• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan. Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana. Oleh : IWAN LAMGANDA MANALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan. Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana. Oleh : IWAN LAMGANDA MANALU"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PERMOHONAN PKPU PT. INTAN BARUPRANA Tbk (STUDI PUTUSAN NO.20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN NIAGA JKT.PST)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Oleh :

IWAN LAMGANDA MANALU 160200026

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Terpujilah Tuhan Allah yang senantiasa memlihara dan memberikan kasih karunia yang begitu berlimpah. Bahkan buat karya keselamatan yang boleh kita nikmati yang Yesus Kristus telah lakukan demi menebus setiap orang-orang yang percaya.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, anugrah dan kasih karunia-Nya yang tiada berkesudahan dan sungguh luar biasa menopang dan memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS DITOLAKNYA PERMOHONAN PKPU AKIBAT PERBEDAAN UTANG YANG SIGNIFIKAN PADA PERMOHONAN PKPU PT. INTAN BARUPRANA Tbk (STUDI PUTUSAN NO.20/PDT.SUS/2019/PN NIAGA JKT.PST). Skripsi ini disusun oleh penulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.

Orang tuaku, Ayahanda Binsar Manalu dan Ibunda tercinta Marliana Tampubolon, terimakasih telah mendukungku sampai hari ini, kasih sayang mu yang sungguh luar biasa dan tak pernah berkesudahan, baik doa dan motivasi dan segala bentuk dukungan yang selalu diberikan yang tidak mungkin dapat saya balas sampai kapanpun.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih buat keluarga yang senantiasa mendukung penulis terkhusus buat kakak dan adik-adik penulis yaitu Rismalyah Manalu, Endang Manalu, Nurlela Manalu, Melita Manalu, Cino

(4)

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum selaku Rektor Universitas

Sumatra Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Medan;

3. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin, S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;

7. Ibu Tri Murti Lubis, S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara sekaligus Dosen Pembimbing II. Terimakasih atas waktu, saran, nasehat dan ilmu yang diberikan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

8. Prof. Dr. Sunarmi, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas segala saran, nasehat, ilmu dan bantuan yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam penulisan skripsi ini;

9. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik;

(5)

yang menjadi telah menjadi sahabat penulis mulai dari masuk perkuliahan sampai dengan saat ini. Terimakasih buat segala kegilaan ini guys, yang terus mendoakan, menolong dan mendukung penulis sampai menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih buat kebersamaan yang kita lalui, canda, tawa, suka dan duka. See you on the top guys;

12. Teman-teman “SEPERJUANGAN”, Maruly Sinaga (Marlay), Alessandro panjaitan, Steven paskah yang telah membantu penulis dan terus memotivasi penulis dalam proses penyelesaian skripsi. Terimakasih buat segala infonya dan menjadi patner yang selalu dalam menyelesaikan skripsi ini;

13. Teman-teman penulis, Desmon, Erta, Jonathan, Riah, Boby, Regina, Brian, Agus Budi, Gilbert, Fritzt, Agin, Miseri, Cindy, Kinski, Enjel, debora, yossie;

14. Keluarga Besar UKM Kebaktian Mahasiswa Kristen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, terkhusus buat kelompok kecil “Wanselgres”,

“Wanselgres + Therizo” terimakasih kak Grace, kak Secilya, selvi dan firman yang boleh menolong pertumbuhan penulis bahkan membantu penulis menjadi pribadi yang lebih baik. terimakasih buat segala hal dalam setiap proses perkuliahan. Kalian tak tergantikan Guys biarlah kita mengerjakan visi pribadi kita bahkan kita dimampukan untuk menjadi garam dan terang dimana pun nanti kita ditempatkan;

(6)

Timbul. Tetaplah bertumbuh dek menjadi pribadi Kristen yang boleh menjadi berkat buat semua orang. Tuhan Yesus Memberkati kalian;

16. Panitia Natal 2019, terkhusus drama penciptaan. Buat para choach boby, maruly dan eltisha, kalian rekan kerja yang luar biasa guys, dan buat adik adik penciptaan, daniel, yupe, dina dan juang teruslah melayani dia sampai kapanpun, bangga sama kalian, sampai jumpa dipuncak kesuksesan;

17. Keluarga Besar Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Biarlah kita boleh menjadi pemikir pejuang-pejuang pemikir dalam segala hal dikehidupan kita. Merdeka!!!

18. Keluarga Besar Ikatan Muda-Mudi Simamora Nabolak, secara Khusus Panitia Natal IMSN 2018 dan 2019. Terimakasih buat persekutuan dan segala hal yang boleh sama-sama kita kita dapatkan dan kita kerjakan.

Tetaplah teguh mengerjakan yang terbaik!!

19. Kepada kakak adang senior yang senantiasa mengajari penulis, ka ayu, ka vivi, ka natasia, ka fani, bg iwan, bg elia, ka penita dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu;

20. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Pagaran, terimakasih segala proses yang boleh membentuk penulis;

21. Sahabat penulis, esra, enjel, riski, mega, bang nasip, terimakasih buat hura-hura dan motivasi yang boleh menolong penulis dan menyemangati penulis dalam penyelesaian penulis skripsi ini;

(7)

2019-2020 tetaplah berkualitas;

23. Seluruh rekan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Tetaplah mengisi diri dan menjadi agent of change guys. Hidup Mahasiswa!!!!!

Penulis Menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Seperti peribahasa yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, begitu juga dengan skripsi ini, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahann skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis ucapakan terima kasih.

Tuhan Yesus Memberkati.

Medan, Januari 2020 Penulis,

Iwan Lamganda Manalu

(8)

PKPU PT. INTAN BARUPRANA Tbk (STUDI PUTUSAN NO.20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN NIAGA JKT.PST)

Iwan Lamganda Manalu1*) Tri Murti Lubis2**)

Sunarmi3***)

Perkembangan perekonomian dan perdagangan membawa pengaruh yang cukup besar dalam dunia bisnis, dalam prakteknya dunia bisnis selalu diperhadapkan pada resiko bisnis yang seringkali membuat kondisi usaha tidak berjalan baik dan membuat kesulitan kondisi keuangan sehingga debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran- pembayaran terhadap utang-utangnya. Permasalahan yang dikaji dalam Skripsi ini adalah bagaimana syarat-syarat dikabulkannya permohonan PKPU, bagaimana model pembuktian yang diterapkan pengadilan niaga menurut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yakni terdiri adari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) kemudian data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan teknik analisis metode kualitatif.

