• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat. Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA (BW)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat. Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA (BW)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN LELANG TERHADAP HAK TANGGUNGAN AKIBAT WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN PEMATAMGSIANTAR NO.61/Pdt.G/2015/PN-Pms)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ANNISA ANDARI SIBARANI NIM: 170200364

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA (BW)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)

i

Yefrizawati ***

Lelang eksekusi Hak Tanggungan merupakan penjualan barang dimuka umum yang dilakukan atas dasar adanya permohonan dari pihak kreditur kepada KPKNL Pematangsiantar karena debitur tidak memenuhi somasi yang diberikan oleh kreditur sehingga kreditur berhak untuk melakukan eksekusi Langsung atau Parate Eksekusi terhadap jaminan pada perjanjian antara kedua belah pihak yaitu dengan objek hak tanggungan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana Penyelesaian Kredit Bagi Kreditur yang Wanprestasi Menurut Hukum Positif di Indonesia, Bagaimana Prosedur Lelang Hak Tanggungan Wanprestasi Menurut Hukum Positif di Indonesia, dan Bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan PN Pematangsiantar Nomor: 61/Pdt.G/2015/PN-Pms.

Metode penulisan yang digunakan untuk menjawab permasalah- permasalahan tersebut adalah metode penelitian hukum normatif yakni metode penelitian yang mengandalkan data dan informasi tentang hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier.

Diketahui hasil penelitian bahwa upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh Bank adalah melalui Parate Eksekusi yang menurut Pasal 6 UUHT apabila debitur cidera janji bank sebagai pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Secara Prosedur untuk melakukan pelaksanaan lelang Penjual/Pemilik Hak Tanggungan tunduk pada Peraturan Menteri Keuangan No.213/PMK.06/2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) No. 2/KN/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang. Adapun analisis pertimbangan hukum hakim dalam Putusan PN Pematangsiantar Nomor: 61/Pdt.G/2015/PN-Pms adalah tepat dan adil, karena Penggugat terbukti melakukan wanprestasi dan terhadap prosedur pelaksanaan lelang yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II tidak ditemukannya kesalahan ataupun pelanggaran.

Kata Kunci : Lelang, Wanprestasi, Parate Eksekusi

*MahasiswaFakultasHukumUniversias Sumatera Utara

**DosenPembimbing I FakultasHukum Universias Sumatera Utara

***DosenPembimbing II FakultasHukum Universias Sumatera Utara

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul

“Analisis Yuridis Pelaksanaan Lelang Hak Terhadap Tanggungan Akibat Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit (Studi Putusan Pengadilan Pematangsiantar No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms)” untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas semua dukungan yang besar terhadap seluruh mahasiswa/i demi kemajuan dan perkembangan pendidikan hukum di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Dr. Agusmidah, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

iii

5. Dr. Muhammad Eka Putra, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I. Penulis mengucapkan terima kasih karena telah sabar, banyak menuntun dan mengarahkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini;

8. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Dr. Edy Yunara, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik;

10. Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, penulis mengucapkan terima kasih karena telah sabar, banyak menuntun dan mengarahkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini;

11. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen dan Staf Administrasi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan membantu penulis selama masa perkuliahan;

12. Terima kasih kepada Kak Rina Saragih sebagai support system, Fera Lumbanraja, Elfani Sembiring, Stepani Angela yang telah membantu memberikan saran-saran berguna dan dukungan kepada penulis selama pengerjaan skripsi;

13. Terima kasih kepada Teman-teman Grup Stambuk 2017 yang telah memberikan semangat kepada penulis;

(6)

iv

14. Terima kasih kepada Teman-teman Departemen Hukum Perdata Stambuk 2017 yang telah memberikan dukungan kepada penulis;

15. Terima kasih kepada Teman-teman Ikatan Mahasiswa Perdata Stambuk 2017 yang telah memberi perhatian dan semangat kepada penulis;

16. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Teristimewa kepada Bapak (Alm) Maurits Quando Sibarani dan Mama Hernawati Siagian yang memberikan dukungan dan kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan studi tepat waktu.

Untuk abang terkasih Rico, Joan, Andrian yang selalu mensuport saya baik melalui doa dan finansial

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.

Medan, Januari 2021

(7)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 14

G. Keaslian Penulis ... 20

H. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II PENYELESAIAN KREDIT BAGI KREDITUR YANG WANPRESTASI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA ... 24

A. Kredit Pada Umumnya ... 24

1. Unsur-unsur kredit ... 24

B. Perjanjian Kredit Pada Umumnya ... 28

1. Lahir dan berakhirnya perjanjian kredit ... 28

2. Bentuk dan Fungsi Perjanjian Kredit ... 29

C. Kelalain dalam Perjanjian Kredit... 32

(8)

vi

D. Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Solusi Penyelesaian Kredit Karena

Terjadinya Wanprestasi ... 36

1. Penyelesaian Kredit Macet Menurut Hukum Positif ... 36

2. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan ... 39

BAB III PROSEDUR PELAKSANAAN LELANG HAK TANGGUNGAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA ... 47

A. Lelang ... 47

1. Dasar Hukum Lelang ... 47

2. Jenis-jenis Lelang ... 48

3. Subjek Penjualan Lelang ... 50

B. Aspek Hukum Hak Tanggungan ... 51

1. Ciri-ciri Hak Tanggungan... 51

2. Pembebanan Hak Tanggungan ... 53

3. Lahir dan Hapusnya Hak Tanggungan ... 55

C. Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Melalui Fiat Eksekusi. ... 56

D. Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Melalui Parate Eksekusi ... 64

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN LELANG TERHADAP HAK TANGGUNGAN AKIBAT WANPRESTASI PERJANJIAN KREDIT DALAM PUTUSAN No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms ... 73

A. Kasus Posisi ... 73

B. Pertimbangan Hukum Dalam Putusan Pengadilan Pematangsiantar No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms. ... 79

(9)

vii

C. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms. ... 82 BAB V

PENUTUP ... 89 A. Kesimpulan ... 89 B. Saran ... 90

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi nasional pemerintah harus menitik beratkan pada sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kegiatan pembangunan di sektor ekonomi tentu membutuhkan penyediaan dana yang terbilang cukup besar, karena merupakan salah satu faktor penentu dalam pelaksanaan pembangunan.

Bagi masyarakat baik perorangan atau badan usaha yang berusaha meningkatkan kebutuhan konsumtif atau produktif sangat membutuhkan suntikan dana dari bank sebagai salah satu sumber dana dalam bentuk pemberian kredit, adapun dana yang akan diberikan bank ditujukan dalam mendukung peningkatan usaha. Pengertian Bank sendiri menurut UU No 7 Tahun 1992 Jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam pengertian ini simpanan yang disalurkan oleh Bank kepada masyarakat ialah berupa kredit1.

Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan dalam proses pembangunan, sudah selayaknya pemberi dan penerima kredit serta pihak lain

1 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 1 angka 2.

(11)

yang terkait mendapatkan perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat agar memberikan suatu kepastian hukum bagi semua pihak sebagai upaya mengantisipasi timbulnya resiko bagi kreditur pada masa yang akan datang, untuk usaha tersebut dapat menggunakan jasa perbankan.

Penyaluran kredit dilakukan oleh bank selaku lembaga perantara keuangan kepada masyarakat yang membutuhkan modal, pemberian kredit selalu dituangkan dalam suatu perjanjian kredit guna sebagai landasan hukum diantara para pihak. Dengan adanya perjanjian kredit tersebut, maka mutlak diperlukan solusi hukum bagi adanya lembaga jaminan agar memberikan kepastian bagi pengembalian jaminan tersebut. Keberadaan lembaga jaminan sangat diperlukan karena memberikan kepastian, dan perlindungan hukum bagi pemberi dana/kreditur dan penerima pinjaman/debitur.

Pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian dijamin oleh undang-undang. Pengaturan tentang hak dan kewajiban kreditur dan debitur dalam perjanjian harus mencerminkan asas–asas perjanjian. Dalam hal ini untuk melihat apa yang menjadi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, cukup dengan melihat apa yang menjadi hak dari masing-masing pihak.

Hal ini disebabkan karena hak debitur merupakan kewajiban bagi kreditur, sebaliknya hak kreditur merupakan kewajiban debitur. 2

Fungsi dari pemberian jaminan pada kredit adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada Bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang yang dijaminkan debitur, jika debitur melakukan cidera janji atau tidak membayar

2 M Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalah Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia, Jakarta, 1994, hal. 45

(12)

hutangnya pada waktu yang sudah ditetapkan dalam isi perjanjian3. Jaminan yang diterima Bank bisa berupa hak atas tanah ataupun hak atas barang atau dengan kata lain benda bergerak atau tidak bergerak.

Umumnya jaminan yang digunakan oleh perbankan adalah jaminan yang bersifat kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri antara lain;

1. Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur;

2. Dapat dipertahankan siapapun;

3. Selalu mengikuti bendanya;

4. Dapat diperalihkan.

Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan jaminan benda tidak bergerak.4 Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak. Contohnya Pasal 509 KUHPerdata benda bergerak karena sifatnya misalnya, ayam, buku, pensil, meja, dan lain-lain. Sedangkan benda bergerak karena undang-undang misalnya, hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak, hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan, penagihan-penagihan atau piutang-piutang, dan lain-lain (Pasal 511 KUHPerdata). Benda yang dikatakan sebagai benda yang tidak bergerak atau tetap adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, karena peruntukannya atau karena undang-undang yang

3 Thomas Suyatno,1994, Kelembagaan Perbankan Edisi Kedua, Jakarta, Gramedia Pustaka, Hal 145.

4 Herowati Poesoko, 2008, Parate Executie Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesehatan Penalaran dalam UUHT), Laksbang PRESSindo, Yogyakarta, hal 2

(13)

menggolongkannya sebagai benda tidak bergerak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 506, Pasal 507, dan Pasal 508 KUHPerdata.

Pembebanan atau pengikatan jaminan kredit didasarkan pada objek bendanya, jika yang dijadikan jaminan berupa benda bergerak, maka pembebanan atau pengikatannya dilakukan dengan menggunakan gadai,fidusia, dan cessie. Jika yang dijadikan jaminan berupa kapal laut dengan berat tertentu maka pembebanan atau pengikatnya dengan menggunakan hipotik, sedangkan jika yang dijadikan jaminan berupa tanah, maka pembebanan atau pengikatannya dengan menggunakan Hak Tanggungan atas tanah.5

Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu:

1) Tahap pemberian Hak Tanggungan yang didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin, kemudian dilakukan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 2) Selanjutnya tahap pendaftaran Hak Tanggungan oleh kantor pertanahan .

Berdasarkan Pasal 13 ayat 5 UUHT, Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan itu didaftarkan6. Sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertfikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai fungsi sebagai grosse acte hyoptheek serta mempunyai kekuatan eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

5 Rachmadi Usman,2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 289

6 Kartini Muljadi & Gunawan Wijaya, 2006,Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan Edisi Pertama,Jakarta, Kencana, Hal 214

(14)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah yang memuat irah-irah

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.7

Menurut Pasal 6 UUHT apabila debitur cidera janji, bank sebagai pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.8 Melalui penjualan lelang hak tanggungan maka kreditur akan mendapat kepastian akan pelunasan utang si debitur. Penjualan objek Hak Tanggungan secara lelang mempunyai keunggulan karena penjualan secara lelang bersifat terbuka untuk umum, mewujudkan harga yang setinggi-tingginya dan menjamin kepastian hukum bagi semua pihak.

Salah satu contoh kasus pelaksanaan lelang terhadap Hak Tanggungan akibat wanprestasi perjanjian kredit adalah kasus antara JN sebagai Penggugat melawan PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk Pematang Siantar sebagai Tergugat I dan KPKNL Pematangsiantar sebagai Tergugat II.

Dalam kasus ini PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk Pematang Siantar memberikan fasilitas kredit Modal Kerja Usaha Perdagangan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit sebesar Rp. 1.100.000.000,- (satu milyar seratus juta rupiah) melalui perjanjian kredit No.CRO.PMS/0139/KMK/2011, tertanggal 8

7 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah, Pasal 14 atay 3

8 Suharno, 2003, Analisa Kredit, Jakarta, Djambatan, halaman 102-103

(15)

Desember 2011 kepada JN dengan jangka waktu sampai dengan 29 Okober 2016. Bahwa kemudian Perjanjian Kredit Modal Kerja a quo disempurnakan dengan dibuat perjanjian Adendium kredit I tertanggal 21 Juni 2012, Adendium II tertanggal 22 Februari 2013 dan Adendium III tertanggal 30 Oktober 2013 dengan jaminan agunan 4 (empat) Sertifikat Hak Milik milik Jansen Napitupulu dan istrinya dan telah pula dibebani Hak Tanggungan yang dibuat dihadapan Notaris Nelsi Sinaga PPAT Kota Pematangsiantar.

Dalam kasus ini yang menjadi pokok perkara dalam gugatan Penggugat adalah keberatan atas rencana lelang eksekusi hak tanggungan yang dilaksanakan Tergugat I melalui Tergugat II dan meminta penangguhan penjualan lelang atas objek sengketa seluas 418M2 berikut bangunan rumah diatasnya sesuai dengan SHM No: 1014 atas nama DS yang terletak di jl.Melanthon Siregar Barito Ujung Keluarahan Pematangsiantar Marihat Kota Pematantsiantar.

Majelis Hakim dalam Putusan PN Pematangsiantar No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms) yang memeriksa dan mengadili perkara perdata nomor register No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms pada tanggal 02 Oktober 2015 dan menjatuhkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atas permohonan perbuatan wanprestasi yang diajukan oleh PT. Bank Mandiri in casu kreditur sebagai Tergugat I terhadap JN incasu debitur sebagai Penggugat. Dalam putusannya Hakim memutuskan menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 641.000,- (enam ratus empat puluh satu ribu rupiah).

(16)

Berdasarkan latarbelakang permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk menulis dan membahas mengenai pelaksanaan lelang terhadap hak tanggungan akibat wanprestasi dengan memilih judul Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Akibat Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit (Studi Putusan Negeri Pematangsiantar No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pokok permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penyelesaian kredit bagi kreditur yang wanprestasi menurut hukum positif di Indonesia ?

2. Bagaimana prosedur pelaksanaan lelang hak tanggungan menurut hukum positif di Indonesia ?

3. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan No.61/Pdt.G/2015/PN- Pms ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini yaitu:

1. Untuk mengetahui penyelesaian kredit bagi kreditur yang wanprestasi menurut hukum positif di Indonesia

2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan lelang hak tanggungan menurut hukum positif di Indonesia

3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms

(17)

D. Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi manfaat penulisan ini ialah manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Secara Teoritis

Secara teoritis diharapkan terhadap masalah-masalah yang dirumuskan dapat memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan dan menambah wawasan para pembaca, khususnya menyangkut pelaksanaan lelang terhadap hak tanggungan akibat wanprestasi perjanjian kredit. Selain itu hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan peneliti yang mengkaji masalah sejenis.

2. Secara praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi pembaca terutama bagi masyarakat untuk dapat menjadi gambaran dikemudian hari jika mengalami kasus yang serupa dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam berkaitan dengan prosedur lelang eksekusi hak tanggungan akibat wanprestasi perjanjian kredit.

E. Metode Penelitian

Penelitian memegang peranan penting dalam hal membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan yang baru atau memperoleh jawaban atas suatu masalah yang sedang dihadapkan. Penelitian secara ilmiah dilakukan manusia untuk menyalurkan hasrat ingin mengetahui yang sudah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan kenyataan bahwa setiap gejala yang terjadi

(18)

dapat ditelaah dan dicari hubungan causal sebab akibatnya, atau kecenderungan yang timbul.9

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu.

Sistematis berarti berdasarkan suatu alasan yang jelas sedangkan konsisten berarti tidak ditemukannya hal-hal yang kontradiksi dalam suatu karangan tertentu.10

Sehubungan dengan peran dan fungsi metodologi dalam penelitian ilmiah. Soerjono Soekanto dalam bukunya Pengantar penelitian hukum, menyatakan “metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang tata cara seorang ilmuan mempelajari, menganalisa, memahami lingkungan- lingkungan yang dihadapinya.”11

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metodologi merupakan upaya yang harus memberikan bobot pada suatu penelitian ilmiah. Jadi penelitian hukum ialah suatu kegiatan ilmiah dengan tujuan untuk mempelajari gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga perlu adanya pemeriksaan terhadap fakta-fakta hukum agar mempermudah memecahkan masalah-masalah yang timbul.

Untuk melengkapi skripsi ini agar tujuan lebih dapat terarah dan dapat dipertanggung jawabkan, maka metode penelitian ini yang digunakan antara lain.

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: University Indonesia Press 1986, hal.6

10 Ibid, hal.42

11 Ibid, hal 6

(19)

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.12 Penelitian yuridis normatif adalah pemecahan masalah yang didasarkan pada literatur- literatur dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas beranjak dari adanya kesengajaan dalam norma atau asas hukum, dengan cirinya adalah menggunakan landasan teoritis dan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Landasan teoritis yang digunakan merupakan undang-undang, norma- norma maupun teori-teori yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian yang diangkat. Penelitian hukum normatif yang terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum dan taraf sinkronisasi hukum.13 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif karena penelitian ini mempelajari bahan-bahan hukum sebagai acuan dalam penelitian serta diselaraskan dengan menganalisa bahan-bahan hukum sebagai acuan dalam penelitian serta diselaraskan dengan menganalisa kasus sebagai bahan referensi yaitu Putusan Pengadilan Negeri Pematangsiantar No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms.

Menurut sifatnya penelitian ini digolongkan dalam penelitian deskriptif analisis. Penelitian deskriptif analisis adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik

12 Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, Filsafat Ilmu, Metode Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah Hukum, Monograf, Bandung, 2007, hal.6-7

13 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakata, 2009, hal.41

(20)

fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu dapat berupa bentuk aktivitas, karakteristik, perubahan,hubungan,kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya. 14

Menurut Furchan salah satu jenis penelitian deskriptif analisis yaitu dengan studi kasus15 dan kasus yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai Pelaksanaa Lelang Hak Tanggungan Akibat Wanprestasi Perjanjian Kredit dimana pelasanaan lelang tersebut dilakukan secara parate eksekusi.

Kasus tersebut akan dibahas dan dianalisa menurut ilmu dan teori-teori maupun dengan pendapat dari peneliti yang selanjutnya akan disimpulkan.16

2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Data sekunder didapat melalui:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang meliputi:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria;

14 Nana Syaodih Dukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006.hal. 72

15 Ahmad Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Pustaka Belajar, Yogyakarta 2004, hal.40

16 Ronny Hanitijo Soemitro, Metedologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal.9

(21)

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;

4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;

6) Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor: 2/KN/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang

7) Putusan Pengadilan Negeri Pematangsinatar Nomor: 61/Pdt.G/2015/PN- Pms.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1) Buku-buku mengenai Hukum Agraria Indonesia, buku-buku mengenai Hak Tanggungan, Buku-buku mengenai pebankan, serta buku-buku metodelogi penelitian

2) Hasil karya ilmiah para sarjana tentang perjanjian kredit dan Hak Tanggungan

3) Hasil-hasil penelitian tentang Hak Tanggungan c. Bahan hukum tersier

(22)

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan suatu petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.17 Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kamus umum, 2) Kamus hukum, 3) Ensiklopedia

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustaakan (Library Research). Penelitian kepustakaan yang dimaksud adalah melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta alat pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan studi dokumen. Studi dokumen yang dimaksud adalah untuk memperoleh data sekunder perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. 18

4. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini menggunakan analisis data kualitatif.

Metode analisis kualitatif ini dilakukan dengan mengolah bahan-bahan atau kaidah-kaidah hukum tertulis yang relevan dengan isu atau permasalahan yang diteliti secara sistematis untuk memudahkan dalam menganalisis.

17 Ibid, hlm.67

18 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.107

(23)

F. Tinjauan Pustaka 1. Lelang

Lelang atau Penjualan dimuka umum ialah suatu penjualan barang yang dilakukan didepan khalayak ramai dimana harga barang-barang yang ditawarkan kepada pembeli dengan sistem semakin meningkat.19 Selain itu, Pasal 1 Vendu Reglement (VR) yang merupakan aturan pokok lelang yang dibawa oleh Belanda menyebutkan:

“penjualan umum (lelang) adalah penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang meningkat atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang- orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut-serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup”.

Rachmat Soemitro di dalam bukunya, yang dikutip dari Polderman menyatakan bahwa penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat.20 Selanjutnya Polderman mengatakan yang merupakan syarat utama adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jul beli yang paling menguntungkan si penjual. Pengertian lelang secara umum adalah penjualan dimuka umum yang dipimpin pejabat lelang dengan penawaran harga secara terbuka atau lisan, tertutup atau tertulis, yang

19 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,2011) hal 239

20 Rahmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, (Bandung:PT, Eresco, 1987)hal 106

(24)

didahului dengan pengumuman lelang serta dilakukan pada saat dan tempat yang telah ditentukan. 21

Lelang menurut Pasal 1 Peraturan Lelang Lembaran Negara (selanjutnya disebut sebagai sebagai LN) 1908 No.189 jo. LN 1940 No.56, pengertian Lelang adalah penjualan barang dimuka umum atau penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup atau kepada orang-orang yang diundang atau yang sebelumnya diberitahukan mengenai lelang atau penjualan, atau diijinkan untuk turut serta dan kemudian diberi kesempatan menawar harga dalam sampul tertutup.22 Pengertian itu kemudian diperjelas oleh Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang diatur pengertian lelang adalah penjualan barang yang terbuka umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.

2. Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa belanda yang artinya suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan.23

21 Lelang Barang-barang Milik Badan Usaha Milik Negara/ Daerah, Departemen Keuangan RI, Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara, Kantor Wilayah IV Kantor Lelang Negara, Bandung, 1995, hal 1

22 Salbiah, Materi Pokok Pengetahuan Lelang; Pusat Pendidikan dan Pelaihan Perpajakan, Jakarta, 2004, hal 2-3

23 P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia,Kencana, Jakarta,2014, hal 292.

(25)

Pengertian wanprestasi menurut kamus hukum berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji menepati kewajibannya dalam perjanjian. Dengan demikian wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak dapat memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi (lalai/alpa) dapat timbul karena:24

1) Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.

2) Adanya keadaaan memaksa (overmacht).

Wanprestasi juga merupakan wujud dari tidak memenuhi perikatan,adapun wujud dari tidak terpenuhinya perikatan itu ada 3 macam, yaitu:

1) Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan 2) Debitur terlambat memenuhi perikatan

3) Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.

Wanprestasi memiliki makna sebaliknya dari prestasi. Dalam hal ini, jika prestasi isi dari perjanjian yang dijalankan atau dipenuhi oleh para pihak, maka dalam wanprestasi tidak menjalankan atau memenuhi isi perjanjian yang bersangkutan. Maka istilah wanprestasi ini dalam hukum inggris disebut dengan istilah “default”, atau “non fulfillment”, ataupun “breach of contract”.

Dalam hubungan wanprestasi, dikenal doktrin “pelaksanaan prestasi substansial” (substantial performance). Dimana doktrin pelaksanaan prestasi substansial jika tidak memenuhi pasal-pasal dari perjanjian yang bukan pasal-

24 Ibid, hal 278.

(26)

pasal atau bukan ketentuan pokok (bukan ketentuan substansial), maka terhadap hal itu tidak dapat disebut sebagai wanprestasi.25

3. Hak Tanggungan

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 disebutkan pengertian Hak Tanggungan adalah sebagai berikut.

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”.

Dengan demikian Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada debitur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.26 Kata “berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu” pada pengertian Hak Tanggungan yang tertera dalam Pasal 1 angka 1 UUHT menjelaskan bahwa dalam Hak Tanggungan menganut asas pemisahan horizontal. Yang artinya bangunan ataupun tanaman yang ada diatas tanah tidak selalu menjadi satu kesatuan dengan tanahnya.

