha, Beby Yusmahizrah, Farhan Maulana Azmi, Kartika Walupi, Rischa Ivana, Rachella Ryandra, Elisa Pasaribu, Christa Patricia, Soraya Sinaga, Mega Aura, Luthfiani Indah, Fathur Rohmah, dan Dini Sastrawati yang telah banyak membantu dan memberikan semangat pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan penulisan skripsi di Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara:

Ade Khairani L, Aisyah Erawasi, Aisyah Hasibuan, Anggini Anha Fitri, Ayumi Cintika Putri, Boas Siregar, Bob Pranata Sipayung, Christ A Nababan, Desy Praningrum, Devi Anita S Haloho, Dinda Novia Putri, Elis Crystal, Elkana Lumbangaol, Fathur Rohmah, Hafizah Alhusna, Jesicha, Karina Tasya, Luthfiani Indah, M. Rizky Yuandha, Azizah Nurur Rahmah, M. Taruna, Abdul Muiz, Mutia Annada, Nova Yohana Hutauruk, Rameiyani Sembiring, Sanggry M. P, Dini Sastrawati, Siska, Siti Habibah Safina, Sri Afriyanti Munthe, Stevaninta Ginting, Sylvia Indriana, Tishya, Trifena Mulyani, Vivi Sari Rose, Yan Reynaldo, Yana Rosmana, Yessi Alicia atas bantuan dandukungannya selama penulisan skripsi.

(8)

membangun dari semua pihak.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Prostodonsia.

Medan, 25 Oktober 2019 Penulis,

(Amira Putri Heidira) NIM : 150600194

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Rumusan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.5.2 Manfaat Praktis ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edentulus Penuh ... 8 2.1.1 Perubahan yang Terjadi pada Rongga Mulut ...

2.1.2 Resorpsi Linggir Sisa Alveolar ...

2.1.3 Edentulus Penuh pada Rahang Bawah ...

9 10 11 2.2 Denture-bearing Area pada Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah 12 2.2.1 Anatomi Struktur Pendukung ...

2.2.1.1 Puncak Linggir Alveolar ...

2.2.1.2 Buccal Shelf ...

2.2.1.3 Bentuk dari Tulang Pendukung ...

13 13 14 15 2.2.2 Anatomi Struktur Pembatas ...

2.2.2.1 Vestibulum Labial ...

2.2.2.2 Vestibulum Bukal ...

2.2.2.3 Frenulum Labial ...

18 18 19 19

(10)

2.2.2.4 Frenulum Bukal ...

2.2.2.5 Fossa Retromylohyoid ...

2.2.2.6 Sulkus Alveololingual ...

19 19 20 2.3 Perawatan pada Pasien Edentulus Penuh ...

2.3.1 Gigi Tiruan Penuh ...

2.3.2 Pemeriksaan Awal Pasien ...

2.3.3 Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah ...

20 20 22 24 2.4 Retensi dan Stabilisasi pada Gigi Tiruan Penuh ...

2.4.1 Retensi ...

2.4.1.1 Pengertian ...

2.4.1.2 Faktor yang Memengaruhi ...

2.4.1.3 Pengukuran Retensi ...

25 25 25 26 30 2.4.2 Stabilisasi ...

2.4.2.1 Pengertian ...

2.4.2.2 Faktor yang Memengaruhi ...

2.4.2.3 Pengukuran Stabilisasi ...

31 31 32 35 2.5 Kerangka Teori ...

2.6 Kerangka Konsep ...

2.7 Hipotesis Penelitian ...

36 37 38

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ...

3.2 Populasi Penelitian ...

3.3 Sampel Penelitian ...

3.3.1 Kriteria Inklusi ...

3.3.2 Kriteria Eksklusi ...

3.4 Variabel Penelitian ...

3.4.1 Variabel Bebas ...

3.4.2 Variabel Terikat ...

3.4.3 Variabel Terkendali ...

3.4.4 Variabel Tidak Terkendali ...

39 39 39 40 40 40 40 40 40 41 3.5 Definisi Operasional...

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ...

3.7 Prosedur Penelitian ...

3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ...

3.7.1.1 Alat Penelitian ...

3.7.1.2 Bahan Penelitian ...

3.7.2 Cara Penelitian ...

41 43 43 43 43 45 46 3.8 Analisis Data ...

3.9 Kerangka Operasional ...

52 53

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Distribusi Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh

Rahang Bawah ... 54 4.2 Distribusi Retensi dan Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang

(11)

Bawah ... 55 4.3 Pengaruh Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh

Rahang Bawah terhadap Retensi dan Stabilisasi ... 56 BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh

Rahang Bawah ... 61 5.2 Distribusi Retensi dan Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang

Bawah ... 64 5.3 Pengaruh Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh

Rahang Bawah terhadap Retensi dan Stabilisasi ... 66 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 72 6.2 Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Tabel Operasional Variabel Bebas ... 41

2 Tabel Operasional Variabel Terikat ... 42

3 Definisi Operasional Variabel Terkendali ... 43

4 Definisi Operasional Variabel Tidak Terkendali ... 43

5 Distribusi Resiliensi Puncak Linggir Alveolar Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 54

6 Distribusi Bentuk Dari Linggir Alveolar Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 55

7 Distribusi Penilaian Retensi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 55

8 Distribusi Penilaian Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 56

9 Pengaruh Resiliensi Puncak Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Retensi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 57

10 Pengaruh Bentuk Dari Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Retensi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 58

11 Pengaruh Resiliensi Puncak Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 59

12 Pengaruh Bentuk Dari Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU ... 60

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Puncak dari linggir alveolar (A) umumnya tersusun dari tulang

cancellous ... 14

2 Buccal shelf memanjang dari frenulum bukal (A) ke retromolar pad (B) dan dibatasi puncak linggir alveolar (C) ... 15

3 Bentuk linggir alveolar pada rahang atas (A) dan bawah (B) ... 18

4 Gigi tiruan penuh ... 21

5 Perpanjangan lateral dari sayap bukal untuk menghasilkan facial seal ... 29

6 Tekanan pada suction cup yang dihasilkan oleh adanya tabrakan molekul gas yang menyebabkan suction cup kontak dengan permukaan ... 30

7 Alat pengukur retensi, push and pull meter (NANBEI China, Analog Push Pull Force Gauge) ... 31

8 Geometri pada gigi tiruan penuh ... 34

9 Neutral zone pada regio molar ... 35

10 Ball burnisher (Inspire Instrument SS Germany) ... 44

11 Mikromotor (Strong 207 Korea) ... 44

12 Push and pull meter (NK-50 50 N Dynamometer Analog Push Pull Force Gauge Tester Meter) ... 45

13 Bur fraser... 45

14 Loop (diameter 0,7 cm) ... 45

15 Pemeriksaan resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah .... 47

(14)

16 Hasil cetakan dari bentuk linggir alveolar rahang bawah ... 48

17 Gigi tiruan yang sudah dipasang loop dengan resin akrilik ... 49

18 Pemeriksaan retensi gigi tiruan dengan push and pull meter ... 49

19 Gigi tiruan yang sudah dilepaskan dari loop ... 50

20 Pemeriksaan stabilisasi gigi tiruan... 50

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Surat Izin Penelitian di RSGM USU 2 Surat Keterangan Ethical Clearance

3 Surat Keterangan Selesai Konsultasi Uji Statistik 4 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 5 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 6 Kuesioner Penelitian

7 Analisa Statistik

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehilangan seluruh gigi atau yang sering disebut dengan edentulus penuh adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya.

