• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Hardiness Antara Pria dan Wanita Karo Penyintas Bencana Gunung Sinabung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Hardiness Antara Pria dan Wanita Karo Penyintas Bencana Gunung Sinabung"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Hardiness

II.1.1. Pengertian Hardiness

Menurut Bartone (dalam Ingranurindani, 2008) mengatakan bahwa hardiness merupakan kepribadian yang menjadi dasar atau disposisi individu yang

memiliki resiliensi yang baik, oleh karena itu Bartone menggunakan istilah dispositional resiliency untuk menggambarkan hardiness. Papalia (2004) mengatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk tetap berperan secara maksimal dalam keadaan yang buruk, mampu menghadapi tantangan, dan dalam hal ini individu memiliki kemampuan untuk kembali bangkit dari pengalaman buruk yang dialami. Kebangkitan dari individu dari keterpurukannya, membuat individu lebih kuat dalam proses menghadapi peristiwa yang berat (Henderson, dalam Ingranurindani, 2008).

Mc.Cubbi (dalam Smet, 1994) mengungkapkan bahwa hardiness merupakan kekuatan dasar individu untuk menemukan kapasitas dalam menghadap tekanan. Menurut Sheridan dan Radmacher (dalam Smet, 1994) hardiness merupakan kepercayan bahwa seseorang akan survive dan mampu

tumbuh, belajar dan menghadapi tantangan. Sementara Quick (1997) menyatakan hardiness sebagai konstruksi kepribadian yang merefleksikan sebuah orientasi

(2)

sejak dini, dan relatif stabil sepanjang waktu, serta berfungsi sebagai sumber kekuatan bagi individu untuk mampu bertahan dalam kondisi yang kurang menyenangkan dalam hidupnya.

Menurut Kobasa (2002), individu dengan hardiness yang tinggi menggunakan transformational coping dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, yakni dengan mengubah pola pikir dan tingkah laku mereka. Tujuannya untuk menyelesaikan masalah dengan merestruksi kembali pikiran mereka ke pemikiran yang positif, memperluas perspektif, mencoba untuk memahami peristiwa tersebut sebaik mungkin, menentukan tindakan apa yang akan diambil, dan mencari dukungan emosional. Sedangkan, individu dengan hardiness yang rendah, cenderung menggunakan regressive coping, seperti menghindari atau mengabaikan pola pikir dan perilaku mereka terhadap peristiwa yang membuat stres.

(3)

II.1.2 Aspek Hardiness

Menurut Kobasa (1979) menjelaskan adanya tiga aspek hardiness. Ketiga aspek itu adalah :

a. Kontrol

Kontrol adalah keyakinan individu bahwa dirinya dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang terjadi atas dirinya, Kobasa dan Maddi (2005). Aspek ini berisi keyakinan bahwa individu dapat memengaruhi atau mengendalikan apa saja yang terjadi dalam hidupnya. Individu percaya bahwa dirinya dapat menentukan terjadinya sesuatu dalam hidupnya, sehingga tidak mudah menyerah ketika sedang berada dalam keadaan tertekan. Individu dengan hardiness yang tinggi memiliki pandangan bahwa semua kejadian dalam lingkungan dapat ditangani oleh dirinya sendiri dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang harus dilakukan sebagai respon terhadap stres.

b. Komitmen

(4)

dirinya berkernbang dan mendapatkan kebijaksanaan serta belajar banyak dari pengalaman yang telah didapat.

c. Tantangan

Tantangan adalah kecenderungan untuk memandang suatu perubahan yang terjadi sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri, bukan sebagai ancarnan terhadap rasa amannya, Kobasa dan Maddi (2005). Aspek ini berupa pengertian bahwa hal-hal yang sulit dilakukan atau diwujudkan adalah sesuatu yang umum terjadi dalam kehidupan, yang pada akhirnya akan datang kesempatan untuk melakukan dan mewujudkan hal tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat simpulkan bahwa aspek dari hardiness adalah kontrol, komitmen, dan tantangan. Individu yang hardiness memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan kejadian – kejadian hidupnya dengan keterlibatannya dalam pekerjaan maupun orang – orang didalam hidupnya (komitmen), kemampuan untuk mengendalikan dirinya (kontrol), serta keyakinan untuk memandang bahwa kejadian yang terjadi dalam hidup sebagai perubahan untuk mengembangkan diri menjadi lebih positif (tantangan).

