• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Retensi dan Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada tabel 7 menunjukkan bahwa retensi pada GTP rahang bawah pada pasien

HASIL PENELITIAN

5.2 Distribusi Retensi dan Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada tabel 7 menunjukkan bahwa retensi pada GTP rahang bawah pada pasien

paling banyak adalah buruk (33,3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Alfadda (2014) yang melihat hubungan kualitas GTP dengan kepuasan pasien.

Dalam penelitian tersebut, terdapat 15 dari 25 gigi tiruan rahang bawah (60%) dengan retensi yang buruk.53 Hal ini juga mendukung hasil penelitian dari Sikander (2016) yang menyatakan bahwa retensi termasuk salah satu keluhan yang sering disampaikan pasien pasca perawatan yang belum lama selesai. Penelitian tersebut dilakukan pada 99 pasien pemakai GTP, hasilnya 60% mengeluhkan adanya retensi yang buruk setelah enam bulan sampai satu tahun pemakaian gigi tiruan. Kebanyakan kasus pada penelitian ini terjadi karena adanya sayap gigi tiruan yang sangat pendek.54 Selain itu, permasalahan retensi GTP juga ditemukan pada penelitian Bosînceanu (2017) yang menunjukkan 85,9% dari 64 gigi tiruan penuh menunjukkan adanya retensi gigi tiruan yang buruk, terutama rahang bawah, diikuti oleh adanya iritasi mukosa yaitu 44,2%. Hilangnya retensi ini dapat disebabkan karena adanya resorpsi tulang alveolar yang berkelajutan. Resorpsi ini tidak hanya terjadi di permukaan, namun juga menyebabkan berkurangnya tinggi dari linggir alveolar.

Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan adanya faktor iatrogenik ataupun overextension di daerah retromylohyoid rims, daerah masseter, dan frenulum bukal pada gigi tiruan rahang bawah.Kualitas retensi yang buruk pada GTP rahang bawah akan meningkat seiring dengan waktu karena adanya pengaruh resorpsi tulang alveolar dan penurunan kemampuan mengunyah yang dilaporkan oleh pasien.

Namun, pengurangan yang nyata terjadi pada tahun pertama penggunaan gigi tiruan dan dalam beberapa tahun berikutnya ada kehilangan terus menerus rata-rata 1 mm per tahun. Sebagai hasil dari resorpsi linggir alveolar, terjadi pengurangan lebar dan kedalaman sulkus karena adanya perpindahan perlekatan otot yang lebih dekat ke puncak linggir, sehingga dasar gigi tiruan menjadi overextension, yang juga menyebabkan hilangnya retensi.55 Namun, buruknya retensi pada GTP tidak hanya disebabkan oleh konstruksi gigi tiruan itu saja. Keefektifan dari gigi tiruan juga bergantung pada pemeliharaan setelah pemasangan gigi tiruan tersebut.56 Tidak hanya itu, dalam penelitian Limpuangthip (2018) GTP dengan kualitas yang kurang baik juga ditemukan pada 6 (4,5%) gigi tiruan rahang atas dan pada 25 (19,8%) gigi tiruan rahang bawah. Penelitian ini juga menggunakan metode serta kriteria yang sama untuk menentukan kualitas retensi gigi tiruan.41

Pada tabel 8 menunjukkan bahwa stabilisasi pada GTP rahang bawah pada gigi tiruan penuh, terutama pada rahang bawah sering menjadi tantangan bagi dokter gigi dan pasien. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stabilisasi gigi tiruan rahang bawah perlu untuk diperhatikan. Gigi tiruan bawah yang menutupi keseluruhan denture-bearing area yang ada dengan perpanjangan sayap yang selaras dengan otot-otot sekitarnya akan meningkatan stabilisasi GTP. Selain itu, permukaan

poles dari gigi tiruan juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi stabilitas GTP.57 Penelitian lain oleh Iqtidar dkk (2017) melakukan pemeriksaan stabilisasi gigi tiruan pada pemakai gigi tiruan yang memiliki xerostomia dan non-xerostomia. Hasilnya menunjukkan 160 gigi tiruan memiliki stabilisasi yang sangat baik, sedangkan 6 gigi tiruan memiliki kualitas stabilisasi yang buruk. Hasil penelitian tersebut dilakukan pada pemakai GTP yang tidak memiliki xerostomia.58

Namun, hasil penelitan ini berbeda dengan penelitian Limpuangthip dkk.

(2018) yang membuktikan bahwa 63 dari 126 gigi tiruan rahang bawah memiliki kualitas stabilisasi yang kurang baik.41 Stabilisasi gigi tiruan memiliki peran penting dalam keberhasilan perawatan GTP. Stabilisasi gigi tiruan yang kurang baik dapat mempengaruhi fungsi GTP karena dapat menyebabkan lepasnya gigi tiruan ketika diberi tekanan, sehingga mengganggu proses pengunyahan. Penelitian yang dilakukan oleh Brunello dan Mandikos (1998) membuktikan bahwa stabilisasi gigi tiruan memiliki efek yang positif terhadap tingkat kepuasan pasien.59

Limpuangthip dkk. (2018) menyatakan gigi tiruan rahang atas memerlukan minimal retensi yang sedang dan stabilisasi yang cukup untuk berfungsi, sedangkan gigi tiruan rahang bawah memerlukan sedikit retensi dan stabilisasi yang cukup agar tidak perlu mengganti gigi tiruannya atau melakukan pemasangan gigi tiruan yang didukung oleh implan.41

5.3 Pengaruh Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah terhadap Retensi dan Stabilisasi

Pada tabel 9 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah terhadap retensi GTP rahang bawah dengan nilai p = 0,005 (p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan hasil peneilitian Ribeiro dkk. (2014) yang menyatakan bahwa resiliensi puncak linggir alveolar berpengaruh terhadap hasil perawatan GTP, salah satunya dalam hal retensi. Resiliensi puncak linggir alveolar yang kukuh dan resisten terhadap palpasi membuat gigi tiruan sulit untuk dilepaskan dari linggirnya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa 85% pasien dengan puncak linggir alveolar yang resilien memiliki retensi gigi tiruan rahang

bawah yang baik. Hal ini juga didukung oleh Baat (1997) yang menyatakan bahwa keberhasilan perawatan prostodontik tergantung pada kualitas gigi tiruan dan juga kondisi rongga mulut pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya penilaian kualitas dari gigi tiruan pasien yang cukup rendah dikarenakan karakteristik linggir sisa alveolar mereka.18 Selain itu, Pai (2014) juga menyatakan bahwa puncak linggir alveolar yang kurang resilien atau flabby dapat menyebabkan gigi tiruan bergeser dibawah adanya kekuatan oklusal. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya peripheral seal antara gigi tiruan dengan jaringan yang nantinya akan menyebabkan buruknya retensi pada gigi tiruan.60

Penelitian yang dilakukan oleh Ribeiro dkk. (2014) menunjukkan 80,8%

pasien dengan puncak linggir alveolar yang flabby memiliki retensi gigi tiruan yang buruk. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Carlsson (1998), bahwa linggir alveolar yang flabby dapat menyebabkan retensi pada GTP kurang baik.61 Puncak linggir alveolar yang flabby dapat bergerak dengan mudah dan melekat secara longgar pada periostium tulang. Resiliensi puncak linggir alveolar yang flabby ini seringkali menghadirkan kesulitan dalam pembuatan GTP. Jaringan lunak yang tergeser selama proses pencetakan cenderung kembali ke bentuk aslinya dan GTP yang dibuat dengan menggunakan hasil cetakan ini tidak akan pas secara akurat saat jaringan kembali ke bentuk aslinya. Hal tersebut dapat mengakibatkan hilangnya retensi GTP dan adanya ketidaknyamanan.62

Namun, hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian Celebic dkk. (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan gigi tiruan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan kualitas denture-bearing area rahang bawah yang baik memberikan nilai yang paling rendah terhadap retensi serta kenyamanan gigi tiruan rahang bawah mereka. Hal ini dapat terjadi karena adanya periode adaptasi neuromuskular yang cukup panjang untuk GTP rahang bawah dan lamanya waktu yang diperlukan untuk otot bibir, pipi, dan lidah yang mengelilingi gigi tiruan bawah untuk menyesuaikan fungsinya dengan sayap gigi tiruan. Resorpsi linggir sisa alveolar adalah proses yang kronis, berkelanjutan yang terjadi paling cepat setelah pencabutan gigi. Tinggi linggir sisa alveolar paling adekuat setelah

ekstraksi dan dukungan untuk gigi tiruan penuh harus optimal. Kemungkinan besar karena periode yang panjang dari adaptasi neuromuskuler dan kemungkinan pengurangan linggir sisa alveolar setelah ekstraksi, gigi tiruan rahang bawah bergerak dan mencederai mukosa mulut, sehingga nantinya akan menyebabkan ketidaknyamanan, retensi yang kurang baik, dan rendahnya kepuasan umum.26

Pada tabel 10 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara bentuk dari linggir alveolar rahang bawah terhadap retensi GTP rahang bawah dengan nilai p = 0,023 (p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan hasil peneilitian Nasution dkk.

(2016) yang menyatakan bahwa bentuk tulang alevolus akan mempengaruhi retensi dari gigi tiruan. Pasca ekstraksi gigi-geligi, tulang alveolus akan mengalami resorpsi yang menyebabkan perubahan bentuk dari tulang itu sendiri. Resorpsi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor etiologi yang berbeda pada setiap individu. Bentuk tulang atau linggir alveolar dapat memberikan dukungan terhadap gigi tiruan, hal ini disebabkan kemampuannya dalam menahan gaya vertikal dan lateral yang terjadi pada GTP.

Namun, resorpsi tulang alveolar juga akan menyebabkan berkurangnya ukuran tulang sehingga luas denture-bearing area menjadi lebih kecil. Luas permukaan dukungan GTP memiliki korelasi positif dengan faktor-faktor retensi yang terjadi pada gigi tiruan. Berkurangnya luas jaringan pendukung gigi tiruan dapat mempengaruhi faktor-faktor retensi GTP yaitu adhesi, kohesi, tegangan permukaan, dan tekanan atmosfer.37

Bentuk linggir alveolar yang baik untuk retensi GTP adalah linggir yang memiliki tinggi yang adekuat dan memiliki dinding paralel yang lebar. Retensi gigi tiruan juga dipengaruhi oleh kontur dari aspek lateral linggir alveolar. Linggir yang datar dan sudah mengalami atropi cenderung memberi dukungan dan retensi yang kurang baik.63 Hal ini juga dapat dilihat dari hasil penelitian ini dimana 83,4% subjek dengan linggir knife-edge dan 66,6% subjek dengan linggir datar memiliki retensi gigi tiruan rahang bawah dengan skor sangat buruk dan buruk. Namun, retensi gigi tiruan rahang bawah tidak hanya dipengaruhi oleh bentuk linggir alveolar saja. Gigi tiruan rahang bawah yang mencakup seluruh area pendukung yang ada dengan sayap yang selaras dengan otot-otot sekitarnya akan meningkatkan retensi dari GTP. Selain

itu, untuk memiliki retensi yang baik, selain memperhatikan faktor-faktor retensi, setiap prosedur dalam pembuatan GTP juga harus dilakukan dengan baik. Beberapa hal yang menyebabkan GTP menjadi kurang retentif adalah pencetakan yang kurang akurat, hubungan rahang yang kurang tepat, dan penyusunan anasir gigi tiruan tidak memerhatikan neutral zone.64

Pada tabel 11 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah terhadap stabilisasi GTP rahang bawah dengan nilai p = 0,217 (p > 0,05). Hasil ini sesuai dengan hasil peneilitian Ribeiro dkk. (2014) yang menyatakan bahwa resiliensi linggir alveolar rahang bawah tidak memiliki pengaruh terhadap stabilisasi gigi tiruan rahang bawah. Selain itu, menurut Ribeiro dkk. (2014) resiliensi dari linggir alveolar lebih berperan dalam mencegah perpindahan dibawah kekuatan vertikal, bukan kekuatan rotasi.18 Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataan Labban (2018) yang mengatakan bahwa puncak linggir alveolar yang flabby dapat menyebabkan ketidakstabilan dari gigi tiruan. Perawatan pasien dengan linggir yang flabby akan menimbulkan permasalahan apabila tidak dilakukan dengan teknik pencetakan khusus.46

Pada tabel 12 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara bentuk dari linggir alveolar rahang bawah terhadap stabilisasi GTP rahang bawah dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan hasil peneilitian Ribeiro dkk. (2014) yang menyatakan bahwa anatomi rahang bawah berpengaruh terhadap hasil perawatan GTP, yaitu stabilisasi. Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya oleh Fenlon (2008) yang menemukan adanya pengaruh yang kuat antara bentuk linggir alveolar dan stabilisasi gigi tiruan rahang bawah. Hal-hal tersebut juga terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemakaian dan kepuasan pasien terhadap GTP.18 Ruby dkk. (2015) dan Yanikoglu dkk. (2005) menyatakan bentuk dari tulang alveolar akan mempengaruhi stabilisasi GTP. Bentuk linggir yang paling baik adalah berbentuk U atau klas III karena bentuk ini memiliki tinggi yang mampu menahan gaya lateral. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian dimana 70,6% pasien dengan bentuk linggir klas III memiliki stabilisasi gigi tiruan yang baik. Selain itu, bentuk U juga memiliki kesejajaran dinding yang dapat

menahan seal dengan jarak yang tepat untuk menahan gaya melepaskan dari arah vertikal. Berbeda pada tulang dengan bentuk V atau klas IV yang hanya memiliki sedikit kemampuan terhadap gaya vertikal yang melepaskan karena terbukanya seal pada seluruh sisi secara terus menerus.35 Linggir alveolar dengan klas V yang mengalami atropi parah cenderung membuat gigi tiruan GTP menjadi tidak stabil.

Perawatan dengan linggir yang datar menjadi tantangan bagi dokter gigi dalam pembuatan GTP yang berfungsi dengan baik. Linggir alveolar yang datar ini lebih sering ditemui pada rahang bawah dibandingkan dengan rahang atas.62

Dalam studinya, Mistry (2018) menyatakan bahwa anatomi rongga mulut akan mempengaruhi stabilisasi gigi tiruan. Linggir alveolar dengan tinggi yang adekuat serta bentuk yang persegi dan luas memberikan stabilisasi yang lebih baik daripada linggir alveolar yang rendah serta berbentuk runcing dan sempit.35 Selain itu, Maller (2010) juga menyatakan bentuk tulang alveolar yang baik adalah tulang dengan puncak yang rata dan sejajar pada kedua sisi dinding labial-bukal dan lingual-palatal. Bentuk ini akan memberikan dukungan serta stabilisasi yang maksimal terhadap pergerakan horizontal.58 Menurut Zarb dkk. (2005) bentuk tulang yang ideal dalam memberi dukungan pada GTP adalah tulang yang berbentuk membulat dan sedikit persegi pada regio labial, bukal, lingual serta ditutupi oleh perlekatan mukosa yang baik. Selain itu, tinggi tulang alveolus yang cukup juga dapat menahan pergerakan gigi tiruan dengan cara membatasi ruang gaya yang melepaskan dan dinding lateral tulang alveolus yang tertutupi oleh basis gigi tiruan dapat menahan gerakan lateral serta membentuk peripheral seal.35

Namun, hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pan dkk. (2010) yang menyatakan bahwa tinggi dari tulang alveolar yang juga berperan dalam menentukan bentuk linggir edentulus rahang bawah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pasien dalam hal stabilisasi GTP rahang bawah.63

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa bentuk dari linggir alveolar dan resiliensi puncak linggir akan mempengaruhi retensi dan stabilisasi GTP. Namun, dalam penelitian ini resiliensi dari puncak linggir alveolar hanya mempengaruhi

retensi gigi tiruan rahang bawah dan tidak mempengaruhi stabilisasi. Sebaliknya, bentuk dari linggir alveolar berpengaruh terhadap retensi dan stabilisasi gigi tiruan rahang bawah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya faktor dan kriteria-kriteria yang berbeda pada pemeriksaan dalam beberapa penelitian, baik terhadap anatomi struktur pendukung gigi tiruan maupun retensi dan stabilisasi gigi tiruan penuh.18 Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan. Penilaian terhadap resiliensi puncak linggir alveolar dan bentuk linggir alveolar rahang bawah hanya dilakukan secara umum. Penilaian tidak dilakukan secara spesifik dengan pembagian antara regio anterior dan posterior rahang bawah.

BAB 6