SKRIPSI
NURHASANAH SIMANJUNTAK 160805023
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PERILAKU INDIVIDU BERUANG MADU (Helarctos malayanus) DI TAMAN HEWAN PEMATANGSIANTAR
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
NURHASANAH SIMANJUNTAK 160805023
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PERNYATAAN ORISINALITAS
PERILAKU INDIVIDU BERUANG MADU (Helarctos malayanus) DI TAMAN HEWAN PEMATANGSIANTAR
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2022
Nurhasanah Simanjuntak NIM. 160805023
ii
PERILAKU INDIVIDUBERUANG MADU (Helarctos malayanus) DI TAMAN HEWAN PEMATANGSIANTAR
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 04 Agustus sampai 17 Agustus 2020 selama 14 hari, dengan kurun waktu 6 jam (Pukul 10.00 sampai dengan 16.00 WIB) per hari di Taman Hewan Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode Focal Animal Sampling, yaitu dengan mengamati satu individu dalam suatu kelompok pada interval waktu tertentu. Pengamatan perilaku individu beruang madu pada penelitian ini dilakukan mulai saat beruang madu dikeluarkan dari kandang kurung (in holding) oleh keeper ke kurungan terbuka (enclosure) pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB (sore hari) sebelum dimasukkan kembali ke dalam in holding. Penelitian ini dilakukan dengan waktu pencatatan setiap perilaku individu perdua menit pada tabulasi data. Hasil penelitian menunjukkan persentase frekuensi perilaku individu beruang madu betina secara umum di Taman Hewan Pematangsiantar, yaitu perilaku bergerak 56,01%, perilaku istirahat 33,44%, perilaku makan 8,77% dan perilaku membuang kotoran 1,77%. Sistem pengelolaan beruang madu di Taman Hewan Pematangsiantar sudah memiliki sistem yang cukup baik dan teratur.
Kata Kunci: Beruang Madu, Perilaku Individu, Taman Hewan Pematangsiantar
iii
BEHAVIOR OF SUN BEARS (Helarctos malayanus) IN SIANTAR ZOO
ABSTRACT
The research was conducted on August 04th to August 17th, 2020 for 14 days, at Siantar Zoo, North Sumatra. The observations were done with in 6 hours intervals (10 am to 16.00 WIB) per day. This study used the Focal Animal as sampling method, by observing one individual in a group at certain time intervals. The observation of individual sun bear behavior started from the sun bear held and moved from the cage by the keeper to the open area of the cage at 10.00 WIB until 16.00 WIB (afternoon) until it was being put back into the holding cage. The research was recorded by video cameras with the time of recording in two minutes The Sun Bears behaviors was tabulated from the video cameras. Percentage of the frequency of individual behavior of female sun bears in Siantar Zoo showed its movement behavior was 56.01%, resting behavior was 33.44%, eating behavior was 8.77% and excreting behavior was 1.77%. The Siantar Zoo already had regular and fairly good system while protected and kept the sun bear.
Keywords: Individual Behavior, Siantar Zoo, Sun Bear.
iv PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhahanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Perilaku Individu Beruang Madu (Helarctos malayanus) di Taman Hewan Pematangsiantar” pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Bapak Dr. Drs. Arlen Hanel John, M.Si. selaku Dosen Pembimbing sekaligus ketua penguji, yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan, motivasi, waktu, dan perhatian. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Kaniwa Berliani, M.Si. dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si. selaku anggota penguji I, dan II yang telah banyak memberikan waktu, kritik dan saran demi penyelesaian dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya atas segala kebaikan dan kemurahan hati Ibu dan Bapak.
Terimakasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. selaku dosen penasehat akademi, Ibu Dr. Yurnaliza S.Si., M.Si. dan Bapak Riyanto Sinaga, S.Si., M.Si. selaku Ketua dan Sekretaris program studi Biologi FMIPA USU, serta Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik, mentransfer ilmu pengetahuan sejak awal perkuliahan sampai saat ini kepada penulis dan Bapak dan Ibu Tenaga Administrasi, Analis Laboran Program Studi Biologi FMIPA USU. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya atas ilmu pengetahuan dan kebaikan yang diberikan menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT.
Terimakasih penulis ucapkan juga kepada Organisasi IMAS-USU yang telah mewarnai masa perkuliahan khususnya teman terdekat Nirawati, Lovina, Dhearni, Siva, Riyan, Rikky dan semua rekan IMAS-USU yang tidak dapat disebutkan semuanya. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala PT. Unitwin Indonesia khususnya Pihak Taman Hewan Pematangsiantar (THPS) yang telah mengizinkan penelitian ini dilakukan, serta Staff dan keeper yang ikut serta membantu kelancaran penelitian ini.
Penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda tercinta Almh. Darmini, S.PdI. dan Ayahanda tercinta Muhammad Heri Simanjuntak yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik penuh kesabaran, perhatian, kasih sayang,
v motivasi, dengan iringan doa dan harapan, abang kandung Rahmad Fauzi Simanjuntak, SE., serta kakak kandung Rika Isnaini Simanjuntak, SH., yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moril dan materil.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada senior selaku kakak asuh selama masa perkuliahan Dhaifina Sabila S.Si., untuk arahannya serta rekan terkasih, Arief, Fran, Tia, dan adik lainnya yang tidak dapat disebutkan untuk semangat yang selalu diberikan. Terimakasih juga kepada semua teman-teman LED angkatan 2016 khususnya Ilmal, Nisfa, Fanny, Ayu, Nurqoriah, Cindy, Ainun dan teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, arahan serta kenangan masa perkuliahan yang tidak terlupakan, dan terimakasih penulis ucapkan terkhusus untuk sahabat terbaik yang senantiasa mendukung selama masa perkuliahan berlangsung Harry Yunalri Situmorang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Atas perhatian dan saran yang telah diberikan penulis ucapkan banyak terima kasih.