Hak Tanggungan mempunyai sifat yang tidak dapat dibagi-bagi kecuali bila diperjanjikan di dalam APHT-nya. Dengan demikian sekalipun utang sudah dibayar sebagian, Hak Tanggungan tetap membebani seluruh objek Hak

25 Munir Fuandy., 2015, Konsep Hukum Perdata., Rajawal Pers, Jakarta, hlm.207-208

26 H. Salim HS,2005, Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm 95-96

(27)

Tanggungan. Namun bila Hak Tanggungan dibebankan kepada beberapa subjek maka dapat diperjanjikan bahwa pelunasan angsuran utang yang besarnya sama dengan nilai masing-masing objek akan membebaskan objek tersebut dari Hak Tanggungan, sehingga Hak Tanggungan hanya membebani sisanya saja.

4. Perjanjian Kredit

Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya

“percaya”. Jika dihubungkan dengan Bank maka terkandung pengertian bahwa Bank selaku kreditur percaya meminjamkan uang kepada nasabah dengan menilai beberapa faktor dari debitur, bahwa debitur sanggup untuk membayar lunas kreditnya dengan jangka waktu tertentu.27

Ditengah masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing dan bisa dikatakan popular, sehingga dalam bahasa sehari-hari istilah kredit sudah disamakan dengan utang. Bahkan dalam dunia pendidikan dengan sistem kredit semester yang baru, istilah kredit telah memiliki konotasi sendiri dibandingkan asalnya. Dalam bahasa sehari-hari kredit sering diartikan memperoleh barang dengan sistem pembayaran menyicil atau angsuran dikemudian hari atau memperoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan apa yang telah diperjanjian.

Artinya kredit dapat berbentuk uang atau berbentuk barang yang mana dalam hal pembayaranya dengan metode angsuran atau cicilan.

27 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, (Bandung: Alumni,1995), hal 28

(28)

Pengertian kredit disebutkan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu:

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan disertai pemberian bunga”.

Setelah membahas mengenai pengertian kredit, perlu juga untuk membahas apa itu pengertian perjanjian supaya dapat dipahami dengan jelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan “perjanjian kredit”. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut M. Yahya Harahap, “perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan para pihak yang lain untuk melaksanakan prestasi”.28

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:29

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2) Cakap untuk membuat perjanjian;

3) Mengenai suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal;

28 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal 6

29 P.N.H. Simanjuntak, op.cit, hal 7

(29)

Dari pengertian perjanjian diatas, dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit adalah hubungan antara kreditur dengan debitur yang objeknya adalah penyediaan uang untuk kemudian dilakukan penagihan dengan syarat-syarat tertentu dan jaminan-jaminan tertentu, dengan kata lain perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam uang yang dilakukan kepada debitur.

Menurut Mariam Darus perjanjian kredit adalah “perjanjian pendahuluan

” dari penyerahan uang (Lavering). Perjanjian pendahuluan merupakan hasil kesepakatan antara pemberi (bank) dan penerima pinjaman (nasabah).

Perjanjian ini bersifat konsensuil obligatoir yang dikuasi oleh Undang-Undang Pokok Perbankan dan bagian umum KUHPerdata. Adapaun “penyerahan uang” itu sendiri berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit.30 Istilah kredit juga disertai dengan penyerahan uang, sehingga jika digunakan kata-kata kredit istilah ini meliputi perjanjian kreditnya yang bersifat konsensuil maupun penyerahan uangnya yang bersifat rill.

G. Keaslian Penulis

Penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Akibat Wanprestasi Perjanjian Kredit (Studi Putusan No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms)”.

Penulisan skripsi ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dari usaha sendiri bukan merupakan hasil ciptakaan atau hasil pengadaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Penulis juga melakukan tahap pemeriksaan oleh Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas

30 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanian Kredit Perbankan, (Bandung: Alumni,1982) hal.18

(30)

Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tertanggal “27 Oktober 2020”, tidaklah ditemukan adanya judul skripsi yang sama.

Oleh karena itu skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri sesuai dengan asas keilmuan, yang didukung dengan literatur, jurnal, website dan pendapat para ahli sehingga rasional,objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

Penelitian seperti ini pernah dilakukan, namun demikian terdapat beberapa judul penelitian yang terkait dengan judul skripsi penulis melalui penelitian yang dilakukan sebelumnya, yaitu:

a. Vera Ayu Riandini 8111411319 dengan judul Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Dengan Kreditur Bank Pemerintah Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) Semarang. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan dengan kreditur Bank Pemerintah di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) Semarang.

2. Hambatan apa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) Semarang dalam pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan.

b. Sonia Ivana Barus 160200020 dengan judul Kajian Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet: Studi Putusan Pada PT.Bank Sumut Medan. Dengan rumusan masalah:

(31)

1. Tinjauan umum lelang

2. Konsep teoritis perjanjian kredit dan hubungannya dengan kredit macet 3. Kajian hukum pelaksanaan lelang terhadap Hak Tanggungan dalam

kredit macet : Studi pada PT. Bank Sumut Medan

c. R.N.Abdelina 070200356 dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996.

1. Tinjauan umum tentang Hak Tanggungan

2. Tinjauan umum mengenai eksekusi atas Hak Tanggungan 3. Pelaksanaan parate ekseksusi dalam Hak Tanggungan

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistemastika penulisan yang teratur dan saling berkaitan satu dengan yang lain agar permasalahan yang diangkat dan pembahasan skripsi ini sesuai. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara singkat sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan terhadap bab-bab lain yang memaparkan uraian mengenai apa yang menjadi latar belakang masalah, rumusan permasalahan yang diangkat, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, tinjauan pustaka, keaslian penulisan, hingga sistematika penulisan yang penulis gunakan.

Bab II, penyelesaian kredit bagi kreditur yang wanprestasi menurut hukum positif di Indonesia. Bagian ini menyajikan mengenai unsur-unsur kredit, lahir dan berakhirnya perjanjian kredit, bentuk dan fungsi perjanjian

(32)

kredit, kelalaian dalam suatu perjanjian hingga Eksekusi hak tanggungan sebagai solusi penyelesaian kredit karena terjadinya wanprestasi.