II.1.3 Fungsi Hardiness

Menurut Florian (dalam Heriyanto, 2011) fungsi hardiness adalah :

(5)

b. Mengurangi akibat buruk dari stres yang kemungkinan dapat terjadinya burnout dan penilaian negatif terhadap suatu kejadian yang mengancam dan meningkatkan pengharapan untuk melakukan coping yang berhasil. c. Membuat individu tidak mudah jatuh sakit.

d. Membantu individu mengambil keputusan yang baik dalam keadaan stress.

Dari beberapa penjelasan tentang fungsi hardiness dapat disimpulkan bahwa hardiness dapat efek negatif dari stres yang dialami oleh individu dan dapat memberikan penilaian yang lebih positif terhadap suatu peristiwa sehingga mampu meningkatkan harapan individu sehingga mampu mengambi keputusan yang baik.

II.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Hardiness

Faktor-faktor yang mempengaruhi hardiness adalah :

1. Well-being, menurut Pollachek (2001) dan Noreuil (2002), well-being yang merupakan suatu konsep kesejahteraan dimana individu mampu menciptakan kepuasan dalam hidupnya dan merupakan salah satu faktor yang dapat membantu mengurangi stres yang dialami oleh individu, individu yang memiliki well-being yang baik akan membuat hardiness juga meningkat.

(6)

individu yang bersangkutan sedang menghadapi masalah yang dapat menimbulkan stress sehingga membuat individu lebih kuat dan dapat mengurangi beban dalam hidupnya, individu yang memiliki sosial support yang baik akan membuat hardiness juga meningkat.

3. Etnis dan kualitas dari hubungan pasangan, menurut Dibartolo (2001), individu yang berasal dari etnis yang serupa akan membuat individu merasa aman, nyaman untuk berbagi cerita dan masalah yang terjadi dalam hidup begitu juga dengan kualitas dari hubungan pasangan, jika pasangan dari individu yang memiliki masalah dapat mengerti dan tetap bersikap hangat kepada pasangannya dapat mengurangi beban dalam hidupnya.

(7)

II.2 Penyintas Bencana Gunung Sinabung

Istilah “penyintas” muncul pertama kali pada tahun 2005. Kemunculannya

bukan dari kalangan ahli sastra ataupun ahli linguistik. Kata ini muncul dari para pegiat alias aktivis LSM dalam konteks bencana. Para pegiat ini memerlukan kata yang lebih pendek untuk menerjemahkan kata “survivor”. Mereka paling tidak harus menggunakan tiga patah kata, yakni: “korban yang selamat” (Juneman,

2010). Menurut KBBI kata sintas berarti terus bertahan hidup, mampu mempertahankan keberadaanya. Dalam penelitian ini, istilah penyintas diartikan sebagai orang yang mampu bertahan atau selamat dari bencana Gunung Sinabung.

Gunung Sinabung merupakan gunung berapi di Sumatera Utara yang mempunyai ketinggian 2.640 meter diatas permukaan laut . Letaknya cukup dekat dengan kota Berastagi dan Kabanjahe dan terdapat banyak desa di lerengnya. Satu-satunya Gunung di Sumatera Utara yang berkakikan danau (Widiastuti,,2008). Pada tahun 1600 Gunung Sinabung meletus pertama dan pada tanggal 28 Agustus 2010. Gunung Sinabung meletus lagi pada tanggal 29 Agustus 2010, sekitar pukul 00.08 WIB. Asap dan debu membumbung sampai ketinggian 1.500 meter dari bibir kawah. Tindakan evakuasi segera dilakukan. 12.000 warga yang tinggal di sekitar gunung diungsikan.

(8)

orang warga meninggal dunia dan 30.000 orang kehilangan tempat tinggal mereka (Leandha, 2015).

Bencana Gunung Sinabung menyisakan berbagai kondisi yang memprihatinkan. Bencana ini telah menyebabkan kerusakan di desa-desa sekitarnya dan menyebabkan ribuan penyintas kehilangan tempat tinggalnya.Para penyintas tidak hanya kehilangan rumah dan tempat tinggal, tetapi juga lahan pertanian yang menjadi sumber utama lahan pencaharian mereka. Rumah-rumah penyintas dan lahan pertanian telah rusak karena abu vulkanik dan lahar dingin. Oleh karena itu, para penyintas terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka dan harus mengungsi (Damanik,2015).

(9)

II. 3 Gender

II.3.1 Defenisi Gender

Gender merupakan perbedaan yang tampak antara pria dan wanita dalam melakukan tugas, tanggung jawab, fungsi, dan perilaku yang dibentuk oleh nilai sosial dan budaya dan dapat berubah menurut waktu serta kondisi (Fakih, 1999). Gender adalah perbedaan antara perempuan dan laki- laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya dan adat istiadat yang berlaku (WHO, 2001).

Kesetaraan gender merupakan gejala alam atau tuntutan yang menghendaki kesetaraan, yang harus direspon oleh umat manusia dalam rangka adaptasi dengan alam. Berdasarkan teori ini pembagian tugas dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan pada zaman dahulu tidak pernah dipermasalahkan. Sekarang tuntutan kesetaraan gender menjadi permasalahan yang menjadi perhatian manusia di seluruh dunia juga karena alam menuntut demikian disebabkan adanya perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang berlaku di masyarakat yang memungkinkan fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan bisa sama atau dipertukarkan.

Dapat disimpulkan, gender adalah perbedaan antara pria dan wanita terkait tugas dan tanggung jawabnya sehari – hari.

II.3.2 Gender Dalam Sudut Pandang Budaya Karo

(10)

Karo lebih dominan sehingga mampu untuk mengontrol wanita (Tarigan, 2009). Proses sosialisasi gender dalam masyarakat Karo, sudah di perkenalkan kepada anak sejak kecil, diarahkan dan dibedakan sesuai dengan keberadaan status kewanitaan dan kelelakian. Pria dalam masyarakat Karo mempunyai fungsi sosial yang sangat luas sebagai pelanjut silsilah keluarga, sebagai penerima harta warisan, dan sebagai penentu dalam pengambilan keputusan sedangkan wanita memiliki fungsi untuk mengurus mengurus rumah tangga (Tarigan,2009).

Menurut Tarigan (2009) masyarakat Karo memiliki sifat dan watak yang tabah, sabar, lemah lembut, jujur, dan mengalah jika dihadapkan dengan suatu peristiwa. Begitu juga menurut Bangun (2006) yang mengatakan bahwa masyarakat Karo memiliki sifat dan watak yang berpendirian teguh, memiliki kepercayaan diri, gigih, tekun dalam melakukan suatu kegiatan.

II.3.2.1 Tugas dan Tanggung Jawab Pria Dalam Budaya Karo

(11)

orangtua akan memanjakan dan menomor satukan anak lakinya dibanding dengan anak perempuan dalam keluarga.

Natar (2006) mengatakan bahwa laki–laki Karo diharuskan untuk mencari nafkah, tetapi yang ditemukan laki–laki Karo hanya duduk di kedai kopi menghabiskan waktu bersama teman daripda bekerja membantu istri. Dalam adat, laki-laki Karo sejak kecil diajarkan untuk mengenai pentingnya melestarikan kebudayaan dan marganya serta bertanggung jawab sebagai penerus keluarga (Tarigan, 2009).

II.3.2.2 Tugas dan Tanggung Jawab Wanita Dalam Budaya Karo

(12)

mengurus anak dan suami, setelah pekerjaan rumah selesai, ia akan berangkat untuk berladang, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, bekerja mulai dari pagi hingga sore atau siang hari. Setelah selesai berladang, ia akan kembali memasak dirumah untuk keluarga (Natar,2004). Selain berladang, wanita Karo juga sering juga berjualan atau berdagang di pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Bangun, 2006).

II.4 Perbedaan Hardiness Antara Pria dan Wanita Karo Penyintas Bencana

Gunung Sinabung

Hardiness merupakan variabel kepribadian yang membuat individu menjadi

lebih kuat, survive, dan optimis dalam menghadapi peristiwa atau kejadian yang membuat individu menjadi stres. Aspek dari hardiness adalah kontrol, komitmen, dan tantangan. Individu yang hardiness memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan kejadian-kejadian hidupnya dengan keterlibatannya dalam pekerjaan maupun orang-orang didalam hidupnya (komitmen), kemampuan untuk mengendalikan dirinya (kontrol), serta keyakinan untuk memandang bahwa kejadian yang terjadi dalam hidup sebagai perubahan untuk mengembangkan diri menjadi lebih positif (tantangan).

(13)

yang rendah, dalam menghadapi situasi penuh dengan tekanan akan cenderung untuk menghindari bahkan mengabaikan kejadian yang terjadi dalam diri mereka. Gender memainkan peran dalam hardiness. Gender merupakan perbedaan yang tampak antara pria dan wanita dalam melakukan tugas, tanggung jawab, fungsi, dan perilaku yang dibentuk oleh nilai sosial dan budaya. Salah satu budaya di Indonesia yang mempunyai tugas serta tanggung jawab yang tampak berbeda pada pria dan wanita adalah Suku Karo.

Pada masyarakat Karo, konsep patriarkhi yang dipakai untuk menggambarkan sistem gender. Patriarkhi merupakan konsep bahwa pria yang memegang semua kekuasaan atas peran penting dalam masyarakat dan juga, pria Karo lebih dominan sehingga mampu untuk mengontrol wanita. Masyarakat Karo percaya bahwa pria Karo berfungsi sebagai penjaga nama baik keluarga dan sebagai pelindung bagi saudara perempuan, menjadi ketua adat, pembicara utama dan pembuat keputusan dalam suatu musyawarah atau acara adat, pernikahan, hukum, warisan, silsilah keluarga, tempat tinggal, hak atas kepemilikan harta atau tanah orangtua.

(14)

Wanita Karo dari kecil terbiasa untuk mengurus rumah tangga seperti membantu ibu menyuci, memasak, membersihkan rumah, mengurus adik. Wanita Karo yang sudah menikah memiliki tugas yaitu mulai dari pagi, mengurus kehidupan rumah tangga mulai dari memasak, menyapu, mencuci, mengambil air ke pancuran (tempat mandi terbuka yang jaraknya jauh dari perkampungan), mengurus anak dan suami, setelah pekerjaan rumah selesai, ia akan berangkat untuk berladang, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, bekerja mulai dari pagi hingga sore atau siang hari. Selain berladang, wanita Karo juga sering juga berjualan atau berdagang di pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan beban berat yang harus dijalani oleh wanita Karo, membuat wanita Karo dituntut untuk lebih kuat dan tangguh dalam menghadapi masalah.

(15)

II.5 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dirumuskanlah hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut “hardiness penyintas wanita Karo lebih tinggi

Referensi

Dokumen terkait

bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku. disusutkan ,

[r]

Tarif Penggunaan Lahan, Ruangan, Wisma dan Rusunawa, Tarif Laboratorium, dan Tarif Poliklinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a sampai dengan huruf c

Tarif Laboratorium, Tarif Poliklinik, Tarif Penggunaan Lahan, Gedung, dan Sarana Olah Raga, dan Tarif Penggunaan Asrama, Rusunawa, dan Guest House sebagaimana

Dalam kesempatan ini perkenankanlah kami mengajukan permohonan lzin Undang-Undang Gangguan (HO), sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Retribusi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Dusun Ngrawing bahwasanya nenek dalam menanamkan akhlak anak itu sudah baik agar nantinya anak akan terbiasa dengan apa

Pemasangan drain dengan cairan drainage berupa darah sekitar 100 ml sebagai upaya untuk mengembalikan darah yang banyak hilang saat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan ada pengaruh konsumsi teh hitam kemasan cup terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswa semester