PERBANDINGAN RUANG RAWAT INAP KELAS III DENGAN VIP BERDASARKAN LINGKUNGAN
FISIK, MIKROBIOLOGI UDARA, DAN SANITASI DI RSU HAJI MEDAN
2019
SKRIPSI
Oleh
RULAN SEKARWANY NIM. 151000110
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
2019
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
RULAN SEKARWANY NIM. 151000110
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : dr. Surya Dharma, M.P.H.
Anggota : 1. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S.
2. Ir. Evi Naria, M.Kes.
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul
“Perbandingan Ruang Rawat Inap Kelas III dengan VIP Berdasarkan Lingkungan Fisik, Mikrobiologi Udara, dan Sanitasi di RSU Haji Medan 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Desember 2019
Rulan Sekarwany
Abstrak
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Salah satu pelayanan di rumah sakit adalah ruang rawat inap. Ruang rawat inap di rumah sakit terdiri dari beberapa kelas diantaranya ada kelas III dan VIP. Kualitas udara dalam ruangan sangat mempengaruhi kesehatan manusia, kualitas udara termasuk di dalamnya yaitu suhu, kelembaban, pencahayaan, dan mikrobiologi udara. Penelitian ini dilakukan dengan survei deskriptif dengan studi cross sectional dengan dilakukan pengukuran lingkungan fisik dan mikrobiologi udara menggunakan alat laboratorium serta pengamatan terhadap sanitasi ruang rawat inap di RSU Haji, Medan. Hasil menunjukkan suhu udara ruang rawat inap kelas III Al-Ihsan A, An- Nisa D, Al-Rijal adalah sebesar 31.7˚C, 27.6˚C, 32˚C. Ruang rawat inap VIP Al- Ikhlas 3 dan 5 sebesar 25˚C. Kelembaban ruang rawat inap kelas III Al-Ihsan A dan An-Nisa D sebesar 60%, Al-Rijal sebesar 55%. Ruang rawat inap VIP Al- Ikhlas 3 dan 5 adalah 51% dan 50%. Pencahayaan saat tidak tidur ruang rawat inap kelas III Al-Ihsan A, An-Nisa D, Al-Rijal adalah 56 lux, 63.5 lux, 54 lux.
Ruang VIP Al Ikhlas 3 dan 5 adalah sebesar 118 lux dan 144 lux. Pencahayaan saat tidur ruang rawat inap kelas III Al-Ihsan A, An-Nisa D, Al-Rijal adalah 10 lux, 8 lux, 60 lux. Ruang VIP Al Ikhlas 3 dan 5 adalah sebesar 14 lux dan 16 lux.
Mikrobilogi udara ruang rawat inap kelas III Al-Ihsan A, An-Nisa D, Al-Rijal adalah 570 CFU/m3, 700 CFU/m3, 540 CFU/m3. Ruang rawat inap VIP Al-Ikhlas 3 dan 5 adalah 400 CFU/m3 dan 380 CFU/m3. Sanitasi kelas III dengan VIP memenuhi syarat. Pengukuran mikrobiologi udara pada ruang rawat inap VIP memenuhi syarat sedangkan pada kelas III tidak memenuhi syarat. Saran kepada pihak rumah sakit agar menjaga suhu, kelembaban, pencahayaan dan mikrobiologi udara yang sesuai dengan peraturan yang ada, serta menghilangkan pembersihan ruangan yang menyebarkan debu.
Kata kunci : Kualitas udara, mikrobiologi udara, sanitasi
Abstract
Hospital is an institution providing medical and surgical treatment and nursing care for sick or injured people. Hospital have health services, namely inpatient room. The inpatient room divided into several types. Such as type III and V.I.P.
the air quality in the room is affects human health. The air quality including temperature, humidity, lighting, and microbiology. This research is using descriptive survey method and cross sectional study by measuring physical environment and microbiology in the air with laboratory device, and observation of inpatient rooms sanitation of Haji General Hospital, Medan. The result shows that the temperature in inpatient rooms type III Al-Ihsan A, An-Nisa D, Al-Rijal are 31.7˚C, 27.6˚C, 32˚C. VIP room Al Ikhlas 3 and 5 are 25 ˚C. The humidity in inpatient rooms type III Al-Ihsan A and An-Nisa D are 60%, Al-Rijal is 55%. VIP room Al Ikhlas 3 and 5 are 51% and 50%. The lighting scale when not sleeping in inpatient rooms type III Al-Ihsan A, An-Nisa D, Al-Rijal are 56 lux, 63.5 lux, 54 lux. VIP room Al Ikhlas 3 and 5 are 118 lux and 144 lux. The lighting scale when not sleeping in inpatient rooms type III Al-Ihsan A, An-Nisa D, Al-Rijal are 10 lux, 8 lux, 60 lux. VIP room Al Ikhlas 3 and 5 are 14 lux and 16 lux. The microbiology in inpatient rooms type III Al-Ihsan A, An-Nisa D, Al-Rijal are 570 CFU/m3, 700 CFU/m3, 540 CFU/m3. VIP room Al Ikhlas 3 and 5 are 400 CFU/m3 and 380 CFU/m3. The sanitation in inpatient room type III and VIP have fulfilled the requirements. Air microbiology measurement in VIP room has fulfilled the requirements, but not in the inpatient room type III. The suggestion for the hospital are to keep the temperature, humidity, lighting scale and air microbiology suit to the rules, and to remove cleaning the room method that spreads the dust.
Keywords: Air microbiology, air quality, sanitation.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Ruang Rawat Inap Kelas III dengan VIP Berdasarkan Lingkungan Fisik, Mikrobiologi Udara, dan Sanitasi di RSU Haji Medan 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
4. dr. Surya Dharma, M.P.H. selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi arahan, bimbingan, dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.
5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S. sebagai Dosen Penguji I skripsi, yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Ir. Evi Naria, M.Kes. sebagai Dosen Penguji II skripsi, yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik (PA) yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama perkuliahan.
8. Dian Afriyanti, A.Md. selaku staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah membantu mempersiapkan segala administrasi di Departemen Kesehatan Lingkungan.
9. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.
10. Pegawai dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. dr. Yulinda Elvi Nasution, M.Kes. sebagai Kepala Bidang Akademik dan Pendidikan yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
12. drg. Zuhar Elisa Sirait, M.A.R.S. sebagai Kepala Bidang Akademik dan Pendidikan di Rumah Sakit Umum Haji Medan yang telah memberikan izin penulis melakukan penelitian.
13. Mahyudi, S.T., M.Kes. sebagai kepala Instalasi Laboratorium Biologi Lingkungan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kota Medan.
14. Teristimewa rasa dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua (Sejahtera Ginting dan Sri Agustina) untuk harapan yang tak pernah pudar, doa yang tidak ada hentinya, dan
terima kasih untuk perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan untuk penulis selama ini.
15. Kedua abang dari penulis Ravi Maulana Ginting, S.H. dan Dimas Pranata Ginting, S.I.P. untuk dukungan, semangat, dan perhatian yang diberikan.
16. Khusus kepada teman-teman yang membantu (Ridho, Bibah, Rafika, Aulia, Niza, Clara, Zakiah) serta Angels Squad, Asoygeboy Squad, Virlawbend, dan teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan, juga teman-teman stambuk 2015 FKM USU yang telah memberikan dukungan, doa, serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
17. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak tercantum dalam ucapan ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Desember 2019
Rulan Sekarwany
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 6
Tinjauan Pustaka 8
Rumah Sakit 8
Rumah sakit kelas A 9
Rumah sakit kelas B 9
Rumah sakit kelas C 9
Rumah sakit kelas D 9
Rumah sakit kelas E 10
Ruang Rawat Inap pada Rumah Sakit Kelas B 10
Lingkup sarana pelayanan 10
Kebutuhan ruang, fungsi, luas, dan fasilitas 10
Persyaratan khusus ruangan 14
Alur kegiatan 16
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit 16
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit 17
Lingkungan Fisik 17
Suhu udara 18
Kelembaban 19
Pencahayaan 21
Mikrobiologi Udara 24
Sanitasi Ruang 26
Perawatan Ruang Rawat Inap Rumah Sakit 26
Ruang Rawat Inap 28
Pencemaran Lingkungan 28
Pencemaran Udara di dalam Ruang 29
Landasan Teori 30
Kerangka Konsep 31
Metode Penelitian 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Lokasi penelitian 32
Waktu penelitian 32
Titik pengambilan sampel 32
Objek Penelitian 33
Variabel dan Definisi Operasional 34
Metode Pengumpulan Data 34
Data primer 34
Data sekunder 35
Metode Pengukuran 35
Metode Analisis Data 37
Hasil Penelitian 38
Deskripsi Lokasi Penelitian 38
Visi dan misi 38
Hasil Pengukuran Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap Kelas III 39 Hasil Pengukuran Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap VIP 41 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Udara Ruang Rawat Inap Kelas III 42 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Udara Ruang Rawat Inap VIP 43
Hasil Pemeriksaan Sanitasi Ruang Rawat Inap 44
Pembahasan 47
Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap Kelas III dengan VIP 47 Mikrobiologi Udara Ruang Rawat Inap Kelas III dengan VIP 51 Sanitasi Ruang Rawat Inap Kelas III dengan VIP 53
Keterbatasan Penelitian 54
Kesimpulan dan Saran 55
Kesimpulan 55
Saran 56
Daftar Pustaka 57
Lampiran 61
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Standar Baku Mutu Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara
menurut Jenis Ruang 21
2 Standar Baku Mutu Intensitas Pencahayaan menurut Jenis
Ruangan atau Unit 23
3 Standar Baku Mutu Mikrobiologi Udara 26
4 Hasil Pengukuran Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap Kelas
III Rumah Sakit Haji Medan 39
5 Hasil Pengukuran Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap VIP
Rumah Sakit Haji Medan 41
6 Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Udara pada Ruang
Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Haji Medan 42
7 Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Udara pada Ruang
VIP Rumah Sakit Haji Medan 43
8 Hasil Pemeriksaan Sanitasi Ruang Rawat Inap Kelas III dan
VIP Rumah Sakit Haji Medan 45
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Alur kegiatan pada ruang rawat inap rumah sakit kelas B 15
2 Kerangka konsep 31
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Surat Izin Survei dan Riset / Penelitian 61
2 Surat Izin Penelitian 62
3 Surat Keterangan Selesai Riset/Penelitian 63
4 Laporan Hasil Uji Laboratorium FUR 64
5 Laporan Hasil Uji Laboratorium Biologi 65
6 Dokumentasi Kegiatan 66
7 Cara Penggunaan Alat Ukur 75
8 Output SPSS 77
Daftar Istilah
AC Air Conditioner CFU Colony Forming Unit
MS Memenuhi Syarat
RSU Rumah Sakit Umum SBM Standar Baku Mutu TMS Tidak Memenuhi Syarat TPC Total Plate Coliform VIP Very Important Person WHO World Health Organization
Riwayat Hidup
Penulis bernama Rulan Sekarwany berumur 22 Tahun, dilahirkan di Kelawat pada tanggal 23 Desember 1996. Penulis beragama Islam, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sejahtera Ginting dan Ibu Sri Agustina.
Pendidikan formal dimulai dari TK Ananda PTPN V AMO 1 Tahun 2002.
Pendidikan sekolah dasar di SDN 006 Kelawat Tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Sungai Lala Tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Desember 2019
Rulan Sekarwany
Pendahuluan
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1), disebutkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Dan tertera juga dalam pasal 34 ayat (3) yaitu negara bertanggung jawab atas peyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak.
Bentuk fasilitas pelayanan kesehatan yang ada salah satunya adalah rumah sakit.
Sebagaimana yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 pasal 1 ayat (1), Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan salah satu upaya kuratif yang sangat penting perannya dalam menciptakan derajat kesehatan bagi masyarakat.
Fungsi rumah sakit untuk mempercepat penyembuhan dan pemulihan penderita, terkadang belum dapat diselenggarakan secara optimal. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif seperti terhambatnya proses penyembuhan dan pemulihan penderita, timbul pengaruh buruk pada petugas, dan tercemarnya lingkungan yang menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Dampak negatif ini menjadikan tujuan utama rumah sakit sebagai penyelenggara pengasuhan pasien yang berkualitas tinggi masih belum tercapai, akibatnya seringkali rumah sakit kehilangan citranya dan berubah fungsi menjadi tempat yang memberikan kesan tidak teratur, kotor, tidak nyaman, berbahaya dan sebagainya. Salah satu penyebab
2
yang cukup dalam menciptakan kondisi rumah sakit adalah kurangnya perhatian terhadap instansi rumah sakit. Salah satunya ruangan yang berada di rumah sakit yang berpotensi terjadi kontaminasi yaitu ruang rawat inap.
Faktor pemeliharaan ruangan di rumah sakit seperti kebersihan pada ruang rawat inap berbeda dengan ruang operasi dan isolasi yang menggunakan sterilisasi yang ketat, hal ini membuat ruang rawat inap memberikan peluang besar bagi pengunjung, pekerja medis, pekerja non medis, serta pasien pada jam-jam tertentu untuk berinteraksi di dalamnya. Akses untuk masuk ke ruang rawat inap juga lebih mudah karena kepentingan berkunjung ke ruang rawat inap lebih tinggi dibandingkan dengan ruang cuci atau dapur. Lantai ruang perawatan di rumah sakit merupakan salah satu media selain udara yang menjadi tempat untuk bertebarnya berbagai jenis mikroorganisme (Suwarni, 2001).
Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga memberikan daya dukung bagi makhluk hidup untuk hidup secara optimal (Depkes RI, 2004). Udara dapat dikelompokkan menjadi udara luar ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan (Waluyo, 2009). Pencemaran udara yang sering terjadi saat ini semakin menunjukkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan bagi kesehatan (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah mengatur persyaratan kualitas udara di rumah sakit dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2019. Sebagai suatu institusi, rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan dalam rangka mengobati dan menyembuhkan
penderita, sehingga didapatkan kondisi yang sehat dan terbebas dari penyakit.
Kualitas lingkungan di rumah sakit menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan, karena beberapa cara transmisi kuman penyebab infeksi dapat terjadi melalui droplet, airborne maupun kontak langsung. Dengan demikian penyebab penyakit dapat berada di udara, lantai, dinding maupun peralatan medis (Suwarni, 2001).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 7 tahun 2019 juga mengatur tentang lingkungan fisik yang meliputi pencahayaan, suhu, dan kelembaban.
Beberapa faktor tersebut berperan penting kepada peningkatan mikrobiologi udara yang ada di dalam ruangan. Dipilihnya ruang perawatan sebagai lokasi penelitian karena pada ruang perawatan tersebut merupakan salah satu ruangan yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan kuman misalnya pada udara. Dari upaya sanitasi rumah sakit, salah satu yang penting untuk diperhatikan adalah kebersihan udara dalam ruang perawatan. Hal ini dikarenakan beberapa cara transmisi kuman penyebab infeksi terjadi melalui udara, pernafasan dan lain-lain.
Selain itu ruang perawatan merupakan ruang yang paling banyak terjadi interaksi antara pasien dengan petugas kesehatan maupun pasien dengan pengunjung.
Hasil penelitian di 11 rumah sakit di DKI Jakarta tahun 2004 menunjukkan ada 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi baru selama dirawat.
Mikroba merupakan salah satu faktor yang berperan dalam infeksi nosokomial.
Lingkungan fisik buruk sebanding dengan tingginya angka kuman dalam ruangan.
Kontribusi terbesar faktor lingkungan fisik pada angka kuman adalah kepadatan hunian, kelembaban, pencahayaan, dan suhu ruang. Sementara kelembaban mempunyai hubungan signifikan dengan angka kuman (Ningsih, Susi, & Titik,
4
2016).
Beberapa kasus terkait penyakit menular di rumah sakit di Jakarta ditemukan bahwa dari 167 spesimen hapus tangan dan kuku petugas yang diperiksa terdapat 85,1% yang tidak steril yang mengandung 31,6% kuman batang berspora; 17,9% bakteri Coliform; 12,9% Staphylococcus epidermidis; 7,9%
Pseudomonas aeruginosa; 7,3% Clostridium spp.; 6,2% Klebsiella spp.; 5,1%
Streptococcus haemolyticus; 4,5% Clostridium welchii; 2,8% Proteus spp.; 2,3%
E. coli; 1,1% Staphylococcus aureus; dan 0,6% Pseudomonas spp (Abdullah dan Hakim, 2011).
Tidak ada syarat tertentu yang membedakan suhu udara, kelembaban, serta pencahayaan pada ruang rawat inap kelas III dengan VIP, yang berarti standar baku mutu lingkungan fisik di ruang rawat inap kelas III dan VIP memiliki angka yang sama. Namun, pada observasi terdapat perbedaan cahaya yang dilihat penulis, yaitu ruangan kelas III terlihat gelap meski pada siang hari dan ruangan VIP terlihat terang. Begitu juga suhu yang dirasakan, pada ruangan kelas III terasa panas atau tidak sejuk sedangkan pada ruangan VIP terasa sejuk.
Berdasarkan observasi juga, di dapat bahwa ruang rawat inap di rumah sakit haji kelas III terbagi menjadi 3 yaitu Ar-rijal yang di peruntukan khusus untuk pasien dewasa pria, An-nisa yang diperuntukan khusus untuk pasien dewasa wanita dan al-ihsan yaitu untuk pasien pria dan wanita yang di dalamnya terdapat sub bagian ruangan lagi yaitu terdiri dari ruang A sampai dengan G. Pada setiap sub bagian ruang memiliki luas yaitu 25 m2, terdiri dari 4 tempat tidur, 1 kamar mandi, 1 kipas angin, 2 lampu, 1 tong sampah, 8 jendela yang masing-masingnya memiliki panjang 1,2 m dan lebar 0,7 m serta jendela dapat terbuka dengan jarak
9 m. Ruangan juga memiliki 1 kipas angin, 1 tong sampah dan 2 lampu.
Sedangkan pada ruang kelas III Ar-Rijal merupakan tipe bangsal dengan luas 130 m2, terdiri dari 16 tempat tidur, 2 kamar mandi, 2 kipas angin, 4 lampu, dan 2 tong sampah.
Sedangkan pada ruang rawat inap VIP memiliki luas 16 m2, ruangan mengguakan AC, memiliki 1 tempat tidur, 1 lemari, terdapat televisi, memiliki jendela dengan panjang 1,2 m dan lebar 0,9 m, serta terdapat kamar mandi.
Setiap kelas atau tipe ruang rawat inap yang ada di rumah sakit haji memiliki jam kunjungan yaitu pada pagi hari dimulai pada pukul 10.30-12.00 WIB, sedangkan pada sore dan malam hari pukul 17.00-21.00 WIB.
Sebagaimana penjelasan dari uraian di atas maka diperlukan penelitian terkait kualitas lingkungan fisik dan mikrobiologi udara dan sanitasi dari ruang rawat inap. Menurut Abdullah dan Hakim (2011), menyebutkan bahwa indikator kualitas udara dalam ruangan yang rendah adalah angka kuman yang tinggi.
Berdasarkan pernyataan tersebut, sehingga dalam pemberian pelayanan yang baik terhadap pasien ataupun pengunjung dapat ditingkatkan melalui perbaikan terhadap kondisi lingkungan.. Dan karena ruang rawat inap di setiap rumah sakit memiliki pembagian kelas, maka diperlukan penelitian perbandingan ruang rawat inap kelas III dengan VIP berdasarkan lingkungan fisik, mikrobiologi udara, dan sanitasi. Penelitian ini dilakukan pada Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Medan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan observasi ruang rawat inap kelas III terlihat gelap meski pada siang hari dan terasa panas atau tidak sejuk, berbeda dengan ruangan VIP yang terasa sejuk karena menggunakan AC dan terlihat cukup terang. Serta belum ada
6
penelitian yang menunjukkan perbandingan mengenai pengukuran lingkungan fisik, mikrobiologi udara serta sanitasi ruang rawat inap kelas III dan VIP di rumah sakit haji Medan.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan lingkungan fisik, mikrobiologi udara dan sanitasi dalam ruang rawat inap kelas III dengan VIP di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui suhu pada ruang rawat inap kelas III dengan VIP RSU Haji Medan
2. Mengetahui kelembaban pada ruang rawat inap kelas III dengan VIP RSU Haji Medan
3. Mengetahui indeks pencahayaan pada ruang rawat inap kelas III dengan VIP RSU Haji Medan
4. Mengetahui mikrobiologi udara pada ruang rawat inap kelas III dengan VIP RSU Haji Medan
5. Menginterpretasikan sanitasi pada ruang rawat inap kelas III dengan VIP RSU Haji Medan
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi pentingnya kualitas udara dalam mempengaruhi pertumbuhan pathogen serta memperkaya pengetahuan kualitas udara ruang rawat inap.
2. Meningkatkan pengetahuan dan memberikan cara pandang yang berbeda pada masyarakat dalam melihat maupun menentukan ruang rawat inap yang ada di rumah sakit.
3. Mempertahankan atau meningkatkan kualitas udara ruang rawat inap di berbagai kelas yang ada, dan sebagai dasar tahap awal melakukan evaluasi secara berkala mengenai penilaian kualitas lingkungan fisik ruang rawat inap yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Tinjauan Pustaka
Rumah Sakit
Menurut American Hospital Association (1974) rumah sakit adalah suatu organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Kemudian menurut Wolper dan Pena (1987) rumah sakit adalah tempat bagi orang sakit untuk mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta suatu tempat pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.
Selanjutnya World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa rumah sakit adalah “Organisasi medis dan sosial yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan kesehatan baik kuratif maupun preventif bagi masyarakat serta keluarganya” (World Health Organization [WHO], 2002). Rumah sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 adalah
“Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat" (Kementerian RI, 2009).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E.
Rumah sakit kelas A. Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit oleh pemerintah yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas, serta rumah sakit yang ditetapkan sebgai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) adalah rumah sakit tipe A atau biasa disebut rumah sakit pusat..
Rumah sakit kelas B. Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Rumah sakit tipe B menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten maka direncanakan rumah sakit ini didirikan di setiap Ibukota Provinsi (provincial hospital). Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.
Rumah sakit kelas C. Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Dan hanya memiliki empat macam pelayanan spesialis yang tersedia yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Rumah sakit tipe C ini akan menampung pelayanan rujukan dari puskesmas. Maka di rencanakan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital).
Rumah sakit kelas D. Rumah sakit ini bersifat transisi karena suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.
Rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas sama halnya dengan rumah sakit tipe C.
10
Rumah sakit kelas E. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) hanya menyelenggarakan satu macam pelayanan kedokteran saja, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah (Permenkes RI, 1992).
Ruang Rawat Inap pada Rumah Sakit Kelas B
Lingkup sarana pelayanan. Lingkup kegiatan di ruang rawat inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien, rekam medis, pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu pasien, mandi, dapur kecil/pantry, konsultasi medis). Pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Inap mencakup antara lain :
1. Pelayanan keperawatan.
2. Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik).
3. Pelayanan penunjang medik :
Konsultasi radiologi, pengambilan sample laboratorium, konsultasi anestesi, gizi (diet dan konsultasi), farmasi (depo dan klinik), rehab medik (pelayanan fisioterapi dan konsultasi) (Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Kelas B, 2012).
Kebutuhan ruang, fungsi, luas, dan fasilitas. Dalam ruang rawat inap pada rumah sakit kelas B, memiliki kebutuhan ruangan yang diantaranya yaitu:
1. Ruang Perawatan, yang berfungsi untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam. Memiliki luas ruang tergantung pada kelas & keinginan desain, kebutuhan ruang 1 tempat tidur minimal 7,2 m2. Fasilitas yang dimiliki
diantaranya tempat tidur pasien, lemari, nurse call, meja, kursi, televisI, tirai pemisah bila ada, (sofa untuk ruang perawatan VIP).
2. Ruang Stasi Perawat (Nurse Station), yang berfungsi untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan pelayanan keperawatan (pre dan postconfrence, pengaturan jadwal), dokumentasi sampai dengan evaluasi pasien. Memiliki luas ruang 3-5 m2/ perawat (perhitungan 1 stasi perawat untuk melayani maksimum 25 tempat tidur). Fasilitas yang dimiliki diantaranya meja, kursi, lemari arsip, lemari obat, telepon/ intercom alat monitoring untuk pemantauan terus menerus fungsi-fungsi vital pasien.
3. Ruang Konsultasi, yang berfungsi untuk melakukan konsultasi oleh profesi kesehatan kepada pasien dan keluarganya. Luas ruangan sesuai kebutuhan.
Fasilitas yang dimiliki diantaranya meja, kursi, lemari arsip, telepon/intercom, peralatan kantor lainnya.
4. Ruang Tindakan, yang berfungsi untuk melakukan tindakan pada pasien baik berupa tindakan invasive ringan maupun non-invasive. Memiliki luas ruangan 12 - 20 m2. Fasilitas yang dimiliki lemari alat periksa & obat, tempat tidur periksa, tangga roolstool, wastafel, lampu periksa, tiang infus dan kelengkapan lainnya
5. Ruang Administrasi/ Kantor, yang berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pasien di ruang rawat inap, yaitu berupa registrasi dan pendataan pasien, penandatanganan inform concern, dan lain-lain. Memiliki luas ruangan 3 - 5 m2/ petugas (minimal 9 m2). Fasilitas yang dimiliki meja, kursi, lemari arsip, telepon/ intercom, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya.
12
6. Ruang Dokter Jaga, yang berfungsi sebagai Ruang kerja dan kamar jaga dokter. Luas ruangan sesuai kebutuhan. Fasilitas yang dimiliki tempat tidur, sofa, lemari, meja/ kursi, wastafel.
7. Ruang pendidikan/ diskusi yang berfungsi sebagai tempat melaksanakan kegiatan pendidikan/ diskusi. Luas ruangan sesuai kebutuhan. Fasilitas yang dimiliki meja, kursi, perangkat audio visual, dan lain-lain.
8. Ruang Perawat, yang berfungsi sebagai ruang istirahat perawat. Luas ruangan sesuai kebutuhan. Fasilitas yang dimiliki sofa, lemari, meja/ kursi, wastafel.
9. Ruang kepala instalasi rawat inap, yang berfungsi untuk tempat kepala ruangan melakukan manajemen asuhan dan pelayanan keperawatan diantaranya pembuatan program kerja dan pembinaan. Luas ruangan sesuai kebutuhan. Fasilitas yang dimiliki Lemari, meja/ kursi, sofa, komputer, printer dan peralatan kantor lainnya.
10. Ruang Loker, berfungsi sebagai ruang ganti pakaian bagi petugas instalasi rawat inap. Luas ruangan sesuai kebutuhan. Fasilitas yang dimiliki Loker, dilengkapi toilet (KM/ WC).
11. Ruang Linen Bersih, yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahanbahan linen steril/ bersih. Luas ruangan minimal 4 m2. Fasilitas yang dimiliki lemari.
12. Ruang Linen Kotor, yang berfungsi untuk meletakkan sementara bahan-bahan linen kotor yang telah digunakan. Luas ruangan minimal 4 m2. Fasilitas yang dimiliki bak penampungan linen kotor.
13. Ruang Gudang Kotor (Spoolhoek/ Dirty Utility), yang berfungsi untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan.
Spoolhoek berupa bak/ kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water
seal). Luas ruangan 4-6 m2. Fasilitas yang dimiliki kloset leher angsa, keran air bersih (tinggi bibir kloset + 80-100 m dari permukaan lantai).
14. KM/ WC (pasien, petugas, pengunjung), berfungsi untuk kamar mandi atau WC. Luas ruangan 2-3 m2. Fasilitas yang dimiliki kloset, wastafel, bak air.
15. Dapur Kecil (Pantry), yang berfungsi untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi petugas di ruang rawat inap rumah sakit. Luas ruangan sesuai kebutuhan. Fasilitas yang dimiliki kursi+meja untuk makan, sink, dan perlengkapan dapur lainnya.
16. Gudang bersih, yang berfungsi untuk penyimpanan alat-alat medis dan bahan- bahan habis pakai yang diperlukan. Luas ruangan sesuai kebutuhan. Fasilitas yang dimiliki lemari.
17. Janitor/ Ruang Petugas Kebersihan, yang berfungsi untuk menyimpan alat-alat kebersihan/ cleaning service. Pada ruang ini terdapat area basah. Luas ruaangan minimal 4 - 6 m2. Fasilitas yang dimiliki lemari atau rak.
18. High Care Unit (HCU), yang berfungsi sebagai ruang perawatan yang diletakkan didepan atau bersebelahan dengan nurse station, untuk pasien dalam kondisi stabil yang memerlukan pelayanan keperawatan lebih intensif dibandingkan ruang perawatan biasa. Luas ruangan minimal 9 m2/ tempat tidur. Fasilitas yang dimiliki tempat tidur pasien, lemari, nurse call.
19. Ruang Perawatan Isolasi, yang berfungsi untuk pasien yang berpotensi menular, mengeluarkan bau dan pasien yang gaduh gelisah. Luas ruangan minimal 12 m2/tempat tidur. Fasilitas yang dimiliki tempat tidur pasien, lemari, nurse call (Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Kelas B, 2012).
14
Persyaratan khusus ruangan. Persyaratan khusus yang ada pada ruang rawat inap rumah sakit kelas B yaitu:
1. Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat berhubungan/
membutuhkan.
2. Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang).
3. Konsep rawat inap yang disarankan “Rawat Inap Terpadu (Integrated Care)”
untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang.
4. Apabila ruang rawat inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus ada tangga landai (;Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan tersebut.
5. Bangunan ruang rawat inap harus terletak pada tempat yang tenang (tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap.
6. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan.
7. Alur petugas dan pengunjung dipisah.
8. Masing-masing ruang Rawat Inap 4 spesialis dasar mempunyai ruang isolasi.
9. Ruang Rawat Inap anak disiapkan 1 ruangan neonatus.
10. Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup lantai, mudah dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
11. Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk lengkung agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu/kotoran.
12. Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak mengumpulkan debu.
13. Tipe R. Rawat Inap adalah VVIP, VIP, Kelas I, Kelas II dan Kelas III.
14. Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti : a. Pasien yang menderita penyakit menular.
b. Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes, dsb).
c. Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan)
15. Stasi perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat dapat mengawasi pesiennya secara efektif, maksimum melayani 25 tempat tidur (Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Kelas B, 2012).
Alur kegiatan. Alur kegiatan pada ruang rawat inap rumah sakit kelas B dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Alur kegiatan pada ruang rawat inap rumah sakit kelas B
16
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Kepmenkes RI, 1992).
Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan (Rijadi, 1997).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, Rumah Sakit mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (UU RI No 44, 2009).
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Kesehatan Lingkungan rumah sakit adalah upaya pencegahan penyakit atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi maupun sosial di dalam rumah sakit. Kualitas lingkungan rumah sakit yang sehat ditentukan melalui pencapaian atau pemenuhan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan pada media air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, dan vector dan binatang pembawa penyakit (Permenkes RI Nomor 7, 2019).
Upaya kesehatan lingkungan berperan penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Permenkes RI Nomor 7, 2019).
Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah semua keadaan yang terdapat disekitar, seperti suhu udara, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna akan berpengaruh secara signifikan tehadap hasil
18
kerja manusia tersebut (Wingjosoebroto, 2000).
Lingkungan fisik juga bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah panas, sinar, radiasi dan lain - lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa serta memengang peran penting dalam proses terjadinya penyakit pada masyarakat (Chandra, 2005).
Karakteristik Lingkungan fisik terdiri dari : 1. Suhu Udara
2. Kelembaban 3. Pencahayaan
Suhu udara. Suhu adalah derajat panas atau dingin udara dalam suatu ruang atau wilayah. Jika suhu telah rendah dan kelembaban terlalu tinggi akan dapat mempermudah berkembangbiaknya bakteri, jamur, virus dan berbagai macam bibit penyakit yang lain. Dengan demikian, jika suhu dan kelembaban tidak diperhatikan dengan baik, maka akan dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat rumah sakit (Suyatno,1981).
Setiap bakteri mempunyai suhu optimum. Pada suhu optimum ini, pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Suhu mempengaruhi pembelahan sel bakteri pada suhu yang tidak sesuai dengan kebutuhan bakteri dapat menyebabkan kerusakan sel (Waluyo, 2009).
Sastrowinoto (1985) memberikan catatan mengenai hal-hal yang perlu dipahami berhubungan dengan suhu ruangan sebagai berikut:
1. Suhu bidang dari dinding terluar tergantung pada kapasitas isolasinya dan suhu yang ada di dalam maupun di luar dinding. Dinding dengan kapasitas
isolasi yang tinggi akan mencegah hilang panas ataupun tambah panas.
Kapasitas isolasi tersebut sebaiknya dibuat tinggi agar suhu di dalam kamar tidak terlalu banyak terombang-ambing oleh suhu luar ruang.
2. Ukuran jendela (terutama jendela kaca) besar pula peranannya terhadap pengendalian suhu di dalam dan di luar ruang. Jendela yang besar mempersulit pengendalian. Suhu luar yang dingin akan mengakibatkan suhu dalam ruang menjadi dingin, dan sebaliknya bila suhu di luar panas ruanganpun akan menjadi panas. Kaca merupakan sarana yang baik bagi radiasi, oleh karena itu agar suhu ruangan tidak terombang ambing sebaiknya dipasang tirai untuk menutupinya.
3. Suhu yang diperkirakan cukup nyaman untuk ruang istirahat diberbagai keadaan ialah 24°C (Sastrowinoto, 1985).
Menurut Vindrahapsari (2016) Berdasarkan suhu pertumbuhan yang dibutuhkan, Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Psikrofil ( organisme yang suka dingin) dapat tumbuh baik pada suhu dibawah 20°C, kisaran suhu optimal adalah 10°C sampai 20°C.
2. Mesofil (organisme yang suka pada suhu sedang) memiliki suhu pertumbuhan optimal antara 20°C sampai 45°C.
3. Termofil (organisme yang suka pada suhu tinggi) dapat tumbuh baik pada suhu diatas 45°C, kisaran pertumbuhan optimalnya adalah 50°C sampai 60°C.
Kelembaban. Kelembaban adalah persentase kandungan uap air udara dalam suatu ruang atau wilayah. Kelembaban udara pada masing-masing ruang harus diupayakan memenuhi syarat (40-60%). Pertumbuhan bakteri membutuhkan
20
kelembaban yang tinggi, kelembaban yang dibutuhkan di atas 85 % yang dapat menyembabkan tumbuhnya bermacam-macam jamur dan spora (Vindrahapsari, 2016).
Selain itu, sumber kelembaban dalam ruangan berasal dari konstruksi bangunan yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami.
Kelembaban relatif udara yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Pengurangan kadar air atau kelembaban dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti (Vindrahapsari, 2016).
Jika suhu telah rendah dan kelembaban terlalu tinggi akan dapat mempermudah berkembangbiaknya bakteri, jamur, virus dan berbagai macam bibit penyakit yang lain. Dengan demikian, jika suhu dan kelembaban tidak diperhatikan dengan baik, maka akan dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat rumah sakit (Pangastuti, 2008).
Adapun persyaratan suhu dan kelembaban untuk masing-masing ruang atau unit yang harus dipenuhi rumah sakit adalah seperti berikut.
1. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi dan laboratorium perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
2. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit.
3. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam table berikut (Kepmenkes RI, 2004).
Tabel 1
Standar Baku Mutu Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara menurut Jenis Ruang (Peraturan Menteri Kesehatan RI No 7, 2019)
Ruang atau Unit Suhu (˚C) Kelembaban (%) Tekanan
Operasi 22-27 40-60 Positif
Bersalin 24-26 40-60 Positif
Pemulihan/perawatan 22-23 40-60 Seimbang
Observasi bayi 27-30 40-60 Seimbang
Perawatan bayi 32-34 40-60 Seimbang
Perawatan 32-34 40-60 Positif
ICU 22-23 40-60 Positif
Jenazah/autopsy 21-24 40-60 Negatif
Penginderaan medis 21-24 40-60 Seimbang
Laboratorium 20-22 40-60 Negatif
Radiologi 17-22 40-60 Seimbang
Sterilisasi 21-30 40-60 Negatif
Dapur 22-30 40-60 Seimbang
Gawat darurat 20-24 40-60 Positif
Administrasi,
Pertemuan 20-28 40-60 Seimbang
Ruang luka bakar 24-26 40-60 Positif
Pencahayaan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Apabila tidak disediakan akses pencahayaan, ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Pencahayaan di dalam ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat melihat benda-benda.
Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas maka aktivitas di dalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya yang terlalu terang juga dapat mengganggu penglihatan (Santosa, 2006).
Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebab pertumbuhan kuman. Pencahayaan yang kurang merupakan kondisi yang disukai bakteri karena dapat tumbuh dengan baik pada kondisi yang gelap. Posisi ruang yang kurang menguntungkan mengakibatkan kurangnya cahaya, misalnya posisi ruang yang ada diantara ruang lain mengakibatkan terhalangnya cahaya yang
22
masuk, apalagi tidak memanfaatkan lampu listrik yang ada. Ada juga ruang-ruang yang seharusnya memungkinkan cukup pencahayaan, namun tidak dimanfaatkan secara optimal, misalnya jendela tidak dibuka. Sumber cahaya dalam ruangan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pencahayaan harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada malam hari pencahayaan yang ideal adalah penerangan listrik sedangkan pada waktu pagi hari sinar matahari dapat menjadi sumber utama penerangan dalam ruangan. Paparan cahaya dengan intensitas sinar ultraviolet (UV) tinggi dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri akan mengalami iradiasi yang berdampak pada kelainan dan kematian bakteri (Vindrahapsari. 2016).
Tata pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat mempengaruhi kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap, disamping juga berpengaruh bagi kelancaran paramedis dalam menjalankan aktivitasnya untuk melayani pasien (Santosa, 2006).
Penerangan di rumah sakit, merupakan hal yang sangat penting. Hal ini, karena penerangan di rumah sakit berhubungan dengan keselamatan pasien yang sedang dirawat, petugas dan pengunjung rumah sakit. Selain itu penerangan yang mencukupi akan meningkatkan pencermatan, kesehatan yang lebih baik dan suasana yang nyaman (Sastrowinoto, 1985).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2019, intensitas pencahayaan untuk ruang pasien saat tidak tidur sebesar 250 lux dengan warna cahaya sedang, sementara pada saat tidur 50 lux dengan warna cahaya juga sedang, dan untuk toilet minimal 100 lux. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan silau dan intensitasnya sesuai dengan
peruntukannya (Permenkes RI Nomor 7, 2019).
Menurut Zulmiar (1999), pencahayaan buatan umumnya menggunakan energi listrik yang disebut juga penerangan listrik.
Pencahayaan buatan harus memiliki syarat sebagai berikut :
1. Penerangan listrik harus sesuai dengan pekerjaan yang dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan intensitas yang cukup.
2. Penerangan listrik tidak boleh menimbulkan perubahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.
3. Penerangan listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang tepat, menyebar merata tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayangan yang mengganggu (Zulmiar, 1999).
Dalam kaitannya dengan masalah penerangan, berarti standar penerangan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur pada ruang rawat inap ini adalah standar pencahayaan orang pada umumnya, dimana standar untuk orang yang sakit dianggap tidak berbeda dengan standar untuk orang yang sehat.
Tabel 2
Standar Baku Mutu Intensitas Pencahayaan menurut Jenis Ruangan atau Unit (Peraturan Menteri Kesehatan RI No 7, 2019)
Ruang atau Unit Intensitas Cahaya (lux)
Faktor Refleksi Cahaya (%)
Keterangan Ruang pasien
Saat tidak tidur Saat tidur
250 50
Maksimal 30
Warna cahaya sedang
Rawat Jalan 200 Ruangan tindakan
Unit Gawat Darurat
(UGD) 300 Maksimal 60 Ruangan tindakan
R. Operasi Umum 300-500 Maksimal 30 Warna cahaya sejuk (bersambung)
24
Tabel 2
Standar Baku Mutu Intensitas Pencahayaan menurut Jenis Ruangan atau Unit (Peraturan Menteri Kesehatan RI No 7, 2019)
Ruang atau Unit Intensitas Cahaya (lux)
Faktor Refleksi Cahaya (%)
Keterangan Meja operasi 10.000 - 20.000 Maksimal 9 Warna cahaya
sejuk atau sedang tanpa bayangan Anestesti,
pemulihan
300 – 500 Maksimal 60 Warna cahaya sejuk Endoscopy, lab 75 – 100
SinarX Minimal 60 Maksimal 30 Warna cahaya
Sejuk
Koridor Minimal 100
Tangga Minimal 100 Malam hari
Administrasi/Kantor Minimal 100 Warna cahaya
sejuk Ruang alat/gedung Minimal 200
Farmasi Minimal 200
Dapur Minimal 200
Ruang cuci Minimal 100
Toilet Minimal 100
Ruang isolasi
khusus penyakit 0,1 - 0,5 Maksimal 30 Warna cahaya biru Ruang luka bakar 100-200 Maksimal 10 Warna cahaya
sejuk Mikrobiologi Udara
Kuman adalah mikroorganisme atau jasad hidup yang sangat kecil ukurannya, sulit di amati tanpa alat pembesar, berukuran beberapa mikron dan meliputi bakteri, jamur, algae, protozoa, maupun kuman (Pangastuti, 2008).
Mikroorganisme adalah organisme berukuran mikroskopis yang antara lain terdiri dari bakteri, fungi, dan virus (Waluyo, 2009). Mikroorganisme terdapat di dalam tanah, air, udara maupun pada makhluk hidup termasuk pada jaringan tubuh kita sendiri (kulit dan selaput lender) (M.A.K, 2005).
Flora mikroorganisme yang ada di udara bersifat sementara dan beragam.
Udara bukan merupakan medium tempat mikroba tmbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat, debu dan tetasan air yang semuanya sangat memungkin dumuati mikroba. Jumlah dan tipe mikroba yang mencemarin udara ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya didalam pernafsan manusia disemprotkan melalui batuk dan bersin (Waluyo, 2009).
Jumlah koloni mikroorganisme di udara tergantung pada aktifitas dalam ruangan serta banyaknya debu dan kotoran lain. Ruangan yang kotor akan berisi udara yang banyak mengandung mikroorganisme dari pada ruangan yang bersih (Moerdjoko, 2004).
Droplet dapat memepengaruhi jumlah bakteri pada udara. Bakteri disebarkan oleh droplet yang dikeluarkan melalui hidung atau mulut selama batuk, bersin dan bicara. Droplet dalam ukuran kecil tetap tersuspensi di udara untuk periode waktu yang lama, sedangkan yang lebih besar jatuh dengan cepat sebagai debu. Selama ada aktivitas dalam ruangan, debu kembali melayang- layang sebagai akibat adanya gerakan udara (Waluyo, 2009).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri diantaranya adalah nutrient, suhu, tersedianya oksigen, konsentrasi Ion Hidrogen (pH), pencahayaan, kelembaban, dan kepadatan hunian (Vindrahapsari, 2016).
26
Tabel 3
Standar Baku Mutu Mikrobiologi Udara (Peraturan Menteri Kesehatan RI No 7, 2019)
Ruang Konsentrasi Maksimum Mikroorganisme
(CFU/m3) Per m3 Udara (CFU/m3)
Ruang operasi kosong 35
Ruang operasi dengan
Aktivitas 180
Ruang operasi Ultraclean 10
Sanitasi Ruang
Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Dalam pengertian lain, sanitasi merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Notoatmodjo, 2003).
Perawatan Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan penyehatan sarana dan bangunan dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan pada konstruksi bangunan rumah sakit, maka dilakukan upaya sebagai berikut:
1. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.
2. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan.
3. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.
4. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (gagang pel) yang memenuhi syarat dan bahan anti septik yang tepat. Setiap gagang pel diberikan koding untuk mencegah terjadinya infeksi di rumah sakit, yakni: kamar pasien dengan warna kuning, kamar mandi dengan warna merah, dapur dengan warna hijau dan selasar dan koridor dengan warna biru.
5. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.
6. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan dicat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
7. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat Iuka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan anti septik.
8. Pembersihan ruangan sesuai dengan prosedur yang mengatur tata cara pembersihan seluruh ruangan yang berada di ruang lingkup area Operating Theatre (OT) atau Kamar Operasi lantai rumah sakit harus mengikuti SOP.
Pembersihan ruangan operasi dilakukan setelah kegiatan operasi pasien selesai dilakukan. Untuk ruangan lainnya pembersihan dilakukan minimal 2 kali sehari. Apabila ada temuan petugas kebersihan, pengawas ataupun perawat maka dilakukan pembersihan tambahan sehingga kebersihan di ruangan Operating Theatre tetap terjaga. Petugas kebersihan di area Operating Theatre bersifat khusus menggunakan seragam warna putih dan
28
selalu ada di dalam area Operating Theatre selama 24 jam penuh yang terbagi dalam 3 shift (Permenkes RI Nomor 7, 2019).
Ruang Rawat Inap
Menurut Pedoman Teknis Bagunan Rumah Sakit Ruang Rawat inap, ruang rawat inap ialah ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri- sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya (Kemenkes RI, 2012).
Pengertian lain mengatakan rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan Rumah Sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap dan mengalami tingkat transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya, 2004).
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk ke rumah sakit yang menggunakan tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 1997).
Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan sehingga atau berubahnya tantanan lingkungan akibat proses alam maupun kegiatan manusi
yang membuat kualitas lingkungan menurun. Pencemaran lingkungan dapat menimbulkan penyakit. Terdapat 3 faktor yang dapat menimbulkan penyakit tersebut yaitu agent penyakit, manusia dan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud itu terdiri atas tiga komponen, antara lain lingkungan fisik, biologis, social (Chandra, 2007).
Pencahayaan, suhu, kelembaban dan kebisingan berada di kompenan lingkungan fisik. Sebagaimana dikatakan bahwa lingkungan termasuk tiga faktor penyebab timbulnya penyakit. Maka suhu, kelembaban, dan pencahayaan secara tidak langsung menjadi faktor yang dapat menimbulkan terjadinya penularan penyakit.
Pencemar Udara di dalam Ruang
Pencemaran udara dalam ruang adalah suatu keadaan adanya satu atau lebih polutan dalam ruangan yang karena konsentrasinya dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan penghuni ruangan. Pencemaran udara dalam ruang (indoor) merupakan pencemaran yang terjadi di dalam ruangan, dimanamkomposisi udara dalam ruang mengandung zat- zat diatas maupun dibawah batas kewajaran sehingga udara di dalam ruangan menjadi menurun kualitasnya. Penurunan udara dalam ruang seringkali disebabkan oleh perubahan aktivitas manusia (Kastiyowati, 2001).
Selaian itu pencemaran udara yang terjadi di dalam ruang karena pengaruh benda- benda dan bahan-bahan di dalam ruangan serta perilaku aktifitas ruangan seperti memasak, merokok, penerangan dsb. Bahan sintetis masa kini yang sering digunakan sebagai bahan finishing interior dan mikroorganisme yang terbawa oleh debu di dalam ruang berperan besar menyebabkan beberapa gangguan
30
kesehatan terutama alergi dan asma, yang sebenarnya berasal dari pencemaran debu biogenik, yaitu debu/ partikulat yang mengandung mikroorganisme, baik itu tungau (sering disebut dust mites) maupun jamur (mold) dan bakteri (Legionella pneumophilla) (Moerdjoko, 2004).
Landasan Teori
Menurut National Health Medical Research Council (1993) mendefinisikan udara dalam ruangan adalah udara yang berada dalam suatu ruang gedung yang ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat kesehatan yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Ruang gedung yang dimaksud dalam pengertian ini meliputi sekolah, restoran, rumah, gedung untuk umum, hotel, rumah sakit, dan perkantoran, tidak termasuk tempat kerja atau tempat- tempat yang mengacu pada standart kesehatan kerja.
Keadaan udara dalam ruangan yang tidak baik seperti kurangnya pencahayaan, rendah dan tingginya persentase kelembaban dan rendah atau tingginya suhu di ruangan dapat mempengaruhi kesehatan dari penghuninya, terutama pada ruang rawat inap rumah sakit yang mana penghuninya yaitu pasien dalam keadaan tingkat kesehatan rendah atau dalam keadaan sakit.
Mengingat pasien juga berada di dalam ruangan selama dalam waktu yang lama yaitu lebih dari 1 jam atau bahkan sampai berhari-hari. Apabila lingkungan fisik udara dalam keadaan tidak baik, dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme pathogen yang ada di dalam ruangan tersebut baik yang di bawa oleh pasien itu sendiri, dari droplet, maupun yang berasal dari peralatan rumah sakit atau benda-benda yang di bawa oleh pengunjung.
Meningkatnya mikroorganisme pathogen dapat mempengaruhi
kesembuhan dari pasien, juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pengunjung yang berada di dalam ruangan tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama.
Mikroorganime-mikroorganime tersebut dapat menularkan penyakit terhadap pengujung melalui saluran pernapasan maupun kulit.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 2. Kerangka konsep
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Lingkungan fisik 1. Suhu
2. Kelembaban 3. Pencahayaan
Permenkes RI Nomor 7 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
Sanitasi ruang rawat inap
1. Waktu kegiatan pembersihan ruangan
2. Cara pembersihan ruangan
Mikrobiologi Udara (CFU/m3) Kelas
III
VIP
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey, dengan desain penelitian deskriptif dan studi Cross Sectional atau potong lintang, dilakukan pengukuran lingkungan fisik dan mikrobiologi udara dengan menggunakan alat laboratorium serta pengamatan terhadap sanitasi ruang rawat inap dalam waktu yang bersamaan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Kota Medan.
Waktu penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Oktober 2019, sedangkan waktu pengambilan data dilakukan pada pukul 11.00 sampai dengan selesai.
Titik pengambilan sampel
Lokasi titik pengambilan sampel diambil berdasarkan Keputasan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1335/Menkes/SK/X/2002 yaitu tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit yang menyatakan bahwa titik pengukuran pada lingkungan fisik minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.
Ruang rawat inap kelas III di Rumah Sakit Umum Haji Medan terdiri dari ruang Al Ihsan, An-Nisa dan Ar-Rijal serta ruang rawat inap VIP yaitu ruang Al Ikhlas. Untuk ruang Al-Ihsan dan An-Nisa memiliki 7 bagian ruangan lain yang terdiri dari ruang A sampai dengan G, maka titik pengambilan sampel dilakukan
secara simple random sampling atau pengambilan sampel secara acak sederhana.
Begitu juga dengan ruang VIP yaitu Al-Ikhlas yang memiliki jumlah ruangan sebanyak 24, maka titik pengambilan sampel juga dilakukan secara simple random sampling atau pengambilan sampel secara acak sederhana.
Sedangkan pada ruangan Al-Rijal tidak dilakukan cara simple random sampling karena ruang Ar-Rijal merupakan ruangan bangsal. Dengan begitu didapat bahwa titik pengambilan sampel sebagai berikut:
1. Ruang Al-Ihsan : 10% x 7 ruangan = 0,7 = 1 ruangan 2. Ruang An-Nisa : 10% x 7 ruangan = 0,7 = 1 ruangan 3. Ruang Al-Rijal
4. Ruang Al-Ikhlas (VIP) : 10% x 24 ruangan = 2,4 = 2 ruangan.
Dilakukannya penelitian pada ruang rawat inap disebabkan karena banyaknya aktifitas yang sering dilakukan oleh tenaga medis rumah sakit dan masyarakat yang berkunjung di rumah sakit. Teknik pengambilan sampel dilakukan pada 5 ruangan dengan prilaku yang sama setiap variable yang di ukur.
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah ruang rawat inap kelas III dan ruang rawat inap VIP di Rumah Sakit Haji Medan Untuk menjadi perbandingan yang meliputi:
1. Lingkungan fisik yang meliputi pencahayaan, suhu dan kelembaban yang ada di ruang rawat inap.
2. Mikrobiologi udara yang ada di ruang rawat inap.
3. Sanitasi di ruang rawat inap.
34
Variabel dan Definisi Operasional
Luasnya tinjauan atas variabel-variabel yang ada maka peneliti memberikan definisi operasional yang akan digunakan yaitu :
1. Kualitas Lingkungan Fisik adalah kondisi terbaik dari semua keadaan yang ada di lingkungan sekitar seperti suhu, kelembaban dan pencahayaan.
2. Suhu adalah kondisi udara dalam ruangan yang berkaitan dengan derajat panas dan dinginnya kondisi udara yang dirasakan oleh fisiologis tubuh.
3. Kelembaban adalah persentase kandungan uap air udara dalam suatu ruang yang tingi atau rendahnya persentase kelembaban dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempengaruhi kesembuhan pasien.
4. Pencahayaan adalah cahaya yang dibutuhkan seseorang untuk beraktivitas yang tidak melebihi Standar Baku Mutu yang telah diatur dalam Permenkes RI Nomor 7 Tahun 2019.
5. Mikrobiologi udara adalah banyaknya angka kuman yang ada di udara dalam ruang rawat inap yang akan diteliti.
6. Sanitasi ruangan : waktu yang tepat dilakukan pembersihan ruangan, cara melakukan pembersihan ruangan dan tata cara pengepelan lantai ruang rawat inap yang dilakukan di RSU Haji Medan.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Metode pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil obseravasi, wawancara dan hasil pengukuran laboratorium dari pencahayaan, kelembaban, suhu dan mikrobioloigi udara di ruang rawat inap kelas III dengan VIP.
Data sekunder. Metode pengumpulan data sekunder merupakan informasi yang diperlukan dan ditelaah melalui catatan-catatan tertulis, dokumen dan arsip yang dengan masalah yang diteliti dan yang berhubungan dengan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Metode Pengukuran
Metode pengukuran dalam penelitian ini meliputi suhu udara, kelembaban, pencahayaan dan mikrobiologi udara.
Suhu udara. Suhu udara meliputi :
1. Alat ukur suhu udara adalah Thermometer 2. Satuan suhu udara °C
3. Titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing - masing ruangan dengan 1 titik pengukuran.
4. Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari.
5. Hasil pengukuran meninjau dari ketentuan yang telah di tentukan Permenkes Nomor 7 Tahun 2019 tentang kesehatan lingkungan rumah sakit, ruang rawat inap dengan ketentuan angka untuk suhu udara 22°C - 23°C.
Kelembaban. Kelembaban meliputi :
1. Alat ukur kelembaban adalah Hygrometer 2. Satuan kelembaban %
3. Titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan dengan 1 titik pengukuran.
4. Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari