• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah terhadap Retensi dan Stabilisasi

HASIL PENELITIAN

4.3 Pengaruh Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah terhadap Retensi dan Stabilisasi

Pada penelitian ini anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah dibagi dua, yaitu resiliensi puncak linggir alveolar dan bentuk dari linggir alveolar. Resiliensi puncak linggir alveolar dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu resilien dan flabby. Pada resiliensi puncak linggir alveolar yang resilien dengan retensi gigi tiruan penuh rahang bawah yang sangat buruk tidak ada (0%), buruk berjumlah 3 orang (21,4%), sedang berjumlah 7 orang (50%), dan baik berjumlah 4 orang (28,6%), sedangkan pada resiliensi puncak linggir alveolar yang flabby dengan retensi gigi tiruan penuh rahang bawah yang sangat buruk berjumlah 6 orang (37,5%), buruk berjumlah 7 orang (43,8%), sedang berjumlah 2 orang (12,5%), dan yang baik 1 orang (6,2%) (Tabel 9).

Uji yang digunakan untuk mengetahui pengaruh resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah terhadap retensi gigi tiruan penuh rahang bawah yang diukur dengan metode pemeriksaan klinis digunakan uji non parametrik, yaitu uji Fisher.

Uji Fisher yang dilakukan pada resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah adalah p = 0,005. Nilai p < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah terhadap retensi gigi tiruan penuh rahang bawah (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh Resiliensi Puncak Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Retensi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM

Retensi gigi tiruan penuh rahang bawah Skor 0

Bentuk dari linggir alveolar dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu klas III (well-rounded ridge), klas IV (knife-edge ridge), klas V (low well-rounded ridge), dan klas VI (depressed ridge). Pada bentuk linggir alveolar klas III dengan retensi gigi tiruan penuh rahang bawah yang sangat buruk tidak ada (0%), buruk berjumlah 4 orang (26,7%), sedang berjumlah 7 orang (46,7%), dan baik berjumlah 4 orang (26,7%), sedangkan bentuk linggir alveolar klas IV dengan retensi gigi tiruan penuh rahang bawah yang sangat buruk berjumlah 5 orang (41,7%), buruk berjumlah 5 orang (41,7%), sedang berjumlah 1 orang (8,3%), dan baik berjumlah 1 orang (8,3%).

Untuk bentuk linggir alveolar klas V dengan retensi gigi tiruan penuh rahang bawah yang sangat buruk berjumlah 1 orang (33,3%), buruk berjumlah 1 orang (33,3%), sedang berjumlah 1 orang (33,3%), dan dengan retensi baik tidak ada (0%). Dalam penelitian ini, tidak ada pasien dengan bentuk linggir alveolar klas VI, sehingga penilaian retensi untuk gigi tiruan rahang bawah juga tidak ada (Tabel 10).

Uji yang digunakan untuk mengetahui pengaruh bentuk dari linggir alveolar rahang bawah terhadap retensi gigi tiruan penuh rahang bawah yang diukur dengan metode pemeriksaan klinis digunakan non parametrik, yaitu uji Fisher.

Uji Fisher yang dilakukan pada bentuk dari linggir alveolar rahang bawah adalah p = 0,023. Nilai p < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara bentuk dari linggir alveolar rahang bawah terhadap retensi gigi tiruan penuh rahang bawah (Tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh Bentuk Dari Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Retensi Gigi Tiruan Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU

Bentuk dari linggir alveolar

Retensi gigi tiruan penuh rahang bawah Skor 0

Selain itu, pada penelitian ini juga melihat pengaruh anatomi struktur pendukung gigi tiruan penuh rahang bawah terhadap stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah. Pada resiliensi puncak linggir alveolar yang resilien dengan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah yang buruk berjumlah 1 orang (7,1%), sedang berjumlah 3 orang (21,4%), dan baik berjumlah 10 orang (71,4%), sedangkan pada resiliensi puncak linggir alveolar yang flabby dengan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah yang buruk berjumlah 2 orang (12,5%), sedang berjumlah 8 orang (50%), dan baik berjumlah 6 orang (37,5%) (Tabel 11).

Uji yang digunakan untuk mengetahui pengaruh resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah terhadap stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah yang diukur dengan metode pemeriksaan klinis digunakan uji non parametrik, yaitu uji Fisher.

Uji Fisher yang dilakukan pada resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah adalah p = 0,217. Nilai p > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah terhadap stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah (Tabel 11).

Tabel 11. Pengaruh Resiliensi Puncak Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Stabilisasi Gigi Tiruan Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU

Resiliensi puncak

linggir alveolar

Stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah Skor 0 (Buruk) Skor 1 (Sedang) Skor 2 (Baik) Jumlah

Dalam penelitian ini juga meneliti pengaruh bentuk linggir alveolar rahang bawah terhadap stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah. Pada bentuk linggir alveolar klas III dengan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah yang buruk tidak ada (0%), sedang berjumlah 2 orang (13,3%), dan baik berjumlah 13 orang (86,7%), sedangkan bentuk linggir alveolar klas IV dengan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah yang buruk berjumlah 2 orang (16,7%), sedang berjumlah 7 orang (58,3%), dan baik berjumlah 3 orang (25%). Untuk bentuk linggir alveolar klas V dengan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah yang buruk berjumlah 1 orang (33,3%), sedang 2 orang (66,7%) dan stabilisasi gigi tiruan rahang bawah yang baik tidak ada (0%). Dalam penelitian ini, tidak ada pasien dengan bentuk linggir alveolar klas VI, sehingga penilaian untuk stabilisasi gigi tiruan rahang bawah juga tidak ada (0%) (Tabel 12).

Uji yang digunakan untuk mengetahui pengaruh bentuk dari linggir alveolar rahang bawah terhadap stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah yang diukur dengan metode pemeriksaan klinis digunakan uji non parametrik, yaitu uji Fisher.

Uji Fisher yang dilakukan pada bentuk dari linggir alveolar rahang bawah adalah p = 0,001. Nilai p < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang

signifikan antara bentuk dari linggir alveolar rahang bawah terhadap retensi gigi tiruan penuh rahang bawah (Tabel 12).

Tabel 12. Pengaruh Bentuk Dari Linggir Alveolar Rahang Bawah Terhadap Stabilisasi Gigi Tiruan Rahang Bawah Pada Pasien GTP di RSGM USU

Bentuk dari linggir alveolar

Stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah Skor 0 (Buruk) Skor 1 (Sedang) Skor 2 (Baik) Jumlah

p

n % n % n % n %

Klas III 0 0 2 13,3 13 86,7 15 100

0,001*

Klas IV 2 16,7 7 58,3 3 25 12 100

Klas V 1 33,3 2 66,7 0 0 3 100

Klas VI 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan: * = Pengaruh signifikan

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional melalui metode pemeriksaan klinis rongga mulut dan gigi tiruan pasien menggunakan kuesioner. Penelitian deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran karakteristik dari subjek penelitian dimana pengolahan data didasarkan pada persentase dan penelitian analitik pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel. Penelitian dengan rancangan cross sectional adalah penelitian dimana sampel hanya diobservasi satu kali pada saat yang sama, tanpa diberi perlakuan dan variabel-variabel diukur menurut keadaan atau status sewaktu diobservasi.

5.1 Distribusi Anatomi Struktur Pendukung Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah

Pada tabel 5 menunjukkan bahwa resiliensi puncak linggir alveolar rahang bawah pada pasien paling banyak adalah flabby (53,3%). Hasil penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan penelitian Ribeiro dkk. (2014) yang menemukan bahwa sebagian besar pasien GTP, yaitu 62 pasien dari 93 pasien, memiliki resiliensi yang flabby pada puncak linggir alveolar rahang bawahnya.18 Walaupun Lynch dan Allen (2006) menyatakan bahwa puncak linggir alveolar yang flabby hanya terjadi pada 5% pasien gigi tiruan penuh pada rahang bawah. Puncak linggir alveolar yang flabby lebih banyak terjadi pada rahang atas, yaitu sebanyak 24%, terutama di bagian anterior.46 Etiologi dari puncak linggir alveolar yang flabby multifaktorial atau dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ekstraksi gigi yang tidak terencana atau tidak terkontrol, resorpsi linggir alveolar, kesehatan sistemik yang kurang baik, sindroma kombinasi, adanya trauma yang disebabkan oleh basis gigi tiruan, gigi tiruan yang tidak pas, dan pemakaian gigi tiruan dalam jangka waktu yang lama, dan pemakaian gigi tiruan tanpa adanya pemeliharaan yang baik. Puncak linggir alveolar yang flabby dapat terjadi karena pemakaian GTP dalam jangka panjang, dimana

jaringan lunak akan menggantikan tulang alveolar yang sudah mengalami resorpsi.47 Sebagian besar subjek dalam penelitian ini sudah pernah menggunakan gigi tiruan sebelumnya (73,3%), sehingga pemakaian GTP dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi salah satu faktor penyebabnya. Menurut Andrei (2016), pemakaian GTP dalam jangka waktu yang lama, terutama tanpa melakukan relining atau rebasing, dapat mempercepat proses resorpsi linggir alveolar, sehingga menyebabkan linggir menjadi flabby.48 Linggir alveolar yang flabby memerlukan teknik khusus pada pencetakannya, sehingga apabila tidak dilakukan dengan benar, maka dapat menghasilkan gigi tiruan yang tidak pas dan menyebabkan linggir menjadi flabby karena adanya trauma dari basis gigi tiruan.47 Selain itu, linggir alveolar yang flabby pada penelitian ini juga lebih banyak ditemukan pada perempuan (56,2%) dibandingkan laki-laki (43,8%). Hal ini dapat disebabkan karena perempuan lebih rentan serta memiliki faktor resiko yang lebih besar terhadap resorpsi linggir sisa alveolar. Peningkatan resorpsi linggir sisa alveolar pada wanita dapat terjadi karena adanya efek dari aktivitas menopause. Setelah menopause, terjadi defisiensi hormon estrogen, sehingga mempercepat kehilangan tulang rangka dan menyebabkan resorpsi tulang alveolar yang cepat. Mekanisme dari fenomena ini sudah dikonfirmasi pada studi eksperimental lebih lanjut yang mengungkapkan bahwa hormon estrogen menginduksi apoptosis dari osteoklas. Defisiensi hormon estrogen akan memperpanjang masa hidup osteoklas, oleh karena itu defisiensi hormon estrogen pada wanita menopause menyebabkan resorpsi tulang yang lebih intens.49 Selain itu, usia pada wanita pemakai GTP biasanya merupakan kelompok usia yang memiliki risiko tinggi untuk terkena osteoporosis.50

Pada tabel 6 menunjukkan bahwa bentuk dari linggir alveolar rahang bawah pada pasien paling banyak adalah klas III atau well-rounded ridge (50%). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Yamaga dkk. (2013) yang juga memiliki hasil yang sama. Dalam penelitian tersebut, 51 dari 166 pasien (30,7%) memiliki bentuk linggir alveolar rahang bawah U dengan tinggi dan lebar yang masih adekuat. Penelitian tersebut juga menggunakan klasifikasi bentuk linggir menurut Cawood dan Howell.51 Kecepatan resorpsi linggir alveolar sangat bervariasi pada setiap individu, bahkan

pada satu orang pun tidak sama dalam waktu yang berbeda atau dibeberapa regio dalam rahang. Mengevaluasi kondisi dari linggir alveolar dapat memberikan informasi mengenai pola resorpsi itu sendiri. Linggir yang berbentuk well-rounded dengan tinggi yang cukup cenderung akan bertahan dengan bentuknya dalam waktu yang cukup lama, sedangkan linggir alveolar yang sudah mengalami resorpsi dalam jangka waktu yang pendek maka cenderung memiliki laju resorpsi yang lebih tinggi.52 Namun, atropi paling besar terjadi pada tahun pertama setelah kehilangan gigi. Resorpsi linggir alveolar adalah proses seumur hidup, tetapi kecepatannya semakin lama semakin menurun. Atropi tulang rahang tidak dapat dihentikan namun dapat diperlambat dengan melakukan perawatan yang tepat yaitu menggunakan protesa atau gigi tiruan.23

Selain itu, pasien dengan linggir alveolar klas IV atau knife-edge ridge juga cukup banyak dijumpai pada penelitian ini. Terdapat 12 dari 30 pasien (40%) yang memiliki bentuk linggir rahang bawah tajam atau knife-edge. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reich dkk. (2011) bahwa linggir knife-edge ini lebih banyak terlihat pada pasien edentulus di regio anterior, terutama pada rahang bawah. Knife-edge ridge terbentuk oleh karena adanya resorpsi pada sisi labial dan lingual dari linggir alveolar anterior bawah. Gingiva yang menutupinya akan menggulung dan jaringan lunak akan berproliferasi menjadi jaringan yang mudah bergerak pada puncak linggir alveolar. Linggir tersebut tipis dalam arah bukolingual, tajam tetapi lembut seperti tepi pisau. Kerusakan lokal dari tulang pada linggir tajam ini dapat terjadi karena adanya penyakit periodontal sebelum pencabutan gigi, prosedur bedah pada tulang alveolar yang tidak boleh dilakukan pada saat bersamaan dengan pencabutan gigi, atau kurangnya evaluasi yang baik terhadap perubahan jaringan dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap resorpsi alveolar. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat berperan terhadap seberapa banyak resorpsi yang terjadi. Namun, pengaruh dari setiap faktor bervariasi pada setiap pasien.32 Saat proses berlanjut, linggir yang berbentuk seperti tepi pisau menjadi lebih pendek dan bahkan akhirnya menghilang, sehingga linggir menjadi rendah atau datar (klas V).23 Namun, pasien dengan bentuk

linggir klas V tidak banyak ditemui pada penelitian ini, yaitu hanya 3 dari 30 pasien (10%).

Dalam penelitian ini tidak ada satupun subjek yang memiliki bentuk linggir alveolar klas VI atau depressed ridge pada rahang bawah mereka. Linggir alveolar rahang bawah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berubah dari bentuk linggir U yang rendah atau klas V ke bentuk klas VI atau depressed ridge dibandingkan dengan rahang atas, terutama pada pasien lansia. Hal ini dapat terjadi karena pada fase awal atau inisiasi atropi, mandibula memiliki resistensi lebih besar terhadap resorpsi vertikal karena ketebalannya yang lebih besar pada tulang kortikal daripada rahang atas. Namun, mandibula lebih sering terkena dampak dan lebih buruk dari rahang atas setelah pemakaian GTP. Hal ini disebabkan karena rahang atas memiliki permukaan struktur pendukung yang lebih besar, yaitu palatum keras.23

5.2 Distribusi Retensi dan Stabilisasi Gigi Tiruan Penuh Rahang Bawah