Kehilangan seluruh gigi sering digunakan sebagai indikator umum untuk menilai kesehatan penduduk serta kecukupan dari sistem perawatan kesehatan gigi dan mulut di suatu negara.1 Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu karies, penyakit periodontal, kebutuhan perawatan ortodontik, injuri trauma, dan gigi impaksi. Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan kehilangan gigi, karies dan penyakit periodontal masih merupakan penyebab yang paling utama.2 Di Indonesia, berdasarkan laporan RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, angka prevalensi nasional untuk penyakit gigi dan mulut adalah sebesar 25,9%.3 Kehilangan seluruh gigi nasional pada tahun 2007, usia 35-44 tahun sebesar 0,4% dan semakin meningkat pada usia 65 tahun ke atas, yaitu 17,6%. Persentase kehilangan gigi di Sumatera Utara lebih rendah daripada angka nasional yaitu sebesar 0,9%, sedangkan kehilangan seluruh gigi nasional adalah 1,6%.4

Kondisi edentulus penuh pada dasarnya dapat memengaruhi kesehatan umum, kesehatan rongga mulut dan kualitas hidup pasien. Perubahan pada rongga mulut mempunyai peran klinis yang penting terhadap perawatan nantinya.5 Fenomena perubahan yang paling terlihat pada pasien dengan edentulus penuh terjadi di tulang alveolar yang sering disebut dengan residual ridge resorption (RRR). Resorpsi linggir sisa alveolar adalah istilah yang digunakan untuk berkurangnya kuantitas dan kualitas linggir sisa setelah gigi-geligi diekstraksi. Resorpsi ini merupakan proses yang kronis, progresif dan irreversibel dengan laju resorpsi paling cepat dalam enam bulan pertama setelah ekstraksi.6

(17)

Perawatan pada pasien dengan edentulus penuh dapat dilakukan dengan pembuatan gigi tiruan penuh konvensional. Gigi tiruan lengkap atau gigi tiruan penuh (GTP) didefinisikan sebagai suatu protesa yang menggantikan keseluruhan gigi-geligi dan jaringan mulut disekitarnya. Tujuan dari gigi tiruan ini adalah untuk merehabilitasi sistem stomatognatik.7 Fungsi utama dari GTP adalah untuk mengembalikan fungsi mastikasi atau pengunyahan pasien, membantu mengembalikan fonetik, mengembalikan dimensi vertikal normal, dan memberikan dukungan untuk jaringan lunak wajah, sehingga nantinya akan memberikan estetika yang optimal dan akan meningkatkan kualitas hidup pasien.8,9,10 Meskipun perawatan gigi tiruan penuh konvensional tidak dianggap sebagai standar perawatan edentulus penuh di beberapa negara maju, perawatan ini masih banyak digunakan untuk penggantian gigi yang hilang. Selain itu, penggunaannya diperkirakan tidak akan menurun dalam waktu dekat, terutama pada populasi di negara berkembang dengan keterbatasan ekonomi. Oleh karena itu, kemajuan dalam terapi GTP konvensional masih perlu untuk diteliti dan ditingkatkan.11

Parameter keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan penuh sebagian besar sangat tergantung pada pemakaian gigi tiruan tersebut. Satu hal yang sering menjadi permasalahan dalam perawatan GTP adalah kemampuan pasien untuk memakai dan beradaptasi terhadap protesa, yang juga masih merupakan sebuah tantangan dalam perawatan gigi tiruan penuh. Hal ini jika tidak teratasi dengan baik maka sebagian besar protesa akan dinilai tidak memuaskan oleh pasien dan berdampak pada kesehatan mulut serta kualitas hidup pasien.12 Keberhasilan perawatan prostodontik tergantung pada pendekatan profesional dari dokter gigi dan di sisi lain pada motivasi dan kerja sama dengan pasien. Evaluasi hasil perawatan serta kontrol setelah pemasangan GTP penting untuk dilakukan. Evaluasi dan kontrol pasca perawatan dilakukan dengan tujuan untuk membantu mengatasi masalah dan keluhan pasien terhadap gigi tiruan. Beberapa keluhan yang sering timbul dari pasien setelah pemasangan gigi tiruan adalah adanya kelonggaran pada gigi tiruan, ketidaknyamanan, masalah dukungan pada gigi tiruan, masalah yang berhubungan dengan retensi dan stabilisasi, serta permasalahan lain seperti kesulitan dalam

(18)

berbicara, makan, adanya suara ketika makan, perubahan rasa, dan gagging. Salah satu masalah yang banyak dikeluhkan oleh pasien setelah pemasangan gigi tiruan adalah adanya masalah pada retensi dan stabilisasi.13

Retensi adalah kualitas yang ada pada gigi tiruan yang bertindak untuk melawan kekuatan pemindahan sepanjang gigi tiruan ditempatkan.14 Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi retensi, diantaranya adalah adhesi, kohesi, tegangan permukaan interfasial, border seal, dan tekanan atmosfer.15,16,17 Sedangkan, stabilisasi pada gigi tiruan didefinisikan sebagai resistensi gigi tiruan terhadap pergerakan pada fondasi jaringannya, terutama terhadap gaya lateral (horizontal) yang berlawanan dengan perpindahan vertikal.18 Beberapa faktor yang memengaruhi stabilisasi diantaranya adalah permukaan oklusal, permukaan intaglio, permukaan poles gigi tiruan, dan struktur yang berhubungan.19 Sebagian besar pasien mengeluh tentang gigi tiruan mereka yang tidak pas yang mungkin disebabkan kurangnya retensi atau stabilisasi. Selain itu, kurangnya retensi juga akan menyebabkan ketidakpuasan pasien terkait dengan fungsi gigi tiruan. Hilangnya retensi gigi tiruan akan mengurangi kemampuan pasien untuk mengunyah.

Namun, keluhan pasien terhadap retensi dan stabilisasi gigi tiruan rahang atas biasanya lebih sedikit daripada gigi tiruan rahang bawah. Gigi tiruan rahang bawah sering menjadi fokus dari keluhan pasien, seperti adanya masalah ketidakstabilan, rasa sakit, dan ketidakmampuan untuk mengunyah, sehingga menimbulkan masalah dalam adaptasi pasien terhadap gigi tiruannya.13 Dalam penelitian Baat (1997), adaptasi pasien terhadap gigi tiruan penuh sangat berhubungan pada kondisi protesa, yang merupakan kombinasi dari kualitas gigi tiruan dan karakteristik dari linggir sisa alveolar. Sehingga, perbedaan antara evaluasi dokter gigi mengenai kualitas gigi tiruan dan penilaian subjektif pasien dapat disebabkan dari pemeriksaan atau penilaian klinis yang kurang tepat pada kualitas permukaan bantalan gigi tiruan atau denture-bearing surfaces.18

Denture-bearing surfaces atau area adalah daerah basal seat yang mendukung gigi tiruan penuh atau gigi tiruan sebagian lepasan apabila ada beban oklusal. Gigi tiruan dan jaringan pendukungnya akan berdampingan dalam waktu

(19)

yang cukup lama. Oleh karena itu, dokter gigi harus mengerti sepenuhnya mengenai anatomi dari jaringan pendukung dan struktur pembatas yang berkaitan karena hal-hal tersebut merupakan fondasi dari denture-bearing area. Basis gigi tiruan harus diperluas semaksimal mungkin tanpa mengganggu fungsi normal dari jaringan.20

Pemeriksaan pada denture-bearing area dilakukan pada pemeriksaan awal pasien dalam perawatan GTP. Diagnosis dalam perawatan prostodontik membutuhkan kemampuan umum bagi dokter gigi untuk melakukan diagnosa dan pengetahuan, baik dalam bidang kedokteran gigi ataupun aspek lain dan ilmu-ilmu pendukung. Setiap pasien adalah individu yang berbeda dari individu lainnya, sehingga rongga mulut setiap pasien menyajikan kondisi yang berbeda-beda.15 Informasi yang diperlukan untuk mendapatkan diagnosis dan rencana perawatan yaitu informasi mengenai identitas pasien, riwayat medis, riwayat dental, pemeriksaan klinis pasien yang terdiri dari pemeriksaan ekstraoral dan intraoral, dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan yang berhubungan dengan denture-bearing area dilakukan pada saat pemeriksaan intraoral.21

Menurut Zarb (2004), denture-bearing area terdiri dari anatomi struktur pendukung dan pembatas gigi tiruan. Pada rahang atas, anatomi struktur pendukung terdiri dari tulang pada palatum keras dan sisa linggir alveolar yang ditutupi oleh membran mukosa. Sedangkan, pada gigi tiruan rahang bawah, didukung oleh puncak linggir alveolar, buccal shelf, dan bentuk dari struktur atau tulang pendukung.20 Dukungan pada gigi tiruan rahang bawah sangat berkaitan dengan mandibula dan jaringan lunak yang melapisinya.22 Puncak linggir alveolar yang edentulus adalah area yang cukup penting sebagai dukungan untuk gigi tiruan. Namun, linggir alveolar sangat rentan terhadap resorpsi sehingga membatasi potensinya. Kondisi linggir alveolar sebagai struktur pendukung akan tergantung pada ada atau tidaknya gigi di rongga mulut. Pasca pencabutan gigi geligi, tulang alveolar akan mengalami resorpsi yang menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya ukuran tulang secara terus- menerus.20 Bentuk linggir alveolar dapat diklasifikasikan menjadi 6 Klas menurut Cawood dan Howell, yaitu klas I (sebelum pencabutan), klas II (setelah pencabutan), klas III (well-rounded), klas IV (knife-edge), klas V (low well-rounded), dan klas VI

(20)

(depressed).23 Resorpsi tulang alveolar juga akan berpengaruh pula pada respon yang akan timbul di jaringan tulang yang bersangkutan. Resorbsi tulang alveolar sering ditemukan pada pasien yang sudah lama kehilangan gigi sehingga resiliensi atau daya lentur jaringan lunak sekitarnya flabby.24

Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan linggir alveolar dengan keberhasilan perawatan prostodontik. Pada penelitian Fenlon (2000), terhadap 723 pasien pemakai gigi tiruan penuh membuktikan bahwa bentuk dari sisa linggir alveolar memengaruhi kepuasan pasien serta penggunaan gigi tiruan baru. Dalam studi lain, kepuasan pasien juga berhubungan dengan laju alir saliva, karakteristik pada otot-otot rongga mulut, dan linggir sisa alveolar pada rahang bawah.18 Dari penelitian tersebut terlihat bahwa bentuk linggir yang baik akan berpengaruh dalam meningkatkan penerimaan pasien terhadap gigi tiruan penuh.

Namun, studi pada topik ini masih sangat sedikit dan cukup diragukan.25 Pada penelitian oleh Van Waas (1990) membuktikan bahwa bentuk linggir sisa alveolar tidak memengaruhi kepuasan atau penerimaan pasien terhadap gigi tiruan yang mereka terima.18 Selain itu, dalam penelitian oleh Celebic (2003) menyimpulkan bahwa pasien dengan bentuk linggir alveolar pada rahang bawah yang sangat baik menilai kepuasan terhadap gigi tiruannya dengan nilai yang rendah, terutama dalam hal retensi.

Sehingga, tidak ada hubungan yang signifikan antara denture-bearing area terhadap kepuasan dan penerimaan pasien terhadap gigi tiruan.26 Pada studi lain, terdapat adanya hubungan antara resiliensi jaringan dari linggir rahang bawah dan kepuasan pasien.

Oleh karena itu, studi pada bidang ini masih dianggap samar-samar dan kekurangan metodologi standar untuk perbandingannya.25

Berdasarkan informasi yang didapat, diketahui bahwa belum ada penelitian mengenai pengaruh anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah terhadap retensi dan stabilisasi gigi tiruan penuh yang dibuat oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Gigi Mulut Universitas Sumatera Utara (RSGM USU), tepatnya di Klinik Prostodonsia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah terhadap retensi dan stabilisasi.

(21)

1.2 Permasalahan

Setiap tahun jumlah individu yang mengalami edentulus penuh atau kehilangan seluruh gigi terus meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan perawatan GTP. Dengan adanya peningkatan kebutuhan perawatan GTP, perlu perhatian terhadap keberhasilan perawatan GTP yang juga berkaitan dengan penerimaan pasien setelah pemasangan gigi tiruan. Beberapa masalah yang sering timbul setelah pemasangan gigi tiruan adalah masalah retensi dan stabilisasi. Rahang bawah dipilih karena lebih sering menjadi fokus keluhan pada retensi dan stabilisasi dibandingkan dengan gigi tiruan rahang atas. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah, seperti resiliensi puncak linggir alveolar dan bentuk dari linggir alveolar terhadap hasil perawatan GTP. Namun, pada penelitian lain menunjukkan bahwa kondisi rongga mulut seperti linggir alveolar yang baik tidak berhubungan dengan penerimaan pasien dan belum banyak penelitian yang membahas mengenai topik tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik dan merasa perlu melakukan penelitian untuk mengobservasi pengaruh anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah terhadap retensi dan stabilisasi pada pasien GTP di RSGM USU yang dikerjakan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Prostodonsia. Alasan memilih RSGM USU sebagai tempat penelitian karena RSGM USU merupakan sebuah rumah sakit pendidikan yang diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana distribusi anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah?

2. Bagaimana distribusi retensi dan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah?

3. Apakah ada pengaruh anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah terhadap retensi dan stabilisasi?

(22)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui distribusi anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah.

2. Untuk mengetahui distribusi retensi dan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah.

3. Untuk mengetahui pengaruh anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah terhadap retensi dan stabilisasi.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi peneliti merupakan pengetahuan yang berharga dalam rangka menambah wawasan keilmuan melalui penelitian dan juga sebagai persiapan peneliti untuk menjadi mahasiswa kepaniteraan klinik.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Prostodonsia.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gigi tiruan penuh.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan masyarakat pemakai GTP dapat melakukan evaluasi pasca perawatan serta kontrol berkala terhadap gigi tiruannya.

2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi Departemen Prostodonsia untuk menghasilkan gigi tiruan penuh yang lebih memuaskan dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Edentulus Penuh

Edentulus penuh atau kehilangan seluruh gigi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Pengamatan terhadap kehilangan seluruh gigi atau edentulus penuh ini penting dilakukan karena merupakan indikator umum yang digunakan untuk menilai kesehatan penduduk dan juga fungsi serta kecukupan dari sistem perawatan kesehatan gigi dan mulut di suatu negara.1 Penelitian yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada tahun 2011-2012 di Amerika menunjukkan hampir 19% orang dewasa berumur 65 tahun keatas mengalami kehilangan gigi seluruhnya.27 Persentase individu yang mengalami edentulus dua kali lebih banyak pada mereka yang berumur 75 tahun keatas (26%) dibandingkan orang dewasa berumur 65-74 tahun (13%).