Medan, Juni 2022
Nurhasanah Simanjuntak
vi DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
DAFTAR SINGKATAN ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian
1 3 4 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi Beruang Madu 2.2 Morfologi Beruang Madu
2.3 Habitat dan Populasi Beruang Madu 2.4 Aktivitas Beruang madu
2.5 Reproduksi Beruang Madu
2.6 Perkembangbiakan Beruang Madu 2.7 Makanan Beruang Madu
5 5 6 7 7 8 8 BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Taman Hewan Pematangsiantar 3.3 Objek Penelitian
3.4 Metode Penelitian 3.5 Prosedur Kerja 3.6 Analisis Data
10 10 11 11 11 13 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perilaku Individu Beruang Madu Betina Secara Umum
14 4.2 Sistem Pengelolaan Beruang Madu Betina di Taman
Hewan Pematangsiantar
21 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
25 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 29
vii DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Beruang madu 6
3.1 Pintu masuk Taman Hewan Pematangsiantar 10
4.1 Grafik frekuensi perilaku individu beruang madu betina secara umum
14 4.2 Persentase frekuensi perilaku bergerak beruang madu 16 4.3 Persentase frekuensi perilaku makan beruang madu 17 4.4 Persentase frekuensi perilaku merawat diri beruang madu 18 4.5 Persentase frekuensi perilaku istirahat beruang madu 19 4.6 Persentase frekuensi perilaku membuang kotoran beruang
madu
20 4.7 Variasi beberapa jenis pakan beruang madu di Taman
Hewan Pematangsiantar
23 4.8 Sistem kandang terbuka (enclosure) beruang madu di
Taman Hewan Pematangsiantar
24
viii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Judul Halaman
1. Peta lokasi penelitian THPS Kota Pematangsiantar 29 2. Tabel data perilaku individu beruang madu (Helarctos
malayus)
30
3. Laporan harian penelitian 32
4. Total persentase frekuensi kategori perilaku beruang madu betina di Taman Hewan Pematangsiantar
33 5. Tabel data frekuensi beruang madu betina di Taman
Hewan Pematangsiantar
34
6. Surat permohonan izin penelitian 36
7. Surat izin penelitian di Taman Hewan Pematangsiantar 37
8. Foto kerja 38
ix DAFTAR SINGKATAN
CITES = Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna
IUCN = International Union for Conservation of Nature and Natural Resources THPS = Taman Hewan Pematangsiantar
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah dan mengandung berbagai jenis fauna yang unik dan khas, diantaranya beruang madu (Helactos malayanus). Lekagul & McNeely, (1977) menyatakan bahwa beruang madu (Helarctos malayanus) merupakan spesies beruang terkecil dari delapan spesies beruang di dunia yang ditemukan di Indonesia, yaitu di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Beruang madu merupakan salah satu jenis satwa dari ordo carnivora yang bersifat omnivora.
Beruang madu memiliki peran penting dalam kesimbangan ekosistem yang cukup kuat di hutan, diantaranya turut meregenerasi hutan sebagai penyebar biji buah-buahan. Saat ini beruang madu mengalami ancaman dan penurunan populasinya yang disebabkan adanya pembukaan lahan dan perburuan liar (Noerdjito dan Maryanto, 2001).
Onuma (2002) menyatakan bahwa habitat asli beruang madu saat ini telah mengalami penyusutan karena rusaknya kawasan hutan hingga mencapai kondisi yang kritis disebabkan karena kebakaran hutan dan maraknya perusakan hutan menjadi lahan pemukiman, serta lahan perkebunan, dan semakin maraknya perburuan liar, baik di dalam maupun diluar kawasan perlindungan. Menurut Fredrikson (2005) konflik yang terjadi antara manusia dengan beruang madu terkait dengan meluasnya wilayah pertanian, keadaan ini turut mempengaruhi kelangsungan hidup beruang madu yang berhubungan erat dengan kelestarian habitat, serta ketersediaan makanan.
Akibat menurunnya jumlah populasi, beruang madu termasuk fauna yang dilindungi berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 66/Kpts/Um/2/1998, tanggal 14 Februari 1998 tentang Penetapan Tambahan Jenis- jenis Binatang Liar yang Dilindungi. Sadikin (2005) menjelaskan bahwa berdasarkan PP No 7 tahun 1999, beruang madu telah dilindungi di Indonesia, dan oleh CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and
2
Faunal) jenis inil telah dimasukkanl dalam Appendixl 1, yangl berarti tidakl dapat diperdagangkanl secara Internasionall baik secaral utuh maupunl bagian-bagianl tubuhnya (CITES, 2018).
Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menyebabkan beruang madu masuk kedalam kategori kritis atau rentan akan kepunahan. Status Kelangkaan Beruang Madu masuk dalam International Union for Conservation of Nature and Natural (IUCN), IUCN ini merupakan organisasi internasional yang didedikasikan untuk kegiatan konservasi sumber daya alam, baik untuk tumbuhan maupun hewan.
Beruang madu dalam hal ini tergolong kepada binatang yang memiliki status Threatened Species pada Red List dalam IUCN (2019).
Manurung dan Setiyawatiningsih (2020) menyatakan bahwa beruang madu yang telah digolongkan ke dalam hewan yang memiliki status Threatened Species, kemudian digolongkan kembali pada status kelangkaan Vulnerable (rentan).
Kelangsungan hidup beruang madu dapat menyebabkan berbagai masalah sehingga statusnya mengalami perubahan. Hal tersebut disebabkan karena perusakan habitat yang berlangsung secara terus menerus dan signifikan.
Keberadaan beruang madu belakangan ini semakin terancam punah, keadaan ini perlu dilakukan pelestariannya dengan melakukan konservasi terhadap beruang madu. Mawarda (2010) menyatakan bahwa upaya pelaksanaan konservasi satwa agar tetap lestari dibutuhkan kondisi sumberdaya lingkungan sebagai habitatl yang lcocok, baik sebagai tempatl tinggal, mencaril makan, lminum, tempat berlindungl maupun tempatl berkembangbiak. Konservasi yang dilakukan dapat berupa konservasi in-situ maupun konservasi ex-situ. DEPHUT (2007) menjelaskan bahwa konservasi inl-situ (dalam kawasan) adalahl perlindungan populasil dan komunitasl di habitatl asli ataul alami. Konservasil ex-situl adalah kegiatanl konservasi di luar habitatl aslinya, seperti taman hewan, tempat penangkaran hewan padal suatu tempatl tertentu yangl dijaga keamanannyal maupun kesesuaianl ekologinya.
Noprianto (2004) menyatakan bahwa perlindunganl dan pelestarianl yang terbaikl melalui konservasil jangka panjangl dengan mempertahankanl spesies beruang madu padal komunitas danl habitat aslinyal secara alamil atau yangl dikenal denganl konservasi in-situ. Konservasi in-situ juga masih kurang efektif karena disebabkan adanya aktivitas manusia yang menimbulkan dampak buruk, seperti perambahan
kawasan hutan yang berlebihan dan perburuan liar yang mengakibatkan beruang madu terganggu dan terancam keberlangsungan hidupnya. Upaya lain diperlukan untuk mencegah terjadinya kepunahan beruang madu ini denganl cara memeliharal individu secaral alami denganl pengawasan danl pengendalian yangl baik diluarl habitat aslinyal yang dikenall dengan konservasil ex-situ, diantaranya di taman hewan.
Satwal yang dikonservasil di dalam taman hewan akanl mengalami perbedaanl kondisi denganl habitat alaminyal didalam hutan. Kondisi ini akan berdampak pada kualitas hidup satwa, selain itu pengelolaan taman hewan yang kurang baik, seperti pemberian pakan, jenis dan ukuran kandang dan fasilitas lain yang kurang mendukung akan mengakibatkan beruang madu mengalami stress, hal ini akan mempengaruhi perilaku beruang madu didalam taman hewan (Sharimanl et lal., 2017).
Tamanl Hewan Pematangsiantar (THPSl) merupakan salahl satu kegiatan usaha konservasil satwa secara ex-situ, diantaranya terhadap beruang madu yang bertujuan untuk memperluas pemahaman dan apresiasi masyarakat tentang fungsi utama satwa ini, meningkatkan kesejahteraan satwa, melaksanakan konservasi dengan melakukan perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa dengan baik sebagai sarana perlindungan dan pelestarian. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap perilaku individu beruang madu, sehubungan denganl hal tersebutl maka dilakukanl penelitian denganl judul “Perilaku Individu Beruang Madu (Helarctos malayanus) di Taman Hewan Pematangsiantar”.
1.2 Perumusan Masalah
Beruangl Madu (Helarctosl malayanus) dil Taman Hewan Pematangsiantar saat ini berada di dalam kandang semi terbuka (enclosure), sebagai upaya konservasi ex-situ, sekaligus sarana pendidikan dan wisata bagi siswa/siswi, serta masyarakat Provinsi Sumatera Utara, khususnya Pematangsiantar. Namun demikian sejauh ini belum diketahui bagaimanakah perilaku individu beruang madu yang terdapat dil Taman Hewanl Pematangsiantar.
4
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian inil bertujuan untukl menganalisis frekuensi perilaku individul beruang madu (Helarctos malayanus) dan untuk mengetahui sistem pengelolaan beruang madu secara konservasi ex-situ di Tamanl Hewan lPematangsiantar.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitianl ini diharapkan dapat memberikanl informasi berupa data tentangl perilaku individul beruang madu (Helarctos malayanus) dan sistem pengelolaannya di Taman Hewan Pematangsiantar bagi pihak manajemen THPS, dan instansi terkait, serta sebagai informasi bagi masyarakat, dan untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi Beruang Madu (Helarctos malayanus)
Helarctosl berasal daril bahasa lYunani, yaitu “helal” yang berartil matahari, danl “arcto” yangl berarti lberuang, sehingga Helarctosl sering juga disebut sun bearl (Beruang mataharil). Penyebutan sunl bear berdasarkanl adanya corakl putih atau kuning kecokelatan berbentuk huruf “U” padal bagian dadal yang terlihatl seperti mataharil (Fitzgerald danl Krausman, 2002l). Beruang madul ini termasuk ordo Carnivora, famili Ursidae terdiril dari delapanl spesies yangl berbeda, yaitul panda raksasal (Ailuropada), beruangl kacamata (Trecmatosl ornatus), beruangl coklat (Ursusl arctos), beruangl hitam Asial (U. thibetanusl), beruang hitaml Amerika (lU.
americanus), beruangl ‟sloth‟ (lU. ursinus), beruangl kutub (U. maritimus), dan beruangl madu (Helarctos malayanus). Beruang madul merupakan beruang yangl memiliki ukuran tubuhnya paling kecill diantara beruangl lain dil dunia (lWong, 2002).
Menurutl Fitzgerald danl Krausman (2002l) klasifikasi beruangl madu sebagail berikut :
Kingdom : Animalia Filuml : Chordata Subfiluml : Vertebrata Classl : Mammalia Ordol : Carnivora Familil : Ursidae Genusl : Helarctos
Spesiesl : Helarctos malayanus
2.2 Morfologi Beruang Madu (Helarctos malayanus)
Beruang madu memiliki panjang tubuh dari kepala hingga kaki antara 100 sampai 140 cm, dengan tinggi tubuh mencapai 70 cm hingga bahunya, dengan berat tubuh berkisar antara 27 sampai 65 kg (Nowak and Pradiso, 1983; Francis, 2008).
Pappas dkk (2002) menjelaskan bahwa beruang madu memiliki berat rata-rata
6
mencapai 46 kg. Umumnya beruang madu jantan memiliki berat tubuh 10 sampai 20% lebih berat dari pada beruang madu betina. Beruang madu saat lahir memiliki berat antara 300 sampai 325 gram, warnal tubuhnya berwarnal hitam lkeabuan, pada bagian dadal berwarna putihl kecokelatan (Feng danl Wang, 1991l),
Fitzgerald dan Krausman (2002) menyatakan bahwa tubuh beruang madu ditumbuhi rambut berwarnal hitam kelam, kecualil mulut danl bagian atasl dada yangl berwarna putihl kecokelatan yang melebarl hingga kebagianl mata, rambutnya cenderung pendek, dan berkilau. Kepala, belakang telinga, serta dada beruang madu terdapat rambut berwarna kuning kecoklatan yang berbentuk seperti lingkaran (Gambar 2.1). Kepala beruang madu relatif besar sehingga menyerupai anjing, dan memiliki mata dan telinga kecil berbentuk bundar, beruang madu memiliki ekor yang pendek, telapak kaki lebar, kuku panjang dan bengkok.
Gambar 2.1. Beruang Madu (Helarctos malayanus)
2.3 Sebaran, dan Habitat Beruang Madu (Helarctos malayanus)
Beruang madu (Helarctos malayanus) tersebarl di beberapal negara bagianl Asia Tenggaral dan Asial Selatan, yaitul Thailand, lMyanmar, Malaysia, lIndonesia, Laos, lKamboja, Vietnam, Bangladeshl dan lIndia. Beruang madu di Indonesial dapat ditemukanl di Pulaul Sumatera danl Kalimantan. Namunl saat inil populasi beruang madu mengalamil penurunan jumlahnya, karena jenis beruangl ini telahl mengalami banyakl tekanan danl eksploitasi baikl di Indonesial maupun dil negara lainl (Augeri, 2005l). Payne danl Andau (1991) menyatakanl bahwa dil Sabah danl Kalimantan beruangl madu dominanl hidup dil hutan Dipterocarpaceae, namunl juga dapatl ditemukan dipegunungan rendahl dan hutanl rawa.
Beruang madu dapat ditemukan di berbagai tipe habitat yang berbeda, seperti di hutan dataran rendah sampai ke pegunungan, maupun hutan gambut, baik dil kawasan hutanl yang luasl dan kadangl memasuki kebunl-kebun dil daerah-daerahl yang terpencill (Payne dkk, 2000). Beruang madu yang terdapat di Kalimantan Tengah ditemukan di habitat rawa gambut hutan sekunder (Azwar et al., 2004). Beruang madu biasanya tidurl dan istrahatl di siangl hari dil atas pohonl dengan tinggil 2 sampail 7 meterl dari permukaanl tanah. Hewan ini membuatl sarang daril dahan-dahanl kecil dil atas pohonl untuk ltidur, mirip yangl dilakukan lorangutan, tetapi biasanyal lebih dekatl ke batangl pohon danl kurang tersusunl rapi.
2.4 Aktivitas Beruangl Madu (Helarctosl malayanus)
Pola aktivitas beruangl madu tidur padal siang dan bangun dil malam lhari.
Oleh karenal itu beruangl madu termasukl hewan nokturnal. Aktifitas beruang madu pada malam hari lebih banyak menghabiskan waktu di tanah dan memanjat pepohonan untuk mencari makanan (Junaidi et al., 2012). Beruang madu akan aktif pada siang hari (diurnal) bila adanya gangguan oleh aktifitas manusia.
Ngabekti (2013) menyatakan bahwa beruang madu umumnya bersifat soliter, dalam satu hari seekor beruang madu mampu berjalan rata-rata sejauh 8 km untuk mencari makanan. Aktivitas harian beruang madu ini dipengaruhil oleh ketersediaan
lnutrisi, efek lmusim, kesehatan, pengalamanl baru danl belajar. (Moberg, 2000) menjelaskan bahwa sementara untuk perilaku komunikasi beruang madu memang kurang teramati dengan jelas karena gerakan beruang madu sangat cepat bila mencari makan, sehingga cara komunikasi beruang madu belum banyak diketahui, namun demikian beruang madu diperkirakan dapat berkomunikasi lewat suara, bau, dan berbagai ekspresi muka beruang madu.
2.5 Reproduksi Beruang Madu (Helarctos malayanus)
Beruang madu betina mengalami kematangan kelamin pada usia 2 sampai 3 tahun, dan yang jantan mengalami matang kelamin pada usia 3 sampai 4 tahun.
Beruang madu dapat bereproduksi sepanjang tahun dengan masa kandungan 96 hari, dan menyusui selama 18 bulan (Feng dan Wang, 1991). Beruang madu betina mengalami periode atau waktu siap menerima pejantan untuk melakukan perkawinan
8
(estrus) pertama kali pada umur 2 tahun. Perilaku estrus pada betina dapat terjadi pada 1 sampai 2 hari terakhir setelah menstruasi, namun dapat memiliki kisaran antara 5 sampai 7 hari (Dominico, 1988).
Musim kawin beruang madu umumnya terjadil pada musiml hujan. Hall tersebut berhubunganl dengan persediaanl makanan yangl melimpah padal musim
lhujan. Selain keuntunganl dari aspekl makanan, strategil tersebut jugal berkaitan denganl fungsi organl gonad. Pada musiml kering denganl temperatur yangl tinggi akanl berpengaruh terhadapl kualitas spermal dan konsentrasil testosteron yang rendahl pada beruangl madu ljantan, sedangkan padal beruang madu betina, temperaturl yang panasl akan menyebabkanl penurunan tingkatl gonadotropin danl pertumbuhan lfollikular, tingginya presentasel sel telurl yang abnormall dan kematianl embrio (Onuma dkk (2000).
2.6 Perkembang biakan Beruangl Madu (Helarctosl malayanus)
Beruangl madu tidakl mempunyai musiml kawin, tetapil perkawinan dilakukanl sewaktu-waktul terutama bilal beruang madul betina telahl siap lkawin. Beruang madu betina lama mengandungl berkisar antara 92 sampai 96 hari, anak yang dilahirkan biasanya berjumlah dua ekor dan disusui selama 18 bulan. Beruang madu betina melahirkan di sarang yang berbentuk gua atau lubang pepohonan dimana bayi yang terlahir tanpa bulu dan masih sangat lemah dapat bertahan hidup. Anak beruang madu akan dirawat hingga berumur 2 tahun atau lebih (Johnston dkk, 1944, dalam Feng dan Wang, 1991). Bayi akanl tetap tinggall di sarangl sampai ial mampu berjalanl bersama induknyal mencari lmakanan. Bayi beruangl madu dil duga hidupl bersama induknyal hingga berusial dua tahunl dan kemudianl mulai hidupl secara lmandiri.
2.7 Makananl Beruang Madul (Helarctos malayanusl)
Beruangl madu merupakan hewan omnivora, yang memakan banyak jenis makanan. Makanan utamanya berupa anekal buah-buahanl dan tanamanl hutan hujanl tropis, termasukl juga tunasl tanaman jenisl palem atau umbutl tanaman lkelapa, bagian yangl lunak daril tanaman (termasukl rotan), danl bahkan seringkalil menjarah kebunl- kebun lsayuran, jagung, tebul jika terdesakl akibat langkanya makananl di dalaml hutan. Komponenl makanan yangl berupa seranggal juga sangatl tinggi, sepertil semut,
rayapl larva lserangga, telur lburung, tikus, cacingl dan binatang kecil lainnya juga menjadi santapannya. Beruang madu yang memakan buah, biasanya biji tersebut ditelan utuh, sehingga tidak rusak, setelah buang air besar, biji yang ada di dalam kotoran mulai tumbuh sehingga beruang madu mempunyai peran yang sangat penting sebagai penyebar tumbuhan buah berbiji besar, seperti cempedak, durian, lahung, kerantungan dan banyak jenis lain (Fredriksson, 2009).
Beruangl madu menggunakanl kukunya untukl menggali tanah mendapatkan
lrayap, semut, danl sarang lebahl untuk memperolehl madu. Beruangl yang sedangl mencari madul akan segeral menghancurkan kayul yang masihl hidup danl segar bahkanl beruang madu berusaha untukl menggaruk pohonl yang kayunyal keras (Indarwati, 2007). Ngabekti (2013) menyatakan bahwa kukunyal yang lpanjang, tajam danl melengkung memudahkanl beruang madul untuk menggalil tanah, membongkarl kayu ljabuk, dan rahangnyal yang sangatl kuat membuatl beruang madul sanggup membongkarl kulit kayul guna mencaril serangga danl madu. Beruang madu dengan lidahnyal yang panjangl dapat mengambil makanan dari lobang-lobang yang dalam.
10
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitianl dilakukan padal bulan Agustus 2020l selama 14 hari, dengan kurun waktu 6 jam (Pukul10.00 s/d 16.00 WIB) per hari dil Taman Hewanl Pematangsiantar Provinsil Sumatera lUtara.
3.2 Deskripsi Area Taman Hewan Pematangsiantar
Taman Hewan Pematangsiantar didirikanl pada tahunl 1936 danl resmi dibukal untuk umuml tanggal 27l November l1936, dengan luasl lahan l4,5 hektarl yang berlokasil di lJl. Kapt. lMH. Sitorus lNo. 10, Pematangsiantar, Sumateral Utara. THPSl merupakan tamanl hewan kel empat tertual di Indonesial setelah lSurabaya, Bukittinggi danl Bandung. PadaTanggal 1l September l1996, THPS yangl sebelumnya dikelolal oleh PEMDAl Pematangsiantar, diserahkanl pengelolaannya kepadal Bapak lDR. H.
Rahmatl Shah, denganl kontrak selamal 30 ltahun. Hal inil dikarenakan pengelolal THPS sebelumnyal tidak lagil memenuhi harapanl masyarakat, sepertil kondisi hewanl yang sedikitl dan kandangl kurang lterawat. THPS telahl mengantongi izinl berupa Suratl Keputusan Menteril Kehutanan denganl Nomor. lSK.84/Menhutl-II/2007l yang dikeluarkanl pada tanggall 15 Maretl 2007 (lSiantarzoo.com, 2020l).
.
Gambarl 3.1l Pintu masukl Taman Hewanl Pematangsiantar (lSumber: Dokumentasi pribadil).
3.3 Objek Penelitian
Beruang madu yangl menjadi objekl penelitian dil THPS dikandang semi terbuka beruang madu betina (Merry) dengan berat badan rata-rata 25 sampai 30 kg dan berumur 7 tahun.
3.4 Metode Penelitian
Penelitianl ini dilakukanl dengan metodel Focal Animall Sampling, yaitul dengan mengamatil satu individul dalam suatul kelompok padal interval waktul tertentu. Seluruhl aktivitas yangl dilakukan olehl individu diamatil dan ldicatat. Metode tersebutl dipilih karenal memungkinkan pengamatl mencatat peristiwal state danl event sepertil perilaku yangl terjadi secaral tiba-tibal dan lcepat, dengan metodel tersebut pengamatl akan mencatatl setiap peristiwal (Altmann 1974l). Pengamatan dilakukanl dalam jarakl 2,5l m daril kandang beruang madu dil THPS.
Pencatatanl beruang madu dengan menggunakanl metode lInstantaneuous, yaitu dicatatl perilaku yangl terlihat padal beruang madu pada waktul dan periodel tertentu, denganl Tabel tallyl sheet (Lampiranl 2). Kemudianl data deskriptifl tentang sisteml pengelolaan diperolehl melalui metodel wawancara. Penelitianl ini menggunakanl teknik wawancaral open-lended, yaitu denganl memberikan pertanyaanl- pertanyaan terbukal yang menggambarkanl pilihan bagil informan untukl merespon.
Wawancaral ini bersifatl terbuka, luwesl dan dapatl disesuaikan denganl kebutuhan danl kondisi saatl berlangsungnya lwawancara.
3.5 Prosedur Kerja
Pengamatanl perilaku individul beruang madu pada penelitianl ini dilakukanl mulai saatl beruang madu tersebut dikeluarkanl dari kandangl kurung (inl holding) olehl keeper kel kurungan semi terbukal (enclosure) yaitul sekitar pukull 10.00l WIB sampail dengan pukull 16.00l WIB (sore hari) sebeluml dimasukkan kembalil ke dalaml in holdingl (sesuai jadwall rutinitas dil THPS). Penelitianl ini dilakukanl selama 14l hari denganl waktu pencatatanl setiap perilakul individu perdual menit pada tabulasi data.
12
Data perilaku individu yang diamati pada beruang madu yaitu perilaku dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh beruang madu dicatatl dalam tabulasil dengan rincianl serta batasanl yang meliputi :
1) Perilakul Makan : mengenail aktivitas makanl yang mulail dihitung ketikal beruang madu mengambil dan memasukkan pakan ke dalam mulut, dengan sub kategori:
a. Mengendus (Md), yaitu kegiatan mengendus-endus dari penciuman.
b. Mencakar (Mc), yaitu kegiatan mencakar sesuatu benda disekitar.
c. Menjulurkan lidah (Ml), yaitu kegiatan menjulurkan lidah.