Permohonan PKPU yang diajukan ke Pengadilan Niaga akan dikabulkan ketika sudah memenuhi syarat materil dan syarat formil yang ditentukan. Syarat materil sebagaimana diatur dalam pasal 222 UUKPKPU harus dibuktikan secara kumulatif dengan Model pembuktian Sederhana. Pembuktian sederhana sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 8 ayat 4 adalah fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. Pada Putusan no 20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN Niaga JKT PST dalam pertimbangan menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak sederhana karena terdapatnya perbedaan jumlah utang yang signifikan, sehingga permohonan PKPU harus ditolak karena masih ada sengketa didalamnya, padahal didalam penjelasan pasal 8 ayat 4 UUKPKPU menegaskan bahwa perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan permohonan pailit.

dari hal diatas dapat disimpulkan perlunya dilakukan revisi UUPKPU, khususnya mempertegas batasan tentang pembuktian sederhana.

Kata Kunci : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pembuktian Sederhana, Perbedaan Jumlah Utang Yang Signifikan

* Mahasiswa Fakultas Hukum

** Dosen Pembimbing II

*** Dosen Pembimbing I

(9)

Daftar Isi... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 9

D. Keaslian Penulisan... 10

E. Tinjauan Pustaka... 11

F. Metode Penelitian... 15

G. Sistematika Penulisan... 19

BAB II : SYARAT DIKABULKANNYA PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI INDONESIA A Syarat Pengajuan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Di Indonesia... 22

B Prosedur Pengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Di Indonesia... 30

C Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran utang.... 33

D PKPU Sementara dan PKPU Tetap... 49

E Berakhirnya PKPU... 43

BAB III : MODEL PEMBUKTIAN YANG DIANUT OLEH PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI PERKARA PKPU MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU A Pengertian Utang Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menurut UU No. 37 tahun 2004... 48

B Hukum Pembuktian Yang Berlaku Dalam Perkara PKPU... 55

C Perspektif Hakim Niaga Dalam Hal Pembuktian dalam Perkara PKPU... 68

BAB IV : DITOLAKNYA PERMOHONAN PKPU AKIBAT PERBEDAAN JUMLAH UTANG YANG SIGNIFIKAN PADA PERMOHONAN PKPU PT. INTAN BARUPRANA TBK (STUDI PUTUSAN No.20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN. NIAGA JKT PST) A Kasus Posisi... 73

1. Duduknya Perkara... 2. Pertimbangan Hakim... 3. Putusan Hakim... 73 91 104 B Analisis Putusan... 104

(10)

Daftar Pustaka... 114

(11)

Dalam dunia bisnis kegiatan pinjam meminjam merupakan sesuatu hal yang lumrah untuk dilakukan, baik untuk modal kerja atau pun untuk modal memperluas jaringan bisnisnya. Bagi para peminjam atau sering disebut Debitor, tambahan modal baru dapat dimanfaatkan untuk mengembangan usaha perusahaan ataupun untuk memperlancar kas perusahaan, sedangkan bagi yang meminjamkan atau disebut sebagai kreditor, adanya nilai manfaat berupa bunga sebagai bentuk balas jasa dan juga untuk rekan kerjasama dalam pengembangan dan peningkatan potensi perusahaan. Namun, disisi lain dalam dunia bisnis sangat rentan dengan resiko bisnis yang menimbulkan kerugian-kerugian, dan bahkan besarnya resiko kerugian akan menentukan besarnya balas jasa bagi suatu pinjaman.

Perkembangan perekonomian dan perdagangan membawa pengaruh yang cukup besar dalam dunia bisnis, mengingat dalam prakteknya dunia bisnis selalu diperhadapkan pada resiko bisnis yang seringkali membuat kondisi usaha tidak berjalan baik. Hal ini membuat debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya dikarenakan kesulitan kondisi keuangan dari usaha debitor yang mengalami kemunduran.4

Untuk mengatasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka pemerintah berinisiatif melakukan perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah

4 M Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan (Surabaya : Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 1

(12)

merevisi Undang-Undang Kepailitan yang ada. Dengan adanya revisi terhadap peraturan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini diharapkan dapat memecahkan sebagian persoalan penyelesaian utang-piutang perusahaan.

Selanjutnya disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka penyelesaian utang piutang, perlu dibuat mekanisme penyelesaian sengketa yang adil, cepat, terbuka dan efektif melalui suatu pengadilan khusus dilingkungan peradilan umum yang dibentuk secara khusus dan diberikan tugas khusus juga untuk menangani, memeriksa, dan memutuskan berbagai sengketa tertentu dibidang perniagaan termasuk dibidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.5

Bertitik tolak dari hal tersebut, perlu direvisi Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang merupakan produk hukum nasional, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu terbitlah Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang (selanjutnya disebut dengan UUK-PKPU) yang disahkan di Jakarta pada tanggal 18 November 2004 menjadi dasar atau payung hukum untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan utang piutang. UUK-PKPU memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik yang dalam keadaan tidak mampu membayar segala utang-utangnya dengan cara mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut dengan PKPU).

Pada hakikatnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berbeda dari Kepailitan. Penundaan dimaksud tidak berdasarkan keadaan dimana debitor tidak

5 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) . hlm. 1

(13)

mampu membayar utangnya atau insolvensi 6 dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan terhadap harta kekayaan debitor (likuidasi harta pailit).

PKPU adalah wahana JURIDIS-EKONOMIS yang disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat melanjutkan kehidupannya.

Sesungguhnya PKPU adalah suatu cara untuk menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara dalam likuidasi harta kekayaan Debitor. Khususnya dalam hal perusahaan, PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur untuk membuat laba. PKPU memberi waktu dan kesempatan kepada si Debitor melalui reorganisasi usahanya dan /atau restrukturisasi utang-utangnya dapat melanjutkan usahanya. 7 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur tentang PKPU pada Bab III, yakni dimulai dari pasal 222 sampai dengan pasal 294.

Kemudian berpedoman pada pasal 222 ayat 2 UUK-PKPU menyatakan bahwa PKPU diajukan oleh debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih guna untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Selanjutnya melihat penjelasan pasal 222 ayat 3 bahwa permohonan PKPU dapat diajukan oleh kreditor yang memperkirakan debitor tidak sanggup membayar utang-utangnya, artinya pengajuan permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitor dan kreditor. Pihak pihak yang dapat mengajukan PKPU adalah

1. Debitor.

6 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUPKPU), Pasal 212

7 Rudhy A Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung : Alumni, 2001), hlm.

243

(14)

2. Kreditor.

3. Bank Indonesia bila debitornya adalah Bank.

4. Bapapam (sekarang OJK) bila debitornya adalah perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan penyelesaian.

5. Menteri Keuangan bila debitornya adaalah Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan Publik (pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)8.

Prosedur permohonan PKPU diuraikan mulai dari pasal 224 yang menentukan bahwa permohonan PKPU harus diajukan ke Pengadilan dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya. Dalam hal ini diajukan ke Pengadilan Niaga, karena Pengadilan Niaga secara khusus menangani dan menyelesaikan kasus utang-piutang khususnya untuk perusahaan yang terjadi akibat krisis ekonomi yang berimbas kepada dunia usaha. Eksistensi Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan kasus utang-piutang ditegaskan dalam perundang- undangan yakni bahwa Pengadilan Niaga berada dilingkungan Peradilan Umum, memeriksa dan memutus permohonan pailit dan PKPU, dan memeriksa perkara lain dibidang perniagaan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.9

Pemeriksaan perkara di Pengadilan Niaga berlaku hukum acara perdata, sebagaimana dikemukakan dalam pasal 299 UUK-PKPU disebutkan bahwa kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini maka hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata hal ini berarti hakim dalam memeriksa perkara hanya melihat formalitasnya saja dan para pihak yang hendak menyelesaikan sengketa melalui Pengadilan Niaga, harus menyiapkan alat bukti dalam menguatkan dalil ataupun bantahannya, sebab asas yang berlaku dalam

8 Sunarmi, Hukum kepailitan, (Medan : USU Press, 2009), hlm.181

9 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan perundang-Undangan yang terkait dengan Kepailitan, (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hlm. 21

(15)

hukum acara perdata, siapa yang mendalilkan wajib membuktikan kebenaran dalilnya atau siapa yang membantah dalil wajib membuktikan bantahannya.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1865 KUHPdt, setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna mengugahkan haknya sendiri atau membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Hal ini senada dikemukakan dalam Pasal 163 HIR : “Barangsiapa mangatakan mempunyai suatu barang suatu hak atau mengatakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya atau membantah hak oranglain, haruslah membuktikan hak itu atau adanya perbuatan itu.” Oleh karena itu, dengan rujukannya ketentuan hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata, maka mau atau tidak segala ketentuan yang menyangkut tentang hukum acara perdata pun akan diterapkan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.10

Untuk dikabulkannya suatu permohoan PKPU haruslah memenuhi syarat- syarat pengajuan permohonan PKPU yakni pertama, adanya lebih dari dua kreditor. kedua, memiliki utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Ketiga, Debitor memperkirakan tidak bisa membayar utangnya dan kreditor memperkirakan debitor tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya.

Katiga hal ini dibuktikan secara sederhana atau sering disebut pembuktian sumir.11

Dalam prakteknya pembuktian sederhana ini seringkali menimbulkan permasalahan, sebab terjadi perbedaan penafsiran dikalangan hakim ini. Terlebih

10 Ibid, hlm.42-43

11 Robert, Problema Sekitar Pembuktian Sederhana dalam Hukum Kepailitan I, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2016), hlm. 6

(16)

lagi apabila dikaitkan dengan pengertian utang dalam prakteknya masih sering ditafsirkan secara sempit oleh Hakim. Perbedaan penafsiran tentang utang ini mengakibatkan timbulnya perbedaan putusan Hakim, yaitu apakah permohonan pernyataan PKPU dapat dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu perbedaan penafsiran utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah perkara yang diperiksa tersebut termasuk kedalam Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Niaga.12

Ketentuan UUK-PKPU dalam pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa utang adalah “Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen yang timbul karena perjanjian atau undang- undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhan dari harta kekayaan debitor”.

Berdasarkan ketentuan diatas, dapat disimpulkan bahwa UUK-PKPU sebagai hukum positif tentang kepailitan di Indonesia menganut pengertian utang dalam arti luas. Pengertian utang dalam arti luas ini ternyata juga menimbulkan masalah dalam prakteknya. Tidak adanya parameter yang jelas mengenai utang yang dibuktikan secara sederhana. Jadi sangat membingungkan apa yang dikatakan utang dibuktikan secara sederhana, terlebih lagi jika utang hendak dibuktikan bukan sekedar utang yang timbul dari akibat pinjam-meminjam biasa, melainkan utang yang timbul dari perjanjian-perjanjian yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana.13

12 Ibid, hlm. 7

13 Ibid, hlm. 10

(17)

Kemudian dalam UUK-PKPU tersebut tidak memberikan penjelasan dan batasan secara jelas mengenai jumlah utang yang supaya dapat dibuktikan secara sederhana. Ketidakjelasan ini kerap dimanfaatkan oleh pihak yang tidak beritikad baik untuk kepentingan pribadi yang akan mendalilkan bahwa utang yang menjadi pokok persoalan tidak dapat dibuktikan secara sederhana keberadaannya. Hal ini semakin membuka perbedaan yang semakin lebar di antara para hakim dalam menafsirkan utang dalam penyelesaian perkara Kepailitan dan PKPU.14

Dalam pada itu, Hukum Kepailitan di Indonesia tidak menganut prinsip pembatasan jumlah nilai nominal utang seperti yang terdapat dalam sistem kepailitan di negara lain. Prinsip pembatasan jumlah nominal ini digunakan untuk dapat mengajukan sebagai dasar mengajukan permohonan pailit dan PKPU. di Singapura, terdapat persyaratan minimum utang yang dijadikan dasar pengajuan pailit yakni, sebesar S$10.000,- (sepuluh ribu dolar Singapura). Demikian pula di Hongkong, terdapat pembatasan minimum utang yang dijadikan sebagai dasar pengajuan pailit yakni minimum HK$5.000,-. Hal inilah yang menjadi kekurangan dan bahkan menjadi kelemahan aturan hukum di inonesia. Dengan tidak adanya pembatasan jumlah minimum utang menjadikan kepailitan dan pkpu menjadi alat tagih semata (debt collection tool). Hal ini bisa merugikan debitor yang memiliki akvita lebih besar dari pada passiva dan kreditor yang jauh lebih besar terhadap debitor itu15.

