Bit Merah
Bit merah (Beta vulgaris) merupakan tanaman berbunga dari famili
Chenopodiaceae, dengan ciri-ciri morfologis seperti umbi yang pada umumnya
dijadikan sebagai sayuran. Bit memiliki aroma yang khas seperti bau tanah (earthy taste), warna akar yang memiliki warna merah pekat, serta rasa yang manis seperti gula (Widyaningrum dan Suhartiningsih, 2014).
Tanaman bit memiliki ciri-ciri akar yang menggembung mirip dengan umbi-umbian sering disebut dengan buah bit. Warna merah yang terdapat pada buah bit disebabkan oleh adanya senyawa yang mengandung nitrogen dan juga merupakan senyawa antioksidan tinggi dan larut air, namun dapat mengalami kerusakan akibat perubahan pH, cahaya, udara, dan stabil pada suhu dibawah 14 oC, kondisi tanpa cahaya serta pH sekitar 5,6 (Anam, dkk., 2013).
bit dengan suhu yang tinggi. Betanin merupakan pigmen yang mudah terdegradasi oleh cahaya, oksigen, dan panas. Betalain sangat sensitif terhadap suhu, dimana betalain akan terdegradasi secara spontan seiring peningkatan suhu. Suhu optimum proses ekstraksi betalain dari bit merah yaitu sekitar 40oC (Nisa, dkk., 2015).
Bit sebagai salah satu pangan sumber nitrat merupakan faktor yang mempengaruhi semakin tingginya penelitian terhadap umbi bit, dimana nitrat merupakan komponen yang penting dalam menjaga kesehatan kardiovaskular. Disamping itu, bit juga mengandung komponen bioaktif yang baik untuk kesehatan, khususnya untuk mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh inflamasi kronis. Konsumsi bit secara teratur juga akan meningkatkan pertahanan antioksidan tubuh, membantu melindungi komponen sel dari kerusakan oksidasi (Tom, dkk., 2015).
Pigmen Bit Merah
Gambar 1. Struktur kimia senyawa betalain (SCI, 2015)
Pigmen bit merah lebih stabil pada pH asam yaitu 4,5. Warna pigmen akan berubah menjadi ungu apabila terjadi penurunan pH dan akan berubah menjadi kuning kecokelatan apabila pH meningkat. Kandungan antioksidan bit merah merupakan yang tertinggi dibandingkan sayuran lain. Antioksidan pada bit merah terdiri dari flavonoid (350-2760 mg/kg), betasianin (840-900 mg/kg), betanin (300-600 mg/kg), asam askorbat (50-868 mg/kg), dan karotenoid (0,44 mg/kg) (Ananda, 2008).
Kandungan Bit Merah
Tabel 1. Komposisi gizi pada bit merah per 100 g bahan
Karbohidrat (g) 9,96
Serat pangan (g) 2,00
Gula (g) 7,96
Kalsium (mg) 16,00
Besi (mg) 0,79
Magnesium (mg) 23,00
Fosfor (mg) 38,00
Asam Pantotenat (mg) 0,15
Vitamin B-6 (mg) 0,07
Mutu Minuman Beralkohol
Mutu minuman beralkohol umumnya bergantung pada proses fermentasi itu sendiri. Kondisi fermentasi yang higenis serta kondisi substrat yang sesuai akan memudahkan dalam menerapkan standar mutu minuman beralkohol. Minuman beralkohol (wine, bir, spirits) apabila dikonsumsi dengan kadar yang rendah atau sedang akan menurunkan penyakit kardiovaskular. Namun sebaliknya, konsumsi yang berlebihan akan memberikan efek yang buruk pada sistem kardiovaskular. Selain itu, konsumsi minuman beralkohol yang tinggi menunjukkan buruknya pola diet pada masyarakat (Bernard, dkk., 2012).
Berdasarkan SNI 01-4019-1996, mutu minuman beralkohol dari buah dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Syarat minuman beralkohol dari buah
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 keadaan: - bau & rasa normal/khas
2 Etil alkohol % v/v 5-15
3 Metil alkohol % v/v alkohol maks 0,1
4 Asam mudah menguap
(dihitung sebagai asam asetat) g/100ml maksimal 0,2 5 Bahan tambahan makanan
- Zat warna negatif
- Pengawet (SO2) negatif
- Pemanis Buatan negatif
6 Cemaran logam
8 Cemaran Mikroorganisme
- angka lempeng total koloni/ml maks 2,0x102
- Coliform APM/ml maks 20
- E. Coli APM/ml <3
- Staphylococcus aureus koloni/ml 0
- kapang koloni/ml maks 50
- khamir koloni/ml maks 50
Fermentasi Karbohidrat
Umumnya mikroorganisme Saccharomyces dapat hidup dalam lingkungan dengan kadar oksigen cukup ataupun pada lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah. Mikroorganisme jenis ini sering disebut aerob fakultatif, dimana pada kondisi lingkungan dengan kadar oksigen yang tinggi akan menggunakan oksigen untuk respirasi. Namun, pada kondisi lingkungan dengankadar oksigen yang rendah mikroba ini akan melakukan perombakan karbohidrat menjadi alkohol. Tahap awal fermentasi yaitu glikolisis yang akan menghasilkan asam piruvat, kemudian diikuti dengan proses perombakan asam piruvat menjadi asam asetat dan CO2 serta diubah menjadi alkohol pada tahap akhir (Isnan Mulia, 2009).
Proses fermentasi dilakukan dengan melibatkan mikroba untuk memperoleh produk pangan yang diinginkan. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, khamir, dan kapang. Mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi alkohol adalah Saccharomycescereviseae. Fermentasi dapat dilakukan dengan menggunakan kultur alami maupun dengan kultur tunggal ataupun campuran. Salah satu fermentasi dengan menggunakan kultur alami adalah fermentasi tradisional dimana mikroba yang digunakan berasal dari alam (Hidayat, 2007).
Suhu yang baik untuk proses fermentasi yaitu sekitar 25 oC - 30 oC. Sel khamir yang digunakan untuk fermentasi alkohol dari pati dan gula adalah
Saccharomycescereviseae, sedangkan derajat keasaman yang cocok untuk proses
metabolisme mikroba tergantung karakteristik mikroba yang digunakan. Untuk mikroba Saccharomycescereviseaedan beberapa golongan khamir lainnya melalui tahap EMP (Embden Meyernof Parnas) (Rizani, 2000).
Kemampuan ragidalam merombak karbohidrat menjadi alkohol berbeda-beda. Ragi belum tentu hanya menggunakan satu jenis khamir dengan sifat khamir tidak sama pula sehingga proses fermentasi terkadang sulit dikontrol. Pada kondisi tertentu, waktu fermentasi yang dibutuhkan cukup lama karena kondisi yang tidak sesuai untuk memproduksi alkohol,sehingga pemilihan ragi dalam proses fermentasi sangat penting. Selain itu, proses persiapan juga merupakan faktor yang berpengaruh dimanaproses persiapan meliputi sterilisasi media pertumbuhan ragi yang sering terkontaminasi selama proses persiapan maupun proses fermentasi (Briggs, dkk., 1981).
Proses fermentasi dapat terjadi melalui reaksi yang berbeda-beda karena perbedaan kandungan karbohidrat atau gula yang terdapat pada bahan yang difermentasi. Gula yang paling sederhana akan dirombak paling cepat dengan proses perombakan menjadi etanol (2C2H5OH). Persamaan reaksinya secara umum adalah:
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (energi yang dilepas: 118 kj per mol) (Nurdiyastuti, 2008).
Hasil proses fermentasi dengan substrat karbohidrat (gula, pati, selulosa) adalah etanol. Etanol merupakan nama IUPAC dari etil alkohol, alkohol ini merupakan cairan yang tidak berwarna serta memiliki aroma yang khas. Etanol mudah menguap dengan berat jenis pada suhu 15oC adalah 0,7937 g/ml serta titik didihnya 78,32oC pada tekanan 76 mmHg. Alkohol ini juga larut dalam air dan eter dan panas pembakaran sekitar 328 Kkal (Judoamidjojo, dkk, 1992).
Khamir-khamir yang mampu melakukan proses fermentasi aerob umumnya memiliki keterbatasan kapasitas respirasi. Ketika kadar glukosa dalam keadaan tinggi, glikolisis akan berjalan cepat sehingga menghasilkan piruvat dalam jumlah yang tinggi. Namun, akibat terbatasnya kapasitas respirasi khamir tersebut untuk menggunakan piruvat, maka piruvat yang tersisa akan diubah menjadi etanol. Sebaliknya, khamir anaerob memiliki kapasitas respirasi yang tidak terbatas sehingga mampu memanfaatkan piruvat yang dihasilkan melalui proses glikolisis (Prentis, 1990).
Penambahan Gula
Menurut Departemen Perindustrian (1975), pada proses fermentasi untuk menghasilkan alkohol biasanya ditambahkan gula. Namun pada umumnya proses fermentasi dapat berlangsung tanpa penambahan gula. Tujuan penambahan gula sebenarnya adalah untuk menambah kadar alkohol yang dihasilkan pada akhir proses fermentasi.
adalah 28% dan konsentrasi pada awal proses fermentasi yaitu 16%, Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi. Kadar gula minimum untuk pertumbuhan khamir adalah 10%.
Sumber Mikroba
Mikroba yang digunakan untuk proses fermentasi (S. Cereviseae) merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong silidris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya dan dapat berkembang biak dengan membelah diri atau pertunasan. Pertumbuhan mikroba ini dipengaruhi oleh lingkungan dan nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan selnya. Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora 1-8 buah (Nikon, 2004).
Taksonomi khamir Saccharomyces cereviseae adalah sebagai berikut : Class : Ascomycetes
Sub Class : Hemiascomycetidae Ordo : Endomycetales Famili : Saccharomycoideae Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cereviseae (Palczar, dkk, 1983).
Tabel 3. Komposisi sel khamir Saccharomyces cereviseae
Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi a. Spesies Sel Khamir
Pemilihan mikroba yang digunakan umumnya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai substrat, contohnya untuk menghasilkan alkohol dari pati dan gula digunakan mikroba Saccharomycescereviseae sedangkan laktosa dari whey menggunakan Candida pseudotropicalis. Pemilihan tersebut bertujuan untuk mendapatkan mikroba yang dapat tumbuh optimal dalam konsentrasi bahan yang tinggi, dan dapat menghasilkan alkohol yang tinggi (Mangunwidjaja dan Suryani, 1994).
b. Suhu
Khamir memiliki suhu toleransi untuk pertumbuhan sel yang optimum yaitu sekitar 25 – 30oC namun khamir dapat tumbuh secara efisien pada suhu 28-35oC. Peningkatan suhu sampai suhu 40oC dapat meningkatkan produksi awal alkohol, namun proses fermentasi akan menurun karena pertumbuhan sel khamir akan menurun yang diakibatkan kadar alkohol yang tinggi (Dwidjoseputro, 1978).
c. Jumlah sel khamir
d. Oksigen
Selama proses fermentasi berlangsung, khamir membutuhkan oksigen dalam jumlah yang kecil sekitar 0,05-0,1 mmHg, oksigen diperlukan khamir untuk proses pertumbuhan selnya pada tahap awal fermentasi. Namun kadar oksigen berbanding terbalik dengan kadar etanol yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan International Commission of Microbiologial Specifications for Foods (1980) yang menyatakan bahwa persediaan oksigen yang tinggi penting untuk pertumbuhan awal mikroba namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob.
Jenis-jenis Alkohol dan Reaksi Alkohol
Tahapan perubahan pati menjadi alkohol pada proses fermentasi adalah sebagai berikut:
1. Hidratasi pati : merupakan proses pengurangan ukuran umbi dan penambahan air untuk memudahkan pati keluar.
2. Gelatinisasi pati : tergantung dari karakteristik pati yang terdapat pada bahan, suhu, waktu, ukuran partikel.
3. Hidrolisis pati : konversi pati menjadi maltosa dan dekstrin yang tidak terfermentasi, melalui proses hidrolisis enzimatis. Pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin, dimana amilosa dapat dihidrolisis menjadi maltosa sedangkan amilopektin akan terhidrolisis sebagian saja.
5. Proses pembuatan alkohol dapat dilakukan dengan proses fermentasi, sedangkan untuk proses pemurnian atau pemisahan alkohol dilakukan melalui proses destilasi. Menurut Hamidah (2003), proses pembuatan alkohol dari proses fermentasi dapat dilakukan dengan menggunakan tiga jenis karbohidrat yaitu:
1. Bahan-bahan yang mengandung gula 2. Bahan yang mengandung pati 3. Bahan yang mengandung selulosa
Adapun sifat fisik etanol dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Sifat fisik etanol
Sifat fisik Nilai
Massa molekul relatif 46,07 g/mol
Titik beku -114,1oC
Titik didih normal 78,32oC
Densitas pada suhu 20oC 0,7893 g/ml
Kelarutan dalam air suhu 20oC sangat larut
Viskositas pada suhu 20oC 1,17 cP
Kalor spesifik, 20oC 0,579 kal/g oC
Kalor pembakaran, 25 oC 7092,1 kal/g
Kalor penguapan 78,32oC 200,6 kal/g
Sumber: Rizani (2000).
Starter Fermentasi
Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya dari Maurice (2011), derajat keasaman atau pH yang cocok untuk menghasilkan alkohol paling tinggi adalah 4,5. Konsentrasi starter sebanyak 3 g/l menunjukkan kadar etanol dan waktu fermentasi yang efisien dan suhu maksimum fermentasi adalah 35oC. Konsentrasi glukosa juga merupakan faktor yang penting, dimana konsentrasi glukosa 40 g/l menunjukkan hasil etanol yang maksimum dengan waktu sekitar 20 jam dibandingkan dengan konsentrasi glukosa 100 g/l.