2) Perilaku Bergerak : mengenai pergerakan yang dilakukan beruang madu, denganl sub lkategori:
a. Quadrupedrall (Q), yaitul berpindah tempatl menggunakan keempatl alat b. Play/main (P), yaitul aksi bermain sendiri dengan memanfaatkan objek yang
ada.
3) Perilaku Merawatl Diri : mengenail segala perilakul memberihkan diri, denganl sub lkategori:
a. Scratchingl body (SBl)/grooming, yaitul kegiatan menggarukl tubuh.
b. Lickl (L), kegiatanl menjilat ltubuh.
4) Perilaku Istirahatl (I) : mengenail segala perilakul istirahat yangl dilakukan, denganl sub lkategori:
a. Dudukl (Id), yaitul memposisikan tubuhl dengan bertumpul pada bokongl b. Berdiril (Ib), yaitul memposisikan tubuhl tegak bertumpul pada kedual kaki c. Berbaringl (Ig), yaitul memposisikan tubuhl bertumpu padal punggung/sisil
badan
d. Tidurl (Ir), yaitul istirahat totall/keadaan menutupl mata
5) Perilakul Membuang Kotoranl : mengenai segalal perilaku membuangl kotoran yangl dilakukan, denganl sub lkategori:
a. Defekasil (DF), yaitul kegiatan mengeluarkanl kotoran lfeses.
b. Urinasil (UR), yaitul kegiatan mengeluarkanl air lurin.
3.6 Analisis Data
Datal perilaku individul beruang madu sebagai objek pengamatanl yang diperolehl selanjutnya ditabulasil dan ditentukanl frekuensi perilaku individu menggunakan rumusl yang digunakanl pada penelitianl sebelumnya olehl Martin danl Baseton (1993), sebagail berikut :
Frekuensi perilakul
Kategori Perilakul = x 100 %
Totall frekuensi seluruhl perilaku
Pencatatanl data untukl perilaku individul dijadikan sebagail poin sampell sesuai denganl batasan yangl telah ditentukanl dengan perhitunganl persentase perilakul individu. Datal perilaku individul beruang madu betina padal penelitan inil dilakukan analisal secara deskriptifl dengan menampilkanl data dalaml bentuk grafikl kemudian dibandingkanl dengan perilakul beruang madu di habitatl buatan danl alami berdasarkanl referensi daril hasil penelitianl maupun jurnall-jurnal lsebelumnya.
14
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perilaku Individu Beruang Madu Betina Secara Umum
Hasill penelitian yangl telah dilakukanl terhadap perilakul individu beruang madu betinal didapatkan lima kategoril perilaku individul yang sangatl bervariasi, seperti makan, bergerak, merawat diri, istirahat dan membuang kotoran. Secaral umum frekuensil perilaku individul beruang madu betina dapat dilihatl pada Gambarl 4.1l.
Gambar 4.1 Grafik frekuensil perilaku individul beruang madu betina secaral umum Berdasarkanl Gambar l4.1 diketahuil bahwa frekuensil perilaku individul beruang madu tertinggi didapatkanl perilaku bergerak, yaitu sebesarl 49,96%, kemudian diikutil oleh perilakul istirahat 35,87%. Perilaku yang tergolong sedikit, yaitu perilaku makan 7,75% lalu perilaku merawat diri 4,52% sedangkan frekuensi perilaku yang paling rendah yakni perilaku membuang kotoran 1,9%.
Persentase frekuensi perilaku tertinggi yaitu perilaku bergerak, tingginya frekuensi perilaku bergerak beruang madu betina yang didapatkan di THPS disebabkan karena dalam menjalankan aktifitas se hari-harinya beruang madu memiliki perilaku bergerak yang aktif. Ngabekti (2013) menjelaskan bahwa beruang madu sebagai hewan soliter memiliki kemampuan bergerak dan menjelajah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perilaku lainnya. Menurut Winarno dan
Harianto (2018), wilayah jelajah beruang madu betina dalam setahun mampu mencapai 500 Ha dan diperkirakan beruang madu jantan memiliki wilayah jelajah 1.500 Ha per tahun.
Persentasel frekuensi perilakul tertinggi setelahl perilaku bergerakl yang dilakukanl beruang madu betina yaitu perilakul istirahat dengan frekuensi 35,87%.
Beruang madu betina di THPS cenderung melakukan istirahat setelah melakukan beberapa kegiatan, yaitu setelah bergerak, makan, dan membuang kotoran. Dari hasil pengamatan di lapangan perilaku istirahat yang paling sering dilakukan beruang madu betina setelah siap bergerak, seperti duduk, berbaring, tidur dan berdiri, di samping ini juga terlihat beristirahat setelah makan, dan membuang kotoran.
Winarno dan Harianto (2018) menjelaskan bahwa beruang madu merupakan satwa soliter yang aktif di malam hari (nokturnal), dan tidur atau istirahat di siang hari.
Persentasel frekuensi perilaku tertinggil ketiga setelahl perilaku bergerakl dan perilaku istirahatl yang dilakukanl beruang madu betina di lTHPS, yakni perilaku makanl dengan frekuensi 7,75%. Perilaku makan meliputi aktivitas memasukkan makanan ke dalam mulut yang diberikan oleh keeper (serangga, buah-buahan, dedaunan, telur ayam serta jenis pakan serta material lain), menguyah, dan menelan.
Rendahnya perilaku makan ini disebabkan karena beruang madu di THPS ini hanya diberi makan 1 (satu) kali sehari, yaitu setiap pagi hari. Dari hasil pengamatan makanan yang diberikan ini selalu habis dimakan dalam waktu sekitar 15 menit, sehingga pada aktivitas lain tidak terdapat adanya aktivitas makan. Firdilasari et al., (2016) menjelaskan bahwa beruang madu yang hidup di alam liar, disamping bergerak, juga banyak melakukan aktifitas mencari, mendapatkan, dan memakan makanan yang didapatkannya. Keadaan ini jauh berbeda dengan kondisi beruang madu yang berada di kebun binatang yang diberi makanan 1 sampai 2 kali sehari.
Persentase frekuensi terendah kedua beruang madu betina di THPS yakni merawat diri. Perilaku ini meliputi menjilati tubuh dan menggaruk tubuh dengan frekuensi 4,52%. Menurut Schellinck et al., (2010), aktivitas merawat diri atau membersihkan diri untuk beruang madu seperti dalam hal buang air, menggaruk, menjilat bagian tubuh mulai dari kuku, kepala, badan, kaki, alat kelamin dan ekor.
Persentase frekuensi terendah beruang madu betina di THPS yaitu membuang kotoran. Perilaku ini meliputil defekasi ataul membuang fesesl dan urinasil atau
16
membuangl air kecill dengan frekuensil 1,9%. Perilaku defekasi pada beruang madu betina ditandai dengan perilaku mendekati kolam untuk membuang feses. Perilaku urinasi beruang madu di THPS ditandai dengan perilaku sedikit menjongkok dekat dengan kolam air. Dalam sehari beruang madu betina melakukan defekasi rata-rata sebanyak 4 (empat) kali dan urinasi sebanyak 5 (lima) kali. Hal ini disebabkan karena pemberian pakan yang dilakukan sekali dalam sehari, serta jarangnya terlihat meminum air. Suryani et al., (2015), menjelaskan bahwa perilaku defekasi dan urinasi pada beruang madu memiliki frekuensi yang hampir sama. Pemberian pakan apabila dalam jumlah lebih banyak dan sering, maka frekuensi defekasi dan urinasi juga akan meningkat.
4.1.1 Perilaku Bergerak
Perilakul bergerak beruang maduyaitu berpindahl dari satul lokasi kel lokasi lainnyal di kandangl semi terbuka THPSl untuk mengelilingil wilayahnya yangl didapatkan saatl penelitian meliputil sub perilakul quadrupedral dan bermain.
Gambarl 4.2l Persentase frekuensil perilaku bergerak beruang madu betinal Berdasarkanl Gambar l4.2 diketahuil bahwa kategoril perilaku bergerak beruang madu yangl tertinggi yaitu kategoril quadrupedral sebesar 81,22% dan diikutil katogeri bermain 18,78%. Kategori quadrupedral yang tinggi disebabkan karena beruang madu suka menjelajah dengan mengelilingi kandang enclosure di THPS menggunakan keempat alat geraknya, kegiatan ini dilakukan sendiri menunjukkan
sifatnya yang cenderung soliter. Menurut Moberg (2000) beruang madu mampu menjelajah sepanjang 8 km sendirian di alam untuk mendapatkan makanan. Kondisi lingkungan yang terganggu, seperti wilayah jelajah berkurang dan sumber makanan terbatas menyebabkan beruang madu tidak terlalu banyak melakukan pergerakan, karena makanan yang didapatkan tidak sebanding dengan energi yang dihabiskan sehingga akan menyebabkan stress fisiologi.
4.1.2 Perilaku Makan
Perilakul makan beruang madu meliputil pergerakan beruang madu saatl makan danl lama waktul yang diperlukanl beruang madu untuk menghabiskanl makanannya. Perilakul makan inil meliputi mengendus, mencakar danl menjulurkan lidah (Gambar l4.3).
Gambarl 4.3 Persentasel frekuensi perilakul makan beruang madu betinal
Berdasarkan Gambarl 4.3 diketahuil bahwa kategoril perilaku makanl beruang madu tertinggi yaitu kategoril menjulurkan lidah sebesar 36,18%, lalul diikuti kategoril mengendus 32,42% dan kategori mencakar 31,4%. Frekuensi kategori menjulur lidah cenderung lebih tinggi sebab beruang madu memiliki indra perasa yang tinggi sebelum akhirnya memakan makanan yang sediakan. Menurut Wong et al., (2004), beruang madu menunjukkan perilaku mencari makan dengan menundukkan kepala ke tanah dan mencium bau di sekitar tanah sambil berjalan. Hal ini menunjukkan beruang madu masih memiliki perilaku seperti di habitat aslinya.
18
Suripto dan Arfentri (2021) menyatakan bahwa salah satu perilaku beruang madu dalam mencari makan di habitat aslinya adalah menggali tanah di sekitar batang kayu mati. Perilaku ini bertujuan untuk memenuhi makanannya seperti hewan invertebrata seperti rayap, kumbang dan larva kumbang.
4.1.3 Perilaku Merawat Diri
Perilakul merawat diril merupakan kategoril perilaku beruang madu dil THPS denganl persentase frekuensil terendah kedual setelah membuangl kotoran. Kategoril perilaku inil terdiri daril menjilat tubuh (lick) dan menggaruk tubuh (scratching body).
Setelahl dilakukan pengamatanl maka didapatkanl hasil sepertil pada Gambarl 4.4.
Gambarl 4.4 Persentasel frekuensi perilakul merawat diril beruang madu betina Berdasarkan Gambarl 4.4 dapat dilihat bahwal kategori perilakul merawat diril beruang madu yang tertinggil yaitu sub kategoril menjilat tubuh (Lick) yaitu sebesarl 52,05% sedangkan kategoril menggaruk tubuh (Scratching Body) sebesar 47,95%
(Gambar 4.4). Umumnya beruang madu melakukan perilakul merawat diril ketika beristirahatl pada saat cuacal panas danl sesekali beruang madu merawatl diri disaat sedang lbermain. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnawanl et lal., (2016) aktivitasl menggaruk tubuh sering kali dilakukanl oleh hewan dewasal dikarenakan individul dewasa lebih mengertil dalam merawatl dan membersihkan diri, berbanding terbalik denganl individu anakan yang sebagian besar hidupnya dihabiskan bermain. Menurut Indarwati (2007), aktivitas merawat diri dilakukan dengan cara menjilati tangan,
tubuh, kaki, alat kelamin dan bagian tubuh lainnya yang terkena kotoran. Perilaku ini menunjukkan bahwa beruang madu akan merasa nyaman jika tubuhnya terasa bersih.
4.1.4 Perilaku Istirahat
Perilakul istirahat beruang madu merupakanl kondisi saatl beruang madu tidak melakukanl aktivitas apapunl seperti lduduk, berbaring, tidurl dan berdiri lebihl dari satul menit. Perilakul istirahat umumnya dilakukanl beruang madu betina dil THPS padal siang haril untuk menyimpanl energi sebabl selama penelitianl berlangsung, cuacal disekitar THPS cenderungl cerah danl panas.
Gambarl 4.5 Persentasel frekuensi perilakul istirahat beruang madu betinal
Berdasarkanl Gambar l4.5 diketahui bahwal kategori perilakul istirahat beruang madu yangl tertinggi yaitu kategoril duduk sebesarl 43,40%, selanjutnya diikutil berbaring 25,20%, tidur 16,36% dan berdiri 15,03%. Beruang madu betina di THPS memiliki bobot kisaran 25 sampai 30 kg. Hal ini mempengaruhi terhadap pergerakan beruang madu. Semakin berat bobot beruang madu maka mengakibatkan beruang madu lebih pasif untuk melakukan pergerakan seperti duduk, berbaring dan susah untuk berjalan. Menurut Garshelis (2013), beruang madu memiliki pola aktivitas diurnal (aktif pada siang hari), crepuscular (aktif pada senja, 2,5 jam setelah matahari terbenam) dan auroral (aktif 0,5 jam sebelum matahari terbit). Dalam kurun waktu 24 jam beruang madu aktif 61,6%. Aktivitas lebih tinggi beruang madu ditunjukkan pada aktivitas memakan serangga dibandingkan memakan buah-buahan.
20
4.1.5 Perilaku Membuang Kotoran
Kategoril perilaku membuangl kotoran merupakanl kategori denganl persentase frekuensil paling lrendah. Perilaku membuangl kotoran dibagil menjadi dual kategori yaitu defekasil dan lurinasi. Hasil daril pengamatan perilaku membuang kotoran dapatl dilihan pada Gambarl 4.6.
Gambarl 4.6 Persentasel frekuensi perilakul membuang kotoranl beruang madu betina.
Berdasarkan Gambarl 4.4 diketahuil bahwa sub kategori perilakul membuang kotoranl urinasi lebihl besar yaitul 55,56% dibandingkan perilaku defekasi 44,44%.
Selama pengamatanl berlangsung seringl kali terlihatl beruang madu melakukan defekasil dan urinasil secara bersamaanl di pagil hari setelahl keluar kandangl in holding dan biasanyal beruang madu berjalan ke pinggir kolam untuk membuangl kotoran denganl posisi berdiril atau ljongkok. Rata-ratal frekuensi yang ditunjukkan beruang madu dalam membuang kotoran yaitu empat kali defekasi dan lima kali urinasi.
Menurut Suryani et al., (2015), frekuensi defekasi dan urinasi beruang madu akan meningkat apabila pakan yang diberikan lebih banyak dari biasanya. Pada pagi hari jarang ditemukan feses dan air seni beruang madu. Proses defekasi dan urinasi terlihat ketika siang hari sekitar pukul 12.30 WIB dan menjelang sore sekitar pukul 15.30 WIB. Winarno (2018) menyatakan adanya kontraksi otot dinding perut bersama dengan otot anus yang mengendur, kontraksi kolon dan rectum mengakibatkan feses akan terdorong ke luar anus.
4.2 Sistem Pengelolaan Beruang Madu Betina di Taman Hewan Pematangsiantar
Sisteml pengelolaan beruang madu betinal di THPSl menggunakan sisteml intensif, karenal seluruh kebutuhanl beruang madu diatur olehl manajemen kebunl binatang. Datal sistem pengelolaanl diambil berdasarkanl Pedoman Standarl Kualifikasi Penangkaranl Tumbuhan danl Satwa lliar, oleh Direktoratl Jenderal Perlidungan Hutanl dan Konservasil Alam tahunl 2002 yangl meliputi aspekl pengeloaan pakan dan pengelolaanl kandang danl pengelolaan perawatanl kesehatan.
4.2.1 Pengelolaan Pakan
Setiapl pagi stafl nutrisi THPSl meracik danl menimbang pakanl beruang madu sebelum dibawal ke lkandang. Kemudian keeperl bertugas memberikanl pakan denganl cara disebarl didalam kandangl sebelum beruang madu di THPS dikeluarkan dari kandang in holding. Pakan beruang madu bervariasi baik dari sayuran, buah-buahan, daun muda dan telur (Gambar 4.7). Pakan yang diberikanl di THPSl meliputi buahl terdiri atasl pisang, pepaya, lsemangka, tomat, kelapa dan timun. Jenisl sayuran terdiri atasl kangkung, jagung dan daun pepaya (daun muda). Pakan yang mendominasi beruang madu berupa pepaya, pisang dan kangkung. Pakan diberikan hanya satu kali dalam setiap harinya pada pagi hari di kandang terbuka dan beruang madu dibiarkan untuk mengambil pakan sesuai keinginan beruang madu. Pemberianl pakan berupal buah-buahanl dan sayuranl yang bervariasil bertujuan untukl menambah nafsul makan beruang madu, sehinggal tidak memerlukanl tambahan nutrisil lainnya (lSajuthi, 1984).
Berdasarkan hasil pengamatan, beruang madu di THPS diberikan makanan yang sudah cukup baik sesuai porsinya. Setiap seminggu sekali pada sore hari keeper memberikan pakanl pengayaan (enrichmentl) berupa buahl kelapa ataul durian sebagail stimulator agarl beruang madu memiliki aktivitasl untuk mengupas danl memecahkannya dengan tujuan menurunkan tingkat bosan atau stress di dalam kandang. Pemberikan pakan beruang madu di THPS dilakukan dengan cara meletakkan pakan di sekeliling kandang pengayaan secara tak beraturan seperti di atas gua, diatas ban, diatas batang pohon dan di bebatuan pinggir kolam. Hal ini bertujuan agar memacu daya gerak yang aktif serta melatih beruang madu mencari makan seperti di alam liar.