Jika dikaji lebih komprehensif, konstruksi Hukum Kepailitan dan PKPU tidak ada yang memberikan pengaturan tentang perbedaan jumlah utang dalam suatu perkara kepailitan maupun PKPU. pasal 224 UUK-PKPU hanya

14 Ibid, hlm. 11

15 M. Hadi Shubhan, Op. Cit, hlm.93

(18)

menegaskan bahwa dalam pengajuan permohonan pailit hanya mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang beserta alat bukti secukupnya. Hal ini menimbulkan perbedaan penafsiran diantara praktisi hukum yang seing kali menimbulkan problema dalam penyelesaian sengketa Kepailitan dan PKPU.

Permasalahan diatas sudah sering terjadi dalam prakteknya, oleh karena itu penulis menganggap perlu mengkaji dan menganalisis terkait utang yang dibuktikan secara sederhana. Hal ini penting karena banyak problematika hukum yang belum terselesaikan dan memerlukan pengkajian secara komprehensif sehingga akan dicapai penyelesaian permasalahan yang menciptakan keadilan bagi pihak-pihak yang bersengketa serta menambah khasanah pengetahuan tentang pengaturan PKPU dan Kepailitan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengangkat penelitian atau penulisan skripsi ini dengan judul “Tinjauan Yuridis Ditolaknya Permohonan PKPU Akibat Perbedaan Jumlah Utang Yang Signifikan Pada Permohonan PKPU PT. Intan Baruprana Tbk (Studi Putusan no.20/PDT.SUS/PKPU/PN NIAGA JKT.PST)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan permasalahan yang akan di bahas di skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimana syarat dikabulkannya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia?

2. Bagaimana model pembuktian yang dianut oleh Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan mengadili perkara PKPU Menurut Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004?

(19)

3. Bagaimana tinjauan yuridis ditolaknya permohonan PKPU akibat perbedaan utang yang signifikan pada permohoan PKPU PT. Intan Baruprana Tbk (Studi Putusan no.20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN Niaga JKT.PST)?

C. Tujuan dan Manfaat penulisan 1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang dalam sistem hukum Indonesia.

b. Untuk mengetahui pengaturan pembuktian utang yang sederhana dalam hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

c. Untuk mengetahui pertimbangan hakim tentang penolakan permohonan PKPU akibat perbedaan utang yang signifikan dalam putusan no.20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN Niaga JKT.PST.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diperoleh diperoleh dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut :

a. Secara teoritis

Secara teoritis, pembahasan tentang pembuktian utang yang sederhana dalam permohoan PKPU memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi para pembaca mengenai perspektif pembuktian di pengadilan dan sejauh mana hakim menerapkan pembuktisn ysng sederhana di pengadilan niaga dalam perkara PKPU.

(20)

b. Secara praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan materi untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi pembaca dan masyarakat umum berkaitan dengan penundaan kewajiban penundaan utang, khususnya dibidang utang dalam permohonan PKPU.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini berjudul : “Tinjauan Yuridis Ditolaknya Permohonan PKPU Akibat Perbedaan Jumlah Utang Yang Signifikan Pada Permohonan PKPU PT. Intan Baruprana Tbk (Studi Putusan no.20/PDT.SUS/PKPU/PN NIAGA JKT.PST)” Merupakan karya tulis ilmiah yang belum pernah dikaji dilingkungan Strata S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Analisa mengenai Permohonan PKPU memang sudah sering diangkat. Skripsi ini memang akan membahas PKPU, namun pembahasan tersebut hanya mengantarkan kepada permasalahan utama yakni ditolaknya suatu permohonan PKPU akibat jumlah utang yang signifikan.

Didalam skripsi ini lebih mengkaji mengenai konsepsi utang yang digunakan dalam pembuktian di Pengadilan Niaga dan yang akan digunakan oleh Hakim sebagai pertimbangan dalam memutus suatu perkara PKPU.

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan baik dari hasil penelitian yang masih ada maupun yang sedang dilakukan di lingkungan Universitas Sumatra Utara, penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Ditolaknya Permohonan PKPU Akibat Perbedaan Jumlah Utang Yang Signifikan Pada Permohonan PKPU PT. Intan Baruprana Tbk (Studi Putusan No.20/PDT.SUS/PKPU/PN Niaga JKT.PST)” belum pernah ditulis

(21)

sebelumnya. Sehubungan dengan keaslian judul ini, penulis telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain di lingkungan/perguruan tinggi lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, dan kalaupun ada skripsi yang sama namun substansi yang dibahas tidaklah sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Pustaka

Adapun beberapa unsur yang termasuk dalam bahan kajian penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan salah satu upaya hukum menyelesaikan masalah utang untuk meghindari terjadinya pailit. Menurut Sunarmi, bahwa PKPU pada dasarnya adalah penawaran rencana perdamaian oleh Debitor yang merupakan pemberian kesempatan kepada Debitor untuk melakukan restrukturisasi utang- utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren16.

Menurut Munir Fuady, istilah lain dari PKPU ini adalah Suspension Of Payment atau Surseance Van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak Kreditur dan Debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran

16 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi II, (Jakarta : Sofmedia, 2010), hlm. 200

(22)

utangnya dengan memberikan pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa PKPU itu menjadi legal moratorium.17

PKPU sendiri terbagi dalam 2 tahap, yaitu tahap sementara dan tahap tetap. Berdasarkan pasal 225 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, Pengadilan Niaga harus mengabulkan permohonan PKPU Sementara.

PKPU Sementara diberikan untuk jangka waktu maksimum 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditor untuk memberika kesempatan kepada debitur mempresentasikan rencana perdamaian yang diajukannya.

PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270 hari, apabila pada hari ke-45 atau rapat kreditor belum dapat memberikan suara mereka terhadap rencana tersebut sebagaimana ditegaskan dalama Pasal 228 (6) Undang-Undang Kepailitan.18

Prinsip ini jelas memiliki perbedaan dengan prinsip Kepailitan, yaitu untuk memperoleh pelunasan secara proporsional dari utang-utang debitor. Meskipun pada prinsipnya kepailitan masih membuka pintu perdamaian dalam kepailitan, tetapi cukup jelas bahwaa Kepailitan dan PKPU adalah dua hal yang berbeda. Karenanya, tidak pada tempatnya untuk membandingkan secara kuantitatif kedua hal tersebut.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa PKPU jelas sangat bermanfaat, karena perdamaian yang dilakukan melalui PKPU akan mengikat kreditor lain diluar PKPU sehingga debitur dapat melanjutkan

17 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 15

18 Andrian Sutedi, Hukum kepailitan (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 37

(23)

restrukturisasi usahanya, tanpa takut di recoki oleh tagihan-tagihan kreditor yang berada di luar PKPU.19

2) Utang

Dalam proses acara Kepailitan dan PKPU konsep utang sangat menentukan, oleh karena tanpa adanya utang tidaklah mungkin perkara Kepailitan dan PKPU akan bisa diperiksa.20 Tanpa adanya utang maka esensi Kepailitan dan PKPU menjadi tidak ada karena kapailitan dan PKPU merupakan pranata hukum untuk melakukan likuidasi aset debitur untuk membayar utang-utangnya terhadap para kreditornya. Dengan demikian, bahwa utang merupakan raison d’etre dari suatu kepailitan dan PKPU sabagaimana Ned Waxman mengatakan, “the concept of a claim is significant in determining which debts are discharged and who share in distribution”.21 Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa konsep klaim sangat penting dalam menentukan utang yang dilunasi dang yang dimendistribusikannya.

Defenisi utang menurut undang-undang Kepailitan dan PKPU pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontingen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan

19 Ibid, hal 37-38

20 M. Hadi Shubban, Op. Cit, hlm. 34

21 Ned Waxman (1992), Bankruptcy, Gilbert law Summaries, Harcourt Brace Legal and Professional publication Inc., Chicago, p. 6 dikutip oleh M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma dan praktik di peradilan (Surabaya : Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm.

34

(24)

bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. 22 Sehubungan dengan pengertian utang di dalam undang-undang Kepailitan dan PKPU, menurut Kartini Muljadi bahwa utang adalah setiap kewajiban Debitur kepada setiap Krediturnya baik untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.23 Hal ini senada dengan yang diatur dalam pasal 1233 KUHPdt, yang menyatakan bahwa kewajiban atau utang dapat timbul dari perjanjian atau dari undang- undang. Ada kewajiban untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.24

Jerry Holf juga berpendapat bahwa utang menunjukkan pada kewajiban dalam hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari perjanjian atau undang-undang.25 Setiawan juga mengutip pendapat Jerry Hoff dalam buku : Indonesian bankcrupty law, yakni sebagai berikut.

Some examples of obligations which arise out of contract are :

a) The obligations of a borrower to pay interest and to repay the principal of the loan to a lender.

b) The obligation of seller to deliver a car to a purchaser pursuant to a sale and purchase agreement.

c) The obligation of a builder to construct a house and to deliver it to a purchaser

d) The obligation of a guarantor to guarantee to a lender the repayment of a loan by a borrower

From the debtor’s perspektive these obligations are his debts.

From the creditor’s perspective, these obligations are his claim.26

Pendapat Jerry Hoff diatas dapat diartikan bahwa beberapa contoh kewajiban yang muncul dari kontrak adalah sebagai berikut :

22 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Pasal 1 ayat 6

23 Kartini Muljadi, Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Kepailitan dan PKPU (bandung : Alumni, 2001), hlm. 89

24 Kitap Undang-Undang Hukum perdata, Pasal 1234

25 M. Hadi Shubban, Op. Cit., hlm. 35

26 Andrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 35

(25)

a) Kewajiban peminjam untukmembayar bunga dan membayar kembali pokok pinjaman kepada pemberi pinjaman.

b) Kewajiban penjual untuk mengirim mobil ke pembeli berdasarkan perjanjian jual beli.

c) Kewajiban pembangun untuk membangun rumah dan mengirimkannya ke pembeli.

d) Kewajiban penjamin untuk menjamin kepada peminjam pembayaran kembali pinjaman oleh peminjam.

Dari perspektif Debitor, kewajiban ini adalah utangnya. Dan dari perspektif kreditor kewajiban ini adalah klaimnya atau haknya

Secara umum utang dapat digolongkan kedalam tiga jenis, yaitu : pertama, Utang jangka panjang (long-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Kedua, Utang jangka menengah (intermediate-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Ketiga, Utang jangka pendek (short- term debt), yaitu utang jangka waktunya kurang dari satu tahun.27

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang bersifat asas-asas hukum, norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan

27 Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan perusahaan, (Yogyakarta : BPFE, 2004) hlm. 74

(26)

kenyataan hukum dalam masyarakat. 28 Untuk melengkapi penulisan Skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain :

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis Penelitian Skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau sering disebut dengan penelitian doktrinal (doctrinal research). Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal condong bersifat kualitatif berdasarkan data sekunder. Data sekunder yang diteliti antara lain sebagai berikut :

a. Data yang bersifat individual/ Pribadi b. Data bersifat publik.

c. Data sekunder berdasarkan pengikatnya

Penelitian hukum normatif terdiri atas, yakni : penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum.29 Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Penelitian deskriptif analitis mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori yang menjadi objek penelitian dan melihat hukum dalam pelaksanaannya di masyarakat. 30 Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini

28 H Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 19

29 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 2

30 H Zainuddin Ali, Op. Cit, hlm. 105

(27)

menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta mengkaji fakta secara teliti tentang PKPU dan penerapan pembuktian dalam PKPU. Adapun pendekatan yang dilakukan penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, pendekatan ini mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam suatu perundang- undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma yang ada dalam masyarakat.

2. Sumber Data

Penyusunan dan penulisan dalam skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Data sekunder ialah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, berupa publikasi/laporan misalnya diperoleh dari Departemen Kehakiman dan HAM, dari kepolisian, Kantor kejaksaan dan Pengadilan Negeri, Kantor Pengacara, kantor Notaris, dan perpustakaan.31

a) Bahan hukum primer

yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang- undangan dibidang kepailitan dan PKPU, antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Putusan Hakim No.20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN Niaga JKT.PST, Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewaajiban Pembayaran Utang (PKPU).

b) Bahan hukum sekunder

31 J. Supranto, Op. Cit., hlm. 2

(28)

Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum primer,32 yakni : hasil karya pakar hukum berupa buku, hasil-hasil penelitian, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

c) Bahan hukum tersier

Sering disebut bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data berarti kegiatan mengumpulkan informasi dan data dengan mencatat peristiwa atau mencatat kharakteristik/atribut elemen atau mencatat nilai variabel.33 Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan untuk memperoleh data dengan cara membaca, mengklarifikasi, mengkaji, mengidentifikasi pemahaman terhadap bahan- bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan. Kemudian hasil dari pengkajian tersebut disusun ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Hal ini bertujuan untuk

32 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.29.