Bab III, prosedur pelaksanaan lelang hak tanggungan menurut hukum positif di Indonesia. Pada bagian ini menjelaskan mengenai menyajikan mengenai dasar hukum lelang, jenis-jenis lelang, subjek penjualan lelang, ciri- ciri hak tanggungan, subjek dan objek hak tanggungan, pembebanan hak tanggungan, hapusnya hak tanggungan, prosedur pelaksanaan eksekusi melalui fiat eksekusi di pengadilan negeri serta prosedur pelaksanaan eksekusi melalui parate eksekusi lelang

Bab IV merupakan analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Pematangsiantar No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms. Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam putusan No.61/Pdt.G/2015/PN-Pms.

Bab V merupakan bab terakhir dan inti dari pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya yang dikemukakan ke dalam bentuk kesimpulan dan saran. Dengan membaca kesimpulan dan saran ini diharapkan para pembaca sudah dapat menangkap dan memahami isi yang terkandung dalam skripsi ini.

(33)

24 BAB II

PENYELESAIAN KREDIT BAGI KREDITUR YANG WANPRESTASI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Kredit Pada Umumnya

1. Unsur-unsur kredit

Defenisi atau pengertian perjanjian batasannya diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata bahwa:

Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dari pengertian perjanjian sebagaimana tersebut diatas menurut para sarjana kurang lengkap, banyak mengandung kelemahan-kelemahan dan bahkan dikatakan terlalu luas, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur perjanjian terdiri dari:31 a. Ada Pihak.

Sedikitnya dua orang atau subjek hukum pihak ini disebut subjek perjanjian. Subjek perjanjian dapat berupa manusia maupun Badan Hukum dan harus mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum yang ditetapkan Undang-Undang.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak

Persetujuan antara pihak-pihak tersebut sifatnya tetap bukan suatu perundingan. Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat- syarat dan objek perjanjian itu, maka timbulah persetujuan.

31Qirom Syamsudin, Pokok-pokok Hukum Perjanjian dan Perkembangannya, Liberty:

Yogyakarta, 1985, hal 8

(34)

c. Ada tujuan yang hendak dicapai.

Mengenai tujuan para pihak tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh Undang-Undang.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan.

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang.

e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.

Perlu adanya bentuk tertentu karena ada ketentuan Undang-Undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

f. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.

Dari syarat-syarat tertentu ini dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak, syarat-syarat ini terdiri dari syarat pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok.

Selanjutnya adanya asas-asas yang terdapat di dalam perjanjian, yaitu seperti tercantum dalam Pasal 1338 KUHPerdata yakni ada 3 (tiga) unsur yang dapat diperinci sebagai berikut:32

1. Asas konsensualisme, yaitu asas yang mengatakan bahwa perjanjian itu selesai karena persesuaian kehendak atau consensus semata-mata. Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian.

32 Salim H.S, Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal 19

(35)

2. Asas berkekuatan mengikatnya perjanjian yang dikenal asas Pacta Servanda, yaitu bahwa pihak-pihak yang harus memenuhi apa yang telah dijanjikan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang telah mengikatkan diri.

3. Asas kebebasan berkontrak, yaitu asas yang mengatakan bahwa orang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas menentukan bentuk dan isi perjanjian.

Asas ini berkaitan dengan isi perjanjian.

Asas kebebasan berkontark ini adalah merupakan implementasi dari adanya system yang dianut di dalam hukum perjanjian adalah sistem hukum terbuka.

Dalam hal ini hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas- luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian, asalkan tidak melanggar Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbukanya hukum perjanjian yang mengandung asas kebebasan berkontrak, disimpulkan daam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”.

Asas kebebasan berkontrak memengang peranan penting dalam hukum perjanjian, karena merupakan perwujudan Hak Asasi Manusia. Asas ini juga tidak dapat dilepaskan dari asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikatnya perjanjian. Dalam perkembangannya, asas kebebasan berkontrak tidak lagi merupakan perwujudan kebebasan yang mutlak.

(36)

Sedangakan menurut Sutan Remy Sjahdeni, asas kebebasan berkontrak dalam perkembangannya ternyata dapat mendatangkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya sebatas mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Prakteknya hal tersebut sering tidak terjadi demikian sehingga Negara menganggap perlu campur tangan untuk melindungi yang lemah.

Ketiga asas ini melandasi adanya perjanjian yang dimaksudkan untuk tercapainya kepastian hukum, ketertiban dan keadilan yang didasarkan pada asas konsensualisme. 33

Disamping itu dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata juga terdapat asas itikad baik dimana para pihak yang membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik sendiri dalam pengertian subjektif diartikan sebagai kejujuran seseorang, yaitu apa yang terletak pada seseorang pada waktu mengadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian objektif yaitu pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasa sesuai dengan apa yang dipatut dalam masyarakat. 34

Unsur esensial dari suatu kredit adalah adanya kepercayaan, makna dari kepercayaan itu sendiri ialah adanya keyakinan dari Bank sebagai kreditur

33 Henry Panggabean, Penyelalahgunaan Keadilan Sebagai Alasan Untuk Pmebatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, 1992, hlm.9.

34 A. Qirom Syamsudin, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangan, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 19

(37)

bahwa kredit yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu sesuai kesepakatan.35

Menurut Rachmadi Usman, unsur-unsur kredit adalah:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana akan dilunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan pada waktu tertentu;

b. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya. Jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana;

c. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara pihak bank dan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga atau imbalan;

d. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu pemberian kredit dan untuk menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan atau agunan.36

B. Perjanjian Kredit Pada Umumnya 1. Lahir dan berakhirnya perjanjian kredit

Perjanjian lahir pada saat tercapainya kata sepaka diantara kedua bela pihak. Sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Surbekti, maka perjanjian

35 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2005, hlm.56

36 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 238.

(38)

kredit itu lahir pada saat adanya kata sepakat dari para pihak, yaitu kreditur dan debitur yang direalisasikan dalam bentuk penandatanganan perjanjian kredit.

Perjanjian kredit akan berakhir apabila:

a. Ditentukan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian, didalam perjanjian kredit terdapat klausula yang menyatakan bahwa perjanjian akan berakhir dengan adanya pembayaran kembali secara lunas, yang meliputi hutang pokok, bunga denda dan biaya-biaya lain yang wajib dibayar oleh debitur.

b. Adanya pernyataan penghentian perjanjian secara sepihak oleh pihak bank. Dalam perjanjian kredit terdapat klausula event of default , yaitu klausula yang menentulan suatu peristiwa tertentu yang apabila terjadi akan memberikan hak bagi bank untuk secara sepihak dan langsung mengakhiri perjanjian kredit.37

2. Bentuk dan Fungsi Perjanjian Kredit

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan ataupun tertulis asalkan memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan alat bukti, sehingga perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis guna sebagai alat pembuktian yang sempurna dan kuat. Dasar hukum dari perjanjian kredit secara tertulis terdapat dalam Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1996 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perbankan, dalam instruksi tersebut ditegaskan bahwa dilarang

37 Sutarno, op.cit.,hlm.105.

(39)

melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur atau antara bank dengan bank-bank lainnya.

Dalam praktek perbankan, terdapat dua bentuk perjanjian kredit, yakni:

a. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk dibawah tangan, artinya perjanjian tersebut dibuat dan dipersiapkan sendiri oleh bank, kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Perjanjian ini pada umunya lebih sering dipakai dalam praktek dan biasa disebut juga sebagai perjanjian baku (standard contract), yang dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak maka ia tidaklah perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut.38 Dalam praktek untuk kredit- kredit yang berjumlah kecil, misalnya Kredit Usaha Kecil (KUK) cukup hanya dibuat perjanjian kredit dalam bentuk dibawah tangan.

b. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris atau biasa disebut juga sebagai akta otentik, artinya yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah pihak bank berdasarkan kesepakatan dan persetujuan dari pihak nasabah debitur, kemudian berdasarkan kesepakatan tersebut, perjanjian ini dibawa ke kantor Notaris dan oleh Notaris dirumuskan dan dituangkan serta ditandatangani para pihak, beberapa saksi dan Notaris dalam suatu

38 Hermansyah,Opcit.Hlm.72.

(40)

akta. Dalam prakteknya untuk kredit-kredit yang berjumlah besar biasanya perjanjian kredit dibuat dengan akta Notaris.39

Menurut Ch. Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian kredit pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak bergerak milik debitur atau pihak ketiga yang harus dilakukan pengikatan jaminan. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur artinya perjanjian kredit tidak memiliki kekuatan eksekutorial.

b. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur sebagai nasabah. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan. Hak kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada kreditur, dan kredit berhak atas pembayaran kembali pokok dan bunga.

c. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian

39 Sjahdeini, Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan ( Kajian mengenai UUHT), hlm.53.

(41)

kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit.40

C. Kelalain dalam Perjanjian Kredit

Perjanjian berisi seperangkat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan di patuhi oleh para pihak yang disebut prestasi. Menepati (nakoming) artinya memenuhi isi perjanjian, dalam arti yang lebih luas ialah melunasi (betaling) pelaksanaan perjanjian, yang artinya memenuhi dengan sempurna segala isi dan tujuan dari ketentuan sesuai dengan apa yang telah disetujui oleh para pihak. 41

“Lalai atau default menurut Elly Erawaty dan J.S Badudu adalah kegagalan untuk melakukan atau memenuhi suatu kewajiban sebagaimana tercantum di dalam kontrak, sekuritas, akta, atau transaksi lainnya. Akibat yang penting dari tidak dipenuhinya prestasi adalah bahwa kreditur dapat meminta ganti rugi atas ongkos, rugi dan bunga yang dialaminya, bila tidak demikian maka kreditur akan menderita kerugian.”42

Adapun hal yang patut diperhatikan dalam melakukan suatu prestasi, yaitu sebagai berikut:43

1. Kewajiban apa yang hendak dilakukan

Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilaksanakan debitur dapat dilihat dari beberapa sumber yaitu undang-undang, perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan tujuan (strekking) dari perjanjian tersebut. Ketentuan dalam KUHPerdata yang mengatur hal ini adalah Pasal 1338 KUHPerdata, yang berbunyi :

40 Hermansyah, op.cit hlm 78

41 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal 56

42 Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2001,hlm 19.

43 Ibid, hlm.60

(42)

(1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;

(2) Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu;

(3) Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

2. Pelaksanaan yang baik

Ukuran dari pelaksanaan yang baik adalah “kepatutan”, artinya debitur telah melaksanakan kewajibannya menurut ketentuan yang telah disetujui bersama. Menurut ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan demikian setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat dalam undang-undang dan adat kebiasaan. Sedangkan kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan (norma- norma kepatutan) juga patut diindahkan.44

3. Pelaksanaan pemenuhan

Para pihak yang membuat perjanjian harus melakukan apa yang terdapat dalam isi perjanjian sesuai dengan yang disetujui bersama. Dalam pemenuhan isi perjanjian dapat terjadi hambatan jika salah satu pihak ingkar janji. Dalam perjanjian kredit bank, kreditur dapat memaksakan kehendak agar debitur melaksanakan prestasi. Umumnya pemaksaan prestasi harus melalui kekuatan

44 Van Dunne, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa, Ganti Kerugian, Dewan Kerjasama Ilmu Belanda dengan Proyek Hukum Perdata, Yogyakarta, 1987,hlm.21.

(43)

putusan vonis pengadilan, yang menghukum debitur melunasi prestasi dan membayar ganti rugi. 45

Pemaksaan yang dapat dimintakan kreditur karena keingkaran debitur memiliki alternatif yang dapat dipilih, yaitu pemenuhan prestasi sebagai tuntutan primair dan tuntutan subsidairnya adalah pelaksanaan disertai dengan ganti rugi atas dasar wanprestasi.

Pasal 1237 dan 1238 KUHPerdata merumuskan pengertian “lalai”, yaitu sebagai berikut:

(1) Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan adalah tanggungan si berpiutang;

(2) Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya. Pasal 1238 berbunyi “Si berutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Menurut Munir Fuady, debitur dapat dianggap dalam keadaan default (wanprestasi) disebabkan antara lain: 46

1. Wanprestasi pembayaran (payment default)

Adalah ketika debitur gagal melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga pada tanggal jatuh tempo atau tidak membayar biaya-

45 Ibid.

46 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,2002, hlm.45

(44)

biaya lainnya yang merupakan kewajiban menurut perjanjian kredit atau dokumen lain yang terkait.

2. Wanprestasi yang berhubungan dengan Representation

Dalam suatu perjanjian kredit biasanya ada bagian yang memuat klausul representation and warranty yang berisikan dari debitur akan sebuah kebenaran dan keabsahan tindakan-tindakan perusahaan maupun dokumen-dokumen yang ada.

3. Wanprestasi berhubungan dengan hal-hal yang dilarang (convenant default)

Artinya jika debitur melanggar salah satu hal yang biasanya diperinci dalam hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh debitur, seperti larangan untuk melakukan merger,akuisisi, konsolidasi, penggantian pengurus dan penjualan saham.

4. Wanprestasi karena kasus hukum (judgement default)

Adalah karena kasus pengadilan (perdata atau pidana) terhadap perseroan, pengurus/komisaris ataupun para pemegang saham yang menurut kreditur dapat berpengaruh kepada pembayaran hutang maupun pelaksanaan tugasnya sehari-hari

5. Wanprestasi karena pailit (bankruptcy default)

Debitur dianggap wanprestasi jika dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang atau dilikuidasi.

6. Wanprestasi karena keterlambatan pelaksanaan perjanjian (completion date default)

(45)

Dalam suatu perjanjian kredit biasanya ditentunkan kapan suatu prestasi oleh salah satu atau kedua belah pihak telah selesai dilakukan. Misalnya, jika diambil kredit untuk membangun suatu proyek maka sampai dengan tanggal tertentu proyek tersebut belum selesai, debitur dianggap telah wanprestasi.

Kelalaian atau kegagalan merupakan suatu situasi yang terjadi karena salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan berlangsung sedemikian rupa (non performance) sehingga pihak lainnya dirugikan karena tidak dapat menikmati haknya berdasarkan kontrak yang telah disepakati. Undang-undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai agar timbul kewajiban ganti rugi, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata.

Jadi, pernyataan lalai adalah upaya hukum yang dilakukan oleh kreditur dengan cara memberitahukan, menegur, dan memperingatkan debitur saat selambat-lambatnya ia wajib memenuhi prestasi dan apabila saat itu dilampaui maka debitur dinyatakan wanprestasi.

D. Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Solusi Penyelesaian Kredit Karena Terjadinya Wanprestasi

1. Penyelesaian Kredit Macet Menurut Hukum Positif

Dalam hal kredit bermasalah atau macet, pihak bank perlu melakukan penanganan kredit macet yang berupa penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan yang dilakukan bisa dengan

(46)

memberikan keringanan berupa jangka waktu atau angsuran terutama bagi kredit yang terkena musibah atau juga dengan melakukan penyitaan bagi kredit yang sengaja lalai untuk membayar. Terhadap kredit yang mengalami kemacetan sebaiknya dilakukan penyelamatan sehingga bank tidak mengalami kerugian47 .

Penyelamatan terhadap kredit macet dapat dilakukan dengan cara antara lain :

a. Rescheduling yaitu dengan cara sebagai berikut:

1) Memperpanjang jangka waktu kredit

Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit dari sebelumnya enam bulan menjadi satu tahun, sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya.

2) Memperpanjang jangka waktu angsuran

Dalam hal ini, jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayarannya. misalnya dari tiga puluh enam (36) kali menjadi empat puluh delapan (48) kali dan hal ini tentu diikuti dengan jumlah angsuran yang dibayar menjadi mengecil seiring dengan bertambahnya jumlah angsuran.48

b. Reconditioning

47 Write Off, http://www.jawapos.co.id/indonesia/jawapos/news/today/analysis/op18-1.html, diakses terakhir tanggal 4 Maret 2021.

48 Melisa N Sihotang, Penyelesaian Kredit Macet Atas Pinjaman Nasabah Bank Pada PT. Bank Mandiri Cabang Balige, 2008, USU Repository

(47)

Reconditioning ialah penyelamatan kredit dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti:

1) Kapitalisme bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok.

2) penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu.

maksudnya adalah hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya sedangkan pokok piutangnya tetap harus dibayar seperti biasa.

3) Penurunan suku bunga.

hal ini dilakukan agar lebih meringankan beban nasabah. Sebagai contoh, jika pertahun sebelumnya dibebankan 20% maka diturunkan menjadi 18%.

4) Pembebasan bunga

Dalam pembebasan suku bunga diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan bahwa nasabah tidak akan mampu lagi untuk membayar kredit tersebut. akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas.49 c. Restructuring

Restructuring (Restrukturisasi kredit) ialah perubahan syarat-syarat pinjaman yang menyangkut perubahan dana dari bank atau konversi seluruh atau sebagian pinjaman menjadi equalitu perusahaan, yang dapat dilakukan dengan cara menambah jumlah kredit. Restrukturisasi kredit terdiri dari:

49 ibid

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut istilah syara‟ mudharabah berarti akad kerjasama antara dua pihak untuk bekerjasama dalam usaha perdagangan di mana salah satu pihak memberikan

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisa Putusan Tentang Tindak Pidana Dengan Sengaja Dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan

Penggunaan mekanisme internasional demikian merupakan hak asasi setiap orang yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan studi program Strata Satu (S1) pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Ekonomi Syariah. Sebagai tambahan ilmu

“Bahwa seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang diasuransikan, menggantikan pihak tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap

Eksekusi merupakan alternatif terakhir yang dilakukan oleh bank untuk menyelamatkan kredit macet. Eksekusi merupakan penjualan agunan yang dimiliki oleh bank. Hasil

Dewasa ini, penjunungan hak asasi manusia dalam segala bentuk memperlihatkan betapa berkembangnya kepedulian masyarakat terhadap keadilan terkhususnya pihak korban akibat

Penelitian yang pertama fokus pada penggunaan CMS PHP-Nuke dalam membangun sistem dimana hanya terdapat dua user saja yakni administrator dan penulis, tetapi