Prevalensi kehilangan seluruh gigi hampir sama antara laki-laki (18%) dan perempuan (19%).28 Di Indonesia, berdasarkan laporan RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, angka prevalensi nasional untuk penyakit gigi dan mulut adalah sebesar 25,9%.3 Kehilangan seluruh gigi nasional tahun 2007 pada usia 35-44 tahun sebesar 0,4% dan semakin meningkat pada usia 65 tahun ke atas, yaitu 17,6%. Persentase kehilangan gigi di Sumatera Utara lebih rendah daripada angka nasional yaitu sebesar 0,9%, sedangkan kehilangan seluruh gigi nasional adalah 1,6%.4

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu karies, penyakit periodontal, kebutuhan perawatan ortodontik, injuri trauma, dan gigi impaksi.2 Dalam beberapa penelitian sebelumnya, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, kesenjangan sosial dan geografis, faktor kebiasaan seperti merokok, dan sikap pasien dan dokter gigi terhadap status kesehatan mulut termasuk beberapa faktor risiko kehilangan gigi yang paling sering terjadi.1,2 Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan

(24)

kehilangan gigi, karies dan penyakit periodontal masih merupakan penyebab yang paling utama dan menjadi salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia.2

Kehilangan seluruh gigi dapat menimbulkan berbagai dampak, mulai dari dampak fisik, seperti hilangnya fungsi pengunyahan dan asupan gizi terganggu, sosial, sampai dampak psikologis. Orang dengan edentulus penuh cenderung menghindari untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dikarenakan adanya rasa malu untuk berbicara, tersenyum, bahkan makan di depan orang lain sehingga perilaku ini dapat mengarah ke isolasi diri. Dalam penelitian terdahulu, Fiske (1998) mengatakan bahwa mereka mengalami penurunan kepercayaan diri, penuaan yang lebih dini, perubahan citra diri, dan perubahan perilaku dalam bersosialisasi dan membentuk suatu hubungan.29

Pada kehilangan seluruh gigi atau edentulus penuh dapat dilakukan perawatan dengan pembuatan gigi tiruan penuh konvensional ataupun perawatan gigi tiruan yang berhubungan dengan implan. Namun, perawatan dengan gigi tiruan penuh konvensional saat ini masih banyak digunakan untuk penggantian gigi yang hilang.

Selain itu, penggunaannya diperkirakan tidak akan menurun dalam waktu dekat, terutama pada masyarakat di negara-negara berkembang dengan adanya keterbatasan ekonomi.11

2.1.1 Perubahan yang Terjadi pada Rongga Mulut

Kondisi edentulus penuh pada dasarnya dapat memengaruhi kesehatan umum, kesehatan rongga mulut dan pada saat yang sama memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan. Perubahan pada pasien, terutama pada rongga mulut mempunyai peran klinis yang penting terhadap perawatan nantinya. Beberapa perubahan ini membuat prosedur klinis tertentu menjadi lebih sulit dan akan mengurangi prognosisnya.

Perubahan anatomi yang terjadi setelah ekstraksi pada edentulus penuh dapat terjadi pada intraoral maupun ekstraoral. Setelah kehilangan gigi, pada umumnya tinggi dan lebar tulang alveolar akan berkurang. Hal ini terlihat secara nyata setelah ekstraksi gigi, namun prosesnya tetap berkelanjutan. Tulang alveolar mengalami perubahan berupa hilangnya mineral tulang oleh karena usia melalui resorpsi matriks

(25)

tulang dan proses ini berlanjut dikarenakan adanya kehilangan gigi. Kondisi edentulus juga ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resorpsi linggir alveolar yang akan mengarah pada pengurangan ukuran denture-bearing area. Berkurangnya tinggi dan lebar dari tulang alveolar akan menyebabkan perubahan pada profil jaringan lunak, seperti protrusi dari bibir bawah dan dagu.

Selama proses kehilangan tulang, struktur anatomi lainnya, seperti mylohyoid ridge dan genial tubercle dapat berubah menjadi lebih menonjol. Mukosa yang melapisi daerah ini cukup tipis, sehingga tidak mampu menahan beban fungsional, sehingga rasa sakit yang timbul dari daerah ini terkadang membutuhkan bedah untuk mengurangi penonjolan tulang.5

Perubahan degeneratif pada anatomi pada pasien bervariasi. Etiologinya diduga merupakan kombinasi dari faktor lokal dan sistemik, termasuk usia, jenis kelamin, lama edentulus, kebiasaan parafungsional, kesehatan umum, dan beberapa penyakit sistemik.30

2.1.2 Resorpsi Linggir Sisa Alveolar

Residual ridge atau linggir sisa adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan linggir alveolar klinis setelah penyembuhan tulang dan jaringan lunak setelah ekstraksi. Setelah proses ekstraksi, terjadi perubahan yang cukup signifikan pada tulang alveolar. Fenomena perubahan yang terjadi pada tulang alveolar ini sering disebut dengan residual ridge resorption (RRR). Residual ridge resorption adalah istilah yang digunakan untuk berkurangnya kuantitas dan kualitas linggir sisa setelah gigi-geligi diekstraksi. Resorpsi ini merupakan proses yang kronis, progresif dan irreversibel dengan laju resorpsi paling cepat dalam enam bulan pertama setelah ekstraksi.6 Resorpsi linggir alveolar yang terjadi setelah ekstraksi gigi adalah proses yang kompleks dan multifaktorial. Faktor mekanis, metabolisme, nutrisi, hormonal adalah beberapa faktor-faktor yang terlibat dan memiliki efek dari waktu ke waktu. Menurut Atwood, kecepatan resorpsi tulang alveolar bervariasi antar individu. Resorpsi paling besar terjadi pada gigi anterior atas dan bawah pada enam bulan pertama setelah ekstraksi. Sesudah tiga tahun, resorpsi pada rahang atas

(26)

sangat kecil dibandingkan rahang bawah.31 Selain itu, dalam sebuah studi longitudinal, Tallgren (1972) menyatakan bahwa resorpsi tulang pada rahang bawah empat kali lebih besar dibandingkan dengan rahang atas.5

Resorpsi ini akan menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya ukuran tulang alveolar secara terus-menerus. Perubahan bentuk dari tulang alveolar tidak hanya terjadi pada permukaan tulang alveolus dalam arah vertikal saja tetapi juga dalam arah labiolingual atau labiopalatal dari posisi awal yang menyebabkan tulang menjadi rendah, membulat, atau datar.32 Puncak tulang alveolar yang mengalami resorpsi, pada umumnya akan berubah bentuk menjadi cekung, datar atau seperti ujung pisau. Resorpsi berlebihan pada puncak tulang alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang. Resorpsi linggir yang berlebihan dan berkelanjutan merupakan masalah karena menyebabkan fungsi gigi tiruan penuh kurang baik dan terjadinya ketidakseimbangan oklusi.31

Proses resorpsi tulang alveolus dipengaruhi beberapa faktor etiologi. Zarb (2012) membaginya atas tiga kategori yaitu faktor anatomis, faktor prostodontik, dan faktor sistemik. Faktor anatomis terjadi karena resorpsi pada mandibula empat kali lebih besar daripada pada maksila serta wajah yang pendek dan persegi menyebabkan besarnya beban pengunyahan. Faktor prostodontik disebabkan karena adanya penggunaan gigi tiruan secara intensif, keadaan oklusi yang tidak stabil, kesalahan penempatan gigi posterior, dan penggunaan gigi tiruan yang tidak pas, sedangkan faktor sistemik yaitu penyakit yang memengaruhi proses pembentukan tulang seperti osteoporosis, defisiensi vitamin D, dan kelainan metabolisme fosfat atau kalsium.32

2.1.3 Edentulus Penuh pada Rahang Bawah

Anatomi pada rahang bawah dengan edentulus penuh memberikan tantangan dalam proses adaptasi pasien terhadap gigi tiruan penuh konvensional. Beberapa faktor yang memengaruhi kondisi tersebut berhubungan dengan kondisi edentulus pada rahang bawah, yaitu meliputi mukosa tipis yang melapisi linggir alveolar, area pendukung yang kurang, pergerakan dari mandibula, serta faktor lain seperti adanya

(27)

mobilitas dari dasar rongga mulut.33 Edentulus pada rahang bawah yang memiliki bentuk linggir seperti tapal kuda (horseshoe-shaped), luas permukaannya lebih kecil apabila dibandingkan dengan rahang atas. Pada rahang atas, luas permukaan sangat bergantung pada luas palatum dan dapat membentuk peripheral seal, sehingga dapat mempertahankan gigi tiruan penuh.34 Ditambah lagi, palatum pada rahang atas cukup stabil dengan jaringan fibrosa tebal untuk mendukung gigi tiruan dan menahan kekuatan oklusal. Selain itu, rahang atas menunjukkan mobilitas yang jauh lebih sedikit di perbatasan gigi tiruan dibandingkan dengan rahang bawah. Adanya lidah dan otot orofasial juga cenderung menjadi kendala dalam menangani edentulus pada rahang bawah. Perbedaan-perbedaan ini menjelaskan sebagian besar alasan mengapa penanganan pada edentulus rahang bawah lebih sulit jika dibandingkan dengan rahang atas.33

2.2 Denture-bearing Area pada Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah

Gigi tiruan dan jaringan pendukungnya akan berdampingan dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dokter gigi harus mengerti sepenuhnya mengenai anatomi dari jaringan pendukung dan struktur pembatas yang berkaitan karena hal- hal tersebut merupakan fondasi dari denture-bearing surfaces atau area. Menurut Baat (1997), adaptasi pasien terhadap gigi tiruan penuh sangat berhubungan dengan keadaan protesa, yang merupakan kombinasi dari kualitas gigi tiruan dan karakteristik sisa linggir alveolar. Oleh karena itu, adanya perbedaan dalam evaluasi dokter gigi terhadap kualitas gigi tiruan dan pendapat pasien dapat disebabkan oleh adanya pemeriksaan yang tidak tepat terhadap kualitas denture-bearing area.18 Denture-bearing area pada rahang bawah memiliki luas yang lebih kecil, yaitu 14 cm2, sedangkan pada rahang atas lebih besar yaitu 24 cm2. Ini berarti rahang bawah memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam menahan kekuatan oklusal jika dibandingkan dengan rahang atas. Selain itu, keberadaan lidah juga mempersulit pembuatan dan prosedur pencetakan dari gigi tiruan pada rahang bawah, sehingga gigi tiruan rahang bawah perlu perhatian khusus dalam proses pembuatannya.

(28)

Menurut Zarb (2004), denture-bearing area pada rahang bawah, terdiri darianatomi dari struktur pendukung dan struktur pembatas.20

2.2.1. Anatomi Struktur Pendukung 2.2.1.1 Puncak linggir alveolar

Puncak dari linggir sisa alveolar dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa dengan tulang cancellous dibawahnya. Membran mukosa yang menutupi puncak linggir alveolar berupa lapisan keratinisasi yang melekat pada submukosa ke periosteum pada rahang bawah. Epitelnya berupa epitel skuamosa berlapis berkeratin. Luas dari perlekatannya berbeda-beda pada setiap individu. Pada submukosa tidak terdapat adanya sel-sel glandular atau lemak, dan memiliki karakteristik khusus berupa serat kolagen yang padat dan berdekatan dengan lamina propria. Pada sebagian orang, submukosa melekat longgar terhadap tulang sampai ke puncak linggir alveolar, dan jaringan lunak mudah bergerak. Pada sebagian lainnya, submukosa melekat kuat kepada tulang, baik pada puncak linggir maupun lereng pada linggir alveolar rahang bawah. Walaupun lapisan submukosa cukup tipis pada linggir alveolar jika dibandingkan dengan bagian rongga mulut lain, lapisan ini masih cukup tebal untuk memberikan resiliensi yang adekuat sebagai dukungan gigi tiruan.

Puncak dari linggir alveolar yang edentulus adalah area yang cukup penting sebagai dukungan untuk gigi tiruan. Namun, linggir alveolar sangat rentan terhadap resorpsi sehingga membatasi potensinya, tidak seperti palatum yang cukup resisten terhadap resorpsi. Resorpsi tulang alveolar akan berpengaruh pula terhadap respon yang akan timbul pada jaringan tulang yang bersangkutan. Resorbsi tulang alveolar sering ditemukan pada pasien yang sudah lama kehilangan gigi sehingga jaringan lunak sekitarnya yang flabby.35 Membran mukosa pada puncak linggir alveolar rahang bawah, apabila melekat dengan baik pada tulang dibawahnya, maka akan memberikan jaringan lunak yang dapat memberikan dukungan yang baik. Namun, membran mukosa dengan perlekatan yang longgar tidak dapat menahan kekuatan mastikasi yang disalurkan melalui basis gigi tiruan.20

(29)

Gambar 1. Puncak dari linggir alveolar (A) umumnya tersusun dari tulang cancellous20

Resiliensi jaringan pada puncak linggir alveolar dapat dikategorikan menjadi resilien dan flabby. Resiliensi pada puncak linggir alveolar dikatakan resilen apabila kukuh, cekat, dan resisten ketika dilakukan palpasi. Sedangkan, dikatakan flabby apabila ada mobiliti atau pergerakan pada mukosa linggir ketika dilakukan palpasi.18

2.2.1.2 Buccal Shelf

Daerah diantara frenulum bukal pada rahang bawah dan tepi anterior pada otot masseter diketahui sebagai buccal shelf. Pada bagian medial dibatasi oleh puncak dari linggir alveolar, lateral dibatasi oleh external oblique ridge, dan pada bagian distal dibatasi oleh retromolar pad. Lebar dari dukungan tulang pada daerah ini akan semakin besar apabila resorpsi linggir berlanjut, hal ini dikarenakan lebar dari perbatasan inferior rahang bawah lebih besar daripada lebar prosesus alveolaris.

Membran mukosa yang melapisi buccal shelf perlekatannya lebih longgar dan keratinisasinya lebih sedikit daripada membran mukosa yang melapisi linggir alveolar. Bagian inferior dari otot buccinator melekat pada buccal shelf dan serat juga ditemukan pada submukosa yang melapisi tulang dibawahnya. Tulang yang berada dibawah buccal shelf merupakan tulang kortikal.

(30)

Gambar 2. Buccal shelf memanjang dari frenulum bukal (A) ke retromolar pad (B) dan dibatasi puncak linggir alveolar (C)20

2.2.1.3 Bentuk dari tulang pendukung

Bentuk dari tulang yang membentuk dukungan pada gigi tiruan rahang bawah berbeda-beda pada setiap individu. Faktor yang memengaruhinya adalah ukuran dan konsistensinya, kondisi kesehatan umum seseorang, tekanan yang ditimbulkan oleh otot disekitarnya, keparahan dari penyakit periodontal, dan lamanya seseorang dalam kondisi edentulus. Pada rahang atas, resorpsi terjadi ke arah atas dan dalam, mengikuti arah dari akar gigi dan prosesus alveolaris. Sedangkan pada rahang bawah, resorpsi terjadi ke arah luar dan semakin lama resorpsi terjadi, maka akan semakin lebar.

Kondisi linggir alveolar akan tergantung pada ada atau tidaknya gigi di rongga mulut. Pasca pencabutan gigi geligi, tulang alveolar akan mengalami resorpsi yang menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya ukuran tulang secara terus- menerus. Resorpsi setelah pencabutan gigi pada awalnya akan berlangsung cepat, lalu akan melambat seiring berjalannya waktu. Ketika gigi sudah tidak ada dalam

(31)

waktu yang cukup lama, linggir alveolar dapat berubah menjadi kecil dan pada puncak linggir akan kekurangan permukaan tulang kortikal yang halus di bawah mukosanya.20 Perubahan bentuk tulang ini tidak hanya terjadi pada permukaan tulang alveolus dalam arah vertikal saja tetapi juga dalam arah labio-lingual atau palatal dari posisi awal yang menyebabkan tulang alveolus menjadi rendah, membulat, atau datar. Perubahan bentuk yang berhubungan dengan usia lebih mudah ditandai pada individu edentulus penuh. Perubahan ini bervariasi diantara masing-masing individu.32

Terdapat beberapa anatomi pada rahang bawah sebagai faktor yang dapat memengaruhi bentuk dari struktur atau tulang pendukung:

1. Mylohyoid ridge

Jaringan lunak biasanya akan menyebabkan bentuk atau ketajaman dari mylohyoid ridge tidak terlihat. Bentuk dan inklinasi dari linggir bervariasi pada masing-masing individu. Pada bagian anterior mylohyoid ridge berlekatan dengan otot mylohyoid, terletak dekat dengan batas inferior dari mandibula. Pada bagian posterior, setelah resorpsi, akan terletak sama rata dengan permukaan superior dari sisa linggir alveolar. Membran mukosa yang berada diatas mylohyoid ridge yang tajam atau irregular akan mudah terkena trauma dari basis gigi tiruan, kecuali dilakukan relief. Daerah dibawah mylohyoid ridge undercut.

2. Foramen mental

Ketika terjadi resorpsi, maka foramen mental akan mendekat ke puncak dari linggir alveolar. Dalam keadaan ini, saraf mentalis dan juga pembuluh darah akan tertekan oleh basis gigi tiruan, maka dari itu diperlukan relief. Tekanan pada saraf mentalis akan menyebabkan mati rasa pada bibir bagian bawah.

3. Genial tubercles

Sama seperti foramen mentalis, genial tubercles akan mendekat ke puncak linggir alveolar ketika terjadi resorpsi. Selain itu, dengan terjadinya resorpsi, genial tubercles akan semakin menonjol.

(32)

4. Torus mandibularis

Torus mandibularis adalah penonjolan tulang yang biasanya ditemukan pada bagian lingual dari mandibula, tepatnya didekat gigi premolar satu dan dua, berada diantara jaringan lunak dari dasar mulut dan puncak dari prosesus alveolaris. Pada pasien yang edentulus, ketika resorpsi telah terjadi, torus mandibularis batas superior dari torus dapat terletak sejajar dengan puncak dari linggir alveolar. Torus mandibularis dilapisi oleh membran mukosa yang sangat tipis. Pada umumnya, torus mandibularis harus dihilangkan dengan bedah, karena akan sulit untuk melakukan relief pada gigi tiruan tanpa merusak border seal.

Ada beberapa klasifikasi stage atropi yang juga menggambarkan bentuk linggir alveolar. Cawood dan Howell (1988) membaginya atas enam klas, yaitu23:

1. Klas I (Dentate)

Linggir alveolar klas I adalah kondisi linggir sebelum pencabutan, dimana gigi masih berada didalam soket alveolar.

2. Klas II (Post extraction)

Linggir alveolar klas II adalah kondisi linggir setelah pencabutan, dimana soket bekas pencabutan masih terlihat dengan jelas.

3. Klas III (Well-rounded ridge)

Linggir alveolar klas III berbentuk seperti huruf U dengan tinggi serta lebar linggir masih adekuat. Soket setelah pencabutan telah diisi sepenuhnya dengan tulang yang baru terbentuk. Bentuk alveolus asli terlihat lagi dan bagian atas proses alveolar menjadi bulat karena tanda-tanda pertama dari resorpsi. Namun, tidak ada pengurangan ketinggian linggir yang terlalu mencolok.

4. Klas IV (Knife-edge ridge)

Bentuk puncak linggir alveolar berubah menjadi tipis dan tajam berbentuk knife-edge, tinggi adekuat, tetapi lebar sudah tidak adekuat.

5. Klas V (Low well-rounded ridge)

Linggir berbentuk datar, resorpsi lebih lanjut sudah terjadi dan mengarah ke low well-rounded yang rata tetapi sudah berkurang tinggi dan lebarnya.

(33)

6. Klas VI (Depressed ridge)

Berbentuk cekung atau depressed. Adanya atrofi yang berlanjut dari sisa krista menghasilkan bentuk tulang yang cekung, dimana tulang basal menunjukkan tanda-tanda reduksi.

Gambar 3. Bentuk linggir alveolar pada rahang atas (A) dan bawah (B)23

2.2.2 Anatomi Struktur Pembatas 2.2.2.1 Vestibulum Labial

Vestibulum labial adalah ruang diantara linggir alveolar dengan bibir.

Panjang dan ketebalan dari sayap labial gigi tiruan yang menempati ruang ini bervariasi tergantung dengan banyaknya jaringan yang hilang dan sangat penting dalam memengaruhi dukungan pada bibir.20,36 Vestibulum labial berjalan dari frenulum labial sampai ke frenulum bukal. Otot aktif yang berada didekat daerah ini adalah otot mentalis.

(34)

2.2.2.2 Vestibulum Bukal

Vestibulum bukal memanjang dari frenulum bukal sampai ke area retromolar secara posterior. Vestibulum bukal dibatasi sisa linggir alveolar pada satu sisi dan buccinator pada sisi lainnya. Pada batas distobukal, diakhir vestibulum bukal, harus menutupi sepenuhnya untuk mencegah perpindahan yang disebabkan oleh otot masseter yang serat anteriornya berada di luar dan belakang otot buccinator. Ketika otot masseter berkontraksi, otot ini akan mendorong ke dalam, melawan otot buccinator yang nantinya akan menghasilkan tonjolan di dalam mulut. Tonjolan ini dapat dicetak hanya ketika otot masseter berkontraksi dan terlihat sebagai notch atau takik pada sayap gigi tiruan yang biasanya disebut dengan masseteric notch.36

2.2.2.3Frenulum Labial

Frenulum labial adalah seikat jaringan fibrosa yang juga terdapat pada rahang atas. Frenulum ini dipengaruhi oleh otot orbicularis oris. Berbeda dengan frenulum labial pada rahang atas, frenulum labial pada rahang bawah lebih aktif. Frenulum ini mendapat perlekatan dari otot orbicularis oris, sehingga bagian ini cukup aktif dan sensitif. Dalam pembukaan mulut, sulkus akan menyempit. Oleh karena itu, hasil cetakan paling sempit berada di regio anterior labial.36

2.2.2.4 Frenulum Bukal

Frenulum bukal berada diatas dari depressor anguli oris. Serat dari otot buccinator melekat pada frenulum ini. Pada frenulum bukal harus dilakukan relief untuk mencegah perpindahan dari gigi tiruan pada saat berfungsi.36

2.2.2.5 Fossa Retromylohyoid

Fossa retromylohyoid terletak pada bagian posterior dari sulkus alveololingual. Fossa ini dibatas oleh retromylohyoid curtain pada bagian anterior, konstriktor superior dari faring pada bagian posterolateral, palatoglossus dan permukaan lateral dari lidah pada bagian posteromedial, dan kelenjar submandibular pada bagian inferior.

(35)

Gigi tiruan pada bagian posterior harus mencakup sampai ke kontak dari retromylohyoid curtain ketika ujung lidah ditempatkan pada bagian depan dari linggir alveolar rahang atas. Protrusi dari lidah akan menyebabkan retromylohyoid curtain bergerak maju.36

2.2.2.6Sulkus Alveololingual

Sulkus alveololingual adalah ruangan antara linggir alveolar dengan lidah, memanjang dari frenulum lingual sampai ke retromylohyoid curtain.36 Sulkus alveololingual dapat dibagi menjadi tiga bagian:

1. Daerah anterior

Sulkus alveololingual memanjang dari frenulum lingual sampai ke fossa premylohyoid. Sayap gigi tiruan lebih pendek di bagian anterior dan harus menyentuh mukosa dari dasar mulut ketika ujung lidah menyentuh gigi insisivus atas.

2. Daerah pertengahan

Sulkus alveololingual memanjang dari fossa premylohyoid sampai ke distal dari mylohyoid ridge. Bagian ini lebih dangkal dari bagian sulkus lainnya, karena adanya tonjolan dari mylohyoid ridge dan aktivitas dari otot mylohyoid.

3. Daerah posterior

Dibatasi oleh otot mylohyoid pada bagian anterior, pada bagian posterolateral dibatasi oleh konstriktor superior, palatoglossus pada posteromedial, dan lidah pada medial.

2.3 Perawatan pada Pasien Edentulus Penuh 2.3.1 Gigi Tiruan Penuh

Gigi tiruan lengkap atau gigi tiruan penuh (GTP) didefinisikan sebagai suatu protesa yang menggantikan keseluruhan gigi-geligi dan jaringan mulut disekitarnya.

Tujuan dari gigi tiruan ini adalah untuk merehabilitasi sistem stomatognatik. Gigi tiruan penuh tidak hanya meningkatkan sistem pengunyahan pasien yang edentulus, tetapi juga fonetik serta penampilan dari pasien. Oleh karena itu, jenis rehabilitasi ini dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas sosial pasien.7 Gigi tiruan penuh

(36)

konvensional adalah perawatan sering dipilih untuk kasus kehilangan seluruh gigi karena biaya perawatannya yang relatif murah dibandingkan overdenture atau perawatan gigi tiruan yang berhubungan dengan implan.37

Gambar 4. Gigi tiruan penuh38

Fungsi utama dari GTP adalah untuk mengembalikan fungsi mastikasi, fonetik, dan estetis:

1. Mastikasi

Salah satu tujuan dalam perawatan dengan gigi tiruan penuh adalah untuk mengembalikan fungsi mastikasi atau pengunyahan pasien. Fungsi pengunyahan yang tepat sangat penting, karena pengunyahan akan memengaruhi pencernaan pada makanan. Proses mastikasi berperan dengan cara mengurangi ukuran makanan dan mengubahnya menjadi bolus yang homogen sehingga dapat ditelan. Fungsi pengunyahan yang tepat juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.8

2. Fonetik

Pemakaian gigi tiruan penuh dapat membantu mengembalikan fonetik pada pasien yang edentulus. Gigi tiruan penuh dapat mengembalikan pengucapan huruf- huruf yang dihasilkan melalui bantuan gigi, bibir, lidah seperti dari lidah ke palatum (d, n, t), lidah ke gigi (l, th), gigi ke gigi (s, sh, z), gigi ke bibir (f, v), dan bibir ke bibir (b, m, p).9

(37)

3. Estetis

Estetika dalam cabang ilmu prostodontik dapat didefinisikan sebagai suatu filosofi yang berhubungan dengan kecantikan. Mengembalikan kembali senyum pasien yang edentulus dianggap sebagai salah satu capaian dalam perawatan prostodontik, karena senyum adalah bagian integral dari wajah. Tujuan utamanya adalah untuk mengganti gigi yang hilang, mengembalikan dimensi vertikal normal, dan memberikan dukungan untuk jaringan lunak wajah, sehingga nantinya akan memberikan estetika yang optimal bagi pasien dan akan meningkatkan kepercayaan diri serta kualitas hidup pasien.10

Gigi tiruan penuh juga memiliki beberapa indikasi dan kontraindikasi. Beberapa indikasi untuk perawatan gigi tiruan penuh adalah38:

1. Kehilangan seluruh gigi pada salah satu rahang atau keduanya.

2. Pasien yang tidak dapat melakukan perawatan dengan dental implant dikarenakan adanya masalah keuangan, riwayat penyakit sistemik, atau adanya kerusakan pada struktur vital, seperti saraf dan pembuluh darah.

3. Kanker intraoral yang telah menyebabkan hilangnya jaringan intraoral yang parah, sehingga pada lengkung gigi yang edentulus, protesa gigi tiruan lengkap fungsinya tidak hanya menggantikan gigi, tetapi juga mengisi bagian dari jaringan yang hilang, seperti nasofaring dan palatum keras.

Beberapa kontraindikasi untuk perawatan gigi tiruan penuh adalah:

1. Pasien tidak ingin menggunakan piranti lepasan untuk menggantikan gigi-gigi yang hilang.

2. Pasien mempunyai alergi terhadap bahan akrilik yang digunakan sebagai bahan pembuatan basis gigi tiruan penuh.

3. Pasien mempunyai refleks muntah yang parah.

2.3.2 Pemeriksaan Awal Pasien

Untuk memiliki dugaan prognosis yang baik, perawatan dalam kedokteran gigi memerlukan perencanaan awal yang tepat. Perencanaan ini termasuk diagnosis, pemeriksaan yang teliti, dan membuat rencana perawatan. Keberhasilan perawatan

(38)

gigi tiruan penuh dimulai dengan adanya pemeriksaan secara menyeluruh, yaitu terhadap fisik dan kondisi psikologis pasien, yang nantinya akan menghasilkan perawatan yang baik, berupa gigi tiruan penuh yang fungsional dan memenuhi harapan pasien. Setiap pasien adalah individu yang berbeda dari individu lain, sehingga rongga mulut setiap pasien memiliki kondisi yang berbeda-beda dari satu dengan yang lainnya. DeVan (1942) menyatakan bahwa “the dentist should meet the mind of the patient before he meets the mouth of the patient”, artinya bahwa dokter gigi harus memahami pasien terlebih dahulu, baik motivasinya, keinginannya, riwayat mengenai keadaan edentulusnya, ataupun perawatan yang pernah dilakukan untuk mengatasi keluhannya.

Permasalahannya adalah bagaimana mengidentifikasi atau membuat gigi tiruan yang sesuai dengan kondisi masing-masing pasien melalui pemeriksaan. Oleh karena itu, agar mendapatkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat, pemeriksaan menyeluruh meliputi pemeriksaan ekstraoral dan intraoral dikombinasikan dengan evaluasi psikologis pasien sangat penting untuk dilakukan.39 Hal-hal berikut harus dievaluasi untuk mendapatkan diagnosis dan rencana perawatan yang adekuat21:

1. Identitas pasien

Identitas pasien yang penting untuk diketahui terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan nomor telepon.

2. Riwayat medis

Riwayat medis berperan besar terhadap prognosis penyakit pasien. Beberapa penyakit sistemik yang dapat memengaruhi perawatan gigi tiruan penuh diantaranya adalah diabetes mellitus, anemia, penyakit yang berhubungan dengan kekurangan nutrisi, adanya terapi radiasi, penyakit sendi, kardiovaskular, hipertensi, penyakit jantung, paru-paru, dan lainnya.

3. Riwayat dental

Pada riwayat dental, perlu ditanyakan mengenai alasan kehilangan seluruh gigi, seperti penyakit periodontal, karies gigi, atau penyebab lainnya. Keluhan utama pasien termasuk didalamnya karena rencana perawatan akan sangat bergantung pada

(39)

tahap ini. Pengalaman pasien yang sudah memakai gigi tiruan sebelumnya, alasan mengapa pasien memerlukan gigi tiruan baru, jumlah, durasi pemakaian, informasi terkait estetik, fonetik, mastikasi, retensi, dan vertikal dimensi gigi tiruan sebelumnya penting untuk diketahui. Terakhir, gigi tiruan yang ada harus dievaluasi dan dokter gigi perlu mendiskusikan mengenai apa yang pasien harapkan dengan gigi tiruan barunya. Selain itu, dalam tahap ini dokter gigi juga melakukan evaluasi terhadap psikologis pasien. MM House (1950) mengklasifikasi psikologis pasien menjadi empat kategori, yaitu philosophical, exacting, hysterical, dan indifferent.

4. Pemeriksaan klinis a. Pemeriksaan ekstraoral

Pemeriksaan ekstraoral dilakukan terhadap bentuk wajah, profil wajah, simetri wajah, tinggi wajah, otot wajah, warna kulit, ketebalan dan panjang dari bibir, dan sendi temporomandibular.

b. Pemeriksaan intraoral

Pemeriksaan intraoral dilakukan terhadap bentuk lengkung rahang, bentuk linggir sisa alveolar, mukosa, daya lentur jaringan, relasi linggir alveolar, jarak antar rahang, mukosa, bentuk dari palatum, tuberositas maksila, saliva, ukuran lidah, dan perlekatan frenulum.

5. Pemeriksaan radiografi

Pemeriksaan radiografi akan memberikan informasi mengenai keberadaan sisa akar yang tertinggal, adanya foreign bodies atau benda asing, kondisi patologis dan keadaan osteoporosis menyeluruh pada tulang pendukung. Pemeriksaan radiografi yang dilakukan adalah radiografi panoramik yang pada umumnya bertujuan untuk melihat resorpsi dari linggir alveolar.

2.3.3 Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah

Gigi tiruan penuh rahang bawah memiliki tantangan yang lebih besar dari gigi tiruan penuh rahang atas dalam aspek teknisnya bagi dokter gigi dan sering merupakan tantangan dalam pemakaiannya bagi pasien. Ditambah lagi, adanya lidah dengan variasi ukuran, bentuk, dan aktivitas pada masing-masing individu yang akan

(40)

mempersulit prosedur pencetakan dalam pembuatan gigi tiruan dan kemampuan pasien untuk mengendalikan gigi tiruannya. Retensi dari gigi tiruan penuh rahang bawah akan selalu terganggu oleh pergerakan lidah.20

Oleh karena itu, sudah tidak dapat dihindari lagi bahwa ada potensi masalah atau keluhan yang akan muncul setelah pemasangan gigi tiruan penuh, terutama pada gigi tiruan penuh rahang bawah. Masalah-masalah ini mungkin bersifat sementara dan sebagian besar diabaikan oleh pasien atau mungkin cukup serius sehingga pasien tidak dapat mentoleransi gigi tiruannya. Ketika suatu keluhan muncul dalam pemakaian gigi tiruan, penting agar permasalahan tersebut diselesaikan secara sistematis dan logis. Riwayat mengenai kondisi pasien dan pemeriksaan rongga mulut yang cermat harus dilakukan agar diagnosis akurat dan perencanaan perawatan dapat disusun dengan tepat.Beberapa keluhan yang sering timbul dari pasien setelah pemasangan gigi tiruan adalah adanya ketidaknyamanan, masalah dukungan pada gigi tiruan, masalah yang berhubungan dengan retensi dan stabilisasi, serta permasalahan lain seperti kesulitan dalam berbicara, makan, adanya suara ketika makan, perubahan rasa, dan gagging.

Gigi tiruan rahang bawah sering menjadi fokus dari keluhan pasien seperti adanya ketidakstabilan dan masalah pada retensi, rasa sakit, dan ketidakmampuan mengunyah, sehingga dalam pembuatannya memerlukan perhatian khusus.13

2.4 Retensi dan Stabilisasi pada Gigi Tiruan Penuh 2.4.1 Retensi

2.4.1.1 Pengertian

Glossary of Prosthodontics mendefinisikan retensi sebagai kualitas yang ada pada gigi tiruan untuk bertindak melawan kekuatan pemindahan sepanjang gigi tiruan ditempatkan.40 Kekuatan yang menjaga gigi tiruan di tempat dan terlibat dalam retensi gigi tiruan adalah adhesi, kohesi, tegangan permukaan interfasial, border seal, dan tekanan atmosfer.15,20

Jika retensi pada gigi tiruan penuh baik, maka perpindahan harus sulit untuk dilakukan. Gigi tiruan yang kurang retentif dapat terjadi karena lebar sayap gigi

(41)

tiruan yang kurang adekuat, under-extension, basis gigi tiruan yang kurang pas, dan adanya penutupan atau seal yang tidak efektif pada gigi tiruan.15

2.3.1.2 Faktor yang Memengaruhi 1. Adhesi

Adhesi adalah kekuatan tarik-menarik antara molekul yang berbeda seperti air liur dan resin akrilik atau antara saliva dan mukosa, yang berperan dalam pembasahan atau lubrikasi pada gigi tiruan dan permukaan mukosa.15 Adhesi dari saliva ke membran mukosa dan basis gigi tiruan terjadi melalui kekuatan ionik antara glikoprotein saliva dan epitel permukaan atau resin akrilik. Dengan terjadinya kontak saliva ke jaringan dari rongga mulut dan basis gigi tiruan, adhesi berperan dalam meningkatkan kekuatan retensi lebih lanjut dari tegangan permukaan antarmuka.

Adhesi juga dapat diamati antara basis gigi tiruan dan membran mukosa pada pasien dengan xerostomia. Bahan basis gigi tiruan tampaknya melekat pada mukosa yang kering dari basal seat dan permukaan oral lainnya. Namun, adhesi seperti itu sangat tidak efektif untuk mempertahankan gigi tiruan dan merupakan faktor predisposisi untuk abrasi dan ulserasi mukosa karena kurangnya lubrikasi dari saliva.

Retensi yang diberikan oleh adhesi sebanding dengan area yang dicakup oleh gigi tiruan. Gigi tiruan rahang bawah menutupi area permukaan yang lebih sedikit daripada gigi tiruan rahang atas, sehingga gigi tiruan rahang bawah kurang retentif jika dibandingkan dengan rahang atas.20

2. Kohesi

Kohesi adalah kekuatan tarik-menarik antara molekul-molekul sejenis, yang mempertahankan integritas dari saliva. Gaya antar molekul-molekul dari adhesi dan kohesi dapat dianggap sebagai pembentukan rantai antara gigi tiruan dan mukosa.

Kohesi sebagai salah satu faktor yang memengaruhi kekuatan retensi terjadi di dalam lapisan cairan (biasanya saliva) yang ada di antara basis gigi tiruan dan mukosa, dan berfungsi untuk menjaga integritas cairan tersebut. Saliva normal tidak terlalu kohesif. Saliva yang tebal dan tinggi kandungan mucin lebih kental daripada air liur yang encer, namun sekresi yang kental biasanya tidak menghasilkan peningkatan

Gambar

Gambar 1. Puncak dari linggir alveolar (A) umumnya    tersusun dari tulang cancellous 20
Gambar 5. Perpanjangan lateral dari sayap      bukal  untuk menghasilkan      facial seal 15
Gambar 7. Alat pengukur retensi, push        and pull meter (NANBEI China,        Analog Push Pull Force Gauge) 42
Gambar 8. Geometri pada gigi                                                 tiruan penuh 19
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah pemasangan gigi tiruan rahang atas, selanjutnya dibuat pola lilin splin oklusal rahang bawah dengan menaikkan vertikal dimensi oklusi sebanyak 3 mm dan rahang bawah

2,5 Pembuatan gigi tiruan tanpa plat palatal pada kasus edentulous penuh dapat mengurangi retensi gigi tiruan lengkap oleh karena itu pilihan perawatan ini tidak

untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukaan gigi yang berdekatan dengan puncak tulang

Cengkeram ini hanya berfungsi untuk retensi dan stabilisasi gigi tiruan sebagian lepas. Oleh karena itu, cengkeram gingival tidak memiliki bagian yang melalui daerah oklusal gigi

Dalam penelitian tersebut, anak dari Bapak/Ibu akan saya lakukan pemeriksaan rongga mulut secara langsung dan akan dilakukan pencetakan gigi rahang atas dan rahang bawah

Setelah pemasangan gigi tiruan rahang atas, selanjutnya dibuat pola lilin splin oklusal rahang bawah dengan menaikkan vertikal dimensi oklusi sebanyak 3 mm dan rahang bawah

Gigi tiruan sebagian lepasan merupakan pergantian gigi yang mengenai sebagian dari lengkung gigi dan jaringan sekitarnya, dapat terjadi pada rahang atas maupun

PEMBAHASAN Secara umum hasil perawatan dapat dikatakan memuaskan, dengan pasien merasa cukup puas serta gigi tiruan mampu memiliki retensi dan stabilisasi yang cukup baik, retensi yang