33 J Supranto, Op. Cit., hlm 23

(29)

megetahui konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, atau penemuan yang baru yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.34 4. Analisis Data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, sifat, gejala dan peristiwa hukumnya. Melakukan pemilihan terhadap bahan-bahan hukum yang relevan dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterprestasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini merupakan kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan tulisan.35

G. Sistematika penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami isi dan makna dari skripsi ini sehingga boleh memperoleh manfaatnya.

Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

34 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Gratifi Press, 2006), hlm. 118

35 Ibid, hlm 24-25

(30)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini menguraikan mengenai hal-hal yang berkaian dengan latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II SYARAT DIKABULKANNYA PERMOHONAN

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI INDONESIA

Pada bab ini membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengertian dan dasar hukum syarat pengajuan PKPU, prosedur pengajuan PKPU, akibat hukum dari PKPU, PKPU sementara dan PKPU tetap, dan berakhirnya PKPU.

BAB III MODEL PEMBUKTIAN YANG DIANUT OLEH PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI PERKARA PKPU MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU Bab ini memberikan penjelasan mengenai pengertian utang menurut UU no. 37 tahun 2004, hukum pembuktian yang berlaku dalam perkara PKPU dan perspektif hakim Pengadilan Niaga dalam hal pembuktian perkara PKPU.

BAB IV DITOLAKNYA PERMOHONAN PKPU AKIBAT

JUMLAH UTANG YANG SIGNIFIKAN PADA PERMOHONAN PKPU PT INTAN BARUPRANA TBK (STUDI PUTUSAN NO. 20/PDT.SUS/PKPU/2019/PN NIAGA JKT.PST)

Bab ini berisikan tentang duduknya perkara permohoan PKPU, pertimbangan hakim dalam memutus permohonan

(31)

PKPU, Putusan Hakim dalam perkara PKPU, dan analisis penulis menganai putusan tersebut dari perspektif hukum kepailitan dan PKPU di Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini, kemudian saran-saran yang diberikan terhadap masalah yang dibahas.

(32)

BAB II

SYARAT DIKABULKANNYA PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DI INDONESIA

Penundaan Kewajiban pembayaran Utang (Surseance Van Betaling) adalah suatu keringanan yang diberikan kepada suatu debitor untuk menunda pembayaran hutangnya, si Debitor mempunyai harapan dalam waktu yang relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua utang-utangnya.36

Secara filosofis Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertujuan untuk melindungi debitor yang beritikad baik yang mengalami kesulitan keuangan agar dapat membayar/melunasi utangnya dikemudian hari. Pengajuan permohonan PKPU dapat diajukan oleh Kreditor maupun Debitor ke Pengadilan Niaga.

Prosedur pengajuan PKPU berbeda dengan kepailitan, peraturan prosedur pada PKPU kurang luas dibandingkan dengan peraturan prosedur dalam kepailitan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Bab III tentang PKPU, dapat diketahui bahwa pengajuan PKPU dapat dilakukan sebelum pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitur ataupun pada waktu sidang pertama pernyataan pailit sedang diperiksa di Pengadilan Niaga.37

A Syarat Pengajuan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia

Secara prinsip ada dua pola PKPU, yakni Pertama, PKPU yang merupakan tangkisan bagi debitor terhadap permohonan Kepailitan yang diajukan Kreditornya. Kedua, PKPU atas inisiatif sendiri Debitor yang memperkirakan ia tidak mampu membayar utang-utangnya kepada Kreditornya. Berbeda dengan

36 Robintan Sulaiman & Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan Tanggung Jawab Komisaris, Direksi, Dan Pemengang SahamTerhadap Perusahaan Pailit (Tinjauan Yuridis), (Karawaci : Pusat Studi Hukum Bisnis, 2000), hlm. 32

37 Ibid, hlm.34

(33)

undang-undang Nomor 4 tahun 1998 tentang kepailitan yang hanya memungkinkan PKPU diajukan oleh debitor, UUK-PKPU memberikan kemungkinan PKPU diajukan oleh Kreditor, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 222 ayat 1 UUK-PKPU.38

Dalam UUK-PKPU permohonan PKPU dapat diajukan oleh :39

a. Debitur yang mempunyai dari 1 (satu) kreditur ; atau debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang- utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, artinya debitur dapat memohon PKPU untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atai seluruhnya kepada kreditur.

b. Kreditur, baik kreditur konkuran maupun kreditur preferen (kreditur dengan hak didahulukan). Kreditur yang memperkirakan bahwan siDebitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi PKPU untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada krediturnya.

c. Pengecualian : terhadap debitur bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan badan usaha milik negara yang bergerak dibidang kepentingan publik.

a. Dalam hal debitornya adalah bank, maka permohonan PKPU hanya dapat diajukan olen Bank Indonesia.

38 Rudhy A Lontoh, Denny Kailimang dan Benny Ponto, Op. Cit, hlm. 6

39Pasal 222 UUPKPU

(34)

b. Dalam hal debitornya adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pengajuan PKPU hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK).

c. Dalam hal debitornya adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan PKPU hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Permohonan pengajuan Penundaan Kewajiban pembayaran Utang yang diajukan ke pengadilan Niaga, baik yang diajukan Debitor maupun Kreditor harus memenuhi syarat formal dan syarat substansial, yaitu :40

1. Syarat formal

Syarat formal merupakan syarat yang berkaitan dengan formalitas pengajuan permohonan ke Pengadilan Niaga yang berupa kelengkapan berkas, termasuk kwitansi pembayaran ongkos perkara, sebelum perkara PKPU dicatat dalam buku register atau diregister.

a. Dalam hal PKPU diajukan oleh debitur orang perseorangan, wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani oleh debitur dan advokat sebagai kuasanya dengan melampirkan:

1) Daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya.

2) Rencana perdamaian.

3) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

40 Syamsuddin M Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, (Jakarta : Tatanusa, 2012), hlm.

256-261

(35)

4) Surat Kuasa Khusus.

5) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang dilegasir.

6) Surat persetujuan suami/istri.

7) Daftar harta kekayaan.

8) Neraca pembukuan, jika mempunyai perusahaan.

b. Dalam hal PKPU diajukan oleh debitur badan hukum perseoran, wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani debitur dan advokat sebagai kuasanya, dengan melampirkan:

1) Daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya.

2) Rencana perdamaian.

3) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

4) Surat Kuasa Khusus.

5) Surat tanda daftar perusahaan yang dilegasir.

6) Akta keputusan RUPS terakhir.

7) Neraca keuangan terakhir.

8) Nama, dan alamat debitur serta kreditur.

9) Akta pendirian atau perubahan anggaran dasar yang dibuat oleh notaris.

Fotocopy surat keputusan pengesahan badan hukum perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

c. Dalam hal PKPU diajukan oleh debitur badan hukum sosial (yayasan/perkumpulan), wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani debitur dan advokat sebagai kuasanya, dengan melampirkan:

(36)

1) Daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya.

2) Rencana Perdamaian.

3) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

4) Surat kuasa khusus.

5) Keputusan rapat pengurus yang menyetujui pengajuan permohonan PKPU.

6) Akta pendirian atau perubahan anggaran dasar yang dibuat oleh notaris.

7) Neraca keuangan terakhir.

8) Nama dan alamat kreditur.

9) Fotocopy surat keputusan pengesahan badan hukum sosial dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

d. Dalam hal PKPU diajukan oleh debitur Firma/CV, wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani debitur dan advokat sebagai kuasanya, dengan melampirkan:

1) Daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya.

2) Rencana Perdamaian.

3) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

4) Surat kuasa khusus.

5) Surat tanda daftar perusahaan yang dilegalisir.

6) Neraca keuangan terakhir.

7) Nama dan tempat tinggal masing-masing pesero.

8) Nama dan alamat kreditur.

9) Akta pendirian atau perubahan anggaran dasar yang dibuat notaris.

(37)

e. Dalam hal PKPU diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal (sekarang Otoritas Jasa Keuangan), Menteri Keuangan, wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pemimpin institusi tersebut, dengan melampirkan:

1) Daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya.

2) Rencana Perdamaian.

3) Surat tugas dari pemimpin institusi, jika menugaskan staf/pegawai.

4) Keputusan RUPS terakhir.

5) Neraca keuangan terakhir.

6) Daftar harta kekayaan perseroan.

7) Nama dan alamat kreditur.

8) Akta pendirian atau perubahan anggaran dasar yang dibuat notaris.

9) Fotocopy surat keputusan pengesahan badan hukum perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan UUK-PKPU, kejaksaan tidak diberikan hak untuk mengajukan permohonan PKPU seperti halnya dalam permohonan pailit. Institusi yang diberi hak untuk mengajukan permohonan PKPU sama dengan permohonan pailit, dalam hal ini institusi yang akan mengajukan permohonan PKPU tidak perlu menggunakan jasa advokat, cukup diajukan pimpinan institusi tersebut.

f. Dalam hal PKPU diajukan oleh kreditur orang perseorangan, wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani kreditur dan kuasanya, dengan melampirkan:

1) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

(38)

2) Surat kuasa khusus.

g. Dalam hal PKPU diajukan oleh kreditur badan hukum sosial (yayasan/perkumpulan), wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani kreditur dan kuasanya, dengan melampirkan:

1) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

2) Surat kuasa khusus.

3) Akta pendirian atau perubahaan anggaran dasar badan hukum sosial yang dibuat notaris.

4) Fotocopy surat keputusan pengesahan badan hukum sosial dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

h. Dalam hal PKPU diajukan oleh kreditur Firma/CV wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani kreditur dan kuasanya, dengan melampirkan:

1) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

2) Surat Kuasa Khusus.

3) Surat tanda daftar firma/CV yang dilegasir.

4) Akta pendirian/perubahan anggaran dasar Firma/CV yang dibuat Notaris.

i. Dalam hal PKPU diajukan oleh kreditur badan hukum perseroan, wajib mengajukan surat permohonan bermaterai cukup yang ditandatangani kreditur dan kuasanya, dengan melampirkan:

1) Fotocopy kartu/izin advokat yang dilegalisir.

2) Surat kuasa khusus.

3) Akta pendirian atau perubahan anggaran dasar perseroan yang dibuat Notaris.

(39)

4) Fotocopy surat keputusan pengesahan badan hukum perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2. Syarat Subtansial

Syarat substansial merupakan syarat yang wajib dipenuhi dan dibuktikan oleh pemohon PKPU dipersidangan.

a) Dalam hal pemohon PKPU adalah debitur, maka berdasarkan Pasal 222 ayat (2) UUK-PKPU, ada empat syarat yang wajib dipenuhi atau harus terbukti agar permohonan dikabulkan, yaitu:

1) Ada utang,

2) Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, 3) Ada dua atau lebih kreditur, dan

4) Debitur tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya.

b) Dalam hal pemohon PKPU adalah kreditur, maka berdasarkan pasal 222 ayat (3) UUK-PKPU, ada empat syarat yang wajib dipenuhi atau harus terbukti agar permohonan dikabulkan, yaitu:

1) Ada utang,

2) Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, 3) Ada satu kreditur, dan

4) Kreditur memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya.41

Syarat substansial ini bersifat kumulatif, yang berarti seluruh syarat substansial ini harus dapat dibuktikan pemohon PKPU. Jika salah satu syarat tidak dapat dibuktikan, maka permohonan ditolak. Perbedaan antara PKPU yang diajukan oleh debitur dan kreditur terletak pada jumlah krediturnya.

41 Alex sandro, Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013 (Repositori USU : Medan, 2015), hlm.30

(40)

PKPU yang diajukan debitur harus ada dua atau lebih kreditur, sedangkan PKPU yang diajukan kreditur cukup satu kreditur yang sekaligus bertindak sebagai pemohon.42

B Prosedur Pengajuan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia

Secara khusus, UUK-PKPU menentukan tata cara (prosedur) yang harus ditempuh untuk mengajukan permohonan PKPU. Prosedur tersebut terdapat dalam ketentuan Pasal 224 UUK-PKPU yang berbunyi:43

1) Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya.

2) Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya.

3) Dalam hal pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang.

4) Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya dan, bila ada, rencana perdamaian.

5) Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222.

6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Menurut Pasal 224 ayat (1) UUK-PKPU permohonan PKPU sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya. Pengajuan dilakukan kepada Pengadilan Niaga berdasarkan kedudukan hukum debitur, dengan ketentuan:44

42 Ibid, hlm. 261

43Pasal 224 UUPKPU

44 Republik Indonesia, Undang-Undang no 37 tahun 2004, Pasal 224 ayat 1

(41)

1. Dalam hal debitur telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataaan PKPU adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur.

2. Dalam hal Debitur adalah pesero atau firma, maka pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan.

3. Dalam hal debitur tidak berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitur menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia.

4. Dalam hal debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukannya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

Pasal 224 ayat (2) UUK-PKPU menentukan bahwa dalam hal pemohon adalah debitur, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya. Pasal 224 ayat (3) UUK-PKPU menyatakan, dalam hal pemohon adalah kreditur, pengadilan wajib memanggil debitur melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat tujuh hari sebelum sidang. Selanjutnya, Pasal 224 ayat (4) UUK-PKPU menyatakan, pada saat sidang sebagaimana dimaksud ayat (3), debitur mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya dan, bila ada rencana perdamaian.

Daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya sebagaimana yang dikatakan Pasal 224 ayat (2) dan Pasal 224 ayat (4) harus dipenuhi. Hal ini perlu dilakukan agar dari surat-surat tersebut dapat diketahui apakah ada harapan bahwa debitur di kemudian hari dapat memuaskan kreditur-krediturnya. Disamping itu informasi mengenai nama dan tempat kedudukan atau domisili para kreditur diperlukan untuk dilakukan pemanggilan kreditur.

(42)

Pasal 224 ayat (5) UUK-PKPU menyatakan, pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222. Klausula dapat disini berarti tidak diwajibkan untuk melampirkan rencana perdamaian pada surat permohonan.

Namun seyogianya apabila pengajuan permohonan PKPU sekaligus dilampirkan rencana perdamaian, agar para kreditur dapat mengambil sikap untuk menerima atau menolak permohonan PKPU tersebut, sebagaimana tujuan dari PKPU adalah untuk mencapai perdamaian. Ketentuan sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), menurut Pasal 224 ayat (6) UUK-PKPU berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan PKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Permohonan PKPU tersebut dapat diajukan oleh debitur baik sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan maupun setelah permohonan pernyataan pailit diajukan. Hal ini sehubungan dengan ketentuan Pasal 222 jo Pasal 229 ayat (4) UUK-PKPU. Dalam hal permohonan PKPU yang diajukan setelah Pengadilan Niaga menerima permohonan pernyataan pailit, maka dapat terjadi kemungkinan:

1. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh Pengadilan Niaga tetapi belum diperiksa, dan sementara permohonan pernyataan pailit itu belum diperiksa, Pengadilan Niaga menerima pula permohonan PKPU dari debitur atau dari kreditur yang bukan pemohon kepailitan.

2. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh pengadilan niaga, dan sementara permohonan pernyataan pailit sedang diperiksa oleh pengadilan niaga, debitur atau kreditur (yang bukan pemohon kepailitan) mengajukan PKPU.

(43)

Sesuai ketentuan Pasal 229 ayat (3) UUK-PKPU, dalam hal terjadi keadaan tersebut, maka permohonan PKPU harus diperiksa terlebih dahulu sebelum permohonan pernyataan pailit. Apabila permohonan pernyataan pailit sedang diperiksa dan kemudian diajukan permohonan PKPU oleh debitur atau salah satu kreditur yang bukan pemohon, maka pemeriksaan permohonan pailit tersebut harus ditunda.45

C Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Selama PKPU berlangsung, Debitor tanpa persetujuan pengurusan tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Jika si debitor melanggar ketentuan tersebut, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan debitor tersebut. Kewajiban debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari para pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU hanya dapat dibebankan kepada debitor sejauh hal itu menguntungkan harta debitor. Atas dasar persetujuan yang diberikan pengurus, debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta debitor.46

Ketentuan pasal 242 ayat (1) UUK-PKPU menentukan bahwa selama berlangsungnya PKPU, si debitor tidak dapat dipaksa untuk melakukan pembayaran atas utang-utangnya, termasuk melakukan segala tindakan eksekusi guna mendapatkan pelunasan utang haruslah ditangguhkan. Kecuali jika pengadilan telah menetapkan tanggal yang lebih awal berdasarkan permintaan pengurus, semua sitaan yang telah diletakkan gugur, dan dalam hal debitur

45 Republik Indonesia, Undang-Undang No37 tahun 2004, Pasal 299

46 Sunarmi, Op. Cit, hlm.191

(44)

disandera, debitur harus dilepaskan setelah diucapkan putusan PKPU tetap atau setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan tetap, dan atas permintaan pengurus atau Hakim Pengawas, jika masih diperlukan, Pengadilan wajip mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta debitor. Dan bahkan ketika melakukan peminjaman yang perlu diberi agunan, debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya sejauh telah memperoleh persetujuan dari Hakim pengawas.47

Permohonan pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang akan membawa akibat hukum secara keseluruhan terhadap segala harta kekayaan debitor, akibat hukum atas penetapan PKPU sebagai berikut :48

1. Pengurusan Harta Debitor.

Pengurusan harta Debitur dapat dilakukan ketika pengurus memberikan kewenangan kepada debitor. Tanpa diberikan kewenangan oleh pengurus, debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas sesuatu bagian dari hartanya, dan jika debitor melanggarnya, penggurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidaak dirugikan atas tindakan tersebut.

2. Perkara-perkara yang sedang berlangsung

Penetapan PKPU tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai oleh pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. Namun, apabila perkara tersebut mengenai gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui debitur, sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untukmemperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatat pengakuan tersebut, hakim dapat menangguhkan putusan sampai berakhirnya PKPU.

Tanpa persetujuan pengurus, debitur tidak dapat menjadi penggugat atau tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaan.

3. Perjumpaan Utang

Orang yang mempunyai utang kepada Debitur atau piutang terhadap Debitur tersebut, dapat memperjumpakan utang piutang tersebut.

Perjumpaan utang tersebut dapat dilakukan bila baik utangmaupun piutangnya telah dilahirkan sebelum dimulainya PKPU. Piutang terhadap

47 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm.178

48 Sunarmi, Op.cit, hlm.192

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkara ini, perbuatan terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama yaitu dalam Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengawasan sebagai sarana penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara, Bagaimana tugas pokok dan

73 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Dari data hasil penelitian pada siklus I pertemuan ke 2 dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pengajaran berbasis proyek/tugas diperoleh nilai rata-